Benni memparkir motornya di garasi. Dari garasi dia masuk ke dalam lewat pintu yang terhubung langsung ke dapur. "Mas Benni sudah pulang," ucap Bik Nana membuat Mila yang sedang serius mengupas bawang menoleh. Benni mendekati Mila, mengulurkan kresek yang dia bawa. Mila merasa heran melihat kresek yang dibawa Benni. Dia merasa hanya memesan kelapa muda parut, kenapa terlihat banyak sekali yang Benni beli. Untuk menjawab rasa penasarannya, Mila membuka kresek itu untuk memeriksa isinya. Benni langsung pergi meninggalkan dapur. Mila langsung paham saat melihat apa yang Benni beli. Mila lekas mengeluarkan semua isi di dalam kresek. Dia menuang beras barlie di baskom kecil dan mencucinya. "Kalau itu mau di masak apa, Mbak?" tanya Bik Nana tampak heran melihat apa yang sedang dicuci Mila. "Ini, mau dimasak jadi sup manis. Ini namanya beras barlie, nanti direbus sama gula batu kalau sudah matang baru kembang tahunya dimasukan," Mila menjelaskan. "Oh, begitu. Baru lihat Bibik so
Bab 48Benni menggandeng tangan Mila menuju ruang makan. Semua orang menatap ke arah mereka berdua, seakan kedatangan mereka begitu ditunggu. Benni menarik kursi untuk Mila, Mila duduk sambil menoleh ke arah Benni sambil tersenyum. Membuat Shasa menatap sinis ke arah mereka berdua. Mereka memulai makan alam mereka, Bella yang terihat sangat bersemangat untuk makan. Dia begitu lahap memakan pepes udang buatan Mila. "Kamu kelaparan, Bel? Gak bisa makan pelan-pelan?" tanya Shasa sinis, dia merasa jijik melihat tingkah Bella yang menurutnya aneh. "Begitulah kalau orang ngidam, Sha. Apalagi kepengen makan sesuatu yang susah didapat. Jika sudah bisa makan apa yang diinginkan, uh ... serasa dapat durian runtuh," sela Bu Sari. "Tapi itu cuma pepes udang, siapapun bisa buat!" sahut Shasa heran. "Aku tuh kepengen makan pepes udang yang rasanya itu enak, kayak buatan almarhum nenekku. Emang kamu bisa bikin? Masak mie instan aja gosong!" jawab Bella. Bu Rani tersenyum, dia juga merasa jika
Mata Mila terbuka, dia menoleh ke sampingnya. Dia tak mendapati Benni di sampingnya, dia pun duduk dan bersandar di sandaran tempat tidur. Menghirup napas dalam-dalam dan menghelanya panjang. Dia merasa kehidupannya yang buruk semakin memburuk dengan terjebak pernikahan degan Benni. Meski sebenarnya, dia lebih bersyukur karena tak menjadi istri keempat Pak Broto. Mila beranjak dari tempat tidur, membuka lemari dan memilih pakaian ganti. Setelah itu, dia segera pergi mandi karena hari ini Benni akan mengajaknya untuk pulang ke rumahnya. Dia takut jika tidak segera bersiap, akan dituduh memperlambat waktu tidak ingin segera pergi di rumah ini karena ada Dirga. Mira bernyanyi kecil saat mandi, dia merasa senang karena akan segera bebas dari tatapan tak menyenangkan dari Shasa. Saat keluar dari kamar mandi, dia mendapati Benni sedang rebahan di sofa menikmati acara tv. Benni sekilas menoleh ke arah Mila yang sedang menggosok rambutnya dengan handuk. "Kita jadi pulang sekarang, kan?"
Selesai makan, Benni benar-benar mengajak Mila pulang ke rumahnya mengendarai mobil. Saat berpamitan dengan Ibu Mertuanya, Mila tersenyum ramah. Akan tetapi saat berada di mobil, wajahnya masam dan enggan menoleh ke arah Benni. "Ada yang ingin dibeli sebelum sampai rumah?" tanya Benni pada Mila. Mila memutar otaknya, mengingat apa saja yang perlu dia beli. "Mampir saja ke super market," jawab Mila tanpa menoleh ke arah Benni. Benni menuruti permintaan Mila, dia berbelok ke supermarket. Mila langsung turun saat mobil sudah terparkir, membuat Benni menggeleng kesal. Bahkan Mila juga tidak menunggu Benni untuk masuk ke dalam. Dengan mendorong troli, Mila membeli keperluan pribadinya. Lalu berkeliling membeli sayuran dan bahan lauk pauk. Dia begitu leluasa berbelanja seperti orang banyak duit. Benni yang sudah kelelahan berputar-putar mencari Mila, akhirnya menemukan Mila yang sedang memilih buah. "Aku mencarimu ke mana-mana," ujar Benni. "Siapa yang menyuruhmu mencari
Bab 51 Mila meletakkan kedua tangannya di pinggang, memperhatikan rumah yang biasanya dia bersihkan. "Astaga, kenapa kotor sekali!" gerutunya. "Kan pemiliknya kabur," jawab Benni memeluk Mila dari belakang, membuat Mila terlonjak kaget. "Mengagetkan ku saja! Pemiliknya? Sebelum ini, aku pembantunya!" rungut Mila. "Hm, apa kamu butuh pembantu nantinya?" tanya Benni sambil menciumi leher Mila. Mila menarik tubuhnya agar bisa terlepas dari Benni. Dia merasa geli. "Hentikan, jangan seperti ini!" ucap Mila. "Hm, tapi aku suka," jawab Benni. "Tapi kamu harus tahu tempat, bagaimana jika tiba-tiba ada teman-temanmu. Bisa malu aku!" protes Mila. "Kita sudah menikah, rumah ini akan jadi tempat privasi kita berdua. Markas sudah kualihkan ke tempat lain," balas Benni. "Markas lain, berarti di sana akan ada pembantu cantik dan muda juga?" tanya Mila. Benni memutar tubuh Mila, mereka saling menatap. Benni masih melingkarkan kedua tangannya di pinggang Mila. "Tida
Mila memalingkan wajahnya dari menatap Benni, jantungnya berdebar, dia juga merasa malu sendiri. "Kenapa?" tanya Benni meraih pakaiannya di atas kasur. Dia merasa heran melihat Mila yang seperti cacing kepanasan. "Hm, tidak apa-apa," jawab Mila menoleh ke arah Benni dengan menampakkan senyuman, dia berusaha untuk menyembunyikan rasa gugupnya. "Aakh, Astaga!!" pekik Mila terperanjat dan melompat naik ke atas kasur, dia terkejut saat melihat Benni, yang tanpa rasa malu membuka handuk. Sekilas, Mila bisa melihat milik Benni. Tapi dia langsung menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Hei, kamu ini kenapa?!" pekik Benni ikut terkejut. "Kenapa telanjang bulat di depanku, kamu itu membuat mataku ternoda!" protes Mila. "Aku ini suamimu, wajarlah!!'' gerutu Benni memakai pakaiannya dengan santai. "Tapi aku belum terbiasa melihat yang seperti itu!" protes Mila lagi. "Halah, nanti juga terbiasa. Sehari tidak melihat, bisa pusing kepalamu!" Benni justru meledek M
Benni menggandeng tangan Mila menuju kafe, mereka duduk di depan kedai yang menjual nasi kari ayam. "Kamu mau pesan apa?" tanya Benni pada Mila. Mila membaca satu persatu buku menu yang berada di meja. "Mie udon kari ayam katsu," Mila menunjuk ke daftar menu. "Ok, minum?" balas Benni. "Milktea ice." "Aku pesan dulu, ya ..." Benni berdiri menuju kasir untuk memesan makanan. Kedai itu memakai sistem pesan dan bayar dahulu. Benni mendekati Mila yang sedang menatap ke arah danau. "Sayang," panggil Benni membuat Mila menoleh ke arahnya. "Sedang melihat apa?" "Danau itu," jawab Mila. "Mau kebab?" Benni menawarkan. "Aku sih mau-mau saja. Tapi, aku tidak mau ketemu dengan Andi. Aku kesal sekali padanya," kata Mila dengan wajah masam. "Kenapa kesal? Kita harus berterima kasih padanya, kalau bukan karena ibunya mengirimmu pada Bapak. Tidak mungkin kita bisa jadi suami istri sekarang." "Itu karena kebetulan juga, coba kalau Bang Harsa tidak melihatku. Sud
Bab 54 Jenny sedikit gemetar mendengar pertanyaan Benni, karena tebakan Ben i memang tidak meleset. "A, bu-bukan ... tapi aku hanya kangen saja dengan Mila!" bantah Jenny. "Sudahlah, berapa uang yang kamu inginkan?!" tanya Benni kesal. Mila terkejut dengan penawaran Benni, apalagi melihat Jenny yang langsung bisa berdiri tegak. Mila berdecak kesal dan langsung menarik tangan Benni. Benni mengelus lembut tangan Mila, memberi kode agar tidak khawatir. "Lima juta saja, buat biaya hidup Ibu. Beberapa hari ini, Ibu tidak bekerja karena sakit," jawab Jenny memasang wajah sedih. "Banyak sekali, kamu pikir kita ATM-mu?!" gerutu Mila. Benni mengambil uang dari dompetnya lalu mengulurkan pada Jenny. Senyuman Jenny mengembang, dia langsung menerima uang dari Benni. "Itu hanya tiga juta," Benni memberitahu hingga membuat Jenny yang hendak menghitung mengurungkan niatnya. "Eh, kok ..." protes Jenny lirih. "Terima saja, jangan banyak protes! Pergi ... jangan pernah kemba