"Apa yang kau lakukan di sini? Siapa yang kau cari?"
Saat dirinya mengejar Bella, tiba-tiba Kay menarik tangannya lalu bicara dengan Arland. Seketika mata Arland memandang ke segala arah, ia kehilangan Bella. "Sial, apa yang kau lakukan? Aku kehilangan dia, bodoh!" bentak Arland, kesal karena Kay telah menggagalkan pertemuannya dengan gadis yang ia cari. "Aku tidak mengerti? Ada apa?" tanya Kay menaikkan kedua alisnya. "Lupakan!" Arland tak bisa mengatakannya pada Kay. Ia langsung masuk ke mobilnya lalu memukul setir mobilnya dengan marah. Sementara itu, tanpa disadari siapapun, Bella berlari tergesa-gesa dan nafasnya tak beraturan. Ia tadi merasa sangat frustasi di kamar sendirian sebab Sunny menggantikan dirinya untuk bekerja setelah dirinya terbangun dari pingsan. Oleh karena itu, Bella pergi ke swalayan dengan berjalan kaki–idak peduli dengan kendaraan yang melintas kencang di sampingnya. Ia pasrah dengan apapun yang terjadi padanya Tapi siapa sangka, Bella justru hampir saja bertemu dengan pria yang merenggut mahkotanya? Bella merasa marah, bahkan sampai meneteskan air matanya. "Tuhan, jauhkanlah aku dari pria gila itu, aku tidak ingin bertemu dengannya," gumam Bella sembari berlari sekuat yang ia bisa menuju kostan-nya. Ia sangat takut jika pria itu mengikuti dirinya lagi seperti tadi. Bella benar-benar tak ingin melihatnya! Sampai di kosannya, Bella bahkan langsung mengunci pintu kamarnya dan berbaring di kasur. Sungguh, ia takut sahabatnya menjauhinya bila tahu ini semua. Bagaimana jika itu terjadi? Tidak ada teman yang sebaik Sunny padanya yang selalu ada setiap kali ia mendapatkan masalah. Lalu, Nilesh? Pria itu begitu baik padanya. Bella tahu jika Nilesh pun menyimpan rasa padanya. Ia bahkan hendak mencoba menjalin hubungan dengan leader-nya itu. Tapi, tampaknya itu tak mungkin terjadi. Yang ada, Bella sekarang harus menjaga jarak pada leader-nya itu karena keadaannya sudah berbeda. Tangannya mengepal keras. “Aku harap tak bertemu dengannya lagi, sampai mati.” *** "Aku hanya ingin minta maaf padanya. Izinkan aku bertemu lagi dengannya Tuhan." Arland masih penasaran dengan Bella. Tapi, semuanya jadi gagal karena ulah Kay. Dihempaskan tubuhnya ke atas ranjang lalu memejamkan matanya, namun beberapa menit ia terpejam, suara ketukan pintu kamarnya membangunkannya. Dengan gontai, Arland berjalan menuju pintu. Dan ketika pintu terbuka, ia melihat ibunya telah berdiri di depannya. "Kenapa, Ma?" Arland yang merasa kacau hanya ingin terlentang di ranjangnya. "Arland sayang, Mama cuma mau tanya sesuatu, kenapa Maudy tidak pernah lagi datang ke rumah ini, ya?" Pertanyaan itu membuat Arland langsung melotot. Ia sangat kesal ketika maminya menyebut nama Maudy, gadis yang sangat ia cintai namun mengkhianati dirinya. Karena dia juga, Arland jadi merusak gadis yang tak bersalah! "Sudahlah, Ma. Jangan menyebut nama itu lagi, aku tidak mood mendengarnya." "Bukannya selama ini hubungan kalian baik-baik saja?" Murni terus bertanya pada Arland tentang hubungannya dengan Maudy. "Hubungan kami baik-baik saja, Ma. Aku hanya lelah dan ingin istirahat sebentar!" Arland memaksa ibunya itu keluar dari kamar agar tidak lagi bertanya terus-menerus. Untungnya, berhasil. Sekarang, ia bisa fokus memikirkan tentang Bella dan bagaimana cara menemuinya agar bisa menjelaskan bahwa ia benar-benar menyesal melakukan itu! Sayangnya, ketika Arland mencari alamat yang tertera, ternyata Bella tak ada. Arland pun terpaksa datang ke kantornya seperti biasa. Meski demikian, pria itu tak menyadari jika staf dan pegawai lainnya menyadari ada yang aneh dengan Tuan Muda itu. Mereka bahkan mulai bergosip. Untung saja, Kay langsung menghentikannya sebelum sampai di telinga Arland! "Arland, ada apa denganmu? Cara kerjamu juga asal-asalan.” Kay melontarkan banyak pertanyaan pada pria tampan itu, namun hanya desahan nafas yang ia dengarkan sebagai jawaban dari pertanyaan itu. Asisten Arland itu merasa kesal dengan apa yang terjadi. Hanya saja, ia juga tidak ingin terlalu masuk dalam urusan pribadi Arland. “Ck! Sepertinya, aku harus diam-diam mencari tahu ini semua,” ucap Kay dalam hati meski tak enak karena ikut campur. Jika ini karena wanita, maka Kay berjanji akan “menyelesaikannya”. Baik Maudy, atau siapapun itu!Di sisi lain, Bella tampak mulai pulih. Masuk pada shift kedua, Bella berjalan seorang diri menuju hotel. Meski Nilesh selalu menjemputnya, namun kali ia menolak tawarannya. Dia sudah berjanji pada dirinya untuk mengatur jarak dengan pria itu agar tak menyakitinya. Namun saat Bella berjalan dengan santai, tiba-tiba Arland melewati jalan itu. Ia tanpa sengaja melihat Bella dan mencoba turun dari mobilnya. Dengan cepat, ia bergegas ke arah Bella dan menarik tangannya pelan. Namun siapa sangka, gadis itu gemetar melihatnya! "Lepaskan aku," lirihnya. Tanpa sadar, Bella meneteskan air matanya sembari mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Arland. Arland sontak menghela napas kasar. "Jangan takut, aku hanya ingin bicara denganmu." Bella menggelengkan kepala. Air mata terus mengalir dari pipinya, bahkan Arland bisa merasakan emosi pada diri Bella. "Aku tidak membutuhkan laki-laki biadab sepertimu yang bahkan berani menghancurkan kehidupan seseorang yang bahkan tidak kau
Bella tampak terkesiap. Namun, ia segera menormalkan eskpresinya. "Tidak ada alasan lain. Aku hanya ingin pergi.” “Ayo kita pulang, Nilesh. Berlama-lama di kafe ini, juga tidak akan merubah keadaan," ucap Bella lagi. Ia takut Nilesh berhasil mengorek rahasia mengerikan itu. Nilesh tampak menghela napas. Pria itu sebenarnya merasa kesal karena tahu tak bisa membujuk Bella sama sekali. Terpaksa, pria itu pun keluar bersama Bella dari kafe itu. Meski demikian, Nilesh masih merasa ada sesuatu yang tidak beres. Entah apa ….. Hanya saja, satu hal yang mengganggunya. Mengapa Bella juga tidak mau jujur pada Nilesh? Apakah gadis itu tak menyadari perasaannya? Tanpa disadari pria itu, Bella melirik Nilesh dalam diam. "Maafkan aku Nilesh, aku tidak ingin menjadi masalah untukmu nanti," ucapnya dalam hati. Sementara itu, Arland terpaksa meninggalkan hotel itu dan kembali ke kantornya karena mendadak ada meeting dadakan dengan beberapa orang penting dari perusahaan asing. Mereka san
Menahan gejolak emosi, Arland terus mengikuti Bella. Terus begitu, hingga tepat di sebuah gang, motor yang diikutinya tampak berhenti. Hanya saja, Arland mendadak mencengkram setirnya kuat. Lagi-lagi, ia bisa melihat Bella terlihat begitu akrab dengan pria yang tak dikenalnya itu. Apakah ini alasan Bella tak mau menerima permintaan maaf atau tanggung jawabnya? Terlebih, tatapan mata pria itu penuh cinta pada Bella! "Siapa laki-laki itu?" geram Arland. Kepalanya mendadak dipenuhi keinginan memukul atau menghabisi pria yang bahkan namanya tak ia ketahui itu. Tahu bahwa cepat atau lambat itu bisa terjadi jika masih terus di sana, Arland langsung memacu mobilnya lalu pergi menuju club dengan kecepatan tinggi. Ia tak ingin masalah pribadinya merusak reputasi perusahaan keluarga yang dibangun sejak lama. Ada banyak orang yang bergantung padanya. Hanya saja, begitu tiba di club, ia tak bisa menahan diri lagi. Dengan cepat, Arland meneguk minuman yang ada di meja Kay, h
Tak lama, keduanya tiba di ruangan megah nan indah milik Arland. Meski demikian, Bella masih belum juga sadar. Pria itu lantas membaringkan tubuh Bella di atas ranjang yang empuk dan lembut, lalu meneguk beberapa gelas alkohol yang kebetulan ada di ruang penyimpanan miliknya. Tubuh pria itu terasa semakin panas, hingga ia memutuskan berendam di bathtub. untuk menetralkan hawa panas di tubuhnya. Sayangnya, usaha Arland sia-sia saat wajah Bella melintas di pikirannya. Ia keluar dengan hanya handuk melilit bagian pinggang ke bawah. Tanpa busana, Arland masuk ke dalam kamar. Iblis menguasai dirinya, hingga Arland langsung membuka pakaian Bella satu per satu. Memandangi wajah gadis yang ternyata mampu membuat hasratnya semakin menggebu–sesuatu yang tak pernah Arland rasakan sebelumnya. Tangan pria itu bergerak tanpa dikomando menyentuh seluruh tubuh Bella. Dengan cepat, Arland sudah berada di atas tubuh gadis itu dan mengecup bibir Bella dengan lembut, hingga menuju
Arland panik melihat Bella yang begitu pucat. Segera saja, pria itu mencari keberadaan kunci mobilnya kemudian mengangkat tubuh Bella untuk keluar dari apartemen.Arland pun memacu mobilnya dengan keceapatan tinggi."Bella, aku mohon bertahanlah." Ia semakin panik saat melihat bibir Bella mulai membiru.Untungnya tak lama, keduanya tiba di rumah sakit.Buru-buru Arland menggendong Bella."Dokter… dokter...!" Suara pria itu menggelar, hingga menarik beberapa perawat membawa sofa bed agar Bella segera mendapatkan pertolongan. Arland meletakkan Bella lalu menggenggam tangannya dengan erat. Tanpa ia sadari peluh sudah menetes di pelipisnya. "Maafkan aku Bella." Hanya kata itu yang terdengar dari bibir Arland. Ia begitu menyesali perbuatannya--menghancurkan kehidupan orang yang bahkan tidak ia kenal.Beberapa saat kemudian, Bella pun mendapatkan pertolongan. Namun, Arland tidak bisa masuk ke dalam ruangan itu sebelum dokter menyuruhnya masuk,.Mondar-mandir di depan pintu ruangan, pr
Hanya saja, kemarahan itu tak bertahan lama.Bella akhirnya tersadar sesuatu. "Bagaimana aku memberitahu Sunny jika aku berada di sini?" Air matanya pun menetes membasahi pipinya. Entah mengapa, ia merasa jadi sensitif.Bahkan, ingatan kebersamaan dirinya dan sahabat di kos, membuatnya pedih. "Aku harus bisa keluar dari sini, aku muak dengan ini semua, mengapa aku yang mengalami nasib buruk ini? Siapa pria itu? Siapa Maudy? Kekejaman orang kaya selalu menindas yang lemah," gumamnya setelah sedikit lega.Namun untuk sekarang, ia perlu beristirahat!Tak lama, Bella pun tertidur lelap setelah lama menangis, hingga ia terbangun kembali kala dokter memeriksa keadaannya.Untung saja, Bella sudah boleh pulang besok pagi. Semua biaya pengobatan telah di lunasi oleh Arland. "Semoga kamu baik-baik saja," ucap sang dokter dalam hati, lalu meninggalkan Bella sendirian.Ya, dia menyadari hubungan pasiennya ini dan pria yang mengantarnya .... tampak rumit.Tak terasa, matahari mulai terbit.
Suara ketukan pintu membangun Sunny yang masih tidur. "Siapa?" tanya Sunny dari dalam kamar namun tidak ada jawaban. Ia melangkah lalu membuka pintu dengan pelan, tiba-tiba saja seseorang langsung memeluknya sambil menangis dengan kencang, "Bella, ya ampun Bella kamu kemana saja?" tangisan Sunny pun pecah karena melihat Bella pulang dengan selamat. "Sunny....." Bella hanya menangis menyebutkan nama Sunny, mereka masih berpelukan dan enggan melepaskan, "Kamu kemana saja Bella, kenapa tidak memberitahu ku? Aku bisa menjemput mu jika kamu menghubungiku." Bella tidak menjawab pertanyaan Sunny, ia hanya menangis di dekat Sunny, mereka duduk di atas kasur tempat mereka tidur, tangisan Bella semakin pecah karena ia tidak sanggup menceritakan beban di hatinya. "Tunggu sebentar ya, akan ku ambilkan segelas air hangat untukmu", kata Sunny setelah ia tahu jika tubuh Bella sedikit hangat, Sunny tahu jika Bella sedang sakit. Setelah Sunny mengambilkan air, ia diam-diam menghubungi Ni
Sementara itu....Sebelum Arland tiba di apartemen, Kay sudah terlebih dahulu menunggunya di sana, ia sangat ingin tahu apa yang terjadi pada Tuan Muda nya itu, terlebih lagi ada orang yang mengganggu perusahaan Mars group. Kay sangat kesulitan menemukan siapa dalang di balik pengiriman surel yang ia terima di email-nya. Saat ia berdiri di depan mobilnya, ia sudah melihat mobil Arland dari kejauhan masuk ke area apartemen elit di kota itu. Arland memarkirkan mobilnya lalu naik ke atas di ikuti oleh Kay yang selalu setia menemaninya. "Hal penting apa yang ingin kau sampaikan sampai kau harus menungguku? Aku yakin ini masalah yang cukup besar," ucap Arland saat mereka di lift. "Akan ku ceritakan setelah kita tiba di apartemen, aku juga sudah tidak sabar untuk mengetahui siapa dalang di balik pengiriman surel itu," Kay begitu serius saat bicara dengan Arland. "Mari kita bermain," ucap Arland sambil menaikkan bibirnya sebelah kanan, mereka sudah tiba di dalam apartemen elit itu. S