Beranda / CEO / Gelora Hasrat sang Presdir / 224. Mengikuti Kata Hati

Share

224. Mengikuti Kata Hati

Penulis: VERARI
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Sebelum mengambil tiket pesawatnya, Theo sudah pergi dari sana. Dia mengikuti Emma dan Jake keluar bandara.

Kedua tangannya mengepal dan bergetar. Entah marah atau kecewa, ekspresinya tetap datar.

‘Emma Ruiz sebentar lagi akan menikah.’ Pesan dari Asher terngiang-ngiang dalam benaknya.

Apakah Jake adalah pria yang akan menikahi Emma?

Jarak mereka begitu dekat, tetapi Emma tidak melihat dirinya. Emma tidak menoleh ke belakang.

“Kita akan langsung ke lokasi atau ke hotel dulu, Paman?”

“Istirahat dulu sebentar di rumahku, lalu ke lokasi.”

Lokasi? Theo bertanya-tanya dalam hati, apakah mereka akan melangsungkan pernikahan di negara kelahiran Jake? Bukankah Jake tidak pernah tertarik dengan Emma?

Apa yang ingin Theo lakukan tadi dengan kembali pulang? Apakah dia akan mencegah pernikahan mereka?

Kenapa dia sangat marah dan kecewa ketika mendengar Emma akan menikah dengan pria lain?

Kebetulan, wanita itu ada tepat di depannya. Apa yang harus dia lakukan sekarang?

Menarik Emma dan b
VERARI

Injak rem Jake ... pelan-pelan 😸

| 6
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (11)
goodnovel comment avatar
Cuy Anggi Rsd
injak gasss jake!!
goodnovel comment avatar
Cuy Anggi Rsd
pasti rasanya jadi Theo saat itu pengen beli perhiasan sama toko-tokonya sekalian biar jake gak jadi melamar Emma
goodnovel comment avatar
Novieta Purnamasarie
jadi gak semangat bacanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Gelora Hasrat sang Presdir   225. Rasa Asing

    Tangan Theo gemetaran memegang ponselnya. Suara Jake yang terdengar jelas di balik punggungnya, membuat dadanya terasa semakin terbakar. Theo penasaran dengan jawaban Emma. Namun, dia juga takut mendengarnya. Dia menekan nomor Emma. Suara deringan ponsel Emma mengejutkan beberapa pengunjung lain. Emma melihat nomor yang dirindukannya. Waktu menunjukkan pukul tujuh malam. Kenapa pria itu meneleponnya lebih awal? Apa yang terjadi beberapa hari ini? Kenapa dia baru menghubungi lagi? Emma melirik Jake. Merasa tak enak hati jika mengangkat telepon di saat mereka sedang bicara masalah serius. Sangat serius ... hingga membuat Emma kebingungan. “Angkat dulu,” kata Jake. “D-di sini agak berisik. Aku akan keluar sebentar.” Jake mengangguk. Ibu jari Emma menggeser tombol hijau pada layar ponsel selagi berlari kecil keluar dari pintu. “Halo?” Tentu saja tak ada sahutan. Biasanya, Emma akan segera bercerita tentang kesehariannya. Akan tetapi, sekarang berbeda. Emma masih terkejut oleh l

  • Gelora Hasrat sang Presdir   226. Dua Pria Tampan

    “Maaf kalau terlalu lama, Paman. Ada telepon penting dari kantor.” Jake memicingkan mata, kemudian tersenyum miring. “Tidak masalah. Jadi, kau ingin menjawabku sekarang atau perlu berpikir dulu?” Dia menaikkan satu alisnya. Alih-alih menatap lawan bicaranya, manik hazel itu fokus melihat pada bunga mawar kuning di tengah meja. Bukan karena takut, melainkan karena tak mau bimbang. Beberapa menit lalu, dia mencium pria lain dengan penuh kesadaran. Tak adil bagi Jake maupun Theo jika dia langsung menyetujui tawaran pernikahan itu. Pikiran Emma seperti benang kusut saat mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab pria di hadapannya. Ada rasa aman dan nyaman ketika dia berada di samping Jake. Namun, tak ada percikan gairah, seperti yang dirasakannya setiap kali bersama Theo. Jake merupakan pria tampan dan mapan. Jika menuruti akal sehatnya, Emma akan langsung menerima Jake sebagai suaminya. Selain itu, Jake tak pernah mempermainkan dirinya ataupun mengancamnya. Namun, Emma butuh sema

  • Gelora Hasrat sang Presdir   227. Dua Bocah Tua

    “Kau pikir, aku anak kecil yang tidak bisa membedakan perasaanku sendiri?” balas Theo penuh keyakinan. Meskipun belum pernah merasakan cinta sebelumnya, Theo yakin jika dia menyayangi Emma. Bukan hanya ingin selalu bisa memeluknya, bukan juga karena menginginkan sentuhannya. Nyatanya, hidupnya terasa menyakitkan jika Emma jauh darinya. Dan berkat desakan Jake, Theo sepenuhnya yakin oleh perasaannya sendiri. “Baiklah. Terserah apa katamu. Yang jelas, aku akan menikah dengan Emma. Jika kau memang menginginkannya, kau harus menunjukkan kesungguhanmu. Wanita akan pergi jika kau tidak memberinya kepastian. Mari kita lihat, siapa yang akan Emma pilih.” Jake menyeringai singkat, kemudian berbalik ke arah Emma. Theo hanya berdiri di tempatnya. Dia ingin menyusul Jake dan mencegahnya mendekati Emma, tetapi dia tak ingin mengganggu aktivitas wanita itu. Saat ini, Emma tampak begitu antusias dengan kegiatannya. Theo tak ingin merusak suasana hatinya. Akan tetapi, suasana hatinya sendiri yan

  • Gelora Hasrat sang Presdir   228. Pesta Perpisahan

    “Lihatlah dirimu sendiri. Kau tidak yakin dengan perasaanmu. Lupakan saja calon istriku.” Jake menepuk-nepuk pundak Theo seperti sedang menyingkirkan debu, lalu pergi. Theo berdiri terpaku. Dia bahkan tak menjawab kata-kata Jake. Apakah kedua orang yang saling mencintai harus menikah? Benaknya dipenuhi satu pertanyaan yang sama. “Ayo ikut denganku!” Rick tiba-tiba merangkul pundaknya dari belakang. Tatapan Theo kosong. Langkah kakinya mengikuti ke mana pun Rick membawanya pergi. Sementara itu, Jake sudah meninggalkan tempat itu bersama Emma. Sejak mobil menyala, Emma terus-menerus menoleh ke belakang, mencari keberadaan Theo. Setelah pergi dari kedua pria itu, dia tak melihat sosok Theo. Apa Theo lelah menunggunya?“Tidak perlu mencemaskan pria yang sudah dewasa. Kita masih ada pekerjaan setelah ini. Atau … kau mau tinggal di sini menunggu pria tidak jelas itu?” Jake langsung tahu, Emma sedang memikirkan Theo.Emma mengetikkan pesan ke nomor Theo, mengabarkan jika dirinya diburu

  • Gelora Hasrat sang Presdir   229. Diamnya Theo

    ‘Seharusnya aku tidak pernah menikah denganmu! Kau selalu saja memikirkan kesenanganmu sendiri!’ bentak ibu Theo. ‘Wanita kurang ajar! Berani kau membentakku?!’ BRAK! Barang-barang melayang di seisi ruangan kecil itu. Ibu Theo berusaha menghalau suaminya yang hendak melayangkan pukulan. Sayangnya, ayah Theo lebih cepat. Pukulan tanpa ampun mendarat di wajah cantik ibunya. Theo ingin melindungi sang ibu, tetapi dia takut kepada ayahnya. Dia hanya meringkuk di sudut ruangan sambil menutup telinga. Berharap jika adegan yang setiap malam dilihatnya segera berakhir, dan ayahnya tak melihat ke arahnya. Sebab, Theo tak mau dijadikan pelampiasan kemarahan ayah ataupun ibunya. Sayangnya, itu tak terjadi. ‘Kau juga, brengsek! Kami melahirkanmu bukan untuk tiduran! Kau harus bekerja!’ Theo mendapat pukulan yang sama. Dia hanya bisa menggigit bibirnya sampai berdarah untuk mencegah suara keluar dari mulutnya. Ayahnya bisa memukulinya lebih keras jika dia sampai berteriak, mengeluh, atau

  • Gelora Hasrat sang Presdir   230. Jarak

    Betapa sakit hati dirinya ketika melihat Emma memeluk Jake. Setelah lama menunggu, Theo justru melihat sesuatu yang tak terduga. Kenapa Emma tiba-tiba berubah? Bahkan, bukan Jake yang lebih dulu memeluknya. Apa yang mereka bicarakan sehingga lama berada dalam posisi itu? Dada, kepala, dan matanya terasa sangat panas. Haruskah Theo mempertahankan perasaan pertama yang begitu hangat dan membuatnya lebih hidup? Dia menggeleng pelan, lalu membalik badan untuk meninggalkan tempat itu. Emma telah membuat keputusan. Theo tak akan dapat mencegahnya. Lebih baik, dia kembali dan berdiam diri di kamar sambil mengagumi Asher. Hanya itulah kebahagiaan yang berhak dia dapatkan. Mungkin, memang sudah takdirnya tak pernah merasakan kasih sayang yang tulus dari orang-orang yang dia sayangi. Theo tak akan mengeluh. Sejak awal, eksistensinya tak pernah penting di mata orang lain. “Ugh.” Theo mengerang sambil memegang lutut. Baru beberapa kali melangkah, kaki Theo terasa kebas dan tak bertenaga.

  • Gelora Hasrat sang Presdir   231. Pelayan

    Theo menghidupkan mesin mobil dan melaju pelan menuju pabrik. Dia diam tak menanggapi kata-kata Emma. Emma merasa bahwa Theo tak peduli dengannya yang akan menikah dengan Jake. ‘Kenapa dia harus peduli? Dia bisa menyewa wanita lain untuk menyenangkan dirinya.’ Tidak seperti dugaan Emma, Theo pernah menahan rasa sakit ditinggalkan seseorang yang sangat dia sayangi. Karena itu, Theo hanya pasrah menerima keadaan. Tak ada gunanya memperjuangkan seseorang yang tak mau diperjuangkan. Sampai di pabrik, Asher Smith sudah ada di kantor. Theo menunduk menghindari tatapan tajam sang atasan. Sejak kepulangannya, baru hari ini Theo bertemu dengan Asher. Carla menggantikan tugasnya selagi dia tak ada di kantor pusat. “Kau sudah pulang dan tidak mengabariku?” “Maaf, Tuan,” balas Theo seadanya. Asher melihat perubahan besar pada asisten pribadinya. Orang-orangnya yang ditugaskan untuk selalu mengawasi Theo sudah memberi tahu tentang peristiwa sebelum kepulangan mereka. Dia melirik ke arah Em

  • Gelora Hasrat sang Presdir   232. Budak

    Nada suara Emma jelas sekali sedang menyindir dirinya. Theo semakin tak paham, kenapa Emma berubah dan terlihat membencinya?Apakah Theo telah melakukan kesalahan tanpa dia sadari?Dia menggali ingatan saat pertemuan terakhirnya dengan Emma. Hanya ciuman hangat itu yang diingatnya. Emma tiba-tiba berubah setelahnya.Apa yang Jake lakukan atau katakan kepada Emma? Apakah Jake yang mengubah Emma dalam sekejap? “Apa yang kau tunggu?!” sentak Emma, yang menyadarkan Theo dari lamunan.Theo tak berani melihat ke depan. Dia bisa menerkam Emma saat ini juga jika melihatnya dalam keadaan seperti sekarang.“Apa kau tidak menyukai tubuhku?” Emma mengusap kukunya. “Oh, sepertinya aku perlu mewarnai kukuku lebih dulu. Haruskah aku memakai pakaian seksi juga?”Emma mulai menyebutkan penampilan wanita yang dipikirnya adalah kekasih Theo. Juga cara wanita itu menggodanya. Theo makin tak paham. Sebab, dia tak mengingat apa pun tentang wanita yang ditemuinya di bar. Meski melihat, belum tentu dia memp

Bab terbaru

  • Gelora Hasrat sang Presdir   441. Kehangatan Keluarga Smith

    Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men

  • Gelora Hasrat sang Presdir   440. Hanya Asher

    Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami

  • Gelora Hasrat sang Presdir   439. Hanya Milik Asher

    Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk

  • Gelora Hasrat sang Presdir   438. Harapan Laura dan Asher

    Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas

  • Gelora Hasrat sang Presdir   437. Tawa Lepas

    “Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek

  • Gelora Hasrat sang Presdir   436. Spesial Simon

    Di atas pantai pasir putih yang indah, Simon sedang tertelap dan ditemani wanita yang merupakan pelayan setia putri semata wayangnya. Hanna menggeser payung besar yang menghalau sinar matahari agar tubuh Simon tak kepanasan.“Tuan Simon sedang mimpi apa? Kenapa bibirnya bergerak-gerak begitu?” gumam Hanna selagi memperhatikan wajah Simon.Simon berdecap-decap sambil tersenyum, kemudian bergumam dalam tidurnya, “Kita akan menikah ….”Hanna terkekeh geli. “Kau sudah menikah dua kali, Tuan. Saat ini, kau pasti sedang memimpikan Nyonya Callista.”“Menikah … Hanna ….” Simon kembali bergumam-gumam, membuat pemilik nama itu terkesiap.Gumaman Simon setelahnya semakin jelas. Wajah Hanna menegang ketika bibir Simon mengucap namanya berulang kali.Hanna segera berlari meninggalkan Simon sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, seakan-akan tak tahan untuk meneriakkan sesuatu. ‘Apa yang baru saja aku dengar?’ batin Hanna.Selama ini, Simon selalu menganggap Hanna sebagai putrinya. Setid

  • Gelora Hasrat sang Presdir   435. Persembahan Istimewa

    Makan malam semalam menjadi peristiwa memalukan bagi Rachel. Dia tak sadar, Alan ternyata membuat lukisan cinta di sekujur tubuhnya. Hingga dirinya enggan keluar dari kamar. Sayangnya, hari ini Rachel harus menjadi pemandu untuk para tamu istimewa yang datang dari luar negeri. Dia sudah berjanji akan mengajak Laura dan Emma jalan-jalan di tempat-tempat indah di sana. “Rachel, kau tidak perlu ikut dengan kami. Sepertinya, suamimu masih mengantuk ….” Laura menyenggol lengan Rachel dari belakang sambil terkekeh pelan dan melirik ke arah Alan yang menguap lebar. “Kak Alan pasti begadang semalaman.” Emma ikut menggoda kakak iparnya. Wajah Rachel merah padam mendengar para wanita itu menggodanya. “Sebentar lagi kita sampai di pantai. Kalian pasti akan menyukainya.” Rachel buru-buru mengalihkan pembicaraan. Awalnya, Emma masih ingin menggoda Rachel. Namun, setelah melihat pemandangan indah di depannya, dia urung melakukannya. Emma segera menghampiri suami dan putrinya dan mereka berpisah

  • Gelora Hasrat sang Presdir   434. Tanda Cinta

    Melihat peluh di wajah Alan dan tercium bau familier dari tubuhnya, Rangga menjadi sangat sedih. Alan ternyata telah mendapatkan sang putri kesayangan. Rangga tak bisa menatap Alan, bukan karena membencinya, tetapi hatinya terasa aneh. Anak yang dulu selalu melompat ke sana kemari itu, kini telah sepenuhnya menjadi wanita dewasa dan dimiliki pria itu. “Aku akan memanggil Rachel dulu, Ayah. Kami akan segera menyusul!” seru Alan pada Rangga yang tak berbalik atau menjawab dirinya. “Kau seharusnya melakukan itu nanti malam …. Namanya juga malam pertama. Sekarang masih terbilang sore. Aneh kalau disebut sore pertama, bukan?” celetuk Nevan, lalu tertawa pelan. Alan memutar bola mata. “Kami tinggal mengulangi lagi nanti. Lalu, apa yang membawamu kemari?” Tawa Nevan menghilang. Dia sebenarnya hanya ingin mengajak Hillary makan makan bersama keluarga besarnya meski Asher dan Laura juga diundang sebagai tamu kehormatan. Tetapi, dia ingin sedikit menggoda Hillary dengan menuntunnya ke area

  • Gelora Hasrat sang Presdir   433. Gara-Gara Terkejut

    Alan dan Rachel sangat antusias dan bahagia menjelang pernikahan mereka. Namun, setelah menjadi pasangan resmi, mereka justru berjauhan di dalam kamar hotel.“Kau tidak jadi mandi?” tanya Alan dengan mata yang tertuju ke arah lain.Alan beberapa kali mengibaskan kerah kemeja seperti orang kepanasan meski ruangan terasa sejuk. Sementara Rachel duduk sambil menekan-nekan asal layar ponselnya. “Sebentar lagi,” balas Rachel datar dan berusaha tenang.Sejak acara pernikahan usai, Rachel ingin segera mandi. Namun, setelah sampai di kamar, dia justru sangat gugup berhadapan dengan sang suami selama hampir setengah jam.Tak tahan lagi, Rachel meletakkan ponsel dan menuju kamar mandi. Alan melirik-lirik sambil bersenandung tak jelas seraya menatap luar jendela.Dia melihat pintu kamar mandi dari pantulan kaca jendela. Rachel menutup pintu setelah melihat dirinya.Alan akhirnya bisa duduk di sofa sambil menghela napas panjang.“Malam pertama kami … akan seperti apa?” gumam Alan sambil membayang

DMCA.com Protection Status