Anak remaja rasa penasarannya memang tinggi. Sabar, Alan ....
Astaga ... Alan rasanya ingin menangis. Ujian cinta yang dilaluinya kian berat. Bukan berasal dari Rangga, melainkan dari Rachel sendiri. ‘Bagaimana aku juga tahu? Aku melajang sejak lahir, Rachel! Aku juga ingin tahu ... sangat sangat ingin tahu!’ jerit Alan dalam hati. Kendati demikian, Alan menunjukkan raut wajah tenang. “Kau akan tahu jika saatnya tiba nanti ....” Rachel menunduk malu. “Selama ini, aku selalu mencari tahu sendiri setiap rasa penasaran yang menghantuiku. Aku tidak bisa merasa penasaran terus-menerus atau mengabaikannya.” Alan melompat-lompat sambil berteriak resah dalam benaknya. Namun, dia tak mungkin menunjukkan di depan Rachel. “Masih ada hal lain yang seharusnya kau pikirkan. Misalnya ...” ‘Misalnya apa?’ Alan tak bisa memikirkan apa pun. Bayangan yang muncul di kepalanya hanya bibir merah muda gadis di depannya, yang kian banyak hingga memenuhi otaknya. Benak Alan hanya dipenuhi warna merah muda. Hingga dia tak sadar meninggalkan percakapan dan justru me
Seperti dugaan, kedua orang tua Hillary menentang rencana pernikahannya. Meski Hillary hanya memancing pembicaraan ke arah pernikahan dengan Richard tanpa mengatakan dengan jelas jika pria itu telah melamar dirinya, hasilnya tetap sama saja. Namun, Richard tak menyerah. Setelah diberi tahu Hillary, dia tetap mendatangi kediaman orang tua Hillary walaupun hasilnya tetap sama. “Aku akan pergi dari rumah kalau Papa dan Mama tidak merestuiku dan Richard! Lagi pula, aku sendiri yang akan menjalani pernikahan, bukan kalian!” Alhasil, Hillary mendapat tamparan keras dari Teressa. Orang tua Hillary telah membesarkan putri semata wayang mereka dengan sebaik-baiknya dan Hillary seenak hati akan pergi dari rumah, hanya demi pria yang terbukti hanya memanfaatkan dirinya. Setelah Paul dan Teressa mengusir Richard, mereka menghubungi Asher untuk meminjam pengawal. Hillary tak diizinkan pergi menemui Richard. Keluar rumah pun harus diikuti banyak pengawal. Pengamanan semakin ketat kala Asher tel
Seluruh anggota badan Asher yang seakan meleleh tadi siang, sekarang kembali normal. Di sore hari menjelang malam, embusan angin dingin di tepi pantai kian terasa. Saat ini, Asher sedang duduk memanggang ikan seperti manusia purba. Sebelumnya, dia membuat api dengan kayu bakar, menjaring ikan di laut, dan hanya memakai celana dalam. Sementara Laura tidur santai di kursi dekat gubuk sambil mengipasi badan Asher. Dia tak mau ikut membantu karena kesal dengan sang suami. Kendati demikian, Laura masih melayani Asher yang tak suka berkeringat akibat berada di dekat perapian. Demi bisa merealisasikan fantasi liarnya, Asher tak mengizinkan ada orang datang menyiapkan apa pun di sana. Laura tak bisa memasak, apalagi membuat api dengan kayu bakar. Laura juga sudah kelaparan sejak tadi dan mengajak Asher keluar ke restoran lebih dulu. Tetapi, Asher dengan tegas menolak. Mereka hanya liburan selama dua hari di akhir pekan. Asher akan menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk melakukan apa pun y
Alan mendorong kening Hillary sampai mundur ke belakang. “Aku tidak mau tahu tujuanmu bersikap aneh seperti ini. Seperti kataku tadi, jangan menggangguku lagi setelah aku memaafkanmu.” Alan sangat yakin jika Hillary memiliki tujuan terselubung mendekati dirinya. Tak mungkin orang bisa berubah hanya dalam sehari. Apalagi, orang itu adalah Hillary. Hillary pun sangat tergila-gila kepada Richard. Mana mungkin cinta membara akan berubah hanya semalam. Alan merasa perlu menarik batasan yang jelas agar tak terjebak dalam permainan rumit wanita itu. “Oh, ayolah, Alan ....” Hillary tak menyerah. Dia mengusap lembut kerah kaos Alan dengan tatapan menggoda. “Apa kau benar-benar menyukai anak kecil itu? Hubunganmu dengannya akan menjadi rumit di kemudian hari. Denganku, kau bisa-” “Cukup!” Alan menepis kasar tangan Hillary. “Hubunganku dengan Rachel tidak ada sangkut pautnya denganmu. Aku juga tidak peduli dengan kehidupanmu!” tegas Alan, lalu berbalik pergi. Harga diri Hillary terluka oleh
Langit hitam dengan jutaan bintang di atas sana, mendadak seperti terbelah dua dengan sambaran kilatan petir yang begitu besar. Ketiga pria di dalam mobil sampai tak bisa berkata-kata mendengar keputusan Rachel yang mendadak dan mencengangkan. Julian Cakrawala yang berjanji akan menjaga Rachel, tentu saja tak terima. “Jangan sembarangan, Rachel! Kau ingin membunuhku!?” bentak Julian. Sungguh, Julian sebenarnya tak mau meninggikan suara di depan anak-anak. Biarpun dia dulu sangat kejam dan masih tersisa kelicikan dalam dirinya, Julian tetap sangat menyukai anak-anak, apalagi keluarganya sendiri. Rachel pun masih seperti anak kecil baginya. Di samping kursi kemudi, Nevan menampar pipinya sendiri. Pendengarannya mungkin salah. Bocah yang dulu selalu bermain bersamanya sejak kecil, mengalami banyak hal dengannya, dan selalu menjadi adik kecilnya, kini mengajak seorang pria tinggal bersama? “Apa kau gila!?” pekik Nevan. Dan pria terakhir diam membeku di tempat. Jiwa Alan Ruiz terasa
‘Siapa ...? Emma? Atau jangan-jangan, ayah mertua punya mata-mata yang menaruh kamera kecil di kantorku?’ Sebelum Alan menjawab pertanyaan Rangga, dia perlu lebih dulu mengetahui apakah Rangga memang benar-benar memata-matai dirinya atau hanya berasumsi? Jika Alan salah menjawab, dia mungkin tak akan bisa bangun lagi keesokan harinya. “Apa kau kehilangan fungsi pita suaramu?” Namun, tak mungkin Alan lari ke kantor dan memeriksa ruangan itu untuk menemukan kamera pengawas tersembunyi. Rangga tak akan membiarkan dirinya jika tak segera menjawab pertanyaan itu. “Tidak. Anda salah paham. Aku belum pernah mencium Rachel ....” “Belum?” geram Rangga. “Jadi, kau berencana untuk menciumnya?” ‘Tentu saja, Ayah! Aku akan mencium dan menggagahi putrimu nanti setelah kami menikah!’ jerit Alan dalam hati. “Benar ....” Alan terbawa suasana oleh pemikirannya. “Tidak- maksudku, aku akan melakukannya setelah kami menikah nanti.” Melihat keringat mengalir di dahi Alan, padahal ruangan itu san
Alan tidak terkejut oleh pernyataan Hillary. Dia sudah menduga sejak awal jika Hillary memiliki maksud tersembunyi saat mendekati dirinya. Hanya saja, semudah itu Hillary kelepasan bicara karena pancingan Julian? “Ceroboh,” gumam Alan. “Alan … tidak … bukan itu maksudku. Aku tidak punya rencana buruk begitu. Orang ini yang membuatku terpaksa mengatakan kebohongan yang baru saja aku ucapkan ….” Alan kembali fokus membaca dokumen, begitu pula Rangga. Kedua pria itu bahkan tak peduli dan hanya terkejut oleh suara keras Hillary. “Duduklah, Nona Hillary Smith. Jangan mengganggu orang bekerja. Atau, kau bisa pulang saja untuk menemui kekasihmu itu ....” Julian tersenyum miring, seakan menghina wanita yang saat ini terlihat pucat dan kebingungan. ‘Apa yang harus aku lakukan? Alan pasti sudah tidak mau lagi percaya padaku … bagaimana caranya agar aku bisa bertemu Richard?’ Hillary benar-benar kehilangan akal. Hanya Alan satu-satunya harapan Hillary. Dan harapan itu menghilang karena oran
Mau dibaca berulang-ulang pun, isi tulisan pada dokumen di tangan Hillary tak akan berubah. Ucapan Rachel waktu itu bukan hanya omong kosong semata. Rasanya begitu sakit dalam dada hingga Hillary tak dapat mengeluarkan air mata. Namun, hatinya menangis darah oleh pengkhianatan sang kekasih. Hillary masih tak ingin percaya jika cinta pertamanya hanyalah penipu yang dikirim sang paman, yang entah bagaimana wajahnya. Hillary bahkan tak dapat mengingat sosok Nathan dengan jelas. Hillary masih mencoba menyangkal fakta itu dengan berbagai alasan .... Apakah Nathan menjebak Richard untuk membalas Asher yang telah melarang orang itu kembali ke negaranya? Ataukah Richard memiliki sejumlah hutang tanpa Hillary ketahui sehingga menjual aset yang dipinjamnya kepada orang suruhan Nathan tanpa disadari? Hillary akhirnya menyimpulkan satu hal meski tak begitu yakin, ‘Paman Nathan pasti telah menipu Richard.’ Setelah Asher pulang, semua pengawal Smith Group ditarik keluar dari kediaman Hillary.