Mau latihan sama Hillary?
Alan mendorong kening Hillary sampai mundur ke belakang. “Aku tidak mau tahu tujuanmu bersikap aneh seperti ini. Seperti kataku tadi, jangan menggangguku lagi setelah aku memaafkanmu.” Alan sangat yakin jika Hillary memiliki tujuan terselubung mendekati dirinya. Tak mungkin orang bisa berubah hanya dalam sehari. Apalagi, orang itu adalah Hillary. Hillary pun sangat tergila-gila kepada Richard. Mana mungkin cinta membara akan berubah hanya semalam. Alan merasa perlu menarik batasan yang jelas agar tak terjebak dalam permainan rumit wanita itu. “Oh, ayolah, Alan ....” Hillary tak menyerah. Dia mengusap lembut kerah kaos Alan dengan tatapan menggoda. “Apa kau benar-benar menyukai anak kecil itu? Hubunganmu dengannya akan menjadi rumit di kemudian hari. Denganku, kau bisa-” “Cukup!” Alan menepis kasar tangan Hillary. “Hubunganku dengan Rachel tidak ada sangkut pautnya denganmu. Aku juga tidak peduli dengan kehidupanmu!” tegas Alan, lalu berbalik pergi. Harga diri Hillary terluka oleh
Langit hitam dengan jutaan bintang di atas sana, mendadak seperti terbelah dua dengan sambaran kilatan petir yang begitu besar. Ketiga pria di dalam mobil sampai tak bisa berkata-kata mendengar keputusan Rachel yang mendadak dan mencengangkan. Julian Cakrawala yang berjanji akan menjaga Rachel, tentu saja tak terima. “Jangan sembarangan, Rachel! Kau ingin membunuhku!?” bentak Julian. Sungguh, Julian sebenarnya tak mau meninggikan suara di depan anak-anak. Biarpun dia dulu sangat kejam dan masih tersisa kelicikan dalam dirinya, Julian tetap sangat menyukai anak-anak, apalagi keluarganya sendiri. Rachel pun masih seperti anak kecil baginya. Di samping kursi kemudi, Nevan menampar pipinya sendiri. Pendengarannya mungkin salah. Bocah yang dulu selalu bermain bersamanya sejak kecil, mengalami banyak hal dengannya, dan selalu menjadi adik kecilnya, kini mengajak seorang pria tinggal bersama? “Apa kau gila!?” pekik Nevan. Dan pria terakhir diam membeku di tempat. Jiwa Alan Ruiz terasa
‘Siapa ...? Emma? Atau jangan-jangan, ayah mertua punya mata-mata yang menaruh kamera kecil di kantorku?’ Sebelum Alan menjawab pertanyaan Rangga, dia perlu lebih dulu mengetahui apakah Rangga memang benar-benar memata-matai dirinya atau hanya berasumsi? Jika Alan salah menjawab, dia mungkin tak akan bisa bangun lagi keesokan harinya. “Apa kau kehilangan fungsi pita suaramu?” Namun, tak mungkin Alan lari ke kantor dan memeriksa ruangan itu untuk menemukan kamera pengawas tersembunyi. Rangga tak akan membiarkan dirinya jika tak segera menjawab pertanyaan itu. “Tidak. Anda salah paham. Aku belum pernah mencium Rachel ....” “Belum?” geram Rangga. “Jadi, kau berencana untuk menciumnya?” ‘Tentu saja, Ayah! Aku akan mencium dan menggagahi putrimu nanti setelah kami menikah!’ jerit Alan dalam hati. “Benar ....” Alan terbawa suasana oleh pemikirannya. “Tidak- maksudku, aku akan melakukannya setelah kami menikah nanti.” Melihat keringat mengalir di dahi Alan, padahal ruangan itu san
Alan tidak terkejut oleh pernyataan Hillary. Dia sudah menduga sejak awal jika Hillary memiliki maksud tersembunyi saat mendekati dirinya. Hanya saja, semudah itu Hillary kelepasan bicara karena pancingan Julian? “Ceroboh,” gumam Alan. “Alan … tidak … bukan itu maksudku. Aku tidak punya rencana buruk begitu. Orang ini yang membuatku terpaksa mengatakan kebohongan yang baru saja aku ucapkan ….” Alan kembali fokus membaca dokumen, begitu pula Rangga. Kedua pria itu bahkan tak peduli dan hanya terkejut oleh suara keras Hillary. “Duduklah, Nona Hillary Smith. Jangan mengganggu orang bekerja. Atau, kau bisa pulang saja untuk menemui kekasihmu itu ....” Julian tersenyum miring, seakan menghina wanita yang saat ini terlihat pucat dan kebingungan. ‘Apa yang harus aku lakukan? Alan pasti sudah tidak mau lagi percaya padaku … bagaimana caranya agar aku bisa bertemu Richard?’ Hillary benar-benar kehilangan akal. Hanya Alan satu-satunya harapan Hillary. Dan harapan itu menghilang karena oran
Mau dibaca berulang-ulang pun, isi tulisan pada dokumen di tangan Hillary tak akan berubah. Ucapan Rachel waktu itu bukan hanya omong kosong semata. Rasanya begitu sakit dalam dada hingga Hillary tak dapat mengeluarkan air mata. Namun, hatinya menangis darah oleh pengkhianatan sang kekasih. Hillary masih tak ingin percaya jika cinta pertamanya hanyalah penipu yang dikirim sang paman, yang entah bagaimana wajahnya. Hillary bahkan tak dapat mengingat sosok Nathan dengan jelas. Hillary masih mencoba menyangkal fakta itu dengan berbagai alasan .... Apakah Nathan menjebak Richard untuk membalas Asher yang telah melarang orang itu kembali ke negaranya? Ataukah Richard memiliki sejumlah hutang tanpa Hillary ketahui sehingga menjual aset yang dipinjamnya kepada orang suruhan Nathan tanpa disadari? Hillary akhirnya menyimpulkan satu hal meski tak begitu yakin, ‘Paman Nathan pasti telah menipu Richard.’ Setelah Asher pulang, semua pengawal Smith Group ditarik keluar dari kediaman Hillary.
“T-tidak, aku tidak menatapmu!” sanggah Hillary seraya memalingkan wajah.Hillary mengingat lagi hari-hari yang dilaluinya bersama Alan Ruiz. Sejak dulu, Alan selalu bersikap baik padanya walaupun Hillary tahu jika Alan tak menyukai dirinya.Andaikan dulu Hillary mau melihat Alan sebagai seorang pria yang akan menjadi suami di masa depan, mungkin dia tak akan terjebak cinta pertama yang begitu menyakitkan.Seandainya Hillary mau membuka telinga pada setiap ucapan dan nasihat orang-orang di sekitarnya atau apabila dia menolak permintaan Alan untuk memutuskan pertunangan mereka ... hari ini tak akan pernah terjadi.Namun, semua hanya tinggal pengandaian yang tak akan mungkin bisa terjadi. Semua sudah terlambat.Meski marah dan sakit hati kepada Richard, Hillary tak menyanggah jika hatinya masih berharap, bahwa kenyataan yang baru saja didengarnya merupakan kesalahan atau hanya sekedar mimpi belaka.“Terima kasih, Alan, sungguh ...,” ucap Hillary tulus untuk pertama kalinya kepada Alan Ru
Pupus sudah bayangan indah Alan Ruiz tentang pertunangan dengan Rachel. Alih-alih Alan dan Rachel, perusahaan Keluarga Ruiz dan Cakrawala yang bertunangan. Rangga memberikan proposal kerja sama langsung kepada Benjamin siang tadi. Alan belum diberi tahu sang ayah dan baru tahu sekarang. “Aku kira, kita akan bertunangan hari ini, Kak Alan ...,” ujar Rachel kecewa. ‘Oh, pemikiran kami ternyata sama!’ Alan sudah cukup bahagia oleh ikatan batin mereka yang semakin kuat dengan adanya kesamaan pikiran. “Belum waktunya, Rachel. Kau bahkan belum resmi lulus sekolah.” Alan terkekeh pelan. “Setidaknya, Kak Alan tidak akan kabur jika kita bertunangan lebih dulu ....” Sekali lagi, Rachel memikirkan hal yang sama dengan Alan. “Justru Kakak yang khawatir kalau kau akan berubah setelah kuliah dan bertemu banyak lelaki lain.” “Aku selalu menepati kata-kataku, Kak! Jangan meremehkanku!” Rachel mengerucutkan bibirnya. Di ruang makan kediaman Cakrawala, sejoli yang dimabuk asmara itu saling melem
“Mau ke mana, Rachel? Acara ini dibuat khusus oleh Asher untukmu.” Rangga mencegah Rachel saat akan keluar dari ruangan pesta. “Kak Alan ada di rumah sakit, Ayah. Aku harus ke sana sekarang,” balas Rachel panik. “Apa yang terjadi?” Rachel menggeleng sambil melepaskan tangan Rangga yang mencengkeram lengannya. “Aku juga tidak tahu. Karena itu, aku akan ikut Paman Theo ke rumah sakit sekarang untuk mencari tahu. Jangan halangi aku, Ayah.” Mana bisa Rangga menghalangi putrinya yang terlihat sangat mencemaskan Alan. Sejujurnya, mendengar Alan masuk rumah sakit, Rangga pun juga sedikit khawatir. “Ayah akan menemanimu.” Rangga menatap Vina sarat makna. “Tunggu di sini bersama Laura dan Julian. Aku akan menjemputmu nanti.” Asher yang mendengar kabar itu dari Theo pun ikut ke rumah sakit. Bukan hanya Alan saja yang ada di rumah sakit itu, Hillary juga ada di sana. Sampai di rumah sakit tersebut, Alan Ruiz sedang berbaring di ranjang dengan petugas medis yang sedang membalut perutnya. Hi