Mila memalingkan wajahnya dari menatap Benni, jantungnya berdebar, dia juga merasa malu sendiri. "Kenapa?" tanya Benni meraih pakaiannya di atas kasur. Dia merasa heran melihat Mila yang seperti cacing kepanasan. "Hm, tidak apa-apa," jawab Mila menoleh ke arah Benni dengan menampakkan senyuman, dia berusaha untuk menyembunyikan rasa gugupnya. "Aakh, Astaga!!" pekik Mila terperanjat dan melompat naik ke atas kasur, dia terkejut saat melihat Benni, yang tanpa rasa malu membuka handuk. Sekilas, Mila bisa melihat milik Benni. Tapi dia langsung menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Hei, kamu ini kenapa?!" pekik Benni ikut terkejut. "Kenapa telanjang bulat di depanku, kamu itu membuat mataku ternoda!" protes Mila. "Aku ini suamimu, wajarlah!!'' gerutu Benni memakai pakaiannya dengan santai. "Tapi aku belum terbiasa melihat yang seperti itu!" protes Mila lagi. "Halah, nanti juga terbiasa. Sehari tidak melihat, bisa pusing kepalamu!" Benni justru meledek M
Benni menggandeng tangan Mila menuju kafe, mereka duduk di depan kedai yang menjual nasi kari ayam. "Kamu mau pesan apa?" tanya Benni pada Mila. Mila membaca satu persatu buku menu yang berada di meja. "Mie udon kari ayam katsu," Mila menunjuk ke daftar menu. "Ok, minum?" balas Benni. "Milktea ice." "Aku pesan dulu, ya ..." Benni berdiri menuju kasir untuk memesan makanan. Kedai itu memakai sistem pesan dan bayar dahulu. Benni mendekati Mila yang sedang menatap ke arah danau. "Sayang," panggil Benni membuat Mila menoleh ke arahnya. "Sedang melihat apa?" "Danau itu," jawab Mila. "Mau kebab?" Benni menawarkan. "Aku sih mau-mau saja. Tapi, aku tidak mau ketemu dengan Andi. Aku kesal sekali padanya," kata Mila dengan wajah masam. "Kenapa kesal? Kita harus berterima kasih padanya, kalau bukan karena ibunya mengirimmu pada Bapak. Tidak mungkin kita bisa jadi suami istri sekarang." "Itu karena kebetulan juga, coba kalau Bang Harsa tidak melihatku. Sud
Bab 54 Jenny sedikit gemetar mendengar pertanyaan Benni, karena tebakan Ben i memang tidak meleset. "A, bu-bukan ... tapi aku hanya kangen saja dengan Mila!" bantah Jenny. "Sudahlah, berapa uang yang kamu inginkan?!" tanya Benni kesal. Mila terkejut dengan penawaran Benni, apalagi melihat Jenny yang langsung bisa berdiri tegak. Mila berdecak kesal dan langsung menarik tangan Benni. Benni mengelus lembut tangan Mila, memberi kode agar tidak khawatir. "Lima juta saja, buat biaya hidup Ibu. Beberapa hari ini, Ibu tidak bekerja karena sakit," jawab Jenny memasang wajah sedih. "Banyak sekali, kamu pikir kita ATM-mu?!" gerutu Mila. Benni mengambil uang dari dompetnya lalu mengulurkan pada Jenny. Senyuman Jenny mengembang, dia langsung menerima uang dari Benni. "Itu hanya tiga juta," Benni memberitahu hingga membuat Jenny yang hendak menghitung mengurungkan niatnya. "Eh, kok ..." protes Jenny lirih. "Terima saja, jangan banyak protes! Pergi ... jangan pernah kemba
Bab 55Setelah Benni dan kedua anak buahnya pergi, Mila menyibukkan diri dengan mengerjakan pekerjaan rumah seperti biasa. Dia juga berpikir ingin memasak apa untuk makan siang nanti. Mila menoleh ke arah meja makan saat mendengar ponselnya berbunyi. Dia mengambil ponsel, Mila tersenyum saat melihat siapa yang menghubunginya. "Hallo, Bel," sapa Mila. "Hallo, Mil. Kamu sedang apa?" tanya Bella. "Bersih-bersih," jawab Mila singkat. "Hah, serius? Memangnya Kak Benni gak melarang kamu?" "Ya melarang sih, cuma mau gimana lagi. Sudah jadi kebiasaanku, badanku bisa sakit semua kalau tidak ngapa-ngapain Bel," jawab Mila. "Gak ada rencana mau ngambil pembantu?" "Kakakmu sih nganjurin, cuma aku yang mau. Oh iya, kamu nelepon ada yang penting kah?" "Hm, gak juga. Cuma aku boring di rumah. Aku mau ke sana boleh? Atau nanti kita pergi keluar jalan-jalan," bakas Bella. "Boleh, aku tunggu. Sekalian aku mau siap-siap, mau ijin sama kakakmu juga," jawab Mila semangat. "Cie ...." goda Bella.
Benni menyugar kasar rambutnya, sebisa mungkin dia menahan rasa emosinya. Dia tidak ingin jika Bella mendengar pertengkaran antara dirinya dan Mila. "Aku tidak pernah memintamu untuk menikahiku, aku juga tidak ingin terjebak dalam kehidupan kalian. Aku pernah memintamu untuk mengirimku jauh dari sini. Kamu sendiri yang menyembunyikan aku di sini. Sampai aku mengenal kalian semua termasuk Dirga. Aku memang tertarik dengannya, karena cuma dia yang dari awal sangat baik padaku. Tapi bukan berarti , sekarang aku bisa selalu dituduh ingin menggoda dia. Dia sudah jadi suami orang, aku tahu diri. Aku juga sudah menjadi istrimu, suka tidak suka aku tetap harus bersikap seperti wanita yang bersuami pada umumnya. Jadi berhenti menuduhku!" Mila mengutarakan apa yang ada dalam pikirannya. Mila meninggalkan Benni yang masih berdiri terpaku, dia masuk ke dalam kamar mandi. Mila menutup mulutnya lalu menangis sejadi-jadinya dalam keadaan shower yang sengaja dia hidupkan. Saat Mila keluar dari ka
Bab 57. Benni menatap tajam ke arah Harsa yang melongo melihat Franda yang begitu erat memeluk dirinya. Benni melepas paksa pelukan Franda. "Eh, maaf ya ... hehe sangking rindunya sama kamu," ucap Franda tersenyum canggung. Benni hanya membalas dengan senyuman dingin, Benni meninggalkan franda lalu ikut duduk bersama dengan yang lain. Demikian pula dengan Franda, dia duduk di samping Harsa. Harsa memasang wajah masam pada keponakannya itu. "Ben, di mana istrimu?" tanya Franda melihat ke sekeliling. "Dia sedang istirahat, sedang gak enak badan," jawab Benni. "Kenapa, hamil? Tapi kalian ka baru saja menikah," sahut Franda dengan entengnya. Harsa berdehem, memperingatkan agar Franda menjaga ucapannya. Bella yang hendak menyendok nasi untuk Dirga, langsung merasa tersindir. "Bukan, Fran. Tadi dia jalan-jalan sama Bella, mungkin mabuk perjalanan." Wawan menimpali. "Ish, mungkin karena tidak pernah naik mobil kali ya. Kismin ...," balas Franda tergelak kecil. Semua terdiam, meliri
Bab 58.Mila mengeliat, merenggangkan badannya yang terasa pegal. Dia meraba ke sampingnya, lalu menoleh memastikan. Ternyata tidak ada Benni di sana. Matanya menyipit, melihat ke arah jam yang terpasang di dinding kamar. Waktu menunjukkan pukul 05.30. Masih terlalu pagi, tidak mungkin jika Benni sudah bangun. "Mungkin semalam dia tidak tidur di kamar, " gumam Mila turun dari tempat tidur. Dia mematika AC, kemuduian membuka gorden dan pintu balkon. Udara pagi masuk memenuhi ruangan kamarnya. Mila masuk ke kamar mandi, mencuci muka dan menggosok giginya. "Tidur di mana dia?" gerutu Mila dengan busa pasta gigi memenuhi mulut. Dia menatap kesal wajahnya sendiri di cermin atas wastafel. Mila berkumur lalu memutuskan untuk turun ke bawah. Mata Mila membeliak sempurna melihat keadaan dapur, semua peralatan makan belum di cuci. Sampah bekas bungkus makanan juga belum dibuang, bau basi memenuhi dapur. Kecoa juga berkeliaran. "Astaga, hanya satu malam saja sudah seperti ini keadaan dapur
Bab 59.Di dapur, Franda memiliki rencana untuk menabur garam ke dalam sambal udang. Sayangnya dia sendiri tidak tahu mana yang namanya garam. Dia memperhatikan dua toples yang berisi micin dan garam. "Ck, kenapa gak ada tulisannya sih!" gerutu Franda. "Halah, dua-duanya aja lah kumasukan!" Franda pun menyendok satu sendok makan penuh micin dan hendak menabur ke dalam mangkuk sambal. "Hei, jangan coba-coba merusak sarapan kami ya!" tegur seseorang dari arah belakangnya. Franda terkejut, dia mengigit bibir bawahnya. Dia mencoba untuk mencari alasan. "Eh, ga ada. Ini aku lagi mau icip sambal ini ... udah pas belum rasanya," Franda beralasan mengembalikan kembali micin ke dalam wadah sebelum Jojo melihatnya. Jojo mendekati Franda, dia memperhatikan tangan Franda yang gemetar memegang sendok. "Kok tangannya gemetar gitu? Mau berbuat jahat tapi keburu ketahuan ya?" ledek Jojo. "Ih, siapa bilang?" Franda mengelak. "Kata aku lah, kan aku yang barusan ngomong!" sahut Jojo tersenyu