Jangan sampai terdengar sang ayah, nanti tanganmu bisa dipatahin ....
PLAK! “Maaf, Kak Alan!” seru Laura. Alan pernah berpesan kepada Emma dan Laura. Bila ada tanda-tanda dirinya akan melewati batas saat bersama Rachel, Alan meminta mereka untuk menyadarkan dirinya dengan keras. Laura sangat serius saat menampar punggung Alan. Rasa panas menjalar di punggungnya hingga membuat gelora hasrat yang sesaat mampir langsung menghilang. “Ugh ... terima kasih, Lau.” Kendati demikian, Alan sangat malu karena menunjukkan sisi dirinya yang tak pernah ditunjukkan kepada orang lain. “Kenapa Kakak malah berterima kasih? Apa punggung Kakak baik-baik saja?” Sementara Rachel agak terkejut oleh tindakan Laura yang tiba-tiba berbuat kasar kepada Alan. Rachel akan memeriksa punggung Alan, tetapi Alan segera menghindar. “Aku ... oh ... tiba-tiba aku ingin cuci muka! Ha ha!” Alan segera melarikan diri ke kamar mandi. “Kenapa Kak Laura menampar punggung Kak Alan? Bagaimana kalau tulang belakangnya patah?” Laura menggaruk kepala sambil melirik Emma yang menghindari tata
“Kau ini ... selalu tidak melihat situasi. Bagaimana kalau Kak Alan tidak mengajak Rachel dan anak-anak keluar tadi?” “Salahmu sendiri mendesah-desah dengan kencang.” Asher tersenyum miring. “Kendalikan dirimu saat bersamaku, Laura Smith ....” Pemilik rumah baru saja menyelesaikan kegiatan panas singkat mereka. Hanya satu cara itulah yang dapat Laura lakukan untuk meredam amarah Asher Smith. Asher masih berbaring dengan napas terengah-engah, sedangkan Laura sudah memakai pakaian untuk menemui Emma. “Kenapa buru-buru keluar? Aku masih ingin ....” Asher menarik Laura kembali ke ranjang. “Kau tidak mau menemui Theo? Bukankah kau memanggilnya datang untuk membicarakan pekerjaan?” “Nanti .... Ayolah, sekali lagi, Sayang ... aku masih marah sekarang ...,” bujuk Asher. Laura menepis tangan Asher. “Kau harus puasa sebelum pergi ke pantai.” Laura kemudian meninggalkan Asher yang sedang tercenung mencerna kata-katanya. Lalu, setelah Laura keluar, Asher langsung berguling-guling senang.
Julian menatap seorang wanita yang duduk menunduk sambil mencengkeram kedua sisi lututnya. Wanita itu gemetaran dan tak berani menatap Julian. Beberapa menit lalu, Julian mendatangi Cindy dan seenaknya masuk ke apartemen itu. Cindy belum mendengar kabar Julian ada di negara tersebut karena sibuk mengurus Richard yang membangkang perintahnya. “Cindy ... Cindy ... jadi, kau sengaja berpura-pura hamil untuk membuka aib Richard yang pernah, dan sebenarnya sering bercinta denganmu karena jebakanmu?” Cindy tak membalas. Dia hanya menelan ludah bulat-bulat karena tenggorokannya terasa sangat kering secara mendadak. “Kau melakukannya agar Hillary tidak marah saat mengetahui fakta itu dari orang lain, sekaligus agar percaya bahwa Richard pria baik yang menjadi korban dari banyak pihak, termasuk dirimu?” Julian menjadi kesal karena lawan bicaranya tak menjawab. “Perlukah aku memotong lidahmu agar kau menjawabku? Atau kau tuli dan tidak bisa mendengarku? Kalau tidak butuh telinga, aku bisa m
Asher Smith, pria yang dingin dan menyeramkan itu kembali. Seorang karyawan mendesak Theo untuk menyerahkan laporan. “Aku sedang sibuk, Tom. Kau tinggal melangkah sedikit lagi ke ruangan Tuan Asher. Tsk!” Tak jauh berbeda dari Asher, Theo saat ini sedang sibuk mengurus banyak hal. Asher seperti orang gila kerja yang menumpuk banyak berkas untuk segera diselesaikan. Pria bernama Tom itu mengetuk pintu ruangan Asher dengan ragu. Setelah dipersilakan masuk, Tom melangkah kecil masuk ke dalam. “Apa kakimu sakit!? Kau tidak bisa berjalan dengan benar?” sergah Asher. Tom mempercepat langkah kaki menuju meja kerja Asher. Kemudian menumpuk sebuah dokumen di atas dokumen yang menggunung. “Ini laporan keuangan minggu lalu, Tuan.” Asher menyambar dokumen itu. Mata elangnya tak hanya menyusuri kata demi kata dengan cepat, tetapi juga teliti. “Ini ... ini ....” Asher menunjuk sebuah area kosong yang belum diberi tanda titik. “Kau tidak bisa melakukan tugasmu dengan benar!? Sudah bosan beker
Bukan hanya keberuntungan Julian saat Asher meminta Laura menenangkan dirinya dengan liburan di pantai. Sejak piknik bersama di kapal pesiar, Julian sudah melihat gelagat aneh Asher yang sering melihat ke arah pantai. Terkadang, Asher tersenyum mesum dan meremas gemas pinggang Laura pada waktu itu. Julian juga mendapat laporan dari anak buahnya jika Asher memiliki banyak tempat liburan di luar imajinasinya, seperti rumah pohon misalnya. Dengan mengandalkan informasi dan seringai mesum Asher, Julian dapat menebak jika Asher ingin bersenang-senang dengan Laura di pantai. Hal tersebut diperkuat oleh pembicaraan Asher dan Laura saat bercinta di kapal, serta penolakan tegas Laura yang bersuara agak keras. Julian tak banyak ambil pusing dan hanya menikmati suasana. Hingga dirinya mendengar dari Asher sendiri jika Hillary menjambak rambut Rachel. Otak cepat Julian dalam berpikir langsung teringat kejadian itu dan sesuatu yang diinginkan Asher. Julian perlu menyingkirkan Asher untuk sesaat
“Richard ....” Hillary menangkup mulut dengan ujung kedua telapak tangan. Akhir-akhir ini, banyak sekali yang membuat dirinya lelah dan banyak pikiran. Namun, lamaran Richard yang mendadak, dan meski bukan di tempat istimewa, Hillary sangat bahagia mendengarnya. “Aku punya banyak kekurangan yang sudah kau tahu ... tapi, aku tulus mencintaimu, Hillary Smith .... Aku berjanji akan selalu membahagiakanmu sampai akhir ....” Richard kembali mengulang pertanyaannya, “Maukah kau menikah denganku?” Hillary mengangguk tanpa kata. Tenggorokannya terasa kering oleh kegugupan dan kebahagiaan yang melanda. Richard mengambil cincin dari kotak perhiasan hitam, lalu menyelipkan cincin itu di jari manis Hillary. “Apa pun yang terjadi, aku akan menikah denganmu.” “Richard ....” Hillary memeluk Richard penuh kasih sayang. “Kau tidak seharusnya membeli cincin mahal di saat bisnismu belum berkembang. Apa pun yang kau beri, aku akan dengan senang hati menerima.” Richard tak menjawab. Entah mengapa ha
Astaga ... Alan rasanya ingin menangis. Ujian cinta yang dilaluinya kian berat. Bukan berasal dari Rangga, melainkan dari Rachel sendiri. ‘Bagaimana aku juga tahu? Aku melajang sejak lahir, Rachel! Aku juga ingin tahu ... sangat sangat ingin tahu!’ jerit Alan dalam hati. Kendati demikian, Alan menunjukkan raut wajah tenang. “Kau akan tahu jika saatnya tiba nanti ....” Rachel menunduk malu. “Selama ini, aku selalu mencari tahu sendiri setiap rasa penasaran yang menghantuiku. Aku tidak bisa merasa penasaran terus-menerus atau mengabaikannya.” Alan melompat-lompat sambil berteriak resah dalam benaknya. Namun, dia tak mungkin menunjukkan di depan Rachel. “Masih ada hal lain yang seharusnya kau pikirkan. Misalnya ...” ‘Misalnya apa?’ Alan tak bisa memikirkan apa pun. Bayangan yang muncul di kepalanya hanya bibir merah muda gadis di depannya, yang kian banyak hingga memenuhi otaknya. Benak Alan hanya dipenuhi warna merah muda. Hingga dia tak sadar meninggalkan percakapan dan justru me
Seperti dugaan, kedua orang tua Hillary menentang rencana pernikahannya. Meski Hillary hanya memancing pembicaraan ke arah pernikahan dengan Richard tanpa mengatakan dengan jelas jika pria itu telah melamar dirinya, hasilnya tetap sama saja. Namun, Richard tak menyerah. Setelah diberi tahu Hillary, dia tetap mendatangi kediaman orang tua Hillary walaupun hasilnya tetap sama. “Aku akan pergi dari rumah kalau Papa dan Mama tidak merestuiku dan Richard! Lagi pula, aku sendiri yang akan menjalani pernikahan, bukan kalian!” Alhasil, Hillary mendapat tamparan keras dari Teressa. Orang tua Hillary telah membesarkan putri semata wayang mereka dengan sebaik-baiknya dan Hillary seenak hati akan pergi dari rumah, hanya demi pria yang terbukti hanya memanfaatkan dirinya. Setelah Paul dan Teressa mengusir Richard, mereka menghubungi Asher untuk meminjam pengawal. Hillary tak diizinkan pergi menemui Richard. Keluar rumah pun harus diikuti banyak pengawal. Pengamanan semakin ketat kala Asher tel