Bab 58.Mila mengeliat, merenggangkan badannya yang terasa pegal. Dia meraba ke sampingnya, lalu menoleh memastikan. Ternyata tidak ada Benni di sana. Matanya menyipit, melihat ke arah jam yang terpasang di dinding kamar. Waktu menunjukkan pukul 05.30. Masih terlalu pagi, tidak mungkin jika Benni sudah bangun. "Mungkin semalam dia tidak tidur di kamar, " gumam Mila turun dari tempat tidur. Dia mematika AC, kemuduian membuka gorden dan pintu balkon. Udara pagi masuk memenuhi ruangan kamarnya. Mila masuk ke kamar mandi, mencuci muka dan menggosok giginya. "Tidur di mana dia?" gerutu Mila dengan busa pasta gigi memenuhi mulut. Dia menatap kesal wajahnya sendiri di cermin atas wastafel. Mila berkumur lalu memutuskan untuk turun ke bawah. Mata Mila membeliak sempurna melihat keadaan dapur, semua peralatan makan belum di cuci. Sampah bekas bungkus makanan juga belum dibuang, bau basi memenuhi dapur. Kecoa juga berkeliaran. "Astaga, hanya satu malam saja sudah seperti ini keadaan dapur
Bab 59.Di dapur, Franda memiliki rencana untuk menabur garam ke dalam sambal udang. Sayangnya dia sendiri tidak tahu mana yang namanya garam. Dia memperhatikan dua toples yang berisi micin dan garam. "Ck, kenapa gak ada tulisannya sih!" gerutu Franda. "Halah, dua-duanya aja lah kumasukan!" Franda pun menyendok satu sendok makan penuh micin dan hendak menabur ke dalam mangkuk sambal. "Hei, jangan coba-coba merusak sarapan kami ya!" tegur seseorang dari arah belakangnya. Franda terkejut, dia mengigit bibir bawahnya. Dia mencoba untuk mencari alasan. "Eh, ga ada. Ini aku lagi mau icip sambal ini ... udah pas belum rasanya," Franda beralasan mengembalikan kembali micin ke dalam wadah sebelum Jojo melihatnya. Jojo mendekati Franda, dia memperhatikan tangan Franda yang gemetar memegang sendok. "Kok tangannya gemetar gitu? Mau berbuat jahat tapi keburu ketahuan ya?" ledek Jojo. "Ih, siapa bilang?" Franda mengelak. "Kata aku lah, kan aku yang barusan ngomong!" sahut Jojo tersenyu
Bab 60."Dia sendiri yang memulai, dia sendiri yang bete!" rungut Bella. "Biarin aja sih, yang penting dia sudah pergi. Kamu mau dimasakin apa buat makan siang?" Mila menimpali. "Mm, buat bakwan jagung yuk! Mm, sama sayur terong kuah santan." Bella tersenyum membayangkan lezatnya bakwan jagung. Padahal itu makanan yang biasa saja, tapi menurutnya saat ini, bakwan adalah makanan istimewah. "Bahan-bahan itu tidak ada di kulkas, kalau begitu kita minta Budhe Siti belanja bahan-bahan itu," jawab Mila.Bella mengangguk setuju, Mila beranjak mencari keberadaan Budhe Siti. Setelah menemukan Art baruny itu, Mila langsung memintanya berbelanja. Sambil menunggu Art nya belanja, Mila mengajari Bella menyetrika baju dan melipat baju dengan rapi. Bella begitu bersemangat, Mila sangat salut dengan semangat Bella yang ingun belajar melakukan pekerjaan rumah tangga. Dia anak orang kaya yang biasa hidup enak, semua sudah ada yang mengerjakan. Tapi dia harus banting setir, karena memutuskan mencin
Bab 61Bella tersenyum, tapi wajahnya menunjukkan jika dirinya sedih. Mila menduga jika Bella menyembunyikan sesuatu. "Bell, kamu gak kenapa-napa kan?" tanya Mila. "Mil, aku tuh serba bingung. Kak Dirga sejak tahu kalau aku hamil, dia justru berubah. Dia acuh gitu, gak peduli sama aku ataupun anak dia yang ada di perut ini. Aku tuh berasa sendirian saat ini, Ibu juga gak peduli padaku, Mil. Ibu sangat kecewa padaku. Aku belum pernah satu kali pun periksa, jangankan dokter kandungan. Bidan saja belum pernah, aku terlalu malu untuk melakukan itu. Terlebih, tidak ada dukungan dari orang sekeliling aku." Hati Mila merasa sedih mendengar cerita dari Mila. Dia menatap Iba, adik suaminya itu. "Gimana kalau aku antar kamu, uhm ... sekalian biar aku bisa tahu seputar kehamilan," Mila mencoba untuk memberi dukungan pada Bella. Bella begitu terkejut dengan kepedulian Mila. "Beneran, Mil?" Bella memastikan jika dirinya tidak salah dengar. "Hm, iya ... aku serius," balas Mila tersenyum.
Bab 62Benni melompat dari tempat tidur, berlari mengambil APAR di pojok ruangan kamar. Aroma minyak tanah menusuk ke indera penciuman. Botol kaca berisi minyak dengan kain yang menyala, yang di lempar dari luar tepat mengenai gorden. Sehingga api cepat sekali membakar gorden. Benni menyemprotkan seluruh isi APAR ke arah gorden. Mila yang panik, justru memasukkan kedua ponsel dan dompet yang berada di atas nakas ke dalam tote bag miliknya. "Syukurlah, apinya bisa padam! Siapa yang berani-beraninya melempar api kesini!" gerutu Benni. Saat mereka berdua merasa lega, tiba-tiba saja terdengar teriakan dari luar. Benni dan Mila berlari keluar dari kamar. Mila sempat meraih baju milik Benni di atas tempat tidur. Benni memang sudah bertelanjang dada. Betapa terkejutnya mereka melihat dapur yang di penuhi api. Mila seketika teringat Bella. "Bell, Bella!" Milaberteriak memanggil Bella, dia lari menuju kamar Bella. Tapi Bella tak ada di sana. "Kak Benni, Mila cepat keluar!!" Benni men
Bab 63 Untung kita semua selamat ya, Mil. Aku tidak menyangka jika ada kejadian seperti ini. Nasib baik sudah ada Pakdhe Gito. Kalau tidak, sudah pasti orang itu sudah berhasil membakar rumah kita dari segala arah," kata Bella saat mereka berada di dalam mobil. "Hm, iya. Siapa kira-kira yang mau menghabisi kita?" sahut Mila yang berada di kursi belakang. "Hegh, Entah itu siapa ... musuh Benni itu banyak. Jadi gak bisa asal menuduh juga," Dirga menimpali dengan senyuman miring. Mila memilih diam, menatap ke arah luar jendela mobil. Pikirannya berkecamuk. Dia merasa risau. 'Padahal hanya sekelas preman kampung tapi banyak juga musuhnya. Apa kabar yang sekelas mafia, pasti hidup mereka dalam bahaya setiap waktu,' batin Mila. Bella menoleh ke arah Mila yang tiba-tiba diam tak bersuara. "Jangan khawatir, suamimu pasti akan baik-baik saja," bujuk Bella, Mila menoleh mendengarnya lalu mengangguk dan tersenyum. Bu Rani langsung menghujani mereka bertiga pertanyaan tentan
Bab 64 "Aku rasa bukan, Bu. Karena mereka sangat tahu titik rumah. Kemungkinan, justru orang dalam pelakunya. Bisa jadi salah satu anak buahku atau ... mungkin orang yang sama dengan yang sudah meracuni pohon di kebun kita," jawab Benni. "Semoga masalah ini cepat selesai," ucap Bu Rani penuh harap. "Aku pergi dulu, ada banyak hal yang harus kuurus. Kamu baik-baik di rumah dengan Ibu dan Bella. Jika ada apa-apa segera hubungi aku," ucap Benni pada Mila. "Oh iya, hari ini aku mau keluar sama Bella, boleh?" Mila meminta ijin pada suaminya. "Mau kemana?" tanya Benni. "Mengantar Bella ke dokter kandungan,'' jawab Mila membuat Bu Rani menoleh ke arah Bella. "Apa ada masalah dengan kandunganmu, Bell?" BU Rani khawatir. "Tidak, Bu. Mm, sebenarnya ini ide Mila. Dia menyarankan agar aku memeriksakan kandunganku. Agar aku tahu keadaan bayi di dalam ini," ucap Bella mengelus perutnya yang belum membuncit. "Mila juga ingin belajar lebih banyak soal kehamilan," imbuh Bella
Malam hari, semua orang berkumpul di meja makan. Shasa juga masih berada di rumah Bu Rani. Istri muda Pak Broto itu mengaku seolah-olah terlihat tidak bisa berjauhan dari suaminya. Padahal dia hanya ingin bisa menatap puas wajah Benni. "Bagaimana perkembangan kasus kebakaran rumahmu, Ben?" tanya Pak Broto di sela kegiatan makan malam. "Pelakunya hampir di ketahui," jawab Benni."Memangnya ada bukti yang bisa jadi petunjuk?" Shasa tiba-tiba menyahut. Bu Rani dan Benni menatap Shasa yang terlihat sinis saat menanggapi. Benni tak mau menghiraukan ocehan Shasa. "Pak, kebun Bapak yang sebelah utara itu sedang mengalami masalah. Apa Bapak tidak mau meninjau dan menanganinya. Bapak lepas tangan begitu saja, leha-leha di rumah tapi giliran minta bagian selalu nomor satu," protes Benni. Dirga langsung melirik sinis ke arah bapak mertuanya."Memangnya ada masalah apa dengan kebun mangga?" tanya Pak Broto. "Hampir semua pohon mangga dan rambutan yang sedang berbuah mati. Ada indikasi senga
Sesuai janjinya, Bu Fitri benar-benar membantu Mila mengadakan syukuran di rumah barunya. Bahkan Bu Fitri juga lah yang merekomendasikan catering untuk konsumsi para tamu. Mila cukup senang karena para tetangganya ramah-ramah. Pak Rt juga membantu Mila mendaftarkan Intan di sekolah yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Pak Rt dan istrinya tak mau menerima imbalan dari Mila, sehingga Mila memutuskan membeli sesuatu saja untuk mereka. Mila memutuskan pergi ke pasar dengan memesan ojek online. Selain tak ada motor juga Mila tak tahu lokasi pasar terdekat. Sesampainya di pasar, Mila langsung menuju ke kios buah. Membeli apel merah, jeruk, pir dan buah naga. Lalu melanjutkan membeli bahan makanan dan bumbu dapur. Setelah selesai, Mila langsung mencari becak motor untuk mengantarnya pulang. Baru saja Mila sampai rumah dan baru turun dari becak. Intan juga baru sampai pulang dari sekolah. "Adik kak Mila sudah pulang," ucap Mila menyambut kedatangan Intan.Inta tersenyum mendekati Mila l
Mila sudah berada di dapur sejak subuh, membantu Mbok Denok memasak di dapur. Mak Leha, sudah sibuk mencuci pakaian kotor penghuni panti dengan mesin cuci. Mbok Denok beberapa kali terdengar membuang napas berat. Mila sesekali memperhatikan wanita yang sudah sangat baik padanya itu."Mil, kamu sudah yakin dengan keputusanmu ini?" Mbok Denok pada akhirnya membuka suara. "Ya, Mbok. Mila sudah yakin ..." "Mbok merasa khawatir tapi tak bisa berbuat apa-apa," ucap Mbok Denok sedih."Gak pa pa, Mbok. Mila sudah biasa menjalani kehidupan yang keras," jawab Mila mencoba menenangkan perasaan Mbok Denok."Semoga saja semua baik-baik saja ya, Mil." "Aamiin, Mbok." "Kamu jaga diri baik-baik, jaga kandungan kamu. Simbok sudah menganggap calon anakmu ini seperti cucu Simbok sendiri," kata Simbok berpesan, Mila mengangguk. "Mil," Simbok dan Mila langsung terdiam saat Yuza tiba-tiba datang ke dapur."Ya, Kak?" jawab Mila mendekati Yuza."Aku sama Mama mau berangkat sekarang. Kamu baik-baik d
Berat bagi Mila menjalani hari-hari yang selalu dalam pantauan Bu Sania dan juga Moza. Gadis kota itu terlihat ramah saat ada Bu Sania dan Yuza, selebihnya dia seperti manusua angku yang minta di keroyok dan dipukuli ramai-ramai. Sore itu, dia merasa begitu lelah setelah seharian berkerja. Intan membantu memijat kaki Mila meski Mila sudah melarangnya. "Tan, jangan lupa untuk siap-siap ya. Kita bisa aja disuruh pergi dari sini kapan saja. Jadi kita harus sudah siap," Kata Mila. "Iya, Kak. Barang-barang Intan kan cuma sedikit," balas Intan. "Iya, semoga mereka mencarikan rumah yang sesuai dan nyaman. Jadi kita bisa usaha cari uang meski tanpa keluar jauh dari rumah." "Maksudnya, kita jualan gitu ya kak?" tanya Intan."Ya gitu juga, boleh." Intan mengangguk seolah benar-benar mengerti apa yang mereka bicarakan. Tiga hari kemudian, Saat Mila sedang membantu Mbok Denok dan Mak Leha di dapur. Bu Sania datang menemui Mila. "Mila," panggil Bu Sania. "Ya, Bu. Bagaimana?" jawab Mila sa
"Kenapa memangnya? anda hanya ingin menerima bayi ini tapi tidak dengan saya?" tanya Mila dengan wajah yang dibuat-buat sedih."Tidak dua-duanya!" tegas Bu Sania.Mila terbelalak pura-pura terkejut mendengar perkataan Bu Sania. "Tega sekali anda, Nyonya. Aku mungkin memang tak pantas menjadi bagian dari kalian. Tapi, bayi ini ... dia ini ... " jawab Mila dengan nada yang terdengar pilu.Di luar dapur, Mak Leha dan Mbok Denok menggaruk kepala mereka karena bingung. Karena tadi Mila bilang punya suami dan sekarang lain pengakuannya."Aku tidak peduli, bawa saja anak itu pergi denganmu!" jawab Bu Sania sinis."Ya Tuhan, tak kusangka dan tak kuduga. Orang yang kelihatannya baik, dermawan suka menolong orang. Tapi tega pada pada darah dagingnya sendiri," ucap Mila."Ck, tidak perlu banyak bicara! Pergi saja ... berapa yang kamu mau agar kamu mau pergi jauh dari kehidupan kami?" tanya Bu Sania. Mila tersenyum miring, ini yang dia tunggu dari tadi. "Aku ... hanya mau Mas Yuza. Dia bisa
Yuza tergelak mendengar penuturan Mila. Dia mengira jika Mila cemburu pada Moza. "Sebenarnya, aku juga tidak suka pada Moza. Dia itu pilihan mamaku, dia putri sahabat baik Mama," ucap Yuza berharap agar Mila mengerti arti ucapannya."Maksudmu, kamu menyukai wanita lain?" tanya Mila. Yuza tersenyum lalu mengangguk."Lalu kenapa bilang padaku, kenapa tidak bilang saja pada orang tuamu," balas Mila membuat Yuza menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Ck, gimana ya?" gumam Yuza."Apanya yang gimana?" tanya Mila bingung meligat tingkah Yuza."Sku bingung aja bilang ke mereka, gak punya alasan yang tepat. Ya ... alasan yang mungkin bisa diterima, misal aku bilang sudah punya tambatan hati. Sayangnya, aku gak punya." "Oh begitu ... ya sudah. Terima nasib, mungkin memang dia jodohmu," jawab Mila santai.Yuza tersenyum, jawaban Mila tak sesuai yang dia harapkan. Padahal dia mengira, jika Mila bakal mengatakan, mau di jadikan alasan untuk menolak Moza."Kembalilah ke aula!" usir Mila. Akhirny
Desas-desus Mila hamil semakin ramai diperbincangkan di panti. Semua penghuni menduga jika Mila hamil dengan Yuza, tapi mereka sengaja merahasiakan hubungan mereka karena memiliki alasan tersendiri. Dugaan itu semakin kuat, karena Yuza sangat perhatian pada Mila. "Mila, kamu kalau sudah lelah istirahat saja. Biar Mbok sama Mak Leha yang menyelesaikan semua ini," ucap Mbok Denok yang merasa khawatir karena wajah Mila terlihat pucat. Mereka sedang membuat kue dan makanan untuk menyambut kedatangan orang tua Yuza. "Mungkin Mila semangat untuk menyambut kedatangan mertuanya," celetuk Mak Leha, spontan Mbok Denok menyenggol Mak Leha. Mila cukup terkejut mendengar perkataan Mak Leha. Sejak kapan dia digosipkan jadi istri Yuza. Mila menunduk, sebenarnya dia memang sedang tidak enak badan. Dia merasa pusing dan badan terasa dingin. "Mbok, Mak, Mila masuk ke kamar dulu ya. Gak enak badan soalnya." Mila pada akhirnya memutuskan untuk masuk ke kamar saja. Dia tak ingin memaksakan diri u
Seminggu kemudian ... Mila merasakan sakit kepala yang luar biasa. Dia bahkan tak bisa bangun walau sekadar ingin ke kamar mandi. Intan begitu perhatian pada Mila, untung saja hari ini hari minggu sehingga Intan tak perlu sekolah dan bisa menjaga Mila. Tok~tok Intan membuka pintu kamar, Yuza berdiri di depan pintu. "Mana Kak Mila?" tanya Yuza. "Tuh, kepalanya sakit katanya." Intan menunjuk ke arah Mila yang terbaring di ranjang dengan mata tertutup. Yuza masuk ke dalam dan langsung menyentuh dahi Mila kemudian kaki Mila yang terasa dingin. Yuza mengukur tensi Mila. "Astaga, tensinya rendah sekali," gumam Yuza. "Kak," Intan menyerahkan sesuatu pada Yuza. Yuza tertegun melihat benda yang baru saja Intan berikan padanya. Intan mendekati Yuza lalu berbisik di telingan Yuza. "Intan menemukan itu di kamar mandi sekitar satu minggu yang lalu," bisik Intan. Yuza mengingat-ingat kembali percakapan saat pertama bertemu dengan Mila. "Jangan-jangan ..." ucapan Yuza meng
Subuh buta, Mila sudah terbangun karena alarm yang dia pasang. Dia mengikuti intruksi yang tertera di bungkus testpack. Urine yang paling akurat adalah yang saat bangun tidur. Dia membawa kotak susu uht kosong yang sudah dia potong ke dalam kamar mandi lalu mencucinya untuk dia gunakan sebagai penampung urine nya. Mila menghela napas panjang, lalu mencelupkan stik testpack, beberapa detik saja alat itu sudah menunjukkan dua garis yang bermakna jika dia positif hamil. Mulut Mila terganga, dia tak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Ih, nanti aku ken cing lagi lah. Aku tes lagi ..." gumamnya. Mila lekas membersihkan kamar mandi dan keluar dari kamar mandi. Intan sudah terbangun dan menunggu di depan kamar mandi. 'Wah, bocil itu bangunnya pagi sekali,' batin Mila. Mila duduk di kursi belajar milik Intan, dia membuka satu botol air mineral yang semalam dia beli. Meneguknya dengan perlahan sambil memikirkan bagaimana menjelaskan pada Yuza jika memang dirinya hamil. Dia han
"Kamu kenapa, Mir?" tanya Mbok Denok yang merasa jika Mila terlihat aneh. Mila menelan air liurnya. "Mm, aku merasa ingin memakan mangga itu, Mbok." Mbok Denok menatap heran ke arah Mila, lalu mengeluarkan satu per satu mangga dalam kresek. Intan ikut duduk di dekat Mbok Denok. Liur Mila semakin mengucur saat mencium aroma getah mangga. "Kamu kok terlihat kayak oeang ngidam sih, Mil?" celetuk Mbok Debok. Mila tertegun, dia kembali mengingat tanggal periode haid nya. "Astaga ..." gumam Mila dalam hati."Kenapa jadi diam?" tanya Mbok Denok semakin bingung.Mila tersenyum untuk menutupi rasa gugupnya, lalu mengambil satu mangga dan mencium aromanya. "Hmm, seger ... masih belum matang ini," ucap Mila mengalihkan pembicaraan."Iya, kita diamkan dulu beberapa hari baru matang dan bisa kita makan," balas Mbok Denok."Pak Rt itu yang rumahnya berselang dua rumah dari panti ini, kan?" tanya Mila ingin tahu."He'em, yang depan rumahnya ada dua pohon mangga itu," jawab Mbok Denok. Mereka