Share

207. (S2) Obsesi

Penulis: VERARI
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Emma Ruiz menggeliat di atas ranjang. Kepalanya terasa pusing saat dia berusaha bangun.

“Ugh ….” Emma duduk sambil menekan kedua matanya yang masih terasa lengket.

Matanya mengerjap ketika melihat cahaya matahari yang masuk melalui sela tirai jendela yang tak tertutup rapat. Dengan enggan, dia turun dari ranjang dan langsung menuju kamar mandi.

Jam pagi hari ini terasa lambat karena rasa malas yang tiba-tiba menggodanya untuk meliburkan diri dari rutinitas. Akan tetapi, teriakan Pamela segera menyadarkan dirinya.

“Em, kau masih tidur?! Semua orang sudah mau pergi! Kau sudah bosan bekerja?!” Pamela berseru sambil menata tempat tidur Emma dengan satu pelayan.

“Iya, Mama!” Emma balas berteriak dari dalam kamar mandi.

Emma menyelesaikan rutinitas paginya dengan cepat. Dia pergi ke kantor tanpa sarapan lebih dulu karena sudah terlambat.

Di kantor, dia telah ditunggu Judith, sekretarisnya yang telah bersiap untuk pergi ke suatu tempat. “Kau mau ke mana?”

“Anda lupa? Kita harus menemu
VERARI

Apartemen Jake, Theo, Noah, Rick ada di sekitar Smith Group. Asher juga punya apartemen di dekat kantor. Siapa menurut kalian?

| 7
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Cuy Anggi Rsd
Theo siih kayaknya
goodnovel comment avatar
Alya Zahras
aduh degdegan. masa jd theo
goodnovel comment avatar
karz_1112
theo... kayaknya sih theo deh... biar seru berantem sama si kaku....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Gelora Hasrat sang Presdir   208. Rahasia Pria Itu

    “Judith, kau kembali ke kantor dulu pakai taksi. Aku akan mengantar dokumen ini sebentar.” “Baik, Nona, jangan lama-lama. Pekerjaan kita masih banyak.” Emma berkomat-kamit tanpa suara menanggapi Judith. Ada saja pesan atau teguran setiap kali dia bicara dengan sang sekretaris.Dia kemudian masuk ke mobilnya. Kemudian menyuruh sopir untuk mengantar ke alamat yang dimaksud. Sampai di depan gedung apartemen mewah, Emma menghubungi nomor pria itu. Namun, pria itu tak menjawab panggilan telepon. Emma lalu masuk ke dalam, menuju ke lantai sesuai yang diberitahu oleh karyawan di kantor Asher Smith. Selama di dalam elevator, Emma terus mempertanyakan diri sendiri, kenapa tidak menyuruh Judith saja yang mengantarnya? Apa dia ingin bertemu dengan pria itu.Dada Emma mendadak berdebar-debar kencang tatkala elevator yang membawanya naik telah sampai di tujuan. Dia mendadak ragu untuk melangkah keluar elevator, tetapi dalam sekejap kakinya sudah ada di luar. ‘Kenapa aku ke sini? Aku seharusnya

  • Gelora Hasrat sang Presdir   209. Ancaman

    Mata Emma melebar tatkala Theo melahap bibirnya dengan rakus. Dia mendorong-dorong Theo sekuat tenaga, tetapi pria itu jauh lebih kuat darinya. “Emph …!” Emma memekik tertahan. Theo semakin erat merengkuh tubuhnya. Jadi, seperti ini rasanya bibir perempuan … Theo baru kali ini merasakannya. Dia mulai memasukkan lidahnya ke rongga mulut Emma. Dengan memejamkan mata, dia menikmati setiap gerakan kasar Emma yang berusaha menggigit lidahnya. Akan tetapi, setiap kali Emma memberontak, Theo justru semakin bergairah dibuatnya. Dia berkelit dari setiap gigitan Emma. Hingga lidahnya melesak sangat dalam dan membuat Emma hampir kehilangan napasnya. “Hentikan!” Emma menampar pipi Theo dengan keras, segera setelah Theo melepaskan bibirnya. Napasnya terengah-engah selagi berusaha menghirup udara dengan cepat. Theo justru sangat menyukainya. Akal sehatnya hilang sepenuhnya. Gambaran percintaan yang biasa Asher lakukan bersama Laura memenuhi benaknya. Jika Asher bisa mendapatkan wanita seperti

  • Gelora Hasrat sang Presdir   210. Melanggar Janji

    Emma mengangguk dengan cepat tanda setuju. “Aku janji ... akan menurutimu. B-biarkan aku pergi dari sini.” Theo mengambil handuknya yang tergeletak di lantai, lalu memakainya. “Ikut denganku.” Emma turun dari meja. Kakinya terasa lemas hingga membuatnya hampir terjatuh. Beruntung, kedua tangannya masih memegang erat tepi meja. Dia segera memunguti pakaian dan memakainya dengan cepat. Tak peduli jika penampilannya acak-acakan karena asal memakai baju.Dengan langkah cepat, dia bergegas menyusul Theo. Degup kencang dari dalam dadanya kembali terdengar keras. Theo masuk ke dalam kamar, tetapi Emma tak berani mengikutinya. ‘Apa yang ingin dia lakukan? Kenapa mengajakku ke kamarnya?’ Emma masih ingat sosok Theo yang menjadi buas sebelumnya.“Kau tidak mau masuk?” Walaupun Theo hanya bertanya, Emma menganggap sebagai ancaman.Emma menelan ludah bulat-bulat. Kakinya terasa lemas tatkala menapak lantai dingin di kamar itu. Karena gerakan lambatnya, Theo berbalik, lalu mengangkat tubuh Emm

  • Gelora Hasrat sang Presdir   211. Membawamu Pulang

    "Berhati-hati denganku?"Kemunculan Theo mengejutkan Emma. Darah di wajahnya seakan tersedot keluar hingga terlihat pucat pasi.Laura mengamati perubahan wajah sahabatnya yang tampak ketakutan. Di lain sisi, Theo terlihat seperti biasanya, tanpa ekspresi. 'Apa yang terjadi di antara mereka berdua?' batin Laura penasaran.Sementara itu, Asher justru tersenyum samar. Dia pikir, Theo sudah berhasil membuat Emma gugup hingga terlihat takut-takut saat berhadapan dengannya.Bukankah Laura dulu juga seperti itu? Pura-pura takut dan malu, ternyata sangat mau."Kenapa Tuan Asher dan Nyonya Laura harus berhati-hati denganku?" Theo mengulang pertanyaan sekali lagi.Emma membisu. Rongga mulutnya terasa mengering dan lengket hingga tak dapat mengucap sepatah kata pun."Kenapa kau jadi tegang sekali?" Asher berniat menggoda Emma. Namun, mata Emma malah berkaca-kaca. "Ada apa, Theo? Apa yang kau lakukan pada sahabat istriku?"Theo menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Saya mengajak Nona Emma berkenca

  • Gelora Hasrat sang Presdir   212. Kencan Bersama

    ‘Paman Jake mengajakku makan malam?!’ Emma menjerit-jerit dalam hati. Senyuman lebar terbit di bibirnya. Emma tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya hingga tak sadar di mana dirinya sekarang. Berulang kali dia membaca pesan itu pun, isinya tetap sama! [Jika ada waktu setelah bekerja, aku ingin mengajakmu makan malam.] Namun, tunggu … kenapa Jake tiba-tiba bersikap baik padanya? Bukankah kemarin, Jake jelas-jelas sudah menolak dirinya? Sikap Jake pun sangat dingin dan formal.‘Apakah Paman Jake menyesal sudah menolakku? Dia ingin minta maaf dan … ahhh!!!’ Emma menangkup wajahnya dengan perasaan bahagia oleh angan-angan.Sesaat kemudian, pertanyaan Emma langsung terjawab. Pesan singkat lain muncul dan langsung dibukanya. [Maaf, aku lupa masih memakai ponsel Jake. Aku yang mengirim pesan sebelumnya. Rick.] Wajah Emma sontak berubah menjadi seperti bunga layu. Ternyata, kecurigaannya benar. Tak mungkin Jake tiba-tiba mengajaknya berkencan!Dunia Emma yang sebelumnya bercahaya terang,

  • Gelora Hasrat sang Presdir   213. Tak Bisa Menahan Diri

    Theo tersadar dalam sekejap. Dia tak mengerti, kenapa dirinya tiba-tiba marah? Dan kenapa langsung bertindak secara impulsif seperti sekarang?"Anda sudah datang ...," Theo bicara sekenanya."Ya?" Emma tampak kebingungan. Rasa takutnya menghilang dengan adanya Jake di sisinya."Anda tadi menyuruhku ke sini." "Kau juga mengundang Theo?" Rick terlihat bingung dan kecewa. Apakah Emma takut pergi dengan dua pria dewasa itu?"A-ah, iya." Jake melirik ke arah Emma. Dia dapat menebak jika Emma sekarang sedang berbohong. Namun, Jake tak dapat membaca ekspresi wajah Theo. Kenapa Emma harus berbohong dan menyetujui kata-kata Theo?Ada yang mencurigakan, pikirnya. Kenapa Emma yang biasanya sering mengolok-olok Theo, justru mengajaknya keluar? Apakah Emma berniat membuat dirinya cemburu?Akan tetapi, Jake segera menyangkal dugaannya sendiri. Emma bisa menggunakan Rick, alih-alih Theo yang tak begitu dekat dengan Jake.Tatkala Theo bergabung di meja mereka, Emma tampak lebih gelisah dari sebelum

  • Gelora Hasrat sang Presdir   214. Rumah Kaca

    Meskipun tak ingin bertatap muka, tetapi mereka tetap harus menghadiri acara yang sama. Karena Asher Smith menyerahkan kerja sama dengan perusahaan Emma sepenuhnya. Di pagi hari yang mendung, Theo telah duduk menanti di kantor Emma. Pria itu tak datang sendiri. Dia sedang mendiskusikan sebuah dokumen bersama dengan Carla. Meskipun hanya Theo yang fokus dengan pekerjaan mereka, sedangkan Carla sibuk mengagumi ketampanannya. Sementara itu, Emma baru saja sampai di depan gedung kantornya. Kantor itu masih baru dan tak begitu besar, tak ada pula parkir di dalam Dia harus berlari-lari melewati gerimis yang mulai menitik dari langit. Berangkat terburu-buru, Emma tak begitu memperhatikan penampilannya pagi ini. Kemeja putihnya cukup tipis sehingga gerimis berhasil membuat pakaian dalam hitamnya sedikit terlihat.“Nona, kenapa kau tidak memakai payung? Kau juga datang terlambat sepuluh menit. Perwakilan Smith Group sudah sampai sejak tadi,” omel Judith. Sang sekretaris tak tahu, atasanny

  • Gelora Hasrat sang Presdir   215. Gelora Hasrat sang Presdir Wanita

    ‘Apa yang baru saja aku katakan?!’ Emma membeliakkan mata, tetapi tak melepaskan Theo. Suara detak jantung Theo terdengar jelas di telinganya. Normal, tidak sekencang irama jantungnya. ‘Jadi, dia benar-benar hanya mengancamku dan tidak merasakan apa pun saat menyentuhku?’ Entah mengapa, Emma kecewa saat mengetahui kenyataan dari buat pikirnya sendiri. Theo melepaskan jas tanpa memedulikan pelukan Emma. Kemudian menyampirkan jas itu di pundak wanita yang kian erat memeluknya. Emma sangat malu hingga dia membeku. Ingin melepas pelukan, tetapi takut melihat reaksi Theo. Alhasil, dia diam saja dan menunggu Theo menyentak tangannya seperti sebelumnya. “Masih dingin?” ‘Tidak sedingin kau!’ Selama beberapa menit, mereka tetap ada di posisi yang sama. Hingga terdengar langkah kaki para pekerja kian mendekat. Emma langsung mendorong Theo dengan sangat kencang. Namun, Theo tak bergeming, tetap berdiri dengan gagah. Justru Emma yang terhuyung hingga jatuh ke tanah.“Aww!!” Emma langsung b

Bab terbaru

  • Gelora Hasrat sang Presdir   441. Kehangatan Keluarga Smith

    Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men

  • Gelora Hasrat sang Presdir   440. Hanya Asher

    Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami

  • Gelora Hasrat sang Presdir   439. Hanya Milik Asher

    Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk

  • Gelora Hasrat sang Presdir   438. Harapan Laura dan Asher

    Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas

  • Gelora Hasrat sang Presdir   437. Tawa Lepas

    “Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek

  • Gelora Hasrat sang Presdir   436. Spesial Simon

    Di atas pantai pasir putih yang indah, Simon sedang tertelap dan ditemani wanita yang merupakan pelayan setia putri semata wayangnya. Hanna menggeser payung besar yang menghalau sinar matahari agar tubuh Simon tak kepanasan.“Tuan Simon sedang mimpi apa? Kenapa bibirnya bergerak-gerak begitu?” gumam Hanna selagi memperhatikan wajah Simon.Simon berdecap-decap sambil tersenyum, kemudian bergumam dalam tidurnya, “Kita akan menikah ….”Hanna terkekeh geli. “Kau sudah menikah dua kali, Tuan. Saat ini, kau pasti sedang memimpikan Nyonya Callista.”“Menikah … Hanna ….” Simon kembali bergumam-gumam, membuat pemilik nama itu terkesiap.Gumaman Simon setelahnya semakin jelas. Wajah Hanna menegang ketika bibir Simon mengucap namanya berulang kali.Hanna segera berlari meninggalkan Simon sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, seakan-akan tak tahan untuk meneriakkan sesuatu. ‘Apa yang baru saja aku dengar?’ batin Hanna.Selama ini, Simon selalu menganggap Hanna sebagai putrinya. Setid

  • Gelora Hasrat sang Presdir   435. Persembahan Istimewa

    Makan malam semalam menjadi peristiwa memalukan bagi Rachel. Dia tak sadar, Alan ternyata membuat lukisan cinta di sekujur tubuhnya. Hingga dirinya enggan keluar dari kamar. Sayangnya, hari ini Rachel harus menjadi pemandu untuk para tamu istimewa yang datang dari luar negeri. Dia sudah berjanji akan mengajak Laura dan Emma jalan-jalan di tempat-tempat indah di sana. “Rachel, kau tidak perlu ikut dengan kami. Sepertinya, suamimu masih mengantuk ….” Laura menyenggol lengan Rachel dari belakang sambil terkekeh pelan dan melirik ke arah Alan yang menguap lebar. “Kak Alan pasti begadang semalaman.” Emma ikut menggoda kakak iparnya. Wajah Rachel merah padam mendengar para wanita itu menggodanya. “Sebentar lagi kita sampai di pantai. Kalian pasti akan menyukainya.” Rachel buru-buru mengalihkan pembicaraan. Awalnya, Emma masih ingin menggoda Rachel. Namun, setelah melihat pemandangan indah di depannya, dia urung melakukannya. Emma segera menghampiri suami dan putrinya dan mereka berpisah

  • Gelora Hasrat sang Presdir   434. Tanda Cinta

    Melihat peluh di wajah Alan dan tercium bau familier dari tubuhnya, Rangga menjadi sangat sedih. Alan ternyata telah mendapatkan sang putri kesayangan. Rangga tak bisa menatap Alan, bukan karena membencinya, tetapi hatinya terasa aneh. Anak yang dulu selalu melompat ke sana kemari itu, kini telah sepenuhnya menjadi wanita dewasa dan dimiliki pria itu. “Aku akan memanggil Rachel dulu, Ayah. Kami akan segera menyusul!” seru Alan pada Rangga yang tak berbalik atau menjawab dirinya. “Kau seharusnya melakukan itu nanti malam …. Namanya juga malam pertama. Sekarang masih terbilang sore. Aneh kalau disebut sore pertama, bukan?” celetuk Nevan, lalu tertawa pelan. Alan memutar bola mata. “Kami tinggal mengulangi lagi nanti. Lalu, apa yang membawamu kemari?” Tawa Nevan menghilang. Dia sebenarnya hanya ingin mengajak Hillary makan makan bersama keluarga besarnya meski Asher dan Laura juga diundang sebagai tamu kehormatan. Tetapi, dia ingin sedikit menggoda Hillary dengan menuntunnya ke area

  • Gelora Hasrat sang Presdir   433. Gara-Gara Terkejut

    Alan dan Rachel sangat antusias dan bahagia menjelang pernikahan mereka. Namun, setelah menjadi pasangan resmi, mereka justru berjauhan di dalam kamar hotel.“Kau tidak jadi mandi?” tanya Alan dengan mata yang tertuju ke arah lain.Alan beberapa kali mengibaskan kerah kemeja seperti orang kepanasan meski ruangan terasa sejuk. Sementara Rachel duduk sambil menekan-nekan asal layar ponselnya. “Sebentar lagi,” balas Rachel datar dan berusaha tenang.Sejak acara pernikahan usai, Rachel ingin segera mandi. Namun, setelah sampai di kamar, dia justru sangat gugup berhadapan dengan sang suami selama hampir setengah jam.Tak tahan lagi, Rachel meletakkan ponsel dan menuju kamar mandi. Alan melirik-lirik sambil bersenandung tak jelas seraya menatap luar jendela.Dia melihat pintu kamar mandi dari pantulan kaca jendela. Rachel menutup pintu setelah melihat dirinya.Alan akhirnya bisa duduk di sofa sambil menghela napas panjang.“Malam pertama kami … akan seperti apa?” gumam Alan sambil membayang

DMCA.com Protection Status