Bab 63 Untung kita semua selamat ya, Mil. Aku tidak menyangka jika ada kejadian seperti ini. Nasib baik sudah ada Pakdhe Gito. Kalau tidak, sudah pasti orang itu sudah berhasil membakar rumah kita dari segala arah," kata Bella saat mereka berada di dalam mobil. "Hm, iya. Siapa kira-kira yang mau menghabisi kita?" sahut Mila yang berada di kursi belakang. "Hegh, Entah itu siapa ... musuh Benni itu banyak. Jadi gak bisa asal menuduh juga," Dirga menimpali dengan senyuman miring. Mila memilih diam, menatap ke arah luar jendela mobil. Pikirannya berkecamuk. Dia merasa risau. 'Padahal hanya sekelas preman kampung tapi banyak juga musuhnya. Apa kabar yang sekelas mafia, pasti hidup mereka dalam bahaya setiap waktu,' batin Mila. Bella menoleh ke arah Mila yang tiba-tiba diam tak bersuara. "Jangan khawatir, suamimu pasti akan baik-baik saja," bujuk Bella, Mila menoleh mendengarnya lalu mengangguk dan tersenyum. Bu Rani langsung menghujani mereka bertiga pertanyaan tentan
Bab 64 "Aku rasa bukan, Bu. Karena mereka sangat tahu titik rumah. Kemungkinan, justru orang dalam pelakunya. Bisa jadi salah satu anak buahku atau ... mungkin orang yang sama dengan yang sudah meracuni pohon di kebun kita," jawab Benni. "Semoga masalah ini cepat selesai," ucap Bu Rani penuh harap. "Aku pergi dulu, ada banyak hal yang harus kuurus. Kamu baik-baik di rumah dengan Ibu dan Bella. Jika ada apa-apa segera hubungi aku," ucap Benni pada Mila. "Oh iya, hari ini aku mau keluar sama Bella, boleh?" Mila meminta ijin pada suaminya. "Mau kemana?" tanya Benni. "Mengantar Bella ke dokter kandungan,'' jawab Mila membuat Bu Rani menoleh ke arah Bella. "Apa ada masalah dengan kandunganmu, Bell?" BU Rani khawatir. "Tidak, Bu. Mm, sebenarnya ini ide Mila. Dia menyarankan agar aku memeriksakan kandunganku. Agar aku tahu keadaan bayi di dalam ini," ucap Bella mengelus perutnya yang belum membuncit. "Mila juga ingin belajar lebih banyak soal kehamilan," imbuh Bella
Malam hari, semua orang berkumpul di meja makan. Shasa juga masih berada di rumah Bu Rani. Istri muda Pak Broto itu mengaku seolah-olah terlihat tidak bisa berjauhan dari suaminya. Padahal dia hanya ingin bisa menatap puas wajah Benni. "Bagaimana perkembangan kasus kebakaran rumahmu, Ben?" tanya Pak Broto di sela kegiatan makan malam. "Pelakunya hampir di ketahui," jawab Benni."Memangnya ada bukti yang bisa jadi petunjuk?" Shasa tiba-tiba menyahut. Bu Rani dan Benni menatap Shasa yang terlihat sinis saat menanggapi. Benni tak mau menghiraukan ocehan Shasa. "Pak, kebun Bapak yang sebelah utara itu sedang mengalami masalah. Apa Bapak tidak mau meninjau dan menanganinya. Bapak lepas tangan begitu saja, leha-leha di rumah tapi giliran minta bagian selalu nomor satu," protes Benni. Dirga langsung melirik sinis ke arah bapak mertuanya."Memangnya ada masalah apa dengan kebun mangga?" tanya Pak Broto. "Hampir semua pohon mangga dan rambutan yang sedang berbuah mati. Ada indikasi senga
Bab 66.Saat dada Benni bergemuruh melihat keadaan Dirga yang sedang terburu-buru memakai pakaiannya. Mila keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk kimono dan rambut yang yang dibungkus handuk. "Mas," Mila terkejut melihat kedatangan Benni, dia lebih terkejut lagi melihat Dirga yang juga berada di kamarnya. "Mil, aku pergi dulu!" ucap Dirga kemudian buru-buru pergi. "Hei, apa maksudmu?" tanya Mila bingung. Mila menatap Benni yang terlihat sangat marah. "Bisa-bisanya kamu Mila! Bisa-bisanya kamu melakukan perbuatan menjijikkan di kamar ini, hah!!" bentak Benni. Prank~prank Benni melempar semua barang yang ada di meja. Mila hanya bisa menghindar dalam kebingungan atas tuduhan yang suaminya lontarkan. "Apa? Aku tidak mengerti kenapa tiba-tiba dia ada di sini!" ucap Mila. "Bohong!! Jelas-jelas dia baru saja memakai baju dan celana ya!" tuduh Benni. Mila terdiam, dia tahu percuma juga dia menjelaskan saat Benni dalam keadaan emosi. "Kenapa diam Mila?!" bentak Benni. "Aku
Bab 67."Brengsek!" umpat Dirga seraya bangun. Dia mendekati Benny, hendak membalas Benny. Akan tetapi Benni lebih cepat memukul perutnya. "Ba jingan!" umpat Benni. Bella dan Bu Rani yang sedang berada di dapur, berlari keluar. "Ada Apa Ben?" tanya Bu Rani. "Bajingan ini semalam, berselingkuh dengan Mila!" tuduh Benni menunjuk ke arah wajah Dirga yang meringis kesakitan. "Apa?!" Bu Rani dan Bella terkejut. "Ya saat aku pulang, dia berada di kamarku dan ...!" Benni tak sanggup untuk menlanjutkan. "Jangan asal bicara kamu, Kak! Mila tidak mungkin melakukan hal itu!" Bella membela Mila. "Tentu saja bisa, dia itu kan dari dulu suka sama Dirga!" sahut Shasa yang tiba-tiba datang. "Gak usah ikut campur!" bentak Bella. "Sekarang di mana, Mila? Kita harus bertanya padanya?" tanya Bu Rani. Saat semua orang sedang mempertanyakan keberadaan Mila, ada seorang pem
Mila terus mengikuti langkah kaki Yuza. Dia tak sedikitpun melepaskan pandangan dari pria itu. Entah mengapa, dia merasa yakin jika Yuza bisa memberikan perlindungan untuknya. Yuza memesan taksi online, mereka duduk menunggu di depan toko roti. Mila merasa tergoda ingin membeli beberapa roti, tapi dia tidak mau jika di tinggal oleh Yuza. "Kak, memangnya ...Kak Yuza beneran dokter?" tanya Mila iseng. "Kenapa nanya? Gak percaya?" Yuza balik bertanya."Hehe, bukan gak percaya. Tapi Kak Yuza terlihat masih muda," jawab Mila. "Benarkah, padahal usiaku sudah menginjak usia kepala tiga." "Cis, kepala tiga ya masih terbilang muda Kak!" rungut Mila. Sebuah mobil berwarna merah berhenti di depan mereka. Yuza berdiri mendekati ke mobil itu, Mila dengan cepat mengikutinya. Dia ikut Masuk ke dalam mobil meski tanpa dipersilahkan oleh Yuza. Yuza tidak banyak bicara, seolah tidak mempermasalahkan jika Mila mengikutinya. Setengah jam kemudian, mobil yang membawa mereka memasuki sebuah halaman
Benni duduk termenung di kamarnya, dia merasa kecewa dan sedih karena tak menemukan Mila di terminal. Dia menatap ke arah tempat tidur yang kosong. Dia teringat Mila yang terlihat sudah bisa menerimanya. "Apakah aku terlalu cepat menuduhnya, apakah kejadian itu salah satu tipu muslihat Dirga," gumam Benni lalu mengacak kasar rambutnya. "Di mana kamu Mila?" ucap Benni dengan hati yang terasa begitu berat. "Ben, Benni ...!" panggil Bu Rani. Benni terhenyak dan langsung beranjak dari tempat duduk. Dia berlari dari kamar turun ke bawah. Ibunya berada di ujung tangga terlihat begitu gelisah. "Ada apa, Bu?" tanya Benni khawatir. "Ben, ada yang mencuri surat tanah di brankas!" beritahu Bu Rani. Semua orang datang berkumpul karena mendengar teriakan Bu Rani. "Ada apa, Mbak?" tanya Shasa. "Di mana suamimu?" tanya Bu Rani pada Shasa. Shasa tersenyum miring mendengar pertanyaan konyol Bu Rani, bukankah suaminya juga suami Bu Rani juga. "Dari semalam tidak pulang," jawab Shasa enteng.
Koko membonceng Wawan yang menyamar sebagai tukang online, menuju tempat yang sudah di tentukan oleh Dirga. Benni dan Jojo mengikuti dari jauh. Tempat yang di tentukan sangatlah jauh pemukiman warga. Hanya ada satu rumah gubuk kecil di tengah padang ilalang. "Busyet ini Dirga apa-apaan sih? Tinggal di tempat yang serem begini!" gerutu Wawan."Iya, heran gue sama kelakuan Dirga yang sebenarnya. Gini amat, sebelumnya dia kayak cowok baik-baik gitu ya, meski ada nackal-nackalnya tapi gak nyangka kalau dia bisa psikopat begini," timpal Koko."Anjir dah, kayaknya aku ngatar sampai sini biar dia gak curiga. Kamu jalan aja menuju ke gubuk itu. Pisau kecil udah dibawa kan, buat jaga-jaga?" ucap Wawan memastikan, Koko megangguk lalu berjalan menuju gubuk yang letaknya sedikit jauh di depannya. Tok~tok Koko mengetuk pintu, terdengar suara bertanya dari dalam. "Ini aku, Ga. Koko!" jawab Koko. Pintu terbuka, Dirga memastikan keadaan di luar dan menyuruh Koko segera masuk lalu dengan terbur