Bab 55Setelah Benni dan kedua anak buahnya pergi, Mila menyibukkan diri dengan mengerjakan pekerjaan rumah seperti biasa. Dia juga berpikir ingin memasak apa untuk makan siang nanti. Mila menoleh ke arah meja makan saat mendengar ponselnya berbunyi. Dia mengambil ponsel, Mila tersenyum saat melihat siapa yang menghubunginya. "Hallo, Bel," sapa Mila. "Hallo, Mil. Kamu sedang apa?" tanya Bella. "Bersih-bersih," jawab Mila singkat. "Hah, serius? Memangnya Kak Benni gak melarang kamu?" "Ya melarang sih, cuma mau gimana lagi. Sudah jadi kebiasaanku, badanku bisa sakit semua kalau tidak ngapa-ngapain Bel," jawab Mila. "Gak ada rencana mau ngambil pembantu?" "Kakakmu sih nganjurin, cuma aku yang mau. Oh iya, kamu nelepon ada yang penting kah?" "Hm, gak juga. Cuma aku boring di rumah. Aku mau ke sana boleh? Atau nanti kita pergi keluar jalan-jalan," bakas Bella. "Boleh, aku tunggu. Sekalian aku mau siap-siap, mau ijin sama kakakmu juga," jawab Mila semangat. "Cie ...." goda Bella.
Benni menyugar kasar rambutnya, sebisa mungkin dia menahan rasa emosinya. Dia tidak ingin jika Bella mendengar pertengkaran antara dirinya dan Mila. "Aku tidak pernah memintamu untuk menikahiku, aku juga tidak ingin terjebak dalam kehidupan kalian. Aku pernah memintamu untuk mengirimku jauh dari sini. Kamu sendiri yang menyembunyikan aku di sini. Sampai aku mengenal kalian semua termasuk Dirga. Aku memang tertarik dengannya, karena cuma dia yang dari awal sangat baik padaku. Tapi bukan berarti , sekarang aku bisa selalu dituduh ingin menggoda dia. Dia sudah jadi suami orang, aku tahu diri. Aku juga sudah menjadi istrimu, suka tidak suka aku tetap harus bersikap seperti wanita yang bersuami pada umumnya. Jadi berhenti menuduhku!" Mila mengutarakan apa yang ada dalam pikirannya. Mila meninggalkan Benni yang masih berdiri terpaku, dia masuk ke dalam kamar mandi. Mila menutup mulutnya lalu menangis sejadi-jadinya dalam keadaan shower yang sengaja dia hidupkan. Saat Mila keluar dari ka
Bab 57. Benni menatap tajam ke arah Harsa yang melongo melihat Franda yang begitu erat memeluk dirinya. Benni melepas paksa pelukan Franda. "Eh, maaf ya ... hehe sangking rindunya sama kamu," ucap Franda tersenyum canggung. Benni hanya membalas dengan senyuman dingin, Benni meninggalkan franda lalu ikut duduk bersama dengan yang lain. Demikian pula dengan Franda, dia duduk di samping Harsa. Harsa memasang wajah masam pada keponakannya itu. "Ben, di mana istrimu?" tanya Franda melihat ke sekeliling. "Dia sedang istirahat, sedang gak enak badan," jawab Benni. "Kenapa, hamil? Tapi kalian ka baru saja menikah," sahut Franda dengan entengnya. Harsa berdehem, memperingatkan agar Franda menjaga ucapannya. Bella yang hendak menyendok nasi untuk Dirga, langsung merasa tersindir. "Bukan, Fran. Tadi dia jalan-jalan sama Bella, mungkin mabuk perjalanan." Wawan menimpali. "Ish, mungkin karena tidak pernah naik mobil kali ya. Kismin ...," balas Franda tergelak kecil. Semua terdiam, meliri
Bab 58.Mila mengeliat, merenggangkan badannya yang terasa pegal. Dia meraba ke sampingnya, lalu menoleh memastikan. Ternyata tidak ada Benni di sana. Matanya menyipit, melihat ke arah jam yang terpasang di dinding kamar. Waktu menunjukkan pukul 05.30. Masih terlalu pagi, tidak mungkin jika Benni sudah bangun. "Mungkin semalam dia tidak tidur di kamar, " gumam Mila turun dari tempat tidur. Dia mematika AC, kemuduian membuka gorden dan pintu balkon. Udara pagi masuk memenuhi ruangan kamarnya. Mila masuk ke kamar mandi, mencuci muka dan menggosok giginya. "Tidur di mana dia?" gerutu Mila dengan busa pasta gigi memenuhi mulut. Dia menatap kesal wajahnya sendiri di cermin atas wastafel. Mila berkumur lalu memutuskan untuk turun ke bawah. Mata Mila membeliak sempurna melihat keadaan dapur, semua peralatan makan belum di cuci. Sampah bekas bungkus makanan juga belum dibuang, bau basi memenuhi dapur. Kecoa juga berkeliaran. "Astaga, hanya satu malam saja sudah seperti ini keadaan dapur
Bab 59.Di dapur, Franda memiliki rencana untuk menabur garam ke dalam sambal udang. Sayangnya dia sendiri tidak tahu mana yang namanya garam. Dia memperhatikan dua toples yang berisi micin dan garam. "Ck, kenapa gak ada tulisannya sih!" gerutu Franda. "Halah, dua-duanya aja lah kumasukan!" Franda pun menyendok satu sendok makan penuh micin dan hendak menabur ke dalam mangkuk sambal. "Hei, jangan coba-coba merusak sarapan kami ya!" tegur seseorang dari arah belakangnya. Franda terkejut, dia mengigit bibir bawahnya. Dia mencoba untuk mencari alasan. "Eh, ga ada. Ini aku lagi mau icip sambal ini ... udah pas belum rasanya," Franda beralasan mengembalikan kembali micin ke dalam wadah sebelum Jojo melihatnya. Jojo mendekati Franda, dia memperhatikan tangan Franda yang gemetar memegang sendok. "Kok tangannya gemetar gitu? Mau berbuat jahat tapi keburu ketahuan ya?" ledek Jojo. "Ih, siapa bilang?" Franda mengelak. "Kata aku lah, kan aku yang barusan ngomong!" sahut Jojo tersenyu
Bab 60."Dia sendiri yang memulai, dia sendiri yang bete!" rungut Bella. "Biarin aja sih, yang penting dia sudah pergi. Kamu mau dimasakin apa buat makan siang?" Mila menimpali. "Mm, buat bakwan jagung yuk! Mm, sama sayur terong kuah santan." Bella tersenyum membayangkan lezatnya bakwan jagung. Padahal itu makanan yang biasa saja, tapi menurutnya saat ini, bakwan adalah makanan istimewah. "Bahan-bahan itu tidak ada di kulkas, kalau begitu kita minta Budhe Siti belanja bahan-bahan itu," jawab Mila.Bella mengangguk setuju, Mila beranjak mencari keberadaan Budhe Siti. Setelah menemukan Art baruny itu, Mila langsung memintanya berbelanja. Sambil menunggu Art nya belanja, Mila mengajari Bella menyetrika baju dan melipat baju dengan rapi. Bella begitu bersemangat, Mila sangat salut dengan semangat Bella yang ingun belajar melakukan pekerjaan rumah tangga. Dia anak orang kaya yang biasa hidup enak, semua sudah ada yang mengerjakan. Tapi dia harus banting setir, karena memutuskan mencin
Bab 61Bella tersenyum, tapi wajahnya menunjukkan jika dirinya sedih. Mila menduga jika Bella menyembunyikan sesuatu. "Bell, kamu gak kenapa-napa kan?" tanya Mila. "Mil, aku tuh serba bingung. Kak Dirga sejak tahu kalau aku hamil, dia justru berubah. Dia acuh gitu, gak peduli sama aku ataupun anak dia yang ada di perut ini. Aku tuh berasa sendirian saat ini, Ibu juga gak peduli padaku, Mil. Ibu sangat kecewa padaku. Aku belum pernah satu kali pun periksa, jangankan dokter kandungan. Bidan saja belum pernah, aku terlalu malu untuk melakukan itu. Terlebih, tidak ada dukungan dari orang sekeliling aku." Hati Mila merasa sedih mendengar cerita dari Mila. Dia menatap Iba, adik suaminya itu. "Gimana kalau aku antar kamu, uhm ... sekalian biar aku bisa tahu seputar kehamilan," Mila mencoba untuk memberi dukungan pada Bella. Bella begitu terkejut dengan kepedulian Mila. "Beneran, Mil?" Bella memastikan jika dirinya tidak salah dengar. "Hm, iya ... aku serius," balas Mila tersenyum.
Bab 62Benni melompat dari tempat tidur, berlari mengambil APAR di pojok ruangan kamar. Aroma minyak tanah menusuk ke indera penciuman. Botol kaca berisi minyak dengan kain yang menyala, yang di lempar dari luar tepat mengenai gorden. Sehingga api cepat sekali membakar gorden. Benni menyemprotkan seluruh isi APAR ke arah gorden. Mila yang panik, justru memasukkan kedua ponsel dan dompet yang berada di atas nakas ke dalam tote bag miliknya. "Syukurlah, apinya bisa padam! Siapa yang berani-beraninya melempar api kesini!" gerutu Benni. Saat mereka berdua merasa lega, tiba-tiba saja terdengar teriakan dari luar. Benni dan Mila berlari keluar dari kamar. Mila sempat meraih baju milik Benni di atas tempat tidur. Benni memang sudah bertelanjang dada. Betapa terkejutnya mereka melihat dapur yang di penuhi api. Mila seketika teringat Bella. "Bell, Bella!" Milaberteriak memanggil Bella, dia lari menuju kamar Bella. Tapi Bella tak ada di sana. "Kak Benni, Mila cepat keluar!!" Benni men