Bella tampak terkesiap. Namun, ia segera menormalkan eskpresinya. "Tidak ada alasan lain. Aku hanya ingin pergi.”
“Ayo kita pulang, Nilesh. Berlama-lama di kafe ini, juga tidak akan merubah keadaan," ucap Bella lagi. Ia takut Nilesh berhasil mengorek rahasia mengerikan itu. Nilesh tampak menghela napas. Pria itu sebenarnya merasa kesal karena tahu tak bisa membujuk Bella sama sekali. Terpaksa, pria itu pun keluar bersama Bella dari kafe itu. Meski demikian, Nilesh masih merasa ada sesuatu yang tidak beres. Entah apa ….. Hanya saja, satu hal yang mengganggunya. Mengapa Bella juga tidak mau jujur pada Nilesh? Apakah gadis itu tak menyadari perasaannya? Tanpa disadari pria itu, Bella melirik Nilesh dalam diam. "Maafkan aku Nilesh, aku tidak ingin menjadi masalah untukmu nanti," ucapnya dalam hati. Sementara itu, Arland terpaksa meninggalkan hotel itu dan kembali ke kantornya karena mendadak ada meeting dadakan dengan beberapa orang penting dari perusahaan asing. Mereka sangat menginginkan bisa bergabung dengan perusahaan Mars group, bahkan hingga melakukan penawaran gila-gilaan. Hanya saja, Arland tak tertarik. Selesai meeting, ia kembali ke ruangannya diikuti oleh Kay yang menyadari itu. "Apa yang terjadi Tuan Muda? Mengapa kau lagi-lagi tidak fokus?" ucap Kay, tampak kesal. Dia bahkan sengaja menekan kata “Tuan Muda” untuk menunjukkan kemarahannya pada Arland. "Tidak ada. Aku hanya ingin menenangkan diri, mungkin aku sangat lelah." Arland pun menghela nafasnya kuat-kuat lalu bersandar di kursi kebanggaan Mars group. Kay menggelengkan kepalanya. Ia masih tak terima jawaban Arland. Namun mendadak, ia mendapat sebuah ide. "Bagaimana jika kita ke club nanti malam? Di sana, banyak gadis-gadis muda yang lebih cantik dari Maudy!" usul Kay, masih mengira semua masalah Arland terjadi karena Maudy. Arland menggelengkan kepala. "Aku tidak tertarik." Pikirannya hanya tertuju pada wajah Bella. Pria itu bahkan langsung mengemasi barang-barangnya, sementara Kay terkejut setengah mati. “Kau–” "Aku akan pulang. Jika ibuku menelepon, katakan aku di apartemen." "Sial, aku tidak mau!" ucap Kay menatap tajam pada Arland. Ia sangat tahu maminya Arland adalah wanita dengan banyak pertanyaan. Yang ada, Kay akan habis tenaga menjawab pertanyaannya. "Kau adalah sahabatku, kau pasti bisa mengatasinya." Arland pun memacu mobilnya lalu meninggalkan Mars group. Ia pun kembali ke apartemennya untuk menenangkan pikirannya. Hanya saja, saat matanya terpejam, ia melihat wajah Bella menari-nari membuatnya semakin tidak tenang. Rasanya, ia ingin kembali menemuinya, tapi mengapa ia selalu ditolak? "Ck! Mengapa selalu wajah gadis itu yang aku lihat?" Arland duduk lalu memegang kedua pipinya, kemudian ia beranjak ke kamar mandi. Berendam di bathtub untuk merilekskan pikiran nya yang lelah. Sayangnya, tak bisa. “Haruskah aku ke club seperti kata Kay?” gumam Arland mengingat tawaran temannya beberapa waktu lalu. Bukan gadis cantik yang ia mau, melainkan alkohol yang benar-benar kuat untuk membuatnya lupa akan segala hal yang terjadi beberapa hari ini. Segera setelah membersihkan diri, Arland lantas mengambil ponselnya dan mengabarkan Kay. Tanpa basa-basi, Arland menuju salah satu mobil mewahnya. Hanya saja, saat dirinya berhenti di lampu merah, tanpa sengaja dia melihat motor warrior warna hijau di samping mobilnya. Awalnya, Arland tidak terlalu memperhatikan siapa mereka. Namun saat seorang gadis di boncengan itu menoleh ke arahnya, darah Arland terasa mendidih. Ia melihat Bella bersenda gurau dengan seorang pria lain! Rahang Arland mengeras. Tatapan matanya tertuju sangat tajam pada mereka berdua. Sayangnya, Bella tidak mengetahui itu. Tepat ketika lampu sudah hijau, Arland bahkan tidak pergi menuju club sesuai rencananya semula, melainkan mengikuti Bella dari belakang. Perasaan pria itu sangat kacau. Arland bahkan tidak pernah mengalami hal seperti ini ketika Maudy, menyelingkuhinya. “Sialan!” makinya entah pada siapa.Menahan gejolak emosi, Arland terus mengikuti Bella. Terus begitu, hingga tepat di sebuah gang, motor yang diikutinya tampak berhenti. Hanya saja, Arland mendadak mencengkram setirnya kuat. Lagi-lagi, ia bisa melihat Bella terlihat begitu akrab dengan pria yang tak dikenalnya itu. Apakah ini alasan Bella tak mau menerima permintaan maaf atau tanggung jawabnya? Terlebih, tatapan mata pria itu penuh cinta pada Bella! "Siapa laki-laki itu?" geram Arland. Kepalanya mendadak dipenuhi keinginan memukul atau menghabisi pria yang bahkan namanya tak ia ketahui itu. Tahu bahwa cepat atau lambat itu bisa terjadi jika masih terus di sana, Arland langsung memacu mobilnya lalu pergi menuju club dengan kecepatan tinggi. Ia tak ingin masalah pribadinya merusak reputasi perusahaan keluarga yang dibangun sejak lama. Ada banyak orang yang bergantung padanya. Hanya saja, begitu tiba di club, ia tak bisa menahan diri lagi. Dengan cepat, Arland meneguk minuman yang ada di meja Kay, h
Tak lama, keduanya tiba di ruangan megah nan indah milik Arland. Meski demikian, Bella masih belum juga sadar. Pria itu lantas membaringkan tubuh Bella di atas ranjang yang empuk dan lembut, lalu meneguk beberapa gelas alkohol yang kebetulan ada di ruang penyimpanan miliknya. Tubuh pria itu terasa semakin panas, hingga ia memutuskan berendam di bathtub. untuk menetralkan hawa panas di tubuhnya. Sayangnya, usaha Arland sia-sia saat wajah Bella melintas di pikirannya. Ia keluar dengan hanya handuk melilit bagian pinggang ke bawah. Tanpa busana, Arland masuk ke dalam kamar. Iblis menguasai dirinya, hingga Arland langsung membuka pakaian Bella satu per satu. Memandangi wajah gadis yang ternyata mampu membuat hasratnya semakin menggebu–sesuatu yang tak pernah Arland rasakan sebelumnya. Tangan pria itu bergerak tanpa dikomando menyentuh seluruh tubuh Bella. Dengan cepat, Arland sudah berada di atas tubuh gadis itu dan mengecup bibir Bella dengan lembut, hingga menuju
Arland panik melihat Bella yang begitu pucat. Segera saja, pria itu mencari keberadaan kunci mobilnya kemudian mengangkat tubuh Bella untuk keluar dari apartemen.Arland pun memacu mobilnya dengan keceapatan tinggi."Bella, aku mohon bertahanlah." Ia semakin panik saat melihat bibir Bella mulai membiru.Untungnya tak lama, keduanya tiba di rumah sakit.Buru-buru Arland menggendong Bella."Dokter… dokter...!" Suara pria itu menggelar, hingga menarik beberapa perawat membawa sofa bed agar Bella segera mendapatkan pertolongan. Arland meletakkan Bella lalu menggenggam tangannya dengan erat. Tanpa ia sadari peluh sudah menetes di pelipisnya. "Maafkan aku Bella." Hanya kata itu yang terdengar dari bibir Arland. Ia begitu menyesali perbuatannya--menghancurkan kehidupan orang yang bahkan tidak ia kenal.Beberapa saat kemudian, Bella pun mendapatkan pertolongan. Namun, Arland tidak bisa masuk ke dalam ruangan itu sebelum dokter menyuruhnya masuk,.Mondar-mandir di depan pintu ruangan, pr
Hanya saja, kemarahan itu tak bertahan lama.Bella akhirnya tersadar sesuatu. "Bagaimana aku memberitahu Sunny jika aku berada di sini?" Air matanya pun menetes membasahi pipinya. Entah mengapa, ia merasa jadi sensitif.Bahkan, ingatan kebersamaan dirinya dan sahabat di kos, membuatnya pedih. "Aku harus bisa keluar dari sini, aku muak dengan ini semua, mengapa aku yang mengalami nasib buruk ini? Siapa pria itu? Siapa Maudy? Kekejaman orang kaya selalu menindas yang lemah," gumamnya setelah sedikit lega.Namun untuk sekarang, ia perlu beristirahat!Tak lama, Bella pun tertidur lelap setelah lama menangis, hingga ia terbangun kembali kala dokter memeriksa keadaannya.Untung saja, Bella sudah boleh pulang besok pagi. Semua biaya pengobatan telah di lunasi oleh Arland. "Semoga kamu baik-baik saja," ucap sang dokter dalam hati, lalu meninggalkan Bella sendirian.Ya, dia menyadari hubungan pasiennya ini dan pria yang mengantarnya .... tampak rumit.Tak terasa, matahari mulai terbit.
Suara ketukan pintu membangun Sunny yang masih tidur. "Siapa?" tanya Sunny dari dalam kamar namun tidak ada jawaban. Ia melangkah lalu membuka pintu dengan pelan, tiba-tiba saja seseorang langsung memeluknya sambil menangis dengan kencang, "Bella, ya ampun Bella kamu kemana saja?" tangisan Sunny pun pecah karena melihat Bella pulang dengan selamat. "Sunny....." Bella hanya menangis menyebutkan nama Sunny, mereka masih berpelukan dan enggan melepaskan, "Kamu kemana saja Bella, kenapa tidak memberitahu ku? Aku bisa menjemput mu jika kamu menghubungiku." Bella tidak menjawab pertanyaan Sunny, ia hanya menangis di dekat Sunny, mereka duduk di atas kasur tempat mereka tidur, tangisan Bella semakin pecah karena ia tidak sanggup menceritakan beban di hatinya. "Tunggu sebentar ya, akan ku ambilkan segelas air hangat untukmu", kata Sunny setelah ia tahu jika tubuh Bella sedikit hangat, Sunny tahu jika Bella sedang sakit. Setelah Sunny mengambilkan air, ia diam-diam menghubungi Ni
Sementara itu....Sebelum Arland tiba di apartemen, Kay sudah terlebih dahulu menunggunya di sana, ia sangat ingin tahu apa yang terjadi pada Tuan Muda nya itu, terlebih lagi ada orang yang mengganggu perusahaan Mars group. Kay sangat kesulitan menemukan siapa dalang di balik pengiriman surel yang ia terima di email-nya. Saat ia berdiri di depan mobilnya, ia sudah melihat mobil Arland dari kejauhan masuk ke area apartemen elit di kota itu. Arland memarkirkan mobilnya lalu naik ke atas di ikuti oleh Kay yang selalu setia menemaninya. "Hal penting apa yang ingin kau sampaikan sampai kau harus menungguku? Aku yakin ini masalah yang cukup besar," ucap Arland saat mereka di lift. "Akan ku ceritakan setelah kita tiba di apartemen, aku juga sudah tidak sabar untuk mengetahui siapa dalang di balik pengiriman surel itu," Kay begitu serius saat bicara dengan Arland. "Mari kita bermain," ucap Arland sambil menaikkan bibirnya sebelah kanan, mereka sudah tiba di dalam apartemen elit itu. S
"Beraninya kau mengkhianati Maudy pria biadab, setelah kau merebutnya dengan segala kelicikan sekarang kau mencampakkannya," Arland mengepalkan tangannya, seketika rahangnya mengeras seakan ingin menerkam mangsa. Ketika lampu sudah berwarna hijau, ia berencana untuk mengikuti Andrew, namun ia langsung teringat pada Bella, gadis yang berhasil membuatnya melupakan Maudy, cinta pertamanya. "Untuk apa aku mengikutinya, aku sudah tidak perduli dengannya," gumam Arland, namun jauh di lubuk hatinya ia masih peduli pada Maudy, bukan karena rasa cinta namun karena mereka sudah saling mengenal sejak mereka masih anak-anak. Namun saat ini, dia tidak bisa melepaskan Bella, bagaimana pun juga Bella segalanya yang utama baginya. Setelah tiba di depan kosan Bella, ia memarkirkan mobilnya agak jauh supaya Bella tidak menyadari kedatangannya. Ia berjalan perlahan menuju pintu kamar kos, ia melihat sekeliling sangat sepi dan pintu-pintu kosan itu tertutup. "Apa jangan-jangan Bella pergi? tida
Bella dan Sunny diam-diam pindah kos ke tempat yang jauh dari kosan sebelumnya, mereka dibantu oleh Nilesh. Mereka pindah karena permintaan dari Bella Shara. Tidak ada diantara mereka yang tahu mengapa Bella mendesak untuk segera pindah. "Aku tidak tahu apa alasan Bella untuk pindah dari kosan lama, jangan-jangan telah terjadi sesuatu padanya," ucap Nilesh saat ia bersama dengan Sunny. "Mungkin saja telah terjadi sesuatu padanya, tapi dia tidak menceritakan itu pada kita, karena aku yakin Bella tidak mungkin memaksa untuk pindah jika tidak terjadi sesuatu, tapi kenapa Bella tidak menceritakan apapun pada kita? Bella semakin lama semakin berubah, coba tanyakan padanya Nilesh apa yang sebenarnya telah terjadi, mungkin saja beban yang ia rasakan sangat sulit untuk di ceritakan, aku sangat khawatir," kata Sunny. Ia tidak ingin melihat Bella seperti orang yang ketakutan. Sementara di sisi lain, Bella mulai merasa aman karena ia tahu pria yang merenggut mahkotanya dengan paksa itu tidak
Dengan terpaksa, Anthony dan Nilesh tunduk pada Kay, Kay sama sekali tidak lengah, ia fokus pada Anthony, ia tidak mau gegabah. Anthony mencoba memanfaatkan Sunny, tapi Kay segera mengetahuinya, ia segera melepaskan tembakan sekali hampir mengenai Anthony, Anthony kaget lalu menunduk, ia takut di lukai oleh Kay. "Sunny adalah milikku, aku ke sini untuk mengambil apa yang menjadi milikku, kau tidak boleh menyembunyikan sesuatu yang bukan milikmu Kay, biarkan Sunny ikut denganku, tanyakan saja padanya, dia adalah milikku!" Anthony dengan bangga mengatakan itu, tapi Sunny muak mendengar ucapan Anthony. "Aku bukan milikmu, aku bukan barang, aku berhak menentukan pilihan ku, lagipula aku tidak suka padamu, aku dan Kay sudah menikah, siapa yang kau bilang milikmu? apa kau tidak merasa bersalah mengatakan hal itu?" Sunny berbohong supaya Anthony tidak mengganggunya lagi. "Kau jangan berbohong Sunny, Kay akan menikah dengan mantan kekasihnya Amanda, kenapa kau mau tinggal dengan pri
Murni tetap tenang meski Maudy memberinya beberapa pertanyaan mengenai Arland dan Bella, ia tidak mau Maudy sampai tahu jika Arland berada di rumah sakit. "Arland sendiri yang meminta Bella menemaninya, biarlah dia ikut, lagi pula mommy bisa mengurus Novia, mommy tidak kemana-mana juga," ucapnya lalu ia duduk di sofa karena selama di rumah sakit ia tidak bisa menyandarkan tubuhnya. "Pasti mereka berbohong, tidak mungkin Bella mendadak pergi dengan Arland keluar kota," gumamnya, ia masih penasaran tapi sepertinya Murni menutupi sesuatu darinya, yang anehnya lagi, Tuan Alexander segera membawa Novia masuk ke kamarnya. Murni meminta Bi Ijah membuatkan minuman dingin untuknya, tenggorokannya terasa sangat kering. "Bibi tolong buatkan minum dingin," ucap Murni dengan lembut, Bi Ijah segera ke dapur kalau membuat minuman itu. Maudy pergi ke kamarnya, ia mondar-mandir di dalam, sebab Kay juga belum kembali, ia tidak mungkin mendapatkan informasi itu dari Murni. "Kapan Kay kembali
Tuan Alexander bersiap untuk pulang ke rumah dengan Novia, sedangkan Bella dan Kay akan tinggal di rumah sakit menjaga Arland. "Mom, tolong jangan katakan apapun, aku bukan tidak percaya sama bibi, tapi Maudy akan mendesaknya sampai bibi bicara, kita harus merahasiakan ini dari Maudy sampai terbukti ia tidak bersekongkol dengan papanya dan juga Anthony." Kay sangat mewaspadai Maudy, sampai sekarang ia tidak percaya padanya meskipun Maudy selalu berbuat baik di depannya. "Sayang, kamu pulang dulu ya sama opa Oma, tapi mama mau kamu berjanji!" "Berjanji apa ma?" Novia tidak mengerti apa yang di katakan Bella padanya. "Kamu harus janji, jika Tante Maudy bertanya apapun padamu tentang papa dan mama, jangan katakan apapun ya, mama mohon ya nak," Novia diam, ia masih belum mengerti apa yang dimaksud mamanya itu. "Novia, kalau misalnya Tante Maudy bertanya, dimana papa dan mama, kamu harus bilang tidak tahu, papa dan mama bekerja ada urusan, mama mohon ya nak, supaya papa bisa
"Papa janji setelah papa pulang kita akan jalan-jalan keluar negeri," ucap Arland sambil mengelus rambut Novia. "Janji ya pa, kita akan jalan-jalan!" Novia mengingatkan janji itu supaya Arland tidak lupa. Novia kembali bermain game di ponsel, Arland merasa sedih saat Novia menagih janji padanya. Kay masih duduk di sofa, ia terlihat murung, Sunny tidak tahu harus bicara apa padanya. Kay melihat jam di tangannya sudah pukul 07.15, ia segera menghabiskan teh nya lalu beranjak. "Aku akan ke rumah sakit, tetaplah di rumah, jika ada sesuatu yang kau butuhkan katakan saja padaku," ucapnya lalu ia segera pergi. Sunny menutup pintu rapat-rapat setelah Kay pergi meninggalkan rumah, ia masuk kamar karena merasa sedih, ia khawatir jika suatu saat nanti Anthony menemukannya. "Ya Tuhan, jauhkan aku dari pria jahat itu, aku tidak ingin menjadi tawanannya, aku menyesal telah percaya padanya dulu," ucap Sunny sambil menangis, kalau bisa ia ingin tinggal bersama Kay supaya ia aman dari
"Kita harus waspada, pasti ada serangan yang akan dilakukan Arland pada kita, aku tidak mau itu terjadi!" Anthony pun mulai hati-hati dengan Arland dan Kay, mereka tidak mau menyepelekan kekuatan Arland, apalagi Kay selalu bisa membuat lawannya kalah. Bella masih menunggu Arland di rumah sakit, Arland perlahan-lahan mulai pulih tapi ia harus tetap mendapatkan pengobatan supaya ia segera pulih. Pagi hari sudah pukul 07.00, Murni dan suaminya mengajak Novia ke rumah sakit, tapi ia tidak memberitahu siapapun, termasuk Bi Ijah. Murni tetap memakai seragam sekolah pada Novia supaya tidak seorangpun yang curiga pada mereka. "Novia sayang, cepatlah nanti kita terlambat. "Iya Oma!" Maudy mendengar Murni memanggil Novia merasa heran kenapa tiba-tiba pagi ini ia yang mengantar Novia ke sekolah, ia pun segera menemui Murni yang masih ada di kamarnya, sedangkan Tuan Alexander ada di garasi. Tok... tok.... Maudy mengetuk pintu kamar Murni, Murni masih belum sempat membukanya karena
Seseorang menghalangi jalan Kay saat ia terus mengejar mobil Anthony, akhirnya ia kehilangan jejak mereka. "Sial, siapa yang berani melakukan itu?" ia sama sekali tidak bisa melihat siapa yang ada di dalam mobil itu, ia marah, memukul setir mobil lalu berputar arah. Ia pun memutuskan untuk pergi ke rumah Sunny, rumah Sunny lumayan jauh dari jalan itu, tapi hatinya masih kacau, ia marah tapi keberuntungan masih berpihak pada Anthony. Kay pun menyetir dengan pelan, tangannya masih gemetar dan ia belum bisa meredam emosinya. Ia pun akhirnya sampai di depan rumah Sunny, ia masih berada di dalam mobil sampai tangannya berhenti gemetar. "Jika terus seperti ini, aku tidak akan masuk ke dalam," batinnya. Ia menghela nafasnya berulang-ulang lalu mencoba menetralkan emosinya, tangannya perlahan berhenti gemetar lalu ia sekali lagi menghela nafasnya. Sebelum turun ia mengirim pesan pada Arland, ia mengatakan jika saat ini berada di rumah ibunya, ia selalu berbohong jika berada di r
"Apakah ada yang tahu kau datang ke sini?" tanya Arland saat Bella masih memegang tangannya. "Tidak, aku keluar rumah diam-diam, lagi pula aku keluar jam 03.00 pagi, semua orang di rumah masih tidur." Lalu Kay keluar dari kamar itu, ia mengatakan akan segera kembali. "Aku keluar sebentar, aku akan kembali segera!" Bella menangis melihat suaminya terbaring, ia menghela nafasnya karena dadanya terasa sangat sesak. "Jangan khawatir, sebentar lagi aku akan pulih, kita pasti pulang nanti!" "Jangan bicara lagi, pulihkan dirimu dulu, akan menemani mu di sini!" Bella tidak mau meninggalkan suaminya di rumah sakit meskipun Arland menyuruhnya pulang. "Pulanglah ke rumah, Novia dan yang lainnya membutuhkan mu, lagi pula kau harus mengabari ke rumah supaya tidak ada yang khawatir." "Nanti saja, ini masih jam 04.20 bibi belum bangun," ucapnya. Bella mengambil air minum lalu diberikan pada Arland. "Minum yang banyak supaya tidak dehidrasi." Arland mengembang air mineral itu
Bella menunggu hingga subuh tapi keduanya tidak ada yang meneleponnya, ia semakin khawatir, lalu ia segera turun ke bawah duduk sofa, ia selalu membawa ponselnya kemanapun. "Tidak biasanya Arland mengabaikan panggilan ku hingga beberapa kali, pasti ada yang tidak beres dengan mereka, tapi kemana aku harus mencarinya? tidak ada yang bisaa ku tanyakan," Bella termenung di bawah sendirian, kemudian ponselnya berdering, ia segera melihatnya, panggilan itu dari Arland, ia dengan antusias segera mengangkatnya. "Halo." "Bella maafkan aku, aku tidak bisa pulang karena sekarang aku dan Kay berada di rumah sakit, aku mengalami kecelakaan, tapi tidak parah, jangan khawatir, nanti aku dan Kay akan segera pulang." Jantung Bella seolah berhenti karena mendengarkan kata kecelakaan, ia tidak mampu bicara. "Bella jangan khawatir, aku dan Kay akan segera pulang, jangan katakan pada mommy, aku tidak apa-apa!" "Dimana kalian sekarang? kenapa sejak tadi tidak ada yang mengangkat teleponku?"
"Apa kau yakin Maudy tidak terlibat saat Anthony dan Nilesh bebas? lebih baik suruh saja dia pergi dari rumah, aku yakin dia tahu banyak hal, tapi dia tidak mengatakan apapun sebelum ada orang yang bicara di rumah mengenai hal ini." Kay sebenarnya sangat mengkhawatirkan Novia, anak kecil itu selalu di ganggu oleh Anthony untuk membebaskan dendamnya pada Arland. "Kita akan memerlukan bantuannya nanti, jika dia pergi dari rumah sekarang, aku yakin Anthony akan merajalela, jadi sebagai gantinya untuk membalasnya nanti, saat Maudy masih ada di rumah!" Kay pun mengerti apa yang dikatakan Arland, ia tahu Maudy suatu saat akan berguna bagi mereka. Mereka tidak pergi ke kantor, tapi ke club untuk menenangkan diri, seperti beberapa tahun yang lalu. Kay dan Arland kembali ke club itu setelah lebih dari 6 tahun, tapi orang-orang di sana masih menyambut mereka seperti dulu, Arland duduk di kursi yang biasa mereka duduki, Kay dengan sangat senang meneguk beberapa gelas minuman yang ada d