Alan ... selalu salah ....
Sudah berapa kali Alan mendengar hinaan dan tuduhan Hillary? Alan menghitung dengan jemari di dua tangan berulang-ulang dan tak lagi mengingatnya. Alan sudah kebal oleh kata-kata kasar Hillary. Dia tak suka beradu mulut mengenai masalah yang tak penting bagi hidupnya. Alhasil, Alan hanya diam tak menanggapi dan hanya mengamati situasi. “Richard ....” Cindy berusaha mendekat. Hillary menarik Richard menjauh dari Cindy. Tangannya bersiap melayang ke wajah wanita itu. Alan yang tak suka dengan kekerasan ingin mencegah. Tetapi, Richard lebih dulu menangkap pergelangan tangan Hillary dari belakang. “Banyak mata yang memandang. Aku akan bicara dan menyelesaikan masalahku dengannya di luar,” bisik Richard. “Aku ikut!” Hillary, Richard, dan Cindy pun akhirnya melangkah keluar. Sementara Julian memalingkan wajah saat mereka melewati dirinya. Saat mereka sudah tak lagi terlihat, Julian pindah duduk di depan Alan yang menanti dirinya. “Kejutan!” seru Julian tanpa dosa. “Paman, kenapa kau
“Tsk, kau ini merepotkan sekali, Rachel! Sudah kubilang, jangan membuat masalah selagi aku tidak ada!” sergah Nevan. Nevan mengangguk kepada para pengawal agar segera keluar dan mengambil ponsel untuk menghubungi Rangga. “Aku akan menempel terus di dekat Rachel dan tidak akan membiarkannya bermesraan dengan orang ini.” Alan mengurut dada kirinya. Dia benar-benar seperti hampir terkena serangan jantung oleh kegaduhan yang tiba-tiba terjadi. Tak pernah dia sangka jika Rangga tak main-main saat mengatakan tak mengizinkan dirinya menyentuh Rachel. Hanya sentuhan di tangan pun tak diperbolehkan. Sementara Rachel justru memeluk dirinya. Namun, yang menjadi masalah besar saat ini adalah pria yang sedang berdebat dengan Rachel. Dilihat dari sudut mana pun, tak ada kemiripan antara Rachel dan pemuda bernama Nevan itu. Alan menjadi resah. Apakah pemuda itu satu-satunya orang yang direstui Rangga Cakrawala? Rangga bahkan langsung menutup panggilan sewaktu Nevan menjelaskan keadaan. “Rachel
Di ruang tamu rumah Celine, Asher terus menatap tajam Nathan penuh amarah. Sementara Nathan sudah tenang dan tak begitu khawatir lagi sekarang. Di sebelah Nathan, Celine duduk tak tenang. Dia merasa berdosa karena menerima Nathan di rumahnya, dan Asher sudah tahu itu. Meski Asher sesungguhnya tak peduli, tetapi Celine merasa bahwa Asher masih marah padanya karena masalah yang telah berlalu. Berbeda dari ketiga orang yang saling berhubungan itu, Julian duduk santai sambil mengamati reaksi semua orang. Dia tersenyum samar, menanti ledakan amarah Asher dan perlawanan Nathan. Asher melemparkan setumpuk salinan surat kuasa dari beberapa aset Smith Group, seperti gedung apartemen, pabrik pakaian milik Hillary, dan lahan kosong yang kini telah berganti nama menjadi milik Nathan Smith. Nathan mengambil dokumen-dokumen itu dan membacanya dengan raut wajah tenang. “Kau datang jauh-jauh ke sini hanya untuk menunjukkan salinan aset milikku?” tanya Nathan tak tahu malu. Benar. Selama Richard
“R-Rachel ....” Alan terkejut bukan main. Sorot mata dan ekspresi Rachel benar-benar sangat berbeda dari biasanya. Alan seakan sedang melihat Rangga kecil versi wanita. Sementara di belakang mereka, Nevan hendak mencegah Rachel berbuat sesuatu yang akan merugikan diri sendiri. Namun, Emma segera memegangi Nevan dan menggeleng kecil. “Biarkan mereka menyelesaikan masalah sampai tuntas. Hillary juga sudah keterlaluan dengan kakakku. Keluargaku bahkan tidak pernah berbuat kasar kepada Kak Alan,” ucap Emma lirih. Emma berulang kali menghela napas panjang agar tak terbawa emosi. Sementara Nevan perlu lebih dulu mengajak Emma menjauh agar Emma dan bayi dalam rahimnya tak terpengaruh oleh pertengkaran itu. “Calon suami katamu .... Siapa kau berani menamparku!?” bentak Hillary. “Kau sendiri siapa? Aku bahkan tidak pernah melihatmu! Orang tidak penting sepertimu, beraninya memukul calon suamiku!” geram Rachel. Alan seperti mendapat tamparan telak di hatinya. Rachel menyebut dirinya calon
Alan mengambil tangan kanan Rachel. Kemudian mengusap lembut telapak tangannya. Jantung Rachel hampir meledak karena serangan dadakan itu. “K-Kak ....” “Lihat ... tanganmu yang lembut dan mungil ini jadi merah. Aku tidak mau kau melukai tanganmu hanya karena membelaku.” DEG! Panah cinta berhasil menembus jantung Rachel. Bagaimana bisa Alan justru mengkhawatirkan tangannya yang memang keduanya berwarna merah muda? Dan ... Alan tidak membencinya karena telah berbuat kasar! “A-aku tidak apa-apa ... B-bagaimana dengan pipi Kak Alan sendiri?” Alan menekuk wajah sambil menyelipkan jemarinya di antara sela-sela jari Rachel. “Sejujurnya, Kakak malu karena memperlihatkan sisi Kakak yang seperti ini. Ditampar di depan umum dan hanya diam tidak berdaya, lalu dibela oleh seorang gadis muda.” Karena kejadian ini, Alan banyak memikirkan sikapnya sepanjang perjalanan pulang tadi. Dia harus jadi lebih kuat dan memiliki kuasa lebih besar agar bisa melindungi Rachel. Alan tahu bahwa dirinya mam
Asher bisa dengan mudah membaca jalan pikiran Laura. Sang istri pasti akan mencegahnya bertarung. Meski Asher memang tahu jika Hillary yang salah, tak punya niat memarahi Rachel, ataupun bertarung dengan Rangga. Asher akan menggunakan permintaan Laura untuk meraih impian besarnya yang belum terwujud. Cita-cita Asher Smith yang selalu menjadi beban pikiran karena Laura selalu menolaknya. “Aku tidak ingin kau bertarung ... Jangan membuatku khawatir, Sayang ....” Teringat sosok Rangga yang dulu pertama kali dilihat Laura. Pria dingin yang bisa melakukan apa saja demi keluarga. “Karena itu, kau harus bersembunyi! Rangga mungkin akan memotong satu tanganku dan aku akan memotong satu kakinya.” Asher pun tak jauh berbeda. Namun, siapa pun yang menjadi pemenangnya, orang-orang di sekitar mereka bisa ikut terluka. Laura pun tak mau kota kelahirannya hancur. Dia membayangkan Asher dan Rangga berubah wujud dan mulai menghancurkan kota. Laura memeluk lengan Asher sambil memejamkan mata. Ta
Semua orang langsung melihat Rachel. Hillary sedang menarik rambut Rachel dari belakang hingga badannya hampir jatuh. “Ini semua gara-gara kau! Kau pasti yang mengadu dan menghasut Paman Asher!” jerit Hillary. Rachel dengan cepat memutar badan meski rambut panjangnya masih dalam genggaman Hillary. Alhasil, beberapa helai rambutnya tercabut. Dengan geram, Rachel mencengkeram pergelangan tangan Hillary. Rachel tak akan pernah mau membiarkan orang menginjak-injak dirinya. Dia melakukan perlawanan dengan sengit sesuai ajaran Julian dan Dion. “Argh!!” pekikan lain terdengar dari mulut Hillary. Pergelangan tangannya seakan patah saat Rachel memelintir tangannya. “Lepaskan aku!” pekik Hillary. Theo segera menjauhkan Hillary, sedangkan Alan memeluk Rachel agar berhenti menyerang. Sungguh ... Alan tak bermaksud mencuri-curi kesempatan. Hanya saja, kekuatan Rachel di luar dugaannya. “Apa yang kau lakukan, Hillary Smith!” bentak Theo sambil menyentak lengan Hillary dengan kasar. Sebelum ma
PLAK! “Maaf, Kak Alan!” seru Laura. Alan pernah berpesan kepada Emma dan Laura. Bila ada tanda-tanda dirinya akan melewati batas saat bersama Rachel, Alan meminta mereka untuk menyadarkan dirinya dengan keras. Laura sangat serius saat menampar punggung Alan. Rasa panas menjalar di punggungnya hingga membuat gelora hasrat yang sesaat mampir langsung menghilang. “Ugh ... terima kasih, Lau.” Kendati demikian, Alan sangat malu karena menunjukkan sisi dirinya yang tak pernah ditunjukkan kepada orang lain. “Kenapa Kakak malah berterima kasih? Apa punggung Kakak baik-baik saja?” Sementara Rachel agak terkejut oleh tindakan Laura yang tiba-tiba berbuat kasar kepada Alan. Rachel akan memeriksa punggung Alan, tetapi Alan segera menghindar. “Aku ... oh ... tiba-tiba aku ingin cuci muka! Ha ha!” Alan segera melarikan diri ke kamar mandi. “Kenapa Kak Laura menampar punggung Kak Alan? Bagaimana kalau tulang belakangnya patah?” Laura menggaruk kepala sambil melirik Emma yang menghindari tata