Namanya Suga, lengkapnya Sugantara Lesmana Dewa. Pria berusia tiga puluh dua tahun yang memiliki tubuh tinggi sekaligus kekar, dibarengi dengan otaknya yang cemerlang. Namun ... terlepas dari beberapa segi sempurnanya itu, Suga bukanlah tipikal pria idaman. Dengan kacamata tebal ia dikenal sebagai CEO culun oleh banyak orang. Pria yang merupakan pewaris utama perusahaan milik ayah angkatnya—Daichi Lesmana—itu, sering menjadi bahan gunjingan para karyawannya.
Itulah sosok Suga yang dikenal secara umum. Di balik itu semua, ada sebuah rahasia besar. Tak akan ada yang menyangka jika dirinya merupakan ... ketua mafia! Ia memimpin sebuah perkumpulan gelap yang sering memperjualbelikan barang-barang atau data secara ilegal. Tidak banyak orang yang tahu! Karena itu memang rahasia, kecuali beberapa orang kepercayaannya sajaHidup Suga selalu diselimuti kekerasan, ia tidak pernah gentar ketika melihat darah. Bahkan, di kalangan anggota gengnya, ia terkenal sangat kejam. Tidak ada ampun bagi musuh sekaligus pengkhianat. Suga selalu menghajar habis para pengkhianat itu, tetapi ia tidak membunuh, melainkan menyiksa mereka dalam keadaan hidup-hidup! Bagi sebagian korbannya, tentu lebih baik mati daripada merasa sakit berkepanjangan, tetapi Suga tidak pernah mau menghabisi nyawa mereka. Tak hanya itu, para pengkhianat dijadikan dikurung lalu akan dijadikan sebagai tameng jika beberapa sindikat kejahatan geng mafia milik Suga ketahuan oleh pihak aparat, Suga juga mempertaruhkan keamanan keluarga mereka sebagai ancaman. Dengan begitu, Suga tidak perlu susah payah mengurus keterlibatan dirinya sekaligus identitasnya selalu aman.Terlepas dari siapa Suga sebenarnya, hari ini ia menjalani hari sebagai CEO di perusahaan Daichi Lesmana. Tampilannya tetap culun, meski keindahan tubuhnya tidak bisa terlalu ditutupi. Nyatanya banyak orang yang justru melihat tampilan wajah ketimbang kekarnya tubuh. Hal itu membuat Suga tak cukup digemari.“Ck, andai saja bos kita tuh ala oppa-oppa Korea, kerja pun bakal semangat,"celetuk seorang manager cantik dari divisi paling tinggi di perusahaan tersebut, sesaat setelah Suga melewati ruang kerjanya yang berdinding transparan.Namanya Ratih Kembang Gayatri. Parasnya cantik, hidungnya mbangir dengan bibir tipis murni berwarna merah muda. Wanita itu benar-benar tidak menyukai Suga, karena terlepas ketidaktampanan pria itu, baginya Suga tidak memiliki keramahtamahan sama sekali.Nurma bawahan sekaligus teman dekat Ratih pun hanya tersenyum. Namun, sepertinya senyum saja tidak cukup untuk menimpali ucapan Ratih, sampai akhirnya ia menjawab, “Jangan terlalu merasa benci padanya, Ratih. Nanti kamu suka sama dia, loh!"“Amit-amit, enggak mau aku, Nur! Sudah geh culun, judes lagi. Kalau bukan CEO mana ada aku hormat sama dia, menyebalkan tahu!“ tandas Ratih dengan sengit.“Tapi kalau lebih diamati lagi, sebenarnya Pak Suga itu gagah lho, Tih. Kedua lengannya saja besar banget, ditambah dia tinggi, sekaligus pinggangnya kecil. Mungkin dia pakai kacamata tebal karena memang ada minus di mata kali, Tih. Siapa tahu kalau dibuka, jadi tampan sekali.“Ratih menghela napas panjang. Ia melirik wajah Nurma secara sekilas, sebenarnya ia membenarkan ucapan sahabatnya itu. Namun, sifat judes milik Suga benar-benar tidak bisa diganggu gugat. Tidak peduli jabatan yang lumayan tinggi telah diberikan oleh Suga untuknya, Ratih tetap tidak menyukai atasannya tersebut.“Sudahlah! Kerja lagi saja kamu, Nur, enggak mau, 'kan, kalau aku mutasi ke jabatan lain?" ancam Ratih pada Nurma yang masih menatapnya sembari meledek.Nurma membentuk sikap hormat pada Ratih, kemudian mengangguk mantap. “Siap, Bu Bos!““Duh mana nanti harus minta tangan si Culun lagi, kenapa sih harus pakai tanda tangan CEO segala?““Karena jabatan kamu juga tinggi, Tih. Sudahlah katanya mau balik kerja!““Ck, hah ....“Kedua wanita tersebut segera memperbaiki posisi duduk, lantaran tak ingin membuang waktu hanya untuk bergosip. Lagipula ruang kerja Ratih menjadi satu dengan lima orang bawahan terpilih, agar ia bisa mengawasi mereka dengan baik. Sekaligus, membuatnya tidak bisa bersikap seenaknya terlalu lama.***Sesampainya di ruang kerja mewahnya, Suga duduk di kursi kerja mahalnya. Ia menghela napas panjang untuk membuang kegusaran. Hari ini ia benar-benar dibuat lelah oleh banyaknya pekerjaan kantor, belum lagi masalah-masalah serius di dalam geng mafianya.“Arrrgggh!“ pekik Suga geram. Detik berikutnya, ia melepas kacamata tebalnya dan ... tampak sepasang mata tajam menyiratkan aura seram.Namun, dalam tampilan wajah tanpa kacamata itu, Suga terlihat sangat tampan. Ia sempurna! Sayangnya hanya dirinya yang tahu kesempurnaan wajahnya itu.Suga kembali menghela napas. “Memangnya siapa juga yang mau menjadi pewaris perusahaan sekaligus organisasi sindikat itu, hah?! Kalau bisa aku juga akan menumpas nyawa ayahku!“ ucapnya geram.Suga tidak menampik ketidakrelaannya dalam menerima dua gelar sekaligus. Semua serba dipaksakan Keterlibatannya dalam sindikat bukan dari keinginannya, sekaligus jabatan CEO itu. Sejak kecil ia sudah dilatih secara khusus oleh Daichi Lesmana—ayah angkatnya. Daichi Lesmana pernah menjadi anggota gangster yang kejam, membunuh para korban tanpa ampun.Pria keturunan Jepang tersebut lantas pindah ke Indonesia karena kejahatannya hampir diketahui oleh pihak keamanan di sana, beruntungnya, sampai saat ini identitas Daichi Lesmana selalu aman. Ibunya keturunan Jawa, cukup mudah baginya untuk mencari tempat tinggal.Dan dari pelariannya itu, Daichi Lesmana membentuk sebuah perkumpulan gelap yang bergerak memperjual-belikan barang-barang serta data ilegal. Semua ia lakukan untuk mencari nafkah atas dirinya sendiri. Sebagai seseorang yang sudah piawai dalam hal kejahatan, cukup mudah bagi Daichi Lesmana membangun usahanya. Keuntungan yang ia dapat dari semua itu, ia gunakan untuk membangun sebuah perusahaan legal dan akhirnya terkenal.Namun lambat laun Daichi Lesmana merasa kesepian, tetapi enggan untuk menikah. Hingga akhirnya, Daichi Lesmana mengadopsi tiga orang anak dari panti asuhan. Ia memilih Suga—bocah jenius itu—dan mulai melatih Suga menggunakan banyak kekerasan. Dan ketika Daichi Lesmana sudah berumur pensiun, Suga menjadi penerus kedua usaha antara legal dan ilegal tersebut.“Kapan matinya si Tua itu? Sampai kapan aku menjadi kaki tangannya? Herannya, sudah tua sekalipun kekuatannya masih melebihi singa! Memang! Pembunuh sama amatir jelas berbeda!“ gerutu Suga atas semua keluh kesahnya.Suga menginginkan kematian Daichi Lesmana, tetapi langsung membunuh pria itu tentu menjadi hal yang mustahil. Sekalipun kejam, Suga tidak pernah menghabisi nyawa seseorang, ia hanya melakukan penyiksaan selebihnya ancaman. Dan sekalipun ia berani, membunuh Lesmana merupakan hal yang gegabah. Karena selain berbahaya bagi identitasnya, ia akan hidup kesulitan jika masuk penjara.Suara ketukan pintu tak didengar sama sekali oleh Suga karena sibuk dalam pikirannya sendiri. Alhasil, si pelaku tersebut masuk tanpa permisi. Ketika pintu terbuka muncul seorang wanita cantik, yakni Ratih Kembang Gayatri. Meski tidak mendapat jawaban, asal sudah mengetuk bukan sesuatu yang tidak sopan menurutnya.Baru berbalik setelah menutup daun pintu kembali, Ratih dibuat tercengang oleh tatapan tajam seorang Sugantara. Mata mereka saling bertaut satu sama lain dalam kebisuan yang menegangkan.Ratih menelan saliva, meski tubuhnya terpaku tanpa bisa digerakkan. Ia merasa bingung atas adanya sosok tampan tersebut. Pria itu siapa dan mengapa ada di ruangan CEO culun yang sangat tidak ia sukai? Lantas, mata Ratih bergerak menyelidik tubuh Suga yang kini sudah berdiri.“P-Pak Su-suga ...?“ ucapnya terbata-bata dengan suara kecil nyaris tak bisa didengar.***Kekesalan hati Suga yang sudah ada, kini dibuat semakin membuncah saja. Kehadiran Ratih secara tiba-tiba membuatnya tidak menyangka. Karena mendapati keterkesiapan wanita yang tidak ia ketahui namanya itu, Suga segera menyambar kacamatanya dari atas meja. Lalu, ia menata rambutnya ke depan dan kembali culun seperti yang orang tahu!Suga berjalan tegas menghampiri Ratih yang masih mematung. Ia masih berdecak beberapa kali, bahkan mengumpat. Pria itu benar-benar tidak habis pikir atas ketidaksopanan sang wanita.“Apakah kamu tidak memiliki sopan santun? Masuk ruangan orang tanpa permisi?” tanya Suga setelah sampai di hadapan Ratih.Ratih mundur satu langkah. Ia menelan saliva dengan susah payah. Kendati tertutup kacamata tebal, nyatanya wajah Suga masih terlihat sangat seram, ditambah dinginnya sikap atasannya tersebut. Ratih menghela napas beberapa kali untuk meluruhkan ketegangan tub
Ketika hendak melakukan absen pulang menggunakan id-cardnya, gerakan Ratih menjadi terhenti karena segerombolan orang yang menabrak dirinya. Awalnya ia ingin marah dan meneriaki mereka, tetapi sosok Suga justru ada di antara gerombolan itu. Tak ada yang bisa Ratih lakukan kecuali mendengkus kesal diam-diam. Bukan tidak berani, tetapi tidak mau mempermalukan dirinya sendiri.“Ck, sialaaan ...!“ ucap Ratih dengan geram.Tiba-tiba Suga menghentikan langkahnya, sementara enam orang yang mengawal dirinya tetap melanjutkan langkah. Enam orang tersebut merupakan beberapa dewan petinggi sekaligus pemegang saham lain di bawah naungan perusahaan Daichi Lesmana.“A-apaan dia?" gumam Ratih dengan heran, sedangkan matanya saat ini tengah mengamati sosok Sugantara.Beberapa detik kemudian, Suga menengok ke kanan maupun ke kiri dengan gaya elegan. Setelah memastikan sesuatu yang Ratih sendiri tidak tahu, pria itu lantas berbalik setengah lingkar. Suga melirik Ratih dengan tatapan mata yang tajam, ia
Ratih melambaikan tangannya pada Gatra, sesaat setelah turun dari mobil pria itu. Tak berselang lama, ia bergegas memasuki pekarangan rumah sederhananya. Sementara Gatra, ia menuju rumahnya sendiri yang berlantai dua di samping rumah Ratih.Setiap kali berhasil menjemput Ratih, perasaan Gatra seketika menghangat. Meski ia tahu jika sampai saat ini, perasaannya tak tersampaikan dengan baik. Namun dengan begitu, tentu tidak ada kecanggung ketika sedang bersama Ratih. Hubungan baik itupun akan terjalin dalam kurun waktu yang lama, tanpa mengkhawatirkan perihal perpisahan karena cinta.Baru saja turun dari mobilnya, Gatra sudah dihadang oleh ibu tercinta. Hesvi namanya. Wanita paruh baya itu tengah berkacak pinggang dengan raut yang penuh kemarahan.“Gatra! Mama 'kan udah bilang, jangan deket-deket sama Ratih. Kamu ngeyel banget, sih!” omel Hesvi pada putra pertamanya tersebut.
Ratih terpekik ketika kepalanya baru saja dilempar sebuah gelas plastik oleh bibinya. Ia mengusap bekas lemparan itu sembari mengumpat pelan. Kekesalan membuncah di hatinya, menambahi warna kelelahan. Semestinya, ia sudah terbaring dengan nyaman tanpa harus menghadapi wanita paruh baya yang ketus itu.“Kamu mengumpat lagi sama bibimu sendiri, hah?!” Suara sang bibi begitu lantang penuh amarah. Ia sudah benar-benar tidak habis pikir atas sikap Ratih yang kurang ajar. “Ingat, Ratih, dari kecil siapa yang ngurus kamu!”“Aaaaa! Stop bahas hal yang sama, Bi Kani!” balas Ratih dengan sengit.Kani tersentak. Ia memasang wajah memelas seketika. “Nasibku kenapa begini? Ngurus anak adikku yang durhaka ketika sudah besar.” Ia berucap sembari mengelus dadanya.“Sudah deh, Bibi enggak usah sok menderita lagi. Harusnya Bibi tuh
Hujan deras turun ketika malam telah larut. Dingin menerpa tubuh Ratih yang saat ini meringkuk di atas kasurnya. Tak ada penghangat selain selimut tebal yang ia beli sejak satu tahun yang lalu. Tak ada teman pengisi sepi kecuali bisingnya suara hujan itu.Dalam kesendirian itu, Ratih tengah merindu. Bukan pada seorang kekasih, melainkan kedua orang tuanya. Pengandaian pun ia lakukan di dalam otaknya, andai ayah dan ibunya masih ada. Ah, tentu saja hidupnya tak sesepi sekaligus semiris sekarang ini. Ia tidak perlu bersikeras menyempurnakan diri hanya untuk melindungi diri sendiri.“Ayah, Ibu, Ratih kangen," gumam wanita itu sembari meneteskan air mata.Terkadang nasib seseorang memang tidak seberuntung orang lain. Pun pada Ratih yang selalu menanggung nestapa hidup sendirian. Masih hangat dalam ingatan ketika ia mendapat cerca karena tidak punya orang tua. Cemoohan anak-anak sebaya tak terlewat untuk ia alami, bahkan hanya karena yatim piatu ia kerap dipukuli. Menginjak usia empat belas
Baru memasuki pintu utama perusahaannya sendiri, Suga sudah dikejutkan dengan sesuatu yang seharusnya menjadi kemustahilan. Sosok cantik tengah berjalan begitu tegas sesaat setelah melakukan scan absen. Bagaimana bisa wanita itu masuk hari ini? Pertanyaan itu terlintas di benak Suga bersama pemberhentian laju kakinya. “Apa rencana itu nggak berhasil?” gumam Suga sembari memicingkan mata memastikan kembali jika wanita itu adalah Ratih Kembang.Namun sama seperti penglihatan Suga, ia memang Ratih!Suga segera menepis keterpanaan itu dan kembali melaju kakinya. Seiring langkah yang ia ambil, pikirannya dibuat kacau atas keberadaan Ratih di perusahaannya. Tampaknya dugaan yang ia berikan memang benar, bahwasanya kedua bawahannya tidak berhasil membawa Ratih.Suga mengira jika ada orang yang menyelamatkan wanita itu ketika misi sedang dijalankan. Hanya saja terlalu mustahil jika tengah malam masih ada orang yang terjaga, kecuali sistem keamanan yang diterapkan merupakan ronda malam. Namun,
Ratih tidak menyangka jika hidupnya akan semakin sulit setelah terlibat pertengkaran dengan Suga. Ia tidak pernah membayangkan jika dirinya akan menjadi sekretaris dari pria itu. Bagi Ratih, seorang sekretaris tidak lebih dari seorang pembantu, hanya saja memiliki sebutan dan jaminan yang jauh lebih tinggi. Dengan pemikiran tersebut, tentu saja Ratih menganggap jika saat ini jabatannya telah diturunkan.Kini, Ratih hanya bisa mematung di hadapan Suga. Kendati begitu, matanya terus menatap tajam ke arah pria itu. Ingin sekali, Ratih menghantamkan wajah Suga pada tembok pembatas antar ruangan, atau setidaknya menguliti atasannya tersebut. Bagaimana tidak merasa kesal jika saat ini ia justru dipermainkan tanpa adanya kesempatan untuk melawan.Suga menghela napas sembari bergerak dengan malas. Tak berselang lama, ia melepas kacamatanya.Tentu saja mata elangnya terlihat dengan jelas.“Kenapa?” tanya Suga dengan nada datar.Ratih mengepalkan kedua telapak tangannya demi upaya untuk menahan r
Ratih hanya bisa menghela napas. Bagaimana tidak, baru pukul enam pagi ia justru harus hadir di sebuah apartemen elit. Selain masih sangat enggan untuk bertemu Suga, ia paling malas untuk bangun lebih pagi. Rasanya sungguh memuakkan, tetapi Ratih tidak bisa berbuat apa-apa. Suga selalu mengancamnya dengan dua milyar sebagai ganti rugi jika Ratih menolak perintah dari pria itu.Lalu-lalang beberapa orang yang tidak dikenal oleh Ratih menghiasi suasana pagi ini. Mereka merupakan pemilik sekaligus penghuni unit-unit dari gedung apartemen itu. Tentu saja, mereka orang-orang kaya yang memiliki banyak harta. Oleh sebab itu, Ratih menjadi ciut hati. Ia merasa seperti pasir di antara berlian yang bersinar.Kebiasaannya yang sering mengumpat masih saja dilakukan, meski Ratih hanya sebatas menggumamkan. “Aku sangat membenci dirinya. Demi Tuhan! Oh, Si Culun Sugantara!” ucapnya.“Hei!” Tiba-tiba suara berat dan dingin terdengar dari belakang posisi Ratih.Seruan itu sukses membuat Ratih terkejut
Pipi Suga sampai memar karena sambaran tangan Daichi Lesmana yang belum lama ini melampiaskan kemarahan cara memberikan tamparan keras. Namun setelah dipukul, Suga masih saja berdiri tegak, mungkin hanya kepalanya saja yang tertunduk. Bukan hanya perkara seorang wanita saja. Hal yang membuat Daichi Lesmana sampai murka, tidak lain dan tidak bukan adalah Suga yang tidak lekas datang ketika diminta untuk pulang, lebih tepatnya menghadap dirinya. Cara Suga yang membangkang, bahkan meski hal itu jarang Suga lakukan, tetaplah membuat Daichi Lesmana tidak terima. "Apa sekarang kamu sudah mulai berani pada Ayah?!" ucap Daichi Lesmana yang belum berkenan untuk menyudahi kekesalannya. "Kamu pikir, usia Ayah yang sudah tua ini, justru mengurangi kekuasaan dan kekuatan yang Ayah miliki, Sugantara? Tidak! Ayah masih bisa membunuhmu kapan saja, atau mungkin sekadar mengganggu kedua adikmu itu!"Mendengar ancaman yang keluar dari mulut sang ayah angkat, Suga lantas menelan saliva. Kedua telapak t
"Aku ingin memintamu turun, tapi ...." Usai berkata demikian, Suga berangsur meraih tangan Ratih. Genggaman erat ia lakukan terhadap lentiknya jari-jemari milik wanita itu. Dan ketika ia menoleh, Ratih malah sibuk menatap ke arah depan. "Kamu masih saja merasa canggung ya? Kenapa? Apa suasana di hubungan kita ini benar-benar membuatmu enggak nyaman, Ratih?"Ratih menelan saliva dengan susah-payah. Nyatanya meskipun jago bela diri, pemberani, serta berharga diri tinggi, ia tetap mati kutu ketika Suga memperlakukan dirinya dengan cara yang berbeda. Belum lagi, status hubungannya dengan Suga yang belum jelas, sejatinya membuat Ratih terus berpikir keras; rasanya tidak pantas jika ia dan Suga sampai berciuman ketika tak ada hubungan spesial apa pun, selain atasan dan bawahan. Namun sekali lagi, ia tidak cukup percaya diri untuk menuntut kejelasan hubungan yang ia pikirkan tersebut. "Saya mau turun sekarang, Pak," ucap Ratih setelah sekian detik mampu menentukan langkahnya. Detik berikutn
Jantung Ratih tak bisa berhenti berdebar, sejak Suga merenggut ciuman pertamanya. Bahkan sekarang, ketika telah kembali ke kantor dan jam kerja sudah hampir selesai, Ratih masih belum bisa merasa lebih tenang. Konsenterasinya terus terganggu dengan bayangan keromantisan itu. Sentuhan bibir Suga seolah masih tersisa di bibir, pipi, hingga kening Ratih. Wajahnya kerap memerah setiap kali ia membayangkan itu semua.“Ugh ... bagaimana bisa aku menjadi orang yang semesum ini sih?” ucap Ratih. Detik berikutnya ia lantas mengutuk dirinya sendiri. “Kalau begini terus, aku enggak akan bisa bekerja dengan baik. Ck ....”Usai mengeluh, seulas senyuman justru tampak tertera di bibir Ratih. “Tapi, tadi ... Pak Suga ... apa dia memiliki banyak pengalaman? Kenapa dia selihai itu? Yah, enggak heran sih. Toh, tampang aslinya memang luar biasa tampan. Wanita mana yang akan menolak pesonanya itu?”“Ah, enggak boleh begini terus. Aku harus bekerja. Dan aku harus menemuinya. Mau enggak mau aku memang haru
"Kenapa malah membawa saya ke apartemen sih, Pak?! Katanya tadi ada kerjaan!" omel Ratih usai dibawa ke apertemen milik atasannya tersebut. Suga tidak menjawab dan justru memasang ekspresi yang cukup datar. Meski kacamata tebalnya belum ia lepaskan, dan poni panjangnya tak ia singkirkan, rona kekesalan terlihat jelas di wajah berpenampilan culunnya tersebut. Sikap Suga tentunya membuat Ratih menjadi heran sekaligus penasaran. Namun untuk kembali mengomel, Ratih sudah tidak berani. Pasalnya, ia sendiri cukup takut dengan apa yang akan Suga lakukan terhadapnya. Terlebih ketika pria itu terus melangkah maju di hadapannya, yang otomatis membuat dirinya terpaksa berjalan mundur. "Aaaakh!" pekik Ratih saat tubuhnya menabrak sebuah meja bundar berukuran lebih kecil daripada meja lain yang juga ada di ruang tamu dari apartemen tersebut. Dengan cepat, Suga menangkap pinggang Ratih, sehingga wanita pemberani itu tak sampai terjatuh. Berkat penyelamatan dadakan yang Suga lakukan, Ratih semak
"Baik, Ayah, akan saya usahakan datang secepatnya. Setidaknya sampai urusan saya kelar," ucap Suga pada sang ayah ketika ia diminta untuk pulang, usai ia menjawab panggilan dari ayahnya tersebut. "Pulanglah sekarang. Ayah tahu kamu enggak ada agenda penting! Ayah ingin bicara denganmu, Sugantara!" sahut Daichi Lesmana. Suga menggertakkan giginya usai sejenak menurunkan ponsel dari telinga dan wajahnya. Sebelum memberikan jawaban pada Daichi Lesmana, Suga lantas menatap Ratih yang masih sibuk berbincang dengan Gatra, bahkan saat ini keduanya akan melangsungkan makan siang bersama."Saya akan datang, Ayah," ucap Suga kemudian berangsur mengakhiri panggilan tersebut. Dan seharusnya ia memutar badan, lalu berangkat menuju rumah Daichi Lesmana. Sayangnya, kebimbangan justru terus menyiksa batin dan pikiran seorang Sugantara, yang otomatis membuatnya kebingungan. Ia harus segera merealisasikan perintah Daichi Lesmana, tetapi di sisi lain, ia tidak rela ketika melihat Ratih tertawa bersam
Ratih menuju salah satu restoran yang cukup mahal. Ia mencoba untuk melampiaskan kekesalannya pada Suga dengan membelanjakan sedikit uangnya demi seporsi steak yang lezat. Sekali-kali jajan mahal, tak masalah, bukan? Lagi pula, akhir-akhir ini Ratih juga tergolong lebih hemat, lantaran Suga selalu membayari makan siangnya sekaligus juga memberikan tumpangan untuknya. Hanya saja, dengan sikap yang sebaik itu, masih sangat disayangkan ketika Suga malah bersikap plin-plan. Pria itu sangat ambigu, bukan? Perasaan? Yang benar saja! Mengapa kata perasaan harus keluar dari mulut Suga, jika pada akhirnya tak ada kejelasan apa pun tentang hal tersebut? Yang pada akhirnya malah membuat Ratih semakin tidak habis pikir, bahkan geram. Sikap Suga yang awalnya lebih memilih dirinya daripada ajakan makan siang dari Rinjani, sang adik, mulai tak bisa membuat hati Ratih bergetar lagi."Ck, mungkinkah kebaikannya selama ini padaku memang digunakan untuk menghentikan pendekatan yang dilakukan oleh sang a
Kesal hati Rinjani. Bagaimana tidak, jika belakangan ini ia justru mendapatkan kabar mengenai kedekatan Sugantara dengan seorang wanita bernama Ratih Kembang Gayatri, sekretaris pria itu sendiri. Rumor yang beredar mengatakan bahwa CEO culun itu telah menjalin hubungan dengan Ratih, dan tak jarang Suga sampai mengantar Ratih pulang hingga beberapa kali terpergok sedang berjalan berduaan. Sebagai adik, yang meski angkat, tetapi sangat memahami Sugantara, termasuk mengetahui betapa Sugantara sangat tampan, Rinjani sempat merasa percaya tidak percaya. Ia yang juga masih bermimpi untuk hidup sebagai istri Suga, benar-benar berharap bahwa rumor itu hanyalah sebatas rumor tak berdasar saja. Namun ... apa mau dikata.Saat ini, ketika Rinjani sengaja datang ke perusahaan Daichi yang dipimpin oleh Suga sebagai seorang CEO, Rinjani malah mendapati kakaknya itu berjalan akrab dengan seorang wanita. Dan sekarang pun, mereka berada tepat di hadapan Rinjani yang sedang membawa bekal makan siang un
“Aku adalah monster.” “Apa maksud Pak Suga?” “Lupakan!” Lupakan? Tidak, nyatanya kata 'monster' yang diucapkan oleh Suga berulang kali, sukses menghantui benak Ratih ketika malam telah tiba. Sejak enam bulan terakhir menjadi sekretaris Suga, dan setelah momen pertama pria itu mampir ke rumahnya, Ratih sudah melakukan sesuatu untuk mengobati rasa penasarannya. Pertama Ratih masih mempertanyakan apa arti kata 'monster', tetapi Suga tidak pernah memberikan jawaban yang memuaskan. Kedua, Ratih bergegas menyelinap di balik dinding yang pernah ia pakai untuk bersembunyi, sebelum pukul enam pagi, tetapi juga nihil. Suga bertindak seperti pria normal lainnya. Kebencian Ratih bertambah tatkala semua usahanya tidak membuahkan hasil, hingga .... Seiring waktu berjalan pun, dirinya dan Suga semakin dekat tanpa disadari. Sikap pria itu lebih hangat dan kerap m
Ratih terlihat bingung dan gelagapan sesaat setelah Suga memundurkan posisi wajah serta tubuhnya. Seolah tidak ada sedikit pun rasa bersalah, pria itu bergegas melaju mobil mewahnya yang sebelumnya sempat dihentikan. Senandung berupa gumaman yang bernada Suga dendangkan, tetapi justru membuat Ratih dilanda rasa kesal.Pasalnya, setelah belum lama ini ucapan perihal rasa suka dikatakan oleh Suga, rasa bersalah sekaligus permintaan maaf pun sama sekali tidak ada. Ratih tidak mengerti. Namun di sisi lain, hatinya juga dibuat benar-benar syok, jantungnya berdegup kencang, serta kegugupan yang juga turut menyerang.“Apa kamu tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan yang aku berikan, Ratih?” tanya Suga memecah kegemingan Ratih.Ratih menelan saliva, berusaha mengumpulkan energi yang sempat tercecer, ia menghela napas. Wanita itu memberanikan diri untuk menatap sosok pria misterius di sampingnya tersebut.“Apa pertanyaan itu sungguhan?” ta