“Nilai seseorang tidak hanya dipandang dari pekerjaan dan status semata.”
Alan tidak terkejut oleh pernyataan Hillary. Dia sudah menduga sejak awal jika Hillary memiliki maksud tersembunyi saat mendekati dirinya. Hanya saja, semudah itu Hillary kelepasan bicara karena pancingan Julian? “Ceroboh,” gumam Alan. “Alan … tidak … bukan itu maksudku. Aku tidak punya rencana buruk begitu. Orang ini yang membuatku terpaksa mengatakan kebohongan yang baru saja aku ucapkan ….” Alan kembali fokus membaca dokumen, begitu pula Rangga. Kedua pria itu bahkan tak peduli dan hanya terkejut oleh suara keras Hillary. “Duduklah, Nona Hillary Smith. Jangan mengganggu orang bekerja. Atau, kau bisa pulang saja untuk menemui kekasihmu itu ....” Julian tersenyum miring, seakan menghina wanita yang saat ini terlihat pucat dan kebingungan. ‘Apa yang harus aku lakukan? Alan pasti sudah tidak mau lagi percaya padaku … bagaimana caranya agar aku bisa bertemu Richard?’ Hillary benar-benar kehilangan akal. Hanya Alan satu-satunya harapan Hillary. Dan harapan itu menghilang karena oran
Mau dibaca berulang-ulang pun, isi tulisan pada dokumen di tangan Hillary tak akan berubah. Ucapan Rachel waktu itu bukan hanya omong kosong semata. Rasanya begitu sakit dalam dada hingga Hillary tak dapat mengeluarkan air mata. Namun, hatinya menangis darah oleh pengkhianatan sang kekasih. Hillary masih tak ingin percaya jika cinta pertamanya hanyalah penipu yang dikirim sang paman, yang entah bagaimana wajahnya. Hillary bahkan tak dapat mengingat sosok Nathan dengan jelas. Hillary masih mencoba menyangkal fakta itu dengan berbagai alasan .... Apakah Nathan menjebak Richard untuk membalas Asher yang telah melarang orang itu kembali ke negaranya? Ataukah Richard memiliki sejumlah hutang tanpa Hillary ketahui sehingga menjual aset yang dipinjamnya kepada orang suruhan Nathan tanpa disadari? Hillary akhirnya menyimpulkan satu hal meski tak begitu yakin, ‘Paman Nathan pasti telah menipu Richard.’ Setelah Asher pulang, semua pengawal Smith Group ditarik keluar dari kediaman Hillary.
“T-tidak, aku tidak menatapmu!” sanggah Hillary seraya memalingkan wajah.Hillary mengingat lagi hari-hari yang dilaluinya bersama Alan Ruiz. Sejak dulu, Alan selalu bersikap baik padanya walaupun Hillary tahu jika Alan tak menyukai dirinya.Andaikan dulu Hillary mau melihat Alan sebagai seorang pria yang akan menjadi suami di masa depan, mungkin dia tak akan terjebak cinta pertama yang begitu menyakitkan.Seandainya Hillary mau membuka telinga pada setiap ucapan dan nasihat orang-orang di sekitarnya atau apabila dia menolak permintaan Alan untuk memutuskan pertunangan mereka ... hari ini tak akan pernah terjadi.Namun, semua hanya tinggal pengandaian yang tak akan mungkin bisa terjadi. Semua sudah terlambat.Meski marah dan sakit hati kepada Richard, Hillary tak menyanggah jika hatinya masih berharap, bahwa kenyataan yang baru saja didengarnya merupakan kesalahan atau hanya sekedar mimpi belaka.“Terima kasih, Alan, sungguh ...,” ucap Hillary tulus untuk pertama kalinya kepada Alan Ru
Pupus sudah bayangan indah Alan Ruiz tentang pertunangan dengan Rachel. Alih-alih Alan dan Rachel, perusahaan Keluarga Ruiz dan Cakrawala yang bertunangan. Rangga memberikan proposal kerja sama langsung kepada Benjamin siang tadi. Alan belum diberi tahu sang ayah dan baru tahu sekarang. “Aku kira, kita akan bertunangan hari ini, Kak Alan ...,” ujar Rachel kecewa. ‘Oh, pemikiran kami ternyata sama!’ Alan sudah cukup bahagia oleh ikatan batin mereka yang semakin kuat dengan adanya kesamaan pikiran. “Belum waktunya, Rachel. Kau bahkan belum resmi lulus sekolah.” Alan terkekeh pelan. “Setidaknya, Kak Alan tidak akan kabur jika kita bertunangan lebih dulu ....” Sekali lagi, Rachel memikirkan hal yang sama dengan Alan. “Justru Kakak yang khawatir kalau kau akan berubah setelah kuliah dan bertemu banyak lelaki lain.” “Aku selalu menepati kata-kataku, Kak! Jangan meremehkanku!” Rachel mengerucutkan bibirnya. Di ruang makan kediaman Cakrawala, sejoli yang dimabuk asmara itu saling melem
“Mau ke mana, Rachel? Acara ini dibuat khusus oleh Asher untukmu.” Rangga mencegah Rachel saat akan keluar dari ruangan pesta. “Kak Alan ada di rumah sakit, Ayah. Aku harus ke sana sekarang,” balas Rachel panik. “Apa yang terjadi?” Rachel menggeleng sambil melepaskan tangan Rangga yang mencengkeram lengannya. “Aku juga tidak tahu. Karena itu, aku akan ikut Paman Theo ke rumah sakit sekarang untuk mencari tahu. Jangan halangi aku, Ayah.” Mana bisa Rangga menghalangi putrinya yang terlihat sangat mencemaskan Alan. Sejujurnya, mendengar Alan masuk rumah sakit, Rangga pun juga sedikit khawatir. “Ayah akan menemanimu.” Rangga menatap Vina sarat makna. “Tunggu di sini bersama Laura dan Julian. Aku akan menjemputmu nanti.” Asher yang mendengar kabar itu dari Theo pun ikut ke rumah sakit. Bukan hanya Alan saja yang ada di rumah sakit itu, Hillary juga ada di sana. Sampai di rumah sakit tersebut, Alan Ruiz sedang berbaring di ranjang dengan petugas medis yang sedang membalut perutnya. Hi
“Apa yang sedang Kak Alan pikirkan? Maksudku, aku akan memanggilkan perawat jika Kakak butuh bantuan!” Rachel kini semakin mengerti kekhawatiran Rangga. Alan hanya memiliki wajah awet muda, tetapi cara pikirnya memang benar-benar seperti pria dewasa pada umumnya. Namun, sisi Alan yang dewasa cukup menantang dan menimbulkan rasa penasaran. Rachel justru menyukainya. “Tapi, kalau memang Kak Alan butuh bantuanku, aku terpaksa membantu Kakak,” sambung Rachel menggoda. Dia senang sekali melihat wajah Alan merah padam. “Keluar sekarang, Rachel!” seru Alan tak ingin lagi menunda untuk mengosongkan kandung kemihnya. Rachel terkekeh-kekeh sambil berjalan cepat keluar dari kamar. Dia menunggu di depan pintu agar tak ada perawat atau dokter wanita yang bisa masuk ke dalam. Akan tetapi, siluet kepala Rachel terlihat di kaca kecil pada pintu. Alan tak nyaman mengeluarkan desakan itu di sana. Tak ingin pula Rachel mendengarkan suaranya yang mungkin menembus sampai keluar pintu. Dengan susah p
Tak hanya Asher, Rangga pun tiba-tiba merenunglan ucapan Julian. Bagaimana jika Rachel akan menderita karena dia tak mau menerima Alan? Apakah Rangga akan kehilangan senyuman anak gadisnya? ‘Haruskah aku mengikat hubungan mereka lebih dulu? Apa tidak terlalu dini mereka bertunangan?’ batin Rangga bimbang. Rencana Rangga langsung berubah tatkala melihat anak gadisnya bersenda gurau dengan Alan Ruiz. Dadanya terasa sesak karena patah hati. Harusnya, Rachel masih banyak tertawa hanya untuknya. Bersama dirinya dan Vina. Bukan bersama pria itu! “Rachel, kita pulang sekarang!” tegas Rangga. Rachel yang sebelumnya tersenyum sambil bercanda ria dengan Alan, langsung menunjukkan matanya yang berembun. Rangga heran, sejak kapan Rachel pandai bersandiwara? “Kak Alan sedang sakit dan butuh bantuanku, Ayah!” “Rachel, kau pulang saja dulu. Kakak tidak-” “Kak Alan bahkan kesulitan bergerak dengan bebas! Bagaimana kalau Kak Alan jatuh, lalu lukanya semakin parah?” sela Rachel. Meski tahu putr
“Aku melakukan itu ada alasannya, Kak Julian!” dalih Laura. Ketika Asher bercerita tentang aset-aset Hillary yang telah dimiliki Nathan, Laura menceritakan hal tersebut kepada Julian. Meski Asher juga memberi tahu dirinya kemudian. Salah satu dari dokumen kepemilikan itu merupakan anak cabang Smith Group yang masih menjalin kerja sama dengan perusahaan tempat Celine bekerja. Mendengar bahwa Asher akan menemui Nathan yang tinggal di rumah Celine, Laura tentunya menjadi semakin resah. Kegelisahan lain terpicu oleh Celine yang lebih sering berkunjung di kantor Asher karena kerja sama perusahaan mereka. Padahal, Celine bisa berdiskusi dengan Hillary. Meski Celine juga mengatakan tak akan merayu Asher lagi, tapi Laura masih curiga. Biar bagaimanapun, Asher pernah menyayangi Celine. Laura tak ingin mereka sering-sering bertemu. Mungkin Celine sesekali merindukan Asher, pikir Laura. Semua orang berhak merindukan sosok yang pernah dicinta. Akan tetapi, Laura tak menyukainya. Selama ini
Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men
Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami
Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk
Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas
“Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek
Di atas pantai pasir putih yang indah, Simon sedang tertelap dan ditemani wanita yang merupakan pelayan setia putri semata wayangnya. Hanna menggeser payung besar yang menghalau sinar matahari agar tubuh Simon tak kepanasan.“Tuan Simon sedang mimpi apa? Kenapa bibirnya bergerak-gerak begitu?” gumam Hanna selagi memperhatikan wajah Simon.Simon berdecap-decap sambil tersenyum, kemudian bergumam dalam tidurnya, “Kita akan menikah ….”Hanna terkekeh geli. “Kau sudah menikah dua kali, Tuan. Saat ini, kau pasti sedang memimpikan Nyonya Callista.”“Menikah … Hanna ….” Simon kembali bergumam-gumam, membuat pemilik nama itu terkesiap.Gumaman Simon setelahnya semakin jelas. Wajah Hanna menegang ketika bibir Simon mengucap namanya berulang kali.Hanna segera berlari meninggalkan Simon sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, seakan-akan tak tahan untuk meneriakkan sesuatu. ‘Apa yang baru saja aku dengar?’ batin Hanna.Selama ini, Simon selalu menganggap Hanna sebagai putrinya. Setid
Makan malam semalam menjadi peristiwa memalukan bagi Rachel. Dia tak sadar, Alan ternyata membuat lukisan cinta di sekujur tubuhnya. Hingga dirinya enggan keluar dari kamar. Sayangnya, hari ini Rachel harus menjadi pemandu untuk para tamu istimewa yang datang dari luar negeri. Dia sudah berjanji akan mengajak Laura dan Emma jalan-jalan di tempat-tempat indah di sana. “Rachel, kau tidak perlu ikut dengan kami. Sepertinya, suamimu masih mengantuk ….” Laura menyenggol lengan Rachel dari belakang sambil terkekeh pelan dan melirik ke arah Alan yang menguap lebar. “Kak Alan pasti begadang semalaman.” Emma ikut menggoda kakak iparnya. Wajah Rachel merah padam mendengar para wanita itu menggodanya. “Sebentar lagi kita sampai di pantai. Kalian pasti akan menyukainya.” Rachel buru-buru mengalihkan pembicaraan. Awalnya, Emma masih ingin menggoda Rachel. Namun, setelah melihat pemandangan indah di depannya, dia urung melakukannya. Emma segera menghampiri suami dan putrinya dan mereka berpisah
Melihat peluh di wajah Alan dan tercium bau familier dari tubuhnya, Rangga menjadi sangat sedih. Alan ternyata telah mendapatkan sang putri kesayangan. Rangga tak bisa menatap Alan, bukan karena membencinya, tetapi hatinya terasa aneh. Anak yang dulu selalu melompat ke sana kemari itu, kini telah sepenuhnya menjadi wanita dewasa dan dimiliki pria itu. “Aku akan memanggil Rachel dulu, Ayah. Kami akan segera menyusul!” seru Alan pada Rangga yang tak berbalik atau menjawab dirinya. “Kau seharusnya melakukan itu nanti malam …. Namanya juga malam pertama. Sekarang masih terbilang sore. Aneh kalau disebut sore pertama, bukan?” celetuk Nevan, lalu tertawa pelan. Alan memutar bola mata. “Kami tinggal mengulangi lagi nanti. Lalu, apa yang membawamu kemari?” Tawa Nevan menghilang. Dia sebenarnya hanya ingin mengajak Hillary makan makan bersama keluarga besarnya meski Asher dan Laura juga diundang sebagai tamu kehormatan. Tetapi, dia ingin sedikit menggoda Hillary dengan menuntunnya ke area
Alan dan Rachel sangat antusias dan bahagia menjelang pernikahan mereka. Namun, setelah menjadi pasangan resmi, mereka justru berjauhan di dalam kamar hotel.“Kau tidak jadi mandi?” tanya Alan dengan mata yang tertuju ke arah lain.Alan beberapa kali mengibaskan kerah kemeja seperti orang kepanasan meski ruangan terasa sejuk. Sementara Rachel duduk sambil menekan-nekan asal layar ponselnya. “Sebentar lagi,” balas Rachel datar dan berusaha tenang.Sejak acara pernikahan usai, Rachel ingin segera mandi. Namun, setelah sampai di kamar, dia justru sangat gugup berhadapan dengan sang suami selama hampir setengah jam.Tak tahan lagi, Rachel meletakkan ponsel dan menuju kamar mandi. Alan melirik-lirik sambil bersenandung tak jelas seraya menatap luar jendela.Dia melihat pintu kamar mandi dari pantulan kaca jendela. Rachel menutup pintu setelah melihat dirinya.Alan akhirnya bisa duduk di sofa sambil menghela napas panjang.“Malam pertama kami … akan seperti apa?” gumam Alan sambil membayang