Home / CEO / Gelora Hasrat sang Presdir / 296. Kunjungan Terakhir

Share

296. Kunjungan Terakhir

Author: VERARI
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Sebelum Simon pulang bersama Noah dan keluarga lain, Laura menyiapkan sarapan istimewa bersama.

Asher tetap bersikeras supaya bisa tinggal berdua saja dengannya. Laura tak bisa mencegah keinginan sang suami mengusir halus keluarga mereka satu persatu.

“Sayang sekali kita harus pulang sekarang. Aku masih ingin liburan di sini. Udaranya sangat menyegarkan dan jauh dari kebisingan kendaraan,” keluh Ariana.

“Mama bisa tinggal di sini kalau mau. Aku perlu bekerja, tidak seperti Paman Asher yang tidur saja menghasilkan banyak uang. Kondisi perusahaan juga sedang tidak baik,” balas Noah santai sambil menyuap makanan.

Sebelum Asher membuka mulut untuk memprotes, Ariana lebih dulu berkata, “Untuk apa melihat Asher dan Laura bermesraan setiap hari? Itu sangat menyebalkan.”

Ariana mengguncang singkat badannya, seolah-olah sedang merinding luar biasa. Kemarin, dia sempat melihat ke arah jendela. Meski hanya Asher yang bertelanjang dada yang terlihat, dia tahu apa yang dilakukan adiknya.

Apal
VERARI

Noah mancing2 walau hanya dengan menunjukkan wajahnya.

| 8
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
maria jo
kasian deh nora..jangan berharap lahhh..noah hanya berniat baik aja..lanjuttt thor
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Gelora Hasrat sang Presdir   297. Perpisahan

    “Nora, Papa Simon ingin bicara denganmu sebentar.” Victor terpaksa memanggil Simon dengan sebutan papa supaya Nora lebih nyaman dan merasa punya keluarga. “Papa Simon?” Asher tersenyum sinis. Dia mendadak menaikkan alisnya. “Oh, kau pasti sangat ingin jadi adikku, bukan? Pantas saja selama ini kau terobsesi padaku.” Dia mengangguk-angguk seolah ucapannya benar. “Siapa yang mengizinkanmu ikut ke sini!?” geram Victor dengan suara pelan. “Jangan kurang ajar di rumahku ....” “Cepat keluar atau kupukul saja pria yang terobsesi jadi adikku ini!” seru Asher seraya ditarik Laura menjauh. “Sayang! Kau tidak sopan sekali! Hargailah pemilik rumah ini!” Asher terkekeh-kekeh sambil mengusap puncak kepala Laura selagi mereka turun dari tangga. “Ini agak menyenangkan. Victor ternyata ingin jadi adikku, Sayang. Pantas saja dia sampai menjebakku, dan akhirnya aku berakhir denganmu. Ternyata, dia sangat peduli padaku.” “Jangan mengada-ada!” “Tunggu ... mungkinkah Victor dan Nora bekerja sama unt

  • Gelora Hasrat sang Presdir   298. Ucapan Selamat Tinggal

    Sejak awal Laura dan Nora menjadi saudara tiri, mereka jarang sekali berkomunikasi. Laura lebih banyak mengurung diri di kamar atau menghabiskan waktu bersama Emma. Sementara Nora selalu berada di sisi Simon dan Gilda, seolah-olah Laura tak ada di sana. Itu semua masih dapat diterima Laura. Akan tetapi, Nora telah melakukan banyak hal yang sangat merugikan dirinya dan beberapa kasus yang belum bisa Laura lupakan sepenuhnya. Setelah melihat sendiri kondisi Nora, anggapan Laura tentang adik tiri yang kejam itu sedikit menghilang dan masih sebagian tertinggal dalam hati. Setiap kali melihat Nora, Laura akan teringat kepada semua perbuatan buruknya, juga Gilda yang telah membunuh Callista. Namun, untuk terakhir kali, Laura ingin bicara dengan Nora. Setelahnya, dia tak akan lagi mau ikut campur urusan wanita itu. Apa pun yang terjadi, Laura akan menulikan telinga dan tak peduli. Setelah keduanya duduk terdiam dalam waktu yang cukup lama, Nora akhirnya bertanya, “Kakak, mau bicara apa?”

  • Gelora Hasrat sang Presdir   299. (S4) Pesaing Kecil

    “Ada masalah apa, Sayang? Apa tentang yang dikatakan Theo pagi tadi?” Laura menaruh kopi di atas meja yang ada di salah satu kamar tamu dan telah disulap sebagai ruang kerja dadakan. Asher masih fokus melihat berkas dalam layar tablet. Dia sesekali menyeringai membaca dokumen yang baru saja dikirimkan oleh Theo. Sosok orang yang menyaingi toko perhiasan miliknya berasal dari luar negeri. Mereka menyandang gelar perusahaan nomor satu di negara tersebut. Apa mereka tidak meninjau lokasi lebih dulu? Atau memang sengaja? “Mereka kurang hati-hati.” Itulah yang membuat Asher tersenyum. Meskipun toko perhiasan baru itu jauh lebih besar, orang-orang di negaranya akan tetap setia membeli produk perusahaannya. Asher tak melihat adanya keterkaitan antara dirinya dan perusahaan yang baru melebarkan sayap di negaranya itu. Tak ada pula sebuah tantangan, baik kepada pribadi ataupun kepada perusahaan Smith Group. Namun, membuka toko yang lebih besar dari toko kesayangan Asher Smith tak bisa di

  • Gelora Hasrat sang Presdir   300. Mirip Asher

    Asher membaca proposal yang diberikan remaja pemilik toko perhiasan itu. Dia menyeringai setelah menyelesaikan lembar terakhir.“Baca ini!” titah Asher kepada Theo.Theo kemudian duduk dan mulai membaca. Dia tak mendengar percakapan Asher dan remaja tadi. Tetapi, saat mengantar keluar, Theo tak melihat sesuatu yang mencurigakan dari remaja itu.Seperti Asher, Theo agak terkejut sebab cara penulisan proposal tersebut sangat rapi, tak seperti buatan anak sekolah. Dia agak ragu jika si remaja menyusun proposal itu sendiri tanpa bantuan seorang profesional. Apalagi, dia menawarkan sesuatu yang cukup menggiurkan bagi Smith Group.“Dia bilang membuat proposal itu saat kita menelponnya tadi. Apa kau bisa percaya kata-katanya?” Seringai itu belum hilang dari bibir Asher.“Saya agak ragu …,” ungkap Theo. “Jadi, dia menawarkan bahan baku kepada kita karena memiliki tambang emas sendiri .... Pantas saja, harga perhiasan di tokonya lebih murah.”“Kau belum menyelidiki latar belakang keluarganya?”

  • Gelora Hasrat sang Presdir   301. Pertemuan Dua Penguasa

    Keributan di depan ruang kelas Dave akhirnya berakhir. Datangnya pemuda tampan itu membuat Beth terdiam dengan tatapan terpesona. “Apa yang kau lihat!?” sergah Rachel. “Maaf, Kak, aku hanya sedikit berdebat dengan temanmu.” Beth menyelipkan rambut di belakang telinga dengan tingkah genit, mengabaikan Rachel yang semakin terlihat tak senang. “Dasar, anak-anak muda,” ujar si pemuda lirih. Rachel menarik temannya menjauh dari ruang kelas. “Jangan berlagak kau jauh lebih tua dariku di saat usia kita hanya terpaut satu tahun!” “Aku memang lebih tua darimu, dan selisih usia kita setahun lebih, Rachel.” “Terserah, pokoknya hanya satu tahun! Lalu, bagaimana keadaan Kak Nana? Sudah lebih baik?” “Kondisinya masih kritis. Sepertinya, aku akan masuk kuliah bersamamu saja dan fokus mengurus hal lain dulu.” Dave memiringkan kepala melihat gadis itu dengan cermat. ‘Dia gadis normal, tidak terlihat cacat sedikit pun, bahkan jauh dari kata cacat ....’ Rasa penasaran Dave pun menghilang begitu

  • Gelora Hasrat sang Presdir   302. Para Pria Posesif

    “Ough!” Asher ingin sekali menjitak Rachel. Rasa sebal itu kembali menguasai. Ketenangan Asher pun menghilang meskipun dia masih dapat mengendalikan wajahnya. “Rachel!” sergah Vina selagi menarik Rachel mundur. “Putri Anda menggemaskan sekali,” geram Asher seraya meremas jabatan tangannya. Rangga mendadak murka. ‘Menggemaskan katanya?’ Sebelum pergi ke negara ini, Rangga sudah menelusuri bisnis-bisnis yang ada. Tentunya, dia tahu siapa Asher Smith. Sosok hebat Asher Smith, kini berubah sepenuhnya dalam cara pandang Rangga Cakrawala. Ditambah lagi, fakta bahwa Asher menikahi wanita yang usianya jauh lebih muda darinya. Bisa jadi, Asher Smith sedang mengincar putrinya yang menggemaskan! Rangga membalas jabatan tangan Asher lebih kencang. Merasa tertantang, Asher justru kian erat meremas tangan Rangga. Dia pria itu tersenyum samar, saling menatap dengan tajam. Lalu tiba-tiba terdengar suara tawa dari si pembuat onar, Rachel. Rachel menepuk-nepuk tangannya di atas tautan tangan A

  • Gelora Hasrat sang Presdir   303. Lebih Hebat

    “Rachel, kau-” kalimat Nevan terpotong saat Rangga mendorong pelan dirinya ke samping. “Apa yang terjadi? Apa pemuda ini merundungmu?” Rangga cemas bukan main. Dia segera mengambil saputangan untuk membersihkan gaun Rachel. Rachel segera menyambar saputangan dari tangan Rangga. “Tidak apa-apa, Ayah!” Rachel tahu Rangga sangat menyayangi dirinya. Dia pun juga demikian. Akan tetapi, Rachel malu diperlakukan seperti anak kecil. Setelah dia menyatakan kehebatannya di depan Dave, teman sekelas yang baru dikenalnya sehari. Sementara itu, Dave panik bukan main. Dia ingin minta maaf dan membantu Rachel membersihkan gaunnya. Namun, dia tak berani melangkah di saat Rangga sesekali menatap tajam dirinya. Di belakang Rangga, Nevan pun melihat Dave dengan tatapan permusuhan. Dave takut menyinggung orang-orang kaya itu karena kesalahan besar yang baru saja dia lakukan. “Maaf, Tuan, kakak saya tidak sengaja mengotori gaun putri Anda.” Akhirnya, Fionna yang menggantikan Dave meminta maaf walaupu

  • Gelora Hasrat sang Presdir   304. Pria Tampan

    “Maaf, Nyonya Vina, aku tidak bisa,” tolak Asher tegas, bahkan sebelum Vina mengatakan tujuannya. Cara Asher bicara pun telah kembali seperti biasa. Asher hampir lupa jika banyak wanita yang bersikap lemah lembut seperti Vina. Namun, di balik topeng mereka, para wanita itu hanya mengincar harta atau nama besarnya.Tapi, bukankah Rangga Cakrawala juga pria yang tak kalah kaya darinya? Di lain pihak, Vina tampak murung mendengar jawaban itu. Dia sudah memberanikan diri datang diam-diam tanpa sepengetahuan Rangga, tetapi langsung ditolak mentah-mentah sebelum bicara.‘Ternyata, benar kata orang-orang. Tuan Asher memang pria yang sangat dingin dan kejam,’ batin Vina.Asher jadi tak enak hati saat melihat kesedihan di mata Vina. Apa mungkin dugaannya salah?‘Tidak. Asher Smith tidak pernah salah!’“Ah, begitu ... saya dengar, Anda selalu menerima klien yang minta secara khusus untuk membuat perhiasan tertentu. Saya sebenarnya ingin memberikan hadiah untuk seseorang dan ingin memesan perhi

Latest chapter

  • Gelora Hasrat sang Presdir   441. Kehangatan Keluarga Smith

    Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men

  • Gelora Hasrat sang Presdir   440. Hanya Asher

    Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami

  • Gelora Hasrat sang Presdir   439. Hanya Milik Asher

    Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk

  • Gelora Hasrat sang Presdir   438. Harapan Laura dan Asher

    Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas

  • Gelora Hasrat sang Presdir   437. Tawa Lepas

    “Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek

  • Gelora Hasrat sang Presdir   436. Spesial Simon

    Di atas pantai pasir putih yang indah, Simon sedang tertelap dan ditemani wanita yang merupakan pelayan setia putri semata wayangnya. Hanna menggeser payung besar yang menghalau sinar matahari agar tubuh Simon tak kepanasan.“Tuan Simon sedang mimpi apa? Kenapa bibirnya bergerak-gerak begitu?” gumam Hanna selagi memperhatikan wajah Simon.Simon berdecap-decap sambil tersenyum, kemudian bergumam dalam tidurnya, “Kita akan menikah ….”Hanna terkekeh geli. “Kau sudah menikah dua kali, Tuan. Saat ini, kau pasti sedang memimpikan Nyonya Callista.”“Menikah … Hanna ….” Simon kembali bergumam-gumam, membuat pemilik nama itu terkesiap.Gumaman Simon setelahnya semakin jelas. Wajah Hanna menegang ketika bibir Simon mengucap namanya berulang kali.Hanna segera berlari meninggalkan Simon sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, seakan-akan tak tahan untuk meneriakkan sesuatu. ‘Apa yang baru saja aku dengar?’ batin Hanna.Selama ini, Simon selalu menganggap Hanna sebagai putrinya. Setid

  • Gelora Hasrat sang Presdir   435. Persembahan Istimewa

    Makan malam semalam menjadi peristiwa memalukan bagi Rachel. Dia tak sadar, Alan ternyata membuat lukisan cinta di sekujur tubuhnya. Hingga dirinya enggan keluar dari kamar. Sayangnya, hari ini Rachel harus menjadi pemandu untuk para tamu istimewa yang datang dari luar negeri. Dia sudah berjanji akan mengajak Laura dan Emma jalan-jalan di tempat-tempat indah di sana. “Rachel, kau tidak perlu ikut dengan kami. Sepertinya, suamimu masih mengantuk ….” Laura menyenggol lengan Rachel dari belakang sambil terkekeh pelan dan melirik ke arah Alan yang menguap lebar. “Kak Alan pasti begadang semalaman.” Emma ikut menggoda kakak iparnya. Wajah Rachel merah padam mendengar para wanita itu menggodanya. “Sebentar lagi kita sampai di pantai. Kalian pasti akan menyukainya.” Rachel buru-buru mengalihkan pembicaraan. Awalnya, Emma masih ingin menggoda Rachel. Namun, setelah melihat pemandangan indah di depannya, dia urung melakukannya. Emma segera menghampiri suami dan putrinya dan mereka berpisah

  • Gelora Hasrat sang Presdir   434. Tanda Cinta

    Melihat peluh di wajah Alan dan tercium bau familier dari tubuhnya, Rangga menjadi sangat sedih. Alan ternyata telah mendapatkan sang putri kesayangan. Rangga tak bisa menatap Alan, bukan karena membencinya, tetapi hatinya terasa aneh. Anak yang dulu selalu melompat ke sana kemari itu, kini telah sepenuhnya menjadi wanita dewasa dan dimiliki pria itu. “Aku akan memanggil Rachel dulu, Ayah. Kami akan segera menyusul!” seru Alan pada Rangga yang tak berbalik atau menjawab dirinya. “Kau seharusnya melakukan itu nanti malam …. Namanya juga malam pertama. Sekarang masih terbilang sore. Aneh kalau disebut sore pertama, bukan?” celetuk Nevan, lalu tertawa pelan. Alan memutar bola mata. “Kami tinggal mengulangi lagi nanti. Lalu, apa yang membawamu kemari?” Tawa Nevan menghilang. Dia sebenarnya hanya ingin mengajak Hillary makan makan bersama keluarga besarnya meski Asher dan Laura juga diundang sebagai tamu kehormatan. Tetapi, dia ingin sedikit menggoda Hillary dengan menuntunnya ke area

  • Gelora Hasrat sang Presdir   433. Gara-Gara Terkejut

    Alan dan Rachel sangat antusias dan bahagia menjelang pernikahan mereka. Namun, setelah menjadi pasangan resmi, mereka justru berjauhan di dalam kamar hotel.“Kau tidak jadi mandi?” tanya Alan dengan mata yang tertuju ke arah lain.Alan beberapa kali mengibaskan kerah kemeja seperti orang kepanasan meski ruangan terasa sejuk. Sementara Rachel duduk sambil menekan-nekan asal layar ponselnya. “Sebentar lagi,” balas Rachel datar dan berusaha tenang.Sejak acara pernikahan usai, Rachel ingin segera mandi. Namun, setelah sampai di kamar, dia justru sangat gugup berhadapan dengan sang suami selama hampir setengah jam.Tak tahan lagi, Rachel meletakkan ponsel dan menuju kamar mandi. Alan melirik-lirik sambil bersenandung tak jelas seraya menatap luar jendela.Dia melihat pintu kamar mandi dari pantulan kaca jendela. Rachel menutup pintu setelah melihat dirinya.Alan akhirnya bisa duduk di sofa sambil menghela napas panjang.“Malam pertama kami … akan seperti apa?” gumam Alan sambil membayang

DMCA.com Protection Status