"Bella, bangun! Apa yang terjadi? Apa kau sakit?"
Di sisi lain, sahabat Bella panik kala menemukannya pingsan di lantai, terlebih kala ia merasakan tubuh Bella yang terasa panas saat diangkat ke atas ranjang. Sunny lantas berusaha menelepon Nilesh, sahabatnya yang lain, agar segera datang ke kosan itu. "Nilesh tolong aku, bisakah kau datang sekarang ke kosan kami? Bella tiba-tiba pingsan dan tubuhnya sangat panas," kata Sunny meminta tolong pada seorang pria yang menyukai Bella sejak 4 bulan lalu. Tanpa basa-basi, Nilesh pun setuju. Pria itu segera datang ke kosan kedua perempuan itu dan mendapati Bella yang terbaring dan Sunny duduk di samping Bella. "Apa yang terjadi, Sun?" tanya Nilesh, khawatir. Ia memegang tangan Bella yang panas dan berkeringat dingin. "Sepertinya, kita harus membawa Bella ke rumah sakit. Aku takut terjadi apa-apa jika kita hanya membiarkan Bella di sini," kata Nilesh pada Sunny. Takut membuat Sunny pun menuruti apa yang dikatakan oleh Nilesh. Untungnya, tak butuh waktu lama untuk mereka sampai di rumah sakit. Setelah mendapat perawatan, Bella mulai sadar dan membuka matanya perlahan. "Aku di mana?" tanya gadis itu sembari melihat sekelilingnya lalu melihat infus sudah menempel di tangannya. "Kau di rumah sakit, Bel. Nilesh yang membawa kamu ke sini karena kamu tiba-tiba pingsan dan tubuhmu sangat panas,” jelas Sunny, “sebenarnya, apa yang terjadi? Apa kamu lelah? Jika kamu lelah, kamu bisa istirahat aku yang akan menggantikanmu nanti untuk masuk malam." Sahabat Bella itu mengelus keningnya lembut membuat dirinya meneteskan air mata. Seketika, ia mengingat kejadian tadi malam dan menangis histeris. Bella bahkan tampak ingin mencabut infus di tangannya. "Apa yang kau lakukan? Kau masih sakit Bella!" Nilesh yang baru datang, tampak panik. Ia mencoba menenangkan Bella, tetapi gadis itu hanya bisa menangis. Dia tidak sanggup menceritakan yang ia alami pada Sunny dan juga Nilesh. Entah mengapa, rasa takut melingkupinya. Bagaimana jika mereka akan berpikiran buruk atau bahkan menyalahkan Bella? “Bella?” Gadis itu tersadar dari lamunan. "A–aku tidak ingin di sini. Tolong, bawa aku pulang," katanya segera. Bella bahkan tidak melihat Sunny dan Nilesh. Hal ini sontak membuat Sunny semakin bingung. Biasanya, Bella adalah gadis yang ceria dan suka bercanda, tapi pagi ini seperti seluruh dunia Bella telah berubah. Apa yang disembunyikannya? "Kita akan pulang setelah kau benar-benar sehat. Aku akan bicara pada manager nanti kalau kau akan libur selama 2 hari. Jadi, kau tidak perlu datang untuk bekerja jika masih belum pulih," kata Nilesh, “apa ada yang kau ingin ceritakan?” Bella terdiam. Ia bahkan tidak berani untuk menatap wajah pria yang ia tahu mencintainya itu. "Maafkan aku. Aku tidak bisa menceritakan yang terjadi kemarin. Aku bahkan tidak sanggup menanggung ini," gumam Bella sambil terus meneteskan air matanya. "Nilesh, apa yang terjadi pada Bella? Apa seseorang telah menyakitinya?" bisik Sunny agar Bella tidak mendengarkannya. "Aku tidak tahu Sun, semoga Bella baik-baik saja." Hanya itu yang dikatakan oleh Nilesh. Meski demikian, wajah pria itu juga nampak sedih melihat Bella terus menangis. Terlebih, kala Bella tampak memohon kembali, "Sun, bawa aku pulang. Aku tidak ingin di sini." Keduanya jadi sangat bingung. Jika menolak permintaan Bella, bagaimana jika ia semakin sedih dan drop kembali? Meski berat, mau tidak mau, Sunny harus membawanya pulang ke kosan mereka. Tiba di sana, Bella dibantu oleh Sunny untuk masuk ke kamar, sementara Nilesh membawakan makanan untuk Bella dan Sunny. "Bel, Sun, aku tidak bisa lama-lama di sini, aku harus masuk kerja, salah satu leader tidak masuk, aku harus menggantikannya, cepat sembuh ya Bel" kata Nilesh lalu meletakkan makanan di atas meja. Sunny pun mengantar Nilesh keluar sembari berterima kasih karena telah membantunya membawa Bella ke rumah sakit. "Tolong jaga Bella, ya. Aku cuma bisa mengandalkanmu," kata Nilesh pada Sunny. "Iya. Makasih banyak karena telah membantuku tadi." Setelah Nilesh pergi, Sunny masuk ke dalam. Ia melihat Bella sedang tidur. Namun, air mata terus mengalir dari matanya. "Ada apa dengan Bella? Apakah sesuatu telah terjadi? Apakah seseorang menyakitimu?" Pertanyaan itu berulang-ulang muncul di kepala Sunny. Cukup lama suasana hening. Sunny pun memutuskan bermain dengan ponselnya. Hanya saja, sebuah suara teriakan membuatnya terkesiap. “Tidak!” Bella mendadak teriak berkali-kali! Sunny pun berusaha untuk membangunkannya yang langsung memeluk dengan kuat–seakan enggan melepaskan pelukan itu. "Ada apa Bel, apa kau bermimpi buruk?" "Iya. Aku mimpi buruk," jawab Bella, "mengapa dia tidak membiarkan aku tenang?" Tubuh Bella tiba-tiba gemetar saat mengingat kejadian itu. "Aku bersumpah kau tidak akan bisa hidup dengan tenang," gumamnya. Di sisi lain, sahabat Bella tampak kebingungan, masih tak mengerti dengan apa yang terjadi dengannya. Namun, ia panik kala melihat Bella mulai lemas, seperti orang tidak berdaya. “Bella!”Srak! Sementara itu, Arland sedang berada di kantornya, mendadak tidak fokus dengan apapun yang ia kerjakan, hingga tak sengaja merobek kertas kontrak di hadapannya. Ia tak bisa mencari cleaning service itu karena rapat umum pemegang saham yang harus dilakukan hari ini. Namun tak dipungkiri, dia benar-benar tak nyaman. Sang asisten yang juga sahabatnya sontak mengerutkan kening. Ia dapat merasakan ada yang tidak beres pada Arland. "Sejak tadi, kau tidak fokus bekerja. Apa kau sakit? Jika iya, aku akan mengerjakan itu semua." "Aku baik-baik saja." Kay hanya menggelengkan kepala melihat respons Arland. "Jangan bilang Maudy membuat kekacauan lagi?" gumamnya sambil fokus pada pekerjaannya. Namun, Arland hanya menghela nafasnya. Bukan Maudy, tapi gadis yang kemarin malam menjadi pelampiasannya itu. Menurut Arland, itu adalah kesalahan fatal yang pernah ia lakukan. Bagaimana jika itu tersebar di media? Arland menggelengkan kepala. Harusnya yang dipikirkan adalah bagaimana jika
"Apa yang kau lakukan di sini? Siapa yang kau cari?" Saat dirinya mengejar Bella, tiba-tiba Kay menarik tangannya lalu bicara dengan Arland. Seketika mata Arland memandang ke segala arah, ia kehilangan Bella. "Sial, apa yang kau lakukan? Aku kehilangan dia, bodoh!" bentak Arland, kesal karena Kay telah menggagalkan pertemuannya dengan gadis yang ia cari. "Aku tidak mengerti? Ada apa?" tanya Kay menaikkan kedua alisnya. "Lupakan!" Arland tak bisa mengatakannya pada Kay. Ia langsung masuk ke mobilnya lalu memukul setir mobilnya dengan marah. Sementara itu, tanpa disadari siapapun, Bella berlari tergesa-gesa dan nafasnya tak beraturan. Ia tadi merasa sangat frustasi di kamar sendirian sebab Sunny menggantikan dirinya untuk bekerja setelah dirinya terbangun dari pingsan. Oleh karena itu, Bella pergi ke swalayan dengan berjalan kaki–idak peduli dengan kendaraan yang melintas kencang di sampingnya. Ia pasrah dengan apapun yang terjadi padanya Tapi siapa sangka, Bella justru ha
Di sisi lain, Bella tampak mulai pulih. Masuk pada shift kedua, Bella berjalan seorang diri menuju hotel. Meski Nilesh selalu menjemputnya, namun kali ia menolak tawarannya. Dia sudah berjanji pada dirinya untuk mengatur jarak dengan pria itu agar tak menyakitinya. Namun saat Bella berjalan dengan santai, tiba-tiba Arland melewati jalan itu. Ia tanpa sengaja melihat Bella dan mencoba turun dari mobilnya. Dengan cepat, ia bergegas ke arah Bella dan menarik tangannya pelan. Namun siapa sangka, gadis itu gemetar melihatnya! "Lepaskan aku," lirihnya. Tanpa sadar, Bella meneteskan air matanya sembari mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Arland. Arland sontak menghela napas kasar. "Jangan takut, aku hanya ingin bicara denganmu." Bella menggelengkan kepala. Air mata terus mengalir dari pipinya, bahkan Arland bisa merasakan emosi pada diri Bella. "Aku tidak membutuhkan laki-laki biadab sepertimu yang bahkan berani menghancurkan kehidupan seseorang yang bahkan tidak kau
Bella tampak terkesiap. Namun, ia segera menormalkan eskpresinya. "Tidak ada alasan lain. Aku hanya ingin pergi.” “Ayo kita pulang, Nilesh. Berlama-lama di kafe ini, juga tidak akan merubah keadaan," ucap Bella lagi. Ia takut Nilesh berhasil mengorek rahasia mengerikan itu. Nilesh tampak menghela napas. Pria itu sebenarnya merasa kesal karena tahu tak bisa membujuk Bella sama sekali. Terpaksa, pria itu pun keluar bersama Bella dari kafe itu. Meski demikian, Nilesh masih merasa ada sesuatu yang tidak beres. Entah apa ….. Hanya saja, satu hal yang mengganggunya. Mengapa Bella juga tidak mau jujur pada Nilesh? Apakah gadis itu tak menyadari perasaannya? Tanpa disadari pria itu, Bella melirik Nilesh dalam diam. "Maafkan aku Nilesh, aku tidak ingin menjadi masalah untukmu nanti," ucapnya dalam hati. Sementara itu, Arland terpaksa meninggalkan hotel itu dan kembali ke kantornya karena mendadak ada meeting dadakan dengan beberapa orang penting dari perusahaan asing. Mereka san
Menahan gejolak emosi, Arland terus mengikuti Bella. Terus begitu, hingga tepat di sebuah gang, motor yang diikutinya tampak berhenti. Hanya saja, Arland mendadak mencengkram setirnya kuat. Lagi-lagi, ia bisa melihat Bella terlihat begitu akrab dengan pria yang tak dikenalnya itu. Apakah ini alasan Bella tak mau menerima permintaan maaf atau tanggung jawabnya? Terlebih, tatapan mata pria itu penuh cinta pada Bella! "Siapa laki-laki itu?" geram Arland. Kepalanya mendadak dipenuhi keinginan memukul atau menghabisi pria yang bahkan namanya tak ia ketahui itu. Tahu bahwa cepat atau lambat itu bisa terjadi jika masih terus di sana, Arland langsung memacu mobilnya lalu pergi menuju club dengan kecepatan tinggi. Ia tak ingin masalah pribadinya merusak reputasi perusahaan keluarga yang dibangun sejak lama. Ada banyak orang yang bergantung padanya. Hanya saja, begitu tiba di club, ia tak bisa menahan diri lagi. Dengan cepat, Arland meneguk minuman yang ada di meja Kay, h
Tak lama, keduanya tiba di ruangan megah nan indah milik Arland. Meski demikian, Bella masih belum juga sadar. Pria itu lantas membaringkan tubuh Bella di atas ranjang yang empuk dan lembut, lalu meneguk beberapa gelas alkohol yang kebetulan ada di ruang penyimpanan miliknya. Tubuh pria itu terasa semakin panas, hingga ia memutuskan berendam di bathtub. untuk menetralkan hawa panas di tubuhnya. Sayangnya, usaha Arland sia-sia saat wajah Bella melintas di pikirannya. Ia keluar dengan hanya handuk melilit bagian pinggang ke bawah. Tanpa busana, Arland masuk ke dalam kamar. Iblis menguasai dirinya, hingga Arland langsung membuka pakaian Bella satu per satu. Memandangi wajah gadis yang ternyata mampu membuat hasratnya semakin menggebu–sesuatu yang tak pernah Arland rasakan sebelumnya. Tangan pria itu bergerak tanpa dikomando menyentuh seluruh tubuh Bella. Dengan cepat, Arland sudah berada di atas tubuh gadis itu dan mengecup bibir Bella dengan lembut, hingga menuju
Arland panik melihat Bella yang begitu pucat. Segera saja, pria itu mencari keberadaan kunci mobilnya kemudian mengangkat tubuh Bella untuk keluar dari apartemen.Arland pun memacu mobilnya dengan keceapatan tinggi."Bella, aku mohon bertahanlah." Ia semakin panik saat melihat bibir Bella mulai membiru.Untungnya tak lama, keduanya tiba di rumah sakit.Buru-buru Arland menggendong Bella."Dokter… dokter...!" Suara pria itu menggelar, hingga menarik beberapa perawat membawa sofa bed agar Bella segera mendapatkan pertolongan. Arland meletakkan Bella lalu menggenggam tangannya dengan erat. Tanpa ia sadari peluh sudah menetes di pelipisnya. "Maafkan aku Bella." Hanya kata itu yang terdengar dari bibir Arland. Ia begitu menyesali perbuatannya--menghancurkan kehidupan orang yang bahkan tidak ia kenal.Beberapa saat kemudian, Bella pun mendapatkan pertolongan. Namun, Arland tidak bisa masuk ke dalam ruangan itu sebelum dokter menyuruhnya masuk,.Mondar-mandir di depan pintu ruangan, pr
Hanya saja, kemarahan itu tak bertahan lama.Bella akhirnya tersadar sesuatu. "Bagaimana aku memberitahu Sunny jika aku berada di sini?" Air matanya pun menetes membasahi pipinya. Entah mengapa, ia merasa jadi sensitif.Bahkan, ingatan kebersamaan dirinya dan sahabat di kos, membuatnya pedih. "Aku harus bisa keluar dari sini, aku muak dengan ini semua, mengapa aku yang mengalami nasib buruk ini? Siapa pria itu? Siapa Maudy? Kekejaman orang kaya selalu menindas yang lemah," gumamnya setelah sedikit lega.Namun untuk sekarang, ia perlu beristirahat!Tak lama, Bella pun tertidur lelap setelah lama menangis, hingga ia terbangun kembali kala dokter memeriksa keadaannya.Untung saja, Bella sudah boleh pulang besok pagi. Semua biaya pengobatan telah di lunasi oleh Arland. "Semoga kamu baik-baik saja," ucap sang dokter dalam hati, lalu meninggalkan Bella sendirian.Ya, dia menyadari hubungan pasiennya ini dan pria yang mengantarnya .... tampak rumit.Tak terasa, matahari mulai terbit.