Di sisi lain, Bella tampak mulai pulih.
Masuk pada shift kedua, Bella berjalan seorang diri menuju hotel. Meski Nilesh selalu menjemputnya, namun kali ia menolak tawarannya. Dia sudah berjanji pada dirinya untuk mengatur jarak dengan pria itu agar tak menyakitinya. Namun saat Bella berjalan dengan santai, tiba-tiba Arland melewati jalan itu. Ia tanpa sengaja melihat Bella dan mencoba turun dari mobilnya. Dengan cepat, ia bergegas ke arah Bella dan menarik tangannya pelan. Namun siapa sangka, gadis itu gemetar melihatnya! "Lepaskan aku," lirihnya. Tanpa sadar, Bella meneteskan air matanya sembari mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Arland. Arland sontak menghela napas kasar. "Jangan takut, aku hanya ingin bicara denganmu." Bella menggelengkan kepala. Air mata terus mengalir dari pipinya, bahkan Arland bisa merasakan emosi pada diri Bella. "Aku tidak membutuhkan laki-laki biadab sepertimu yang bahkan berani menghancurkan kehidupan seseorang yang bahkan tidak kau kenal." Dugh! Bella berhasil melepaskan tangannya, kemudian ia berlari sangat kencang meninggalkan Arland. Gadis itu lupa bahwa Arland dapat melihatnya menuju hotel milik pria itu. *** “Kamu bisa!” Setelah tiba, Bella menguatkan diri dan langsung memulai pekerjaannya. Dibersihkannya lantai 27 dengan cermat. Saking fokusnya, Bella bahkan tidak menyadari jika Arland sudah berada di lantai yang sama dengannya. Srat! Ketika Bella membersihkan kaca dan hampir terjatuh, tiba-tiba Arland memeluk pinggangnya dari belakang. Bella sangat terkejut! Ia kemudian ia berbalik dengan penuh emosi dan memukul dada bidang Arland meski tak terasa sakit oleh pria itu. “Kau–!” Tubuh Bella yang gemetar–segera dipeluk Arland. "Jangan takut, aku hanya ingin bicara denganmu." "Menjauh atau aku akan teriak supaya orang-orang yang berada di sini tahu jika pria seperti dirimu lebih rendah daripada orang yang tidak waras." Bukannya melakukan hal yang diinginkan Bella, tanpa bicara, Arland langsung menggendong tubuh gadis itu, lalu membawanya ke dalam kamarnya. "Pria tidak tahu malu!" Bella meronta, hingga ia jatuh ke lantai. Arland langsung membantu Bella untuk berdiri, namun Bella terlanjur membenci pria itu, ia pun menjauh hingga ke sudut ruangan. Pewaris Group Mars itu memijat kening. "Dengarkan aku, aku minta maaf telah memaksamu malam itu, sekarang aku ingin bertanggung jawab atas kesalahan yang telah ku lakukan," ucap Arland mendekati Bella lalu berlutut di hadapannya. "Tolong, maafkan aku." Arland tampak menyesal. Sayangnya, Bella tak bisa. Bibirnya bahkan kelu meski berbasa-basi. Didorongnya tubuh Arland dan melarikan diri dari hadapan pria itu. Setelahnya, Bella langsung berjalan dengan langkah kaki cepat untuk keluar dari hotel itu dan menuju kantor RR grup. Tanpa pikir panjang, gadis itu langsung bicara dengan manajer bahwa ia ingin berhenti bekerja. "Ada apa Bella?” tanya Nilesh panik. “apa ada masalah?" Pria itu sangat kaget mendengar ucapan Bella yang ingin mengundurkan diri. "Tidak ada, Pak." Jawaban Bella sangat singkat. Ia bicara tanpa menatap Nilesh dan yang lainnya, tapi wajahnya tertunduk dan terlihat sedikit pucat. Nilesh lalu menarik tangan Bella keluar dari ruangan itu, hingga gadis itu terpaksa menurut. "Tolong jelaskan, Bella. Apa kau merasa lelah dengan pekerjaanmu? Kenapa tiba-tiba kau ingin berhenti bekerja? Selama 4 bulan ini, kurasa tidak ada masalah. Kau bekerja dengan baik, kan?” Mendengar itu, Bella menelan ludah kasar. Rasanya, tenggorokannya kering. Ya, semua aman, sampai kejadian itu terjadi…. Menarik napas panjang, Bella berusaha menguatkan diri. "Aku nyaman kerja di sini, Nilesh. Tapi, aku hanya ingin menjauh dari kota ini. Aku ingin kehidupan yang tenang." Nilesh semakin bingung dengan ucapan Bella. Tanpa pikir panjang, pria itu langsung membawa Bella ke cafe dekat kantor RR grup agar bisa leluasa bicara dengan gadis itu. "Bicaralah Bella, ceritakan semuanya. Kau tahu, sejujurnya aku tidak bisa jauh darimu.” Nilesh bicara sambil menggenggam tangan Bella, seketika gadis itu melepaskan tangannya dari pria itu. Bella meneteskan air mata tanpa sadar. Dengan cepat, ia menghapusnya. Bella sudah kotor. Ia tidak pantas dicintai Nilesh. Bella bahkan sangat malu pada dirinya. "Kumohon pikirkan lagi. Aku akan membantumu.” Kali ini, kata-kata Nilesh seakan menyayat hatinya. Bagaimana jika Nilesh tahu yang sebenarnya? Apakah dia akan bertahan atau pergi meninggalkannya? Semua itu membuat Bella semakin frustasi. "Aku harus secepatnya meninggalkan kota ini Nilesh, aku tidak ingin menambah masalah," ucap gadis itu lagi. "Aku tidak mengerti dengan semua ini Bella, kenapa sangat buru-buru untuk pergi?" Tatapan Nilesh begitu menyelidik. “Apakah seseorang telah menyakitimu di kota ini?” “Jika demikian, aku akan membereskannya,” ucap Nilesh lagi yang membuat Bella terkesiap.Bella tampak terkesiap. Namun, ia segera menormalkan eskpresinya. "Tidak ada alasan lain. Aku hanya ingin pergi.” “Ayo kita pulang, Nilesh. Berlama-lama di kafe ini, juga tidak akan merubah keadaan," ucap Bella lagi. Ia takut Nilesh berhasil mengorek rahasia mengerikan itu. Nilesh tampak menghela napas. Pria itu sebenarnya merasa kesal karena tahu tak bisa membujuk Bella sama sekali. Terpaksa, pria itu pun keluar bersama Bella dari kafe itu. Meski demikian, Nilesh masih merasa ada sesuatu yang tidak beres. Entah apa ….. Hanya saja, satu hal yang mengganggunya. Mengapa Bella juga tidak mau jujur pada Nilesh? Apakah gadis itu tak menyadari perasaannya? Tanpa disadari pria itu, Bella melirik Nilesh dalam diam. "Maafkan aku Nilesh, aku tidak ingin menjadi masalah untukmu nanti," ucapnya dalam hati. Sementara itu, Arland terpaksa meninggalkan hotel itu dan kembali ke kantornya karena mendadak ada meeting dadakan dengan beberapa orang penting dari perusahaan asing. Mereka san
Menahan gejolak emosi, Arland terus mengikuti Bella. Terus begitu, hingga tepat di sebuah gang, motor yang diikutinya tampak berhenti. Hanya saja, Arland mendadak mencengkram setirnya kuat. Lagi-lagi, ia bisa melihat Bella terlihat begitu akrab dengan pria yang tak dikenalnya itu. Apakah ini alasan Bella tak mau menerima permintaan maaf atau tanggung jawabnya? Terlebih, tatapan mata pria itu penuh cinta pada Bella! "Siapa laki-laki itu?" geram Arland. Kepalanya mendadak dipenuhi keinginan memukul atau menghabisi pria yang bahkan namanya tak ia ketahui itu. Tahu bahwa cepat atau lambat itu bisa terjadi jika masih terus di sana, Arland langsung memacu mobilnya lalu pergi menuju club dengan kecepatan tinggi. Ia tak ingin masalah pribadinya merusak reputasi perusahaan keluarga yang dibangun sejak lama. Ada banyak orang yang bergantung padanya. Hanya saja, begitu tiba di club, ia tak bisa menahan diri lagi. Dengan cepat, Arland meneguk minuman yang ada di meja Kay, h
Tak lama, keduanya tiba di ruangan megah nan indah milik Arland. Meski demikian, Bella masih belum juga sadar. Pria itu lantas membaringkan tubuh Bella di atas ranjang yang empuk dan lembut, lalu meneguk beberapa gelas alkohol yang kebetulan ada di ruang penyimpanan miliknya. Tubuh pria itu terasa semakin panas, hingga ia memutuskan berendam di bathtub. untuk menetralkan hawa panas di tubuhnya. Sayangnya, usaha Arland sia-sia saat wajah Bella melintas di pikirannya. Ia keluar dengan hanya handuk melilit bagian pinggang ke bawah. Tanpa busana, Arland masuk ke dalam kamar. Iblis menguasai dirinya, hingga Arland langsung membuka pakaian Bella satu per satu. Memandangi wajah gadis yang ternyata mampu membuat hasratnya semakin menggebu–sesuatu yang tak pernah Arland rasakan sebelumnya. Tangan pria itu bergerak tanpa dikomando menyentuh seluruh tubuh Bella. Dengan cepat, Arland sudah berada di atas tubuh gadis itu dan mengecup bibir Bella dengan lembut, hingga menuju
Arland panik melihat Bella yang begitu pucat. Segera saja, pria itu mencari keberadaan kunci mobilnya kemudian mengangkat tubuh Bella untuk keluar dari apartemen.Arland pun memacu mobilnya dengan keceapatan tinggi."Bella, aku mohon bertahanlah." Ia semakin panik saat melihat bibir Bella mulai membiru.Untungnya tak lama, keduanya tiba di rumah sakit.Buru-buru Arland menggendong Bella."Dokter… dokter...!" Suara pria itu menggelar, hingga menarik beberapa perawat membawa sofa bed agar Bella segera mendapatkan pertolongan. Arland meletakkan Bella lalu menggenggam tangannya dengan erat. Tanpa ia sadari peluh sudah menetes di pelipisnya. "Maafkan aku Bella." Hanya kata itu yang terdengar dari bibir Arland. Ia begitu menyesali perbuatannya--menghancurkan kehidupan orang yang bahkan tidak ia kenal.Beberapa saat kemudian, Bella pun mendapatkan pertolongan. Namun, Arland tidak bisa masuk ke dalam ruangan itu sebelum dokter menyuruhnya masuk,.Mondar-mandir di depan pintu ruangan, pr
Hanya saja, kemarahan itu tak bertahan lama.Bella akhirnya tersadar sesuatu. "Bagaimana aku memberitahu Sunny jika aku berada di sini?" Air matanya pun menetes membasahi pipinya. Entah mengapa, ia merasa jadi sensitif.Bahkan, ingatan kebersamaan dirinya dan sahabat di kos, membuatnya pedih. "Aku harus bisa keluar dari sini, aku muak dengan ini semua, mengapa aku yang mengalami nasib buruk ini? Siapa pria itu? Siapa Maudy? Kekejaman orang kaya selalu menindas yang lemah," gumamnya setelah sedikit lega.Namun untuk sekarang, ia perlu beristirahat!Tak lama, Bella pun tertidur lelap setelah lama menangis, hingga ia terbangun kembali kala dokter memeriksa keadaannya.Untung saja, Bella sudah boleh pulang besok pagi. Semua biaya pengobatan telah di lunasi oleh Arland. "Semoga kamu baik-baik saja," ucap sang dokter dalam hati, lalu meninggalkan Bella sendirian.Ya, dia menyadari hubungan pasiennya ini dan pria yang mengantarnya .... tampak rumit.Tak terasa, matahari mulai terbit.
Suara ketukan pintu membangun Sunny yang masih tidur. "Siapa?" tanya Sunny dari dalam kamar namun tidak ada jawaban. Ia melangkah lalu membuka pintu dengan pelan, tiba-tiba saja seseorang langsung memeluknya sambil menangis dengan kencang, "Bella, ya ampun Bella kamu kemana saja?" tangisan Sunny pun pecah karena melihat Bella pulang dengan selamat. "Sunny....." Bella hanya menangis menyebutkan nama Sunny, mereka masih berpelukan dan enggan melepaskan, "Kamu kemana saja Bella, kenapa tidak memberitahu ku? Aku bisa menjemput mu jika kamu menghubungiku." Bella tidak menjawab pertanyaan Sunny, ia hanya menangis di dekat Sunny, mereka duduk di atas kasur tempat mereka tidur, tangisan Bella semakin pecah karena ia tidak sanggup menceritakan beban di hatinya. "Tunggu sebentar ya, akan ku ambilkan segelas air hangat untukmu", kata Sunny setelah ia tahu jika tubuh Bella sedikit hangat, Sunny tahu jika Bella sedang sakit. Setelah Sunny mengambilkan air, ia diam-diam menghubungi Ni
Sementara itu....Sebelum Arland tiba di apartemen, Kay sudah terlebih dahulu menunggunya di sana, ia sangat ingin tahu apa yang terjadi pada Tuan Muda nya itu, terlebih lagi ada orang yang mengganggu perusahaan Mars group. Kay sangat kesulitan menemukan siapa dalang di balik pengiriman surel yang ia terima di email-nya. Saat ia berdiri di depan mobilnya, ia sudah melihat mobil Arland dari kejauhan masuk ke area apartemen elit di kota itu. Arland memarkirkan mobilnya lalu naik ke atas di ikuti oleh Kay yang selalu setia menemaninya. "Hal penting apa yang ingin kau sampaikan sampai kau harus menungguku? Aku yakin ini masalah yang cukup besar," ucap Arland saat mereka di lift. "Akan ku ceritakan setelah kita tiba di apartemen, aku juga sudah tidak sabar untuk mengetahui siapa dalang di balik pengiriman surel itu," Kay begitu serius saat bicara dengan Arland. "Mari kita bermain," ucap Arland sambil menaikkan bibirnya sebelah kanan, mereka sudah tiba di dalam apartemen elit itu. S
"Beraninya kau mengkhianati Maudy pria biadab, setelah kau merebutnya dengan segala kelicikan sekarang kau mencampakkannya," Arland mengepalkan tangannya, seketika rahangnya mengeras seakan ingin menerkam mangsa. Ketika lampu sudah berwarna hijau, ia berencana untuk mengikuti Andrew, namun ia langsung teringat pada Bella, gadis yang berhasil membuatnya melupakan Maudy, cinta pertamanya. "Untuk apa aku mengikutinya, aku sudah tidak perduli dengannya," gumam Arland, namun jauh di lubuk hatinya ia masih peduli pada Maudy, bukan karena rasa cinta namun karena mereka sudah saling mengenal sejak mereka masih anak-anak. Namun saat ini, dia tidak bisa melepaskan Bella, bagaimana pun juga Bella segalanya yang utama baginya. Setelah tiba di depan kosan Bella, ia memarkirkan mobilnya agak jauh supaya Bella tidak menyadari kedatangannya. Ia berjalan perlahan menuju pintu kamar kos, ia melihat sekeliling sangat sepi dan pintu-pintu kosan itu tertutup. "Apa jangan-jangan Bella pergi? tida