Srak!
Sementara itu, Arland sedang berada di kantornya, mendadak tidak fokus dengan apapun yang ia kerjakan, hingga tak sengaja merobek kertas kontrak di hadapannya. Ia tak bisa mencari cleaning service itu karena rapat umum pemegang saham yang harus dilakukan hari ini. Namun tak dipungkiri, dia benar-benar tak nyaman. Sang asisten yang juga sahabatnya sontak mengerutkan kening. Ia dapat merasakan ada yang tidak beres pada Arland. "Sejak tadi, kau tidak fokus bekerja. Apa kau sakit? Jika iya, aku akan mengerjakan itu semua." "Aku baik-baik saja." Kay hanya menggelengkan kepala melihat respons Arland. "Jangan bilang Maudy membuat kekacauan lagi?" gumamnya sambil fokus pada pekerjaannya. Namun, Arland hanya menghela nafasnya. Bukan Maudy, tapi gadis yang kemarin malam menjadi pelampiasannya itu. Menurut Arland, itu adalah kesalahan fatal yang pernah ia lakukan. Bagaimana jika itu tersebar di media? Arland menggelengkan kepala. Harusnya yang dipikirkan adalah bagaimana jika gadis itu hamil? “Apa masih ada rapat lain?” Kay menggeleng. “Tidak ada. Seharusnya, semua aman. Memang–” Belum sempat menyelesaikan ucapan, Arland tiba-tiba berdiri dan meninggalkan ruangan. "Arland?" Kay memanggilnya, namun diacuhkan oleh pria itu. Arland bergegas menuju ke hotel semalam. Ia berusaha untuk tenang, tetapi entah mengapa jeritan Bella masih terus terngiang di telinganya. Bahkan, beberapa gadis cantik yang dilewatinya, tak mampu mengalihkan fokus Arland sekarang. Arland sudah tidak sabar untuk segera tiba di hotel itu. Begitu tiba, ia bahkan langsung menuju ke pihak receptionist dan bicara pada seorang petugas di sana. "Aku ingin bertemu dengan manager hotel ini." Petugas itu mengerutkan kening. "Apakah bapak sebelumnya telah membuat janji dengan bapak manager?" tanyanya. Ia tidak menyadari bahwa yang bicara dengannya itu adalah pewaris tunggal Mars group, perusahaan yang sukses di kota itu. "Tidak ada perjanjian, namun ada hal yang ingin saya tanyakan padanya." "Baiklah pak, silahkan menuju ruangan pribadi manager." Meski bingung, petugas itu pun memberitahu ruangan itu pada Arland yang dengan cepat melangkah ke ruangan itu. *** "Tuan Arland?” panik sang manager kala menyadari siapa yang datang, “Silahkan duduk, Tuan. Anda tidak perlu repot-repot datang kesini saya bisa menemui Tuan di mana saja." "Tidak perlu. Saya datang ke sini untuk menanyakan sesuatu padamu." Sang manager menatap bingung pada Tuan Muda itu, seakan tidak percaya pria muda terkaya di kota itu menemuinya. Ia merasa bangga namun merasa takut jikalau ada sesuatu yang buruk terjadi. Ada apa ini? "Saya ingin bertanya tentang cleaning service yang bertugas kemarin malam." Arland mencoba menutupi maksud di wajahnya. Ia tetap bicara seperti biasanya dan masih dengan wajah yang berwibawa, sehingga siapapun yang bicara empat mata dengannya akan merasa down. "Tunggu sebentar Tuan, saya akan menghubungi manager dari CS di sini," panik Manager itu menghubungi kantor petugas kebersihan yang bekerja di hotel itu. Apakah bawahannya ada yang menyinggung Arland? Sementara itu, pewaris Mars itu hanya menatapnya dingin saat sedang melakukan panggilan telepon itu. "Maaf Tuan, apakah yang tuan maksud adalah Bella Shara? Dia baru bekerja di sini sejak 4 bulan lalu, apakah dia melakukan kesalahan Tuan?" tanya sang manajer tak lama setelahnya. Arland hanya terdiam ketika manager itu bicara tentang Bella. Dia semakin merasa bersalah. Tampaknya, gadis itu masih sangat belia. "Tidak ada masalah, saya hanya ingin meminta data Bella sekarang!" Suara tegas Arland membuat pria itu sedikit takut. Ia langsung menghubungi kantor petugas kebersihan hotel itu lalu meminta data-data Bella seperti yang diminta oleh Arland. Tidak lama menunggu, data-data Bella telah ia dapatkan. Anehnya, terlihat senyuman manis di bibir Arland saat membaca data status Bella saat ini: single. Tampaknya, rencananya akan aman. "Ini akan menjadi rahasia seumur hidupmu, jika sampai hal ini diketahui oleh orang lain maka hidupmu dalam bahaya." Arland berdiri dan memberikan peringatan pada sang manager agar tak mengatakan pada orang-orang jika Tuan Muda Alexander meminta data seorang gadis yang bekerja sebagai cleaning service. Tahu siapa yang dihadapi, sang manager lantas mengangguk lalu membungkuk saat Arland meninggalkan ruangan itu. Tanpa basa-basi, pewaris tunggal Mars Group itu menuju mobilnya–masuk lalu menatap kertas sambil membaca data-data dan tempat tinggal Bella saat ini. Ia bergegas menuju alamat tertera. Hanya saja, Arland tak sengaja melihat seorang gadis berjalan tak tentu arah dari samping mobilnya. Matanya membulat dan detak jantungnya berpacu kencang. Gadis yang ia lihat itu adalah Bella Shara! Cit! Arland menginjak rem–menghentikan mobilnya. Dengan cepat, ia keluar lalu mengejar Bella! "Apa yang kau lakukan di sini?”"Apa yang kau lakukan di sini? Siapa yang kau cari?" Saat dirinya mengejar Bella, tiba-tiba Kay menarik tangannya lalu bicara dengan Arland. Seketika mata Arland memandang ke segala arah, ia kehilangan Bella. "Sial, apa yang kau lakukan? Aku kehilangan dia, bodoh!" bentak Arland, kesal karena Kay telah menggagalkan pertemuannya dengan gadis yang ia cari. "Aku tidak mengerti? Ada apa?" tanya Kay menaikkan kedua alisnya. "Lupakan!" Arland tak bisa mengatakannya pada Kay. Ia langsung masuk ke mobilnya lalu memukul setir mobilnya dengan marah. Sementara itu, tanpa disadari siapapun, Bella berlari tergesa-gesa dan nafasnya tak beraturan. Ia tadi merasa sangat frustasi di kamar sendirian sebab Sunny menggantikan dirinya untuk bekerja setelah dirinya terbangun dari pingsan. Oleh karena itu, Bella pergi ke swalayan dengan berjalan kaki–idak peduli dengan kendaraan yang melintas kencang di sampingnya. Ia pasrah dengan apapun yang terjadi padanya Tapi siapa sangka, Bella justru ha
Di sisi lain, Bella tampak mulai pulih. Masuk pada shift kedua, Bella berjalan seorang diri menuju hotel. Meski Nilesh selalu menjemputnya, namun kali ia menolak tawarannya. Dia sudah berjanji pada dirinya untuk mengatur jarak dengan pria itu agar tak menyakitinya. Namun saat Bella berjalan dengan santai, tiba-tiba Arland melewati jalan itu. Ia tanpa sengaja melihat Bella dan mencoba turun dari mobilnya. Dengan cepat, ia bergegas ke arah Bella dan menarik tangannya pelan. Namun siapa sangka, gadis itu gemetar melihatnya! "Lepaskan aku," lirihnya. Tanpa sadar, Bella meneteskan air matanya sembari mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Arland. Arland sontak menghela napas kasar. "Jangan takut, aku hanya ingin bicara denganmu." Bella menggelengkan kepala. Air mata terus mengalir dari pipinya, bahkan Arland bisa merasakan emosi pada diri Bella. "Aku tidak membutuhkan laki-laki biadab sepertimu yang bahkan berani menghancurkan kehidupan seseorang yang bahkan tidak kau
Bella tampak terkesiap. Namun, ia segera menormalkan eskpresinya. "Tidak ada alasan lain. Aku hanya ingin pergi.” “Ayo kita pulang, Nilesh. Berlama-lama di kafe ini, juga tidak akan merubah keadaan," ucap Bella lagi. Ia takut Nilesh berhasil mengorek rahasia mengerikan itu. Nilesh tampak menghela napas. Pria itu sebenarnya merasa kesal karena tahu tak bisa membujuk Bella sama sekali. Terpaksa, pria itu pun keluar bersama Bella dari kafe itu. Meski demikian, Nilesh masih merasa ada sesuatu yang tidak beres. Entah apa ….. Hanya saja, satu hal yang mengganggunya. Mengapa Bella juga tidak mau jujur pada Nilesh? Apakah gadis itu tak menyadari perasaannya? Tanpa disadari pria itu, Bella melirik Nilesh dalam diam. "Maafkan aku Nilesh, aku tidak ingin menjadi masalah untukmu nanti," ucapnya dalam hati. Sementara itu, Arland terpaksa meninggalkan hotel itu dan kembali ke kantornya karena mendadak ada meeting dadakan dengan beberapa orang penting dari perusahaan asing. Mereka san
Menahan gejolak emosi, Arland terus mengikuti Bella. Terus begitu, hingga tepat di sebuah gang, motor yang diikutinya tampak berhenti. Hanya saja, Arland mendadak mencengkram setirnya kuat. Lagi-lagi, ia bisa melihat Bella terlihat begitu akrab dengan pria yang tak dikenalnya itu. Apakah ini alasan Bella tak mau menerima permintaan maaf atau tanggung jawabnya? Terlebih, tatapan mata pria itu penuh cinta pada Bella! "Siapa laki-laki itu?" geram Arland. Kepalanya mendadak dipenuhi keinginan memukul atau menghabisi pria yang bahkan namanya tak ia ketahui itu. Tahu bahwa cepat atau lambat itu bisa terjadi jika masih terus di sana, Arland langsung memacu mobilnya lalu pergi menuju club dengan kecepatan tinggi. Ia tak ingin masalah pribadinya merusak reputasi perusahaan keluarga yang dibangun sejak lama. Ada banyak orang yang bergantung padanya. Hanya saja, begitu tiba di club, ia tak bisa menahan diri lagi. Dengan cepat, Arland meneguk minuman yang ada di meja Kay, h
Tak lama, keduanya tiba di ruangan megah nan indah milik Arland. Meski demikian, Bella masih belum juga sadar. Pria itu lantas membaringkan tubuh Bella di atas ranjang yang empuk dan lembut, lalu meneguk beberapa gelas alkohol yang kebetulan ada di ruang penyimpanan miliknya. Tubuh pria itu terasa semakin panas, hingga ia memutuskan berendam di bathtub. untuk menetralkan hawa panas di tubuhnya. Sayangnya, usaha Arland sia-sia saat wajah Bella melintas di pikirannya. Ia keluar dengan hanya handuk melilit bagian pinggang ke bawah. Tanpa busana, Arland masuk ke dalam kamar. Iblis menguasai dirinya, hingga Arland langsung membuka pakaian Bella satu per satu. Memandangi wajah gadis yang ternyata mampu membuat hasratnya semakin menggebu–sesuatu yang tak pernah Arland rasakan sebelumnya. Tangan pria itu bergerak tanpa dikomando menyentuh seluruh tubuh Bella. Dengan cepat, Arland sudah berada di atas tubuh gadis itu dan mengecup bibir Bella dengan lembut, hingga menuju
Arland panik melihat Bella yang begitu pucat. Segera saja, pria itu mencari keberadaan kunci mobilnya kemudian mengangkat tubuh Bella untuk keluar dari apartemen.Arland pun memacu mobilnya dengan keceapatan tinggi."Bella, aku mohon bertahanlah." Ia semakin panik saat melihat bibir Bella mulai membiru.Untungnya tak lama, keduanya tiba di rumah sakit.Buru-buru Arland menggendong Bella."Dokter… dokter...!" Suara pria itu menggelar, hingga menarik beberapa perawat membawa sofa bed agar Bella segera mendapatkan pertolongan. Arland meletakkan Bella lalu menggenggam tangannya dengan erat. Tanpa ia sadari peluh sudah menetes di pelipisnya. "Maafkan aku Bella." Hanya kata itu yang terdengar dari bibir Arland. Ia begitu menyesali perbuatannya--menghancurkan kehidupan orang yang bahkan tidak ia kenal.Beberapa saat kemudian, Bella pun mendapatkan pertolongan. Namun, Arland tidak bisa masuk ke dalam ruangan itu sebelum dokter menyuruhnya masuk,.Mondar-mandir di depan pintu ruangan, pr
Hanya saja, kemarahan itu tak bertahan lama.Bella akhirnya tersadar sesuatu. "Bagaimana aku memberitahu Sunny jika aku berada di sini?" Air matanya pun menetes membasahi pipinya. Entah mengapa, ia merasa jadi sensitif.Bahkan, ingatan kebersamaan dirinya dan sahabat di kos, membuatnya pedih. "Aku harus bisa keluar dari sini, aku muak dengan ini semua, mengapa aku yang mengalami nasib buruk ini? Siapa pria itu? Siapa Maudy? Kekejaman orang kaya selalu menindas yang lemah," gumamnya setelah sedikit lega.Namun untuk sekarang, ia perlu beristirahat!Tak lama, Bella pun tertidur lelap setelah lama menangis, hingga ia terbangun kembali kala dokter memeriksa keadaannya.Untung saja, Bella sudah boleh pulang besok pagi. Semua biaya pengobatan telah di lunasi oleh Arland. "Semoga kamu baik-baik saja," ucap sang dokter dalam hati, lalu meninggalkan Bella sendirian.Ya, dia menyadari hubungan pasiennya ini dan pria yang mengantarnya .... tampak rumit.Tak terasa, matahari mulai terbit.
Suara ketukan pintu membangun Sunny yang masih tidur. "Siapa?" tanya Sunny dari dalam kamar namun tidak ada jawaban. Ia melangkah lalu membuka pintu dengan pelan, tiba-tiba saja seseorang langsung memeluknya sambil menangis dengan kencang, "Bella, ya ampun Bella kamu kemana saja?" tangisan Sunny pun pecah karena melihat Bella pulang dengan selamat. "Sunny....." Bella hanya menangis menyebutkan nama Sunny, mereka masih berpelukan dan enggan melepaskan, "Kamu kemana saja Bella, kenapa tidak memberitahu ku? Aku bisa menjemput mu jika kamu menghubungiku." Bella tidak menjawab pertanyaan Sunny, ia hanya menangis di dekat Sunny, mereka duduk di atas kasur tempat mereka tidur, tangisan Bella semakin pecah karena ia tidak sanggup menceritakan beban di hatinya. "Tunggu sebentar ya, akan ku ambilkan segelas air hangat untukmu", kata Sunny setelah ia tahu jika tubuh Bella sedikit hangat, Sunny tahu jika Bella sedang sakit. Setelah Sunny mengambilkan air, ia diam-diam menghubungi Ni