Share

238. Lamaran

Author: VERARI
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Emma yang baru menangis, terkejut mendengar keributan para pelayan. Bukan suara Theo tentunya. Tak mungkin suara pria itu sampai terdengar di kamar Emma.

Alan yang masih berkutat dengan tenggat waktu pekerjaan pun juga mendengar keributan itu. “Ada apa di luar?!” geram Alan murka.

Sementara itu, Pamela dan Benjamin yang sedang tanggung bercinta juga terganggu oleh pelayan mereka. “Cepat sedikit, Sayang ...,” desah Pamela menyemangati suaminya yang masih gagah di atas ranjang.

Semua anggota Keluarga Ruiz keluar, termasuk Pamela yang masih membetulkan baju, dan Ben yang hanya mengenakan celana pendek.

“Ribut-ribut apa kalian?!” bentak Alan.

Terlihat wajah-wajah mengantuk para pelayan yang berkerumun di depan kamar Emma. Mereka takut mengganggu majikannya, tetapi juga terganggu oleh pria gila di luar sana.

“Tuan Muda, ada yang membuat pesta di luar,” lapor salah satu pelayan.

Emma keluar dari kamar paling terakhir karena harus membersihkan wajah dan sedikit merias. Dia tak mau oran
VERARI

Nggak perlu malu, langsung saja bilang mau! 💓

| 8
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (6)
goodnovel comment avatar
cactus love
ya ampun segitu ketagihan nya asher sama Laura ya, tiap hari dapet jatah, hukuman pun berupa jatah enak enak. mantanlah..
goodnovel comment avatar
lullaby dreamy
untung saran asher berujung manis yah :)
goodnovel comment avatar
karz_1112
laura uda tau lah pasti biang kerok dari perbuatan theo ya laki nya itu... wkwkwkwkwkwk... laura sangat mengenal asher yaa, thor...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Gelora Hasrat sang Presdir   239. Perjalanan Menemui Mertua

    Keesokan harinya, Theo sudah datang lagi di rumah Emma. Dia menanti di ruang tamu dengan wajah tegang lantaran Benjamin ada di sana. Mereka saling diam karena tak tahu harus membahas apa. Benjamin bukan pria yang banyak bicara seperti istrinya, begitu pula dengan Theo. “Kenapa Emma lama sekali?” gumam Ben untuk yang kesekian kali. Jika bukan karena tak sengaja keluar di saat Theo datang, Ben pasti tidak akan menemui Theo sendiri tanpa Pamela. Karena sudah menerima Theo sebagai calon menantu, dia tak bisa mengabaikan kehadirannya. “Kau sudah makan?” tanya Ben. “Sudah ....” Theo pun bingung. Bagaimana dia harus memanggil Ben? Papa? Tapi ... dia belum resmi menjadi menantunya. Atau ‘Tuan Ben’ seperti biasanya? Sepertinya kurang pantas karena dia akan menjadi menantu Benjamin. Theo salah. Seharusnya dia minta saran kepada Asher terlebih dulu sebelum datang lagi di kediaman Ruiz. Dia hanya bisa mengingat-ingat cara Asher memanggil Simon, sebelum mengakui pria itu sebagai ayah mer

  • Gelora Hasrat sang Presdir   240. Selalu Mendampingi

    Setelah mencuci wajah, Emma kembali segar. Rasa gugupnya pun menghilang. Tergantikan oleh kantuk yang tiba-tiba kembali melanda. Dia segera melepaskan celana dan menyisakan celana pendek ketat di atas lutut agar tidurnya nyaman. Saat dirinya berbalik, Theo sudah berdiri di hadapannya. Emma terkesiap sampai mundur satu langkah. “Kau mengejutkanku!” Theo langsung membelit punggung Emma. Pipinya merona dan wajahnya terlihat lebih seksi oleh hasratnya. “Aku mau-” Theo menyatukan bibir mereka sebelum Emma selesai bicara. Dia membimbing Emma ke ranjang perlahan, lalu membaringkan bersama dirinya. Mereka berciuman cukup lama. Tangan Theo pun mulai menjelajahi tubuh Emma. Namun, gerakan di bibir Emma kian melemah. Hingga akhirnya berhenti membalas ciuman Theo. Theo membuka matanya. Dia menjauhkan bibirnya setelah sadar, Emma ternyata sudah terlelap. “Kau pasti sangat mengantuk,” gumam Theo, lalu mengecup kening Emma dengan lembut. Dia merapikan baju Emma dan memeluknya. Mengangkat kep

  • Gelora Hasrat sang Presdir   241. Calon Ayah Mertua

    Pria yang dulu berwajah garang, temperamental, serta berpostur tinggi dan besar, kini terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Pria itulah yang pernah membuat Theo melalui hari-harinya seakan berada di neraka. Tangan yang dulu digunakan untuk memukul dan mencambuknya, kini hanya tersisa kulit dan tulang. Kurus dan rapuh. Manik di balik kelopak mata Bill Robinson bergerak-gerak, namun tak terbuka. Tangannya sesekali berkedut, tetapi tak bergerak. Apakah pria itu masih hidup? Atau hampir meninggalkan kehidupan? “Theo, perlukah memindahkannya ke kota kita? Supaya kita bisa merawatnya dari dekat,” tanya Emma lirih. Emma dapat memahami jika Theo membenci ayahnya. Akan tetapi, Emma merasa sangat iba melihat kondisinya. Biar bagaimanapun, pria itu adalah orang tua Theo. Seperti Simon, Emma yakin, pria itu masih menyisakan rasa sayang kepada putranya. Apalagi, dengan keadaan Bill yang sekarang. Siapa lagi kalau bukan Theo yang merawatnya? “Dia mungkin sudah menikah lagi.” Saat Th

  • Gelora Hasrat sang Presdir   242. Sebentar Lagi

    “Tuan Asher yang membiayai pengobatan orang itu?” Theo setengah tak percaya oleh penuturan Emma. Sebab, Theo tak pernah membicarakan masalah pribadinya kepada Asher. “Asher mungkin hanya sok tahu seperti dugaanmu.” Emma berkata seperti itu karena dia tahu betul, Theo tak akan pernah meragukan Asher. “Sejak beberapa bulan lalu, dia memberikan banyak bantuan pada papamu. Dia juga mengutus bawahannya untuk menjenguk ke rumah sakit seminggu sekali,” lanjut Emma. “Itu ... benarkah?” Emma mengangguk. “Asher juga mengirim foto-fotomu atas permintaan papamu. Katanya, papamu pernah beberapa kali mengobrol dengan Asher di telepon.” Theo mendekap kepala Emma ke dadanya supaya tak melihat ekspresi wajahnya sekarang. “Kita harus segera pulang. Aku ingin bertanya langsung kepada Tuan Asher.” Emma mendengar degup jantung Theo meningkat. Mungkin, Theo tergerak oleh perbuatan baik Asher pada ayahnya. “Asher mengira jika kau akan mengajak papamu berobat di kota kita supaya bisa menghadiri pernika

  • Gelora Hasrat sang Presdir   243. Resmi

    Sampai di kediaman Ruiz, Emma dan Theo segera menyampaikan keinginan mereka. Tentu saja, keluarga Emma tak lantas setuju dengan acara pernikahan dadakan itu. “Apa?! Dua minggu lagi?!” seru Pamela. “Tidak bisa! Pernikahanmu harus dipersiapkan sebaik mungkin!” “Tapi-” Pamela menyela Emma, “Kami merestuimu, bukan berarti kau akan menikah secepat ini! Enam bulan atau setahun kemudian, setelah Alan menikah, Sayang ....” Emma melirik sinis ke arah kakaknya. Alan tidak benar-benar ingin menikah dengan Hillary. Hillary pun juga tak tertarik dengan Alan. Mereka masih berhubungan hanya karena kerja sama perusahaan semata. Tak ada pembicaraan tentang pertunangan atau pernikahan lagi walaupun mereka selalu tampil berdua di setiap acara. “Kau tidak hamil, bukan?” geram Benjamin. “Tidak, Papa! Kami belum pernah melakukan itu!” sanggah Emma dengan meninggikan suara. “Aku bahkan belum jadi menikah dan kau ingin melangkahiku?” Alan juga tak setuju adiknya menikah cepat. Emma tampak sangat muru

  • Gelora Hasrat sang Presdir   244. Pengalaman Pertama

    “Kupikir, kau akan patah hati,” ujar Ariana di dekat Jake. Jake memutar kepala ke arah datangnya suara. “Maksudmu? Kenapa aku harus patah hati?” “Bukankah kau juga melamar Emma?” Meskipun tersenyum, hati Ariana terasa pedih. Jake tiba-tiba hadir untuk menunjukkan wajah asli Vincent. Dalam prosesnya, Ariana mendapatkan rayuan dari pria itu. Setelah Vincent di penjara, Jake tak pernah lagi menghubungi dirinya. Ariana memiliki firasat bahwa Jake hanya memanfaatkan dirinya. Akan tetapi, dia membantah kata hatinya. Ariana mencoba berpikir positif. Jake benar-benar sibuk waktu itu. Ditambah lagi, Jake memindahkan kantor pusat di kotanya. Dia tak berani mengganggunya. Namun ternyata, dia mendengar jika Jake melamar Emma dari Asher beberapa hari lalu. Betapa memalukan ... Dia bahkan telah memberi kode kepada Joanna bahwa dirinya menyukai Jake. “Oh, itu ... aku tiba-tiba ingin memiliki istri saat itu,” dusta Jake, yang sebenarnya hanya ingin menjaga Emma untuk Laura. Entah mengapa, Jak

  • Gelora Hasrat sang Presdir   245. Satu

    “Shhh ... sebentar lagi.” Theo kesulitan menembus mahkota istrinya. Dia mencoba berulang-ulang, tetapi selalu gagal. Emma sampai menangis karena merasakan sakit yang sangat luar biasa. Dia ingin menolak, tetapi tak tega karena Theo sudah menunggu dan menahan diri cukup lama. “Kau baik-baik saja?” Theo mengusap rambut Emma yang basah karena keringat. Emma mengangguk sambil mengusap air mata. “Tidak apa-apa, lanjutkan saja.” “Tidak. Kau kesakitan seperti ini. Maafkan aku.” Theo lantas melanjutkan aktivitas panas mereka dengan cara seperti sebelumnya, tanpa melakukan penyatuan. Meskipun Emma mengatakan baik-baik saja. Namun, dari raut mukanya, Theo tahu jika Emma kesulitan. “Maaf, Theo, aku tidak becus menjadi istrimu,” bisik Emma penuh penyesalan. “Kau sudah menyiapkan tempat yang indah, tetapi aku tidak bisa memuaskanmu.” “Kenapa kau harus minta maaf? Waktu kita masih panjang. Aku sudah puas dengan pelayananmu tanpa harus menyakitimu.” “Tidurlah. Besok siang, kita harus segera

  • Gelora Hasrat sang Presdir   246. Cinta Tanpa Banyak Kata

    “Lihat ini, Theo.” Emma sedang duduk di ranjang sambil menunjuk kakinya yang gemetaran dengan jari lentiknya. “Aku tidak bisa berjalan.” Theo tersenyum sambil mengusap-usap wajah di batal. Tangannya melingkar di perut Emma. Kemudian menyandarkan kepala di atas paha sang istri. “Istirahatlah. Kau tidak perlu ke mana-mana hari ini.” “Kau terlalu berlebihan semalam. Aku jadi tidak bisa jalan-jalan menikmati pemandangan alam hari ini,” gerutu Emma. “Kondisikan bibirmu itu.” Theo mencubit kecil bibir Emma yang mengerucut. “Aku jadi ingin menciummu lagi.” “Theo! Jangan lagi! Apa kau tidak lelah? Jangan-jangan kau minum obat kuat?” tuduh Emma. Theo terkekeh-kekeh dengan suara serak. “Kalau aku minum obat kuat, kau bisa pingsan.” Dia menarik Emma supaya tidur di sisinya. Mencium aroma kulit Emma begitu menenangkan sehingga dia ingin terus berlama-lama berbaring di ranjang. Kedua kaki mereka saling bertumpu. Theo menggerak-gerakkan telapak kakinya ke kanan kiri, menandakan dirinya sedan

Latest chapter

  • Gelora Hasrat sang Presdir   441. Kehangatan Keluarga Smith

    Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men

  • Gelora Hasrat sang Presdir   440. Hanya Asher

    Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami

  • Gelora Hasrat sang Presdir   439. Hanya Milik Asher

    Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk

  • Gelora Hasrat sang Presdir   438. Harapan Laura dan Asher

    Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas

  • Gelora Hasrat sang Presdir   437. Tawa Lepas

    “Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek

  • Gelora Hasrat sang Presdir   436. Spesial Simon

    Di atas pantai pasir putih yang indah, Simon sedang tertelap dan ditemani wanita yang merupakan pelayan setia putri semata wayangnya. Hanna menggeser payung besar yang menghalau sinar matahari agar tubuh Simon tak kepanasan.“Tuan Simon sedang mimpi apa? Kenapa bibirnya bergerak-gerak begitu?” gumam Hanna selagi memperhatikan wajah Simon.Simon berdecap-decap sambil tersenyum, kemudian bergumam dalam tidurnya, “Kita akan menikah ….”Hanna terkekeh geli. “Kau sudah menikah dua kali, Tuan. Saat ini, kau pasti sedang memimpikan Nyonya Callista.”“Menikah … Hanna ….” Simon kembali bergumam-gumam, membuat pemilik nama itu terkesiap.Gumaman Simon setelahnya semakin jelas. Wajah Hanna menegang ketika bibir Simon mengucap namanya berulang kali.Hanna segera berlari meninggalkan Simon sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, seakan-akan tak tahan untuk meneriakkan sesuatu. ‘Apa yang baru saja aku dengar?’ batin Hanna.Selama ini, Simon selalu menganggap Hanna sebagai putrinya. Setid

  • Gelora Hasrat sang Presdir   435. Persembahan Istimewa

    Makan malam semalam menjadi peristiwa memalukan bagi Rachel. Dia tak sadar, Alan ternyata membuat lukisan cinta di sekujur tubuhnya. Hingga dirinya enggan keluar dari kamar. Sayangnya, hari ini Rachel harus menjadi pemandu untuk para tamu istimewa yang datang dari luar negeri. Dia sudah berjanji akan mengajak Laura dan Emma jalan-jalan di tempat-tempat indah di sana. “Rachel, kau tidak perlu ikut dengan kami. Sepertinya, suamimu masih mengantuk ….” Laura menyenggol lengan Rachel dari belakang sambil terkekeh pelan dan melirik ke arah Alan yang menguap lebar. “Kak Alan pasti begadang semalaman.” Emma ikut menggoda kakak iparnya. Wajah Rachel merah padam mendengar para wanita itu menggodanya. “Sebentar lagi kita sampai di pantai. Kalian pasti akan menyukainya.” Rachel buru-buru mengalihkan pembicaraan. Awalnya, Emma masih ingin menggoda Rachel. Namun, setelah melihat pemandangan indah di depannya, dia urung melakukannya. Emma segera menghampiri suami dan putrinya dan mereka berpisah

  • Gelora Hasrat sang Presdir   434. Tanda Cinta

    Melihat peluh di wajah Alan dan tercium bau familier dari tubuhnya, Rangga menjadi sangat sedih. Alan ternyata telah mendapatkan sang putri kesayangan. Rangga tak bisa menatap Alan, bukan karena membencinya, tetapi hatinya terasa aneh. Anak yang dulu selalu melompat ke sana kemari itu, kini telah sepenuhnya menjadi wanita dewasa dan dimiliki pria itu. “Aku akan memanggil Rachel dulu, Ayah. Kami akan segera menyusul!” seru Alan pada Rangga yang tak berbalik atau menjawab dirinya. “Kau seharusnya melakukan itu nanti malam …. Namanya juga malam pertama. Sekarang masih terbilang sore. Aneh kalau disebut sore pertama, bukan?” celetuk Nevan, lalu tertawa pelan. Alan memutar bola mata. “Kami tinggal mengulangi lagi nanti. Lalu, apa yang membawamu kemari?” Tawa Nevan menghilang. Dia sebenarnya hanya ingin mengajak Hillary makan makan bersama keluarga besarnya meski Asher dan Laura juga diundang sebagai tamu kehormatan. Tetapi, dia ingin sedikit menggoda Hillary dengan menuntunnya ke area

  • Gelora Hasrat sang Presdir   433. Gara-Gara Terkejut

    Alan dan Rachel sangat antusias dan bahagia menjelang pernikahan mereka. Namun, setelah menjadi pasangan resmi, mereka justru berjauhan di dalam kamar hotel.“Kau tidak jadi mandi?” tanya Alan dengan mata yang tertuju ke arah lain.Alan beberapa kali mengibaskan kerah kemeja seperti orang kepanasan meski ruangan terasa sejuk. Sementara Rachel duduk sambil menekan-nekan asal layar ponselnya. “Sebentar lagi,” balas Rachel datar dan berusaha tenang.Sejak acara pernikahan usai, Rachel ingin segera mandi. Namun, setelah sampai di kamar, dia justru sangat gugup berhadapan dengan sang suami selama hampir setengah jam.Tak tahan lagi, Rachel meletakkan ponsel dan menuju kamar mandi. Alan melirik-lirik sambil bersenandung tak jelas seraya menatap luar jendela.Dia melihat pintu kamar mandi dari pantulan kaca jendela. Rachel menutup pintu setelah melihat dirinya.Alan akhirnya bisa duduk di sofa sambil menghela napas panjang.“Malam pertama kami … akan seperti apa?” gumam Alan sambil membayang

DMCA.com Protection Status