Proses menjadi manusia sejati 😶🌫️
Theo menghidupkan mesin mobil dan melaju pelan menuju pabrik. Dia diam tak menanggapi kata-kata Emma. Emma merasa bahwa Theo tak peduli dengannya yang akan menikah dengan Jake. ‘Kenapa dia harus peduli? Dia bisa menyewa wanita lain untuk menyenangkan dirinya.’ Tidak seperti dugaan Emma, Theo pernah menahan rasa sakit ditinggalkan seseorang yang sangat dia sayangi. Karena itu, Theo hanya pasrah menerima keadaan. Tak ada gunanya memperjuangkan seseorang yang tak mau diperjuangkan. Sampai di pabrik, Asher Smith sudah ada di kantor. Theo menunduk menghindari tatapan tajam sang atasan. Sejak kepulangannya, baru hari ini Theo bertemu dengan Asher. Carla menggantikan tugasnya selagi dia tak ada di kantor pusat. “Kau sudah pulang dan tidak mengabariku?” “Maaf, Tuan,” balas Theo seadanya. Asher melihat perubahan besar pada asisten pribadinya. Orang-orangnya yang ditugaskan untuk selalu mengawasi Theo sudah memberi tahu tentang peristiwa sebelum kepulangan mereka. Dia melirik ke arah Em
Nada suara Emma jelas sekali sedang menyindir dirinya. Theo semakin tak paham, kenapa Emma berubah dan terlihat membencinya?Apakah Theo telah melakukan kesalahan tanpa dia sadari?Dia menggali ingatan saat pertemuan terakhirnya dengan Emma. Hanya ciuman hangat itu yang diingatnya. Emma tiba-tiba berubah setelahnya.Apa yang Jake lakukan atau katakan kepada Emma? Apakah Jake yang mengubah Emma dalam sekejap? “Apa yang kau tunggu?!” sentak Emma, yang menyadarkan Theo dari lamunan.Theo tak berani melihat ke depan. Dia bisa menerkam Emma saat ini juga jika melihatnya dalam keadaan seperti sekarang.“Apa kau tidak menyukai tubuhku?” Emma mengusap kukunya. “Oh, sepertinya aku perlu mewarnai kukuku lebih dulu. Haruskah aku memakai pakaian seksi juga?”Emma mulai menyebutkan penampilan wanita yang dipikirnya adalah kekasih Theo. Juga cara wanita itu menggodanya. Theo makin tak paham. Sebab, dia tak mengingat apa pun tentang wanita yang ditemuinya di bar. Meski melihat, belum tentu dia memp
“Kenapa dia menyimpan foto-fotoku? Dasar cabul!” Emma melempar ponsel Theo begitu yang dicarinya tak ada. Di kontak pun hanya ada nama-nama yang familier, orang-orang dari Keluarga Smith, Ben, dan dirinya.Dia sangat penasaran, ‘kenapa Theo tidak menyimpan nomor kekasihnya? Apa dia punya ponsel lain?’Setelah melihat waktu yang baru berlalu tujuh menit selepas kepergian Theo, Emma langsung menyambar kemeja Theo. Dia mulai membuka lemari dan laci di kamar itu.Caranya berjalan sudah seperti pencuri. Berjinjit agar tak menimbulkan suara. Semua barang Theo tertata rapi. Hanya di kopernya saja yang belum dikeluarkan.Emma memicingkan mata ke arah koper itu. Mungkin, Theo menyembunyikan sesuatu di sana. Sebab, hubungan Theo dan wanita itu baru dimulai setelah Theo meninggalkan negara ini.Dia membuka koper itu perlahan. Hanya ada beberapa pakaian di dalamnya. Juga beberapa perawatan kulit yang sama dengan milik Asher.“Dia benar-benar terobsesi dengan Asher Smith,” gumam Emma.Laura perna
“Apa yang kau bilang barusan?!” Emma sangat terkejut. Emma tak mengira jika wanita itu bukan kekasih Theo. Dia ingin tahu lebih banyak tentang kejadian di malam yang membuatnya patah hati. “Yang mana? Theo yang mendorong wanita atau aku yang terkejut karena tahu Theo punya kekasih?” Rick terkekeh pelan. Pria itu tak bisa serius jika tak menyangkut pekerjaan. “Kejadian waktu kau dan Theo di bar! Ceritakan lebih banyak lagi,” desak Emma menggebu-gebu. Rick terlihat berpikir keras, seakan-akan sedang mengingat kejadian itu. “Hmm, aku sedikit lupa. Mungkin, kalau kau mau berkencan denganku, aku akan segera mengingatnya.” “Aku serius, Rick! Cepat katakan padaku!” Emma mengguncang lengan Rick, menatapnya penuh permohonan. Rick justru semakin ingin menggoda Emma. Gara-gara Jake yang katanya ingin menikahi Emma, dia harus mundur teratur dari usahanya mendapatkan istri idaman. “Aku benar-benar lupa.” Rick menepuk-nepuk kening menggunakan telunjuk. “Coba cium dulu. Biasanya otakku akan be
“Wanita liar?” Emma ternganga tak percaya. Bisa-bisanya Pamela berkata seperti itu! “Kau marah? Memang itulah yang kau lakukan diam-diam di belakang kami. Entah siapa pun pria itu, dia seharusnya datang baik-baik jika ingin bersamamu, bukan malah memintamu untuk tinggal dengannya,” balas Pamela. Emma menghela napas pelan. Orang tuanya ternyata belum tahu tentang Theo. Dia tak ingin membebani Theo setelah dirinya sendiri melakukan hal yang tercela padanya. “Kasusmu berbeda dengan Laura, Sayang. Kau dan pria itu secara sadar bermalam bersama beberapa kali. Bagaimana jika kau sampai mengandung dan dia malah meninggalkanmu? Tidak semua orang bisa bertanggung jawab seperti Asher. Terlebih lagi, pria itu tidak berani mendatangi kami,” lanjut Pamela. “Mama! Aku tidak pernah melakukan di luar batas dengan pria mana pun! Kenapa Mama tega merendahkanku seperti ini?” Emma berusaha tak meninggikan suara agar tidak menarik perhatian orang lain. Dia tak berbohong. Meskipun kerap berpelukan dan
“A-ada apa?” Emma terkejut, Theo tiba-tiba duduk di sebelahnya dengan tatapan aneh. “Kau ....” Sangat sulit bagi Theo untuk mengatakan maksudnya. Dia tak pandai bicara, apalagi menyangkut cinta. Mereka saling terdiam dalam tatapan yang sulit diartikan. Emma sesekali melirik jam tangan, tak ingin kehilangan kesempatan untuk mengakui kesalahannya. Namun, tak ada yang keluar dari mulut Emma. Dia mengakui bahwa dirinya pengecut. Tak bisa jujur kepada pria di hadapannya. Dan waktu pun terkikis oleh telepon dari Rick tadi. Waktu mereka hanya tersisa kurang dari lima menit. Emma tak bisa menjelaskan rasa bersalahnya secepat itu. “Kapan kau akan menikah dengan Jake? Tuan Asher menyuruhku untuk membantu persiapan pernikahan kalian,” pancing Theo. Pertanyaan Theo seolah memojokkan Emma. Dia harus terus menipunya, atau langsung mengatakan yang sesungguhnya? “Kami menunda rencana pernikahan kami.” Sialnya, Emma terlalu malu untuk mengakuinya sekarang. Apalagi, Theo menatap tajam dirinya. “
Theo meneguk ludah bulat-bulat. “M-Menikah?” Emma menautkan alis. ‘Kenapa Theo sepertinya tidak senang saat aku memintanya menikahiku?’ Apakah perkataan Jake benar jika Theo hanya bermain-main dengannya? Atau dia terkejut karena sangat senang mendengar perintahnya? Apa pun alasan Theo memasang ekspresi yang tak biasa itu, membuat Emma sangat malu. Sebab, Theo tak menanggapi sesuai bayangan Emma. Mereka lama terdiam. Emma masih menduga-duga yang dipikir Theo sekarang, sementara Theo bimbang dengan permintaan Emma yang begitu tiba-tiba. “Kau tidak mau menurutiku?” Emma menatap Theo penuh luka. “Kalau begitu, hari ini mungkin terakhir kali aku akan menemuimu secara pribadi.” Theo masih dalam masa keterkejutan ketika Emma beranjak pergi. “Tunggu!” Dia menarik Emma kembali duduk di sampingnya. “Aku ....” Theo susah payah menelan ludahnya. Dia tak tahu apa yang harus dikatakan. Untuk menikah, Theo belum berani. Bagaimana jika dia tak akan bisa membahagiakan Emma? Bagaimana jika dia m
Emma yang baru menangis, terkejut mendengar keributan para pelayan. Bukan suara Theo tentunya. Tak mungkin suara pria itu sampai terdengar di kamar Emma. Alan yang masih berkutat dengan tenggat waktu pekerjaan pun juga mendengar keributan itu. “Ada apa di luar?!” geram Alan murka. Sementara itu, Pamela dan Benjamin yang sedang tanggung bercinta juga terganggu oleh pelayan mereka. “Cepat sedikit, Sayang ...,” desah Pamela menyemangati suaminya yang masih gagah di atas ranjang. Semua anggota Keluarga Ruiz keluar, termasuk Pamela yang masih membetulkan baju, dan Ben yang hanya mengenakan celana pendek. “Ribut-ribut apa kalian?!” bentak Alan. Terlihat wajah-wajah mengantuk para pelayan yang berkerumun di depan kamar Emma. Mereka takut mengganggu majikannya, tetapi juga terganggu oleh pria gila di luar sana. “Tuan Muda, ada yang membuat pesta di luar,” lapor salah satu pelayan. Emma keluar dari kamar paling terakhir karena harus membersihkan wajah dan sedikit merias. Dia tak mau oran