Seseorang tidak hentinya memainkan ketukan di meja menunggu perempuan yang di depannya bicara dan menyetujui ajakan darinya. Mama Chan iya itu namanya, dia adalah mucikari gang Dolby yang terkenal di wilayah Jakarta. Tidak tanggung-tanggung banyak rekrutan dari mama Chan sukses dan kaya. Perempuan berusia tiga puluh tiga tahun dengan rambutnya yang pendek dengan tubuhnya yang seksi mampu memberikan minat kepada lelaki hidung belang yang mampir di gang Dolby, dia mendirikan bisnis ini sudah lima tahun. Hampir setengah jam mama Chan menunggu agar perempuan yang ada di depan menyetujuinya.
“Bagaimana Aluna tentang tawaran tuan Bara?” Mama Chan memainkan jari-jarinya menunggu Aluna berkata iya. Setengah jam membuat mucikari tersebut mengantuk.Aluna masih berfikir-fikir ulang tentang tawaran yang di berikan mama Chan. Ini sangat menguntungkan tapi di satu sisi ini adalah petaka baginya. Mama Chan mendengus kesal. Kesabarannya sudah dia ambang batas.“Aluna, kamu itu di sini adalah Miss gaun merah yang terkenal gajimu melebihi temanmu yang lain. Apa susahnya menerima ajakan tuan Bara. Ini sudah pekerjaanmu. Dua ratus juta, Aluna! Uang yang tidak sedikit. Jarang ada yang mau memberikan uang sebanyak itu,” Mama Chan geram dan melemparkan bolfen ke meja dengan keras sehingga menimbulkan suara. Wanita itu menyandarkan tubuhnya dan memegang keningnya frustasi.“Tapi, mama Chan ini bukan pekerjaan saya yang biasanya. Pekerjaan saya adalah menemani mereka minum dan…”“Dan meraba bagian sensitif kamu tanpa memasukkan pisang besar ke tubuhmu.” Mama Chan memotong pembicaraan. “Itu sama saja bodoh, tubuh dan gaun merah kebangganmu sudah ternoda oleh lelaki hidung belang.” Sindirnya sambil menggigit kuku kanan yang di kutek merah. Sial, baru kemarin dia mancure dan pedisure harus rusak oleh kelakuan Aluna. Sebagai pelampiasan asap putih yang mengepul dari tembakau senjata jitu menghilang kesal dan stress.Tubuh Aluna rasanya gemetaran jika dia harus menyetujui ajakan tuan Bara. Ingin rasanya dia menangis dengan pekerjaannya saat ini. Namun, harus bagaiamana lagi ini adalah jalan satunya dia menafkahi ibu dan adiknya yang masih sekolah. Ayah Aluna sebelum meninggal banyak utang ke rentenir sepuluh juta. Bukanya memberikan warisan yang banyak melainkan hutang besar. Semasa hidupnya ayahnya orang yang gemar main judi online, mabuk-mabukan. Miris melihat kenyataan kehidupan Aluna saat ini.“Hanya kamu yang masih virgin. Maka dari itu tuan Bara memberikan kamu gaji yang besar. Ayolah! Tuan Bara memberikan waktumu satu jam lagi. Jangan pernah menolak rejeki besar, Aluna. Heran aku sama kamu!” Lagi-lagi asap putih mengepul dan mengenai indra penciuman Aluna, dia paling sensitif terhadap asap rokok.Mama Chan berdiri karena ada pelanggan yang ingin memesan anak buahnya.“Aku tidak ingin berlama-lama atas ketidak pastianmu.” Mama Chan meninggalkan Aluna yang masih bimbang.Suasana hingar bingar gang Dolby jika malam semakin panas saja dengan temannya yang memakai pakaian seksi untuk meminat para pelanggan. Salah satu temannya sudah selesai bekerja dan mendapat upah yang banyak. Senang sekali dalam sekejab mendapatkan uang dari para pelanggan.Ponsel Aluna bergetar. Bunga adiknya menelefonnya.“Hallo Bunga, ada apa?”“Kak, bisa transfer uang. Ibu besok ada rencana operasi usus buntu. Biayanya sekitar dua puluh lima juta. Kasihan ibu, kak, dia menahan sakit perut yang amat luar biasa.” Terdengar di balik telefon kekhawatiran Bunga.“Apa tidak bisa operasinya di tunda satu minggu lagi?”“Tidak bisa, Kak. Keadaan ibu nanti makin parah. Hanya kakak yang bisa Bunga andalkan dan Bunga tidak mau hutang lagi dengan rentenir.”Mendengar hal tersebut membuat hati dan jiwanya porak poranda dan benteng pertahanannya jebol. Uangnya sudah habis untuk membayar hutang almarhum ayahnya ke rentenir. Pilihan hanya dua menolak dan menerima.“Baiklah, tunggu. Kakak akan meneransfer uangnya.” Katanya lirih.“Terima kasih kak, Bunga tunggu.”Aluna mematikan telefonnya. Sekarang apa yang harus dia lakukan? Hutang mama Chan? Tidak mungkin. Wanita itu pernah berkata anti menghutangi anak buahnya. Tuan Bara. Hanya itu jalan keluarnya. Memberikan kehormatannya kepada Om hidung belang. Padahal Aluna ingin memberikan kepada suaminya. Menjadi kupu-kupu malam bukan kehendaknya. Aluna selama melayani pelanggan tidak pernah mau memberikan kehormatan baginya. Iya, meraba bagian sensitif adalah pekerjaannya. Menjijikkan itu yang saat ini Aluna rasakan hanya demi menopang hidupnya.Perlahan Aluna berjalan mendekati mama Chan yang sedang bertransaksi dengan pria paruh baya berusia tiga puluh tahun. Sepertinya itu adalah Tuan Bara di lihat dari foto yang di tunjukkan mama Chan sama persis. Bagai berjalan di atas duri. Bagi Aluna Tuhan tidak pernah adil baginya.“Mama Chan.”Mereka berdua langsung berpaling ke arah Aluna. Pria itu mengamati Aluna dari atas sampai bawah. Pria berjas hitam itu matanya seakan lapar melihat kemolekan tubuh Aluna. Gaun merah yang terlihat panas dan seksi.“Iya sayang, ini tuan Bara, dia sudah tidak tahan lagi menunggumu satu jam.” Mama Chan tanpa aba-aba langsung bicara to the poin. Aluna sekilas melirik ke arah tuan Bara. Wajahnya yang oriental dan tegas dengan penampilan yang rapi membuat kesan penampilan pria tersebut terlihat berwibawa, sayang dengan kelakuannya masuk dunia gelap tanpa mempedulikan perasaan istrinya.“Mama Chan, bisa saya bicara sebentar.”“Tentu, sebentar iya tuan Bara.” Mama Chan pamit dan mengedipkan kedua matanya manja. Aluna sejenak menggerutu dalam hati kenapa bukan mama Chan saja yang melayani tuan Bara.Aluna bergeser menjauhi tuan Bara dan hanya dia dan mama Chan bicara empat mata.“Mama, saya boleh pinjam dua puluh lima juta?” Aluna berkata dengan hati-hati.Mama Chan mengembuskan kepulan asap rokok ke arah wajah Aluna, seketika dia terbatuk-batuk. “Apa? Pinjam dua puluh lima juta?” tanyanya sekali lagi. Aluna hanya mengangguk. “Saya sudah pernah bilang kepadamu. Dalam dunia perbisnisan mama Chan tidak ada kata hutang piutang. Gajimu besar, Aluna. Baiklah ini ada kesempatan emas dari tuan Bara kamu bisa jadi jutawan jangan di sia-siakan, bodoh kamu!” Mama Chan berkata menggebu-gebu sambil menepuk pundak Aluna berkali-kali agar Aluna bisa menyetujui ajakan tuan Bara. Jika setuju mama Chan juga dapat bonus besar.“Saya …” Aluna kali ini berat mengatakan sesuatu.“Kalau terjun di dunia kupu-kupu malam sudah terjun saja. Percuma kamu mempertahankan mahkota kebanggaan perempuan ujung-ujungnya kamu mantan kupu-kupu malam. Stigma itu sudah jelek dan satu hal lagi seribu satu pria mau menerima mu sebagai mantan kupu-kupu malam. Banyak anak buah mama bercerai karena suaminya baru tahu dan bahkan keluarga pria menyuruh bercerai karena baginya mantan pekerja seperti kita adalah aib. Paham!” Mama Chan menjelaskan panjang lebar.Hati Aluna rasanya hancur berkeping-keping. Apa yang di katakan mama Chan ada benarnya juga. Hancur, hancur saja buat apa setengah-setengah.“Baiklah, saya setuju dengan ajakan tuan Bara.” Kata Aluna dengan nada berat.“Bagus. Dari tadi kamu setuju mama Chan tidak akan memarahi kamu. Ayo kita temui tuan Bara. Malam ini rejeki nomplok masuk rekening. Bakalan gendut rekening kita.” Mama Chan gembira. Aluna hanya tersenyum tipis.***Tuan Bara meneransfer ratusan juta ke rekening Aluna. Segera dia meneransfer dua puluh lima juta ke adiknya. Dadanya seakan sesak menerima job ini tapi ini untuk kebaikan ibunya. Aluna membodohi dirinya dalam hati memberikan uang haram hasil jual diri kepada orang tua. Jika ibunya tahu pekerjaannya adalah kupu-kupu malam, Aluna akan dikeluarkan dari kartu keluarga.Tuan Bara menggenggam erat tangan Aluna. Aluna sedikit jijik dengan perlakuan tuan Bara.Mobil BMW hitam sampai ke loby hotel bintang lima. Tuan Bara membukakan pintu Aluna dan pria itu mengulurkan tangannya. Aluna menerima uluran tangan tuan Bara. Perempuan bergaun merah dengan tubuhnya yang seksi harus bisa bekerja dengan baik. Ternyata tuan Bara sudah booking kamar yang deluxe.Astaga, pria ini nekad sekali membokingkan kamar terlebih dahulu, deluxe lagi. Gerutu Aluna.Sebelum ke kamar Tuan Bara menyuruh Aluna menemani dia minum. Sebenarnya hari ini dia enggan karena perutnya yang sedikit bermasalah demi tuntutan kerja Aluna siap mengambil resiko.“Kamu seksi dan cantik hari ini, sayang.” Puji tuan Bara. Lelaki ini tidak henti-hentinya menatap Aluna. Tatapannya seolah ingin menginginkan dirinya.“Terima kasih, tuan Bara.” Katanya dengan tersenyum.“Mari bersulang untuk malam kita.” Tuan Bara mengangkat gelas dan Aluna ikut minum. Rasanya beda dari biasanya. Sial, Tuan Bara memesan alkohol tingkat tinggi. Aluna antisipasi agar tidak banyak meminumnya. Kamar 308 sudah ada di depan mata. Malam ini kehormatannya akan terenggut oleh lelaki hidung belang. Tuan Bara masuk duluan. Raut wajahnya sudah ingin memangsa Aluna.“Aluna, aku ingin menginginkanmu malam ini.” Tuan Bara memeluk pinggang Aluna dari belakang dan mengecup leher Aluna yang terpampang jelas. Aluna hanya bisa berdiri di jendela yang besar dan dari ketinggian dua belas dia bisa melihat kota Jakarta di malam hari.Tuan Bara melepas resleting gaun merah Aluna.“Tunggu!” Aluna berbalik menoleh ke belakang.“Kenapa, Aluna? Aku tidak sanggup lagi melihat kemolekan tubuhmu dan aku tahu dari mana Chan kamu masih virgin. Ini kesempatan emas bagiku mengecap keperawanan perempuan dan kamu tahu ternyata istriku tidak perawan saat malam pertama.” Tuan Bara mengelus pipi Aluna dengan lembut.Aluna mulai melakukan aksinya mendorong tuan Bara dan pria itu langsung jatuh di atas ranjang king size dengan seprei putih. Aluna duduk di atas tuan Bara melepas satu persatu kancing kemeja warna putih yang melekat di tubuh atletis pri ini. Umur empat puluhan masih segar bugar.“Sebelum kita mulai ritual kuda-kudaan saya ingin menutup sebentar mata anda, tuan Bara.” Aluna mengambil sapu tangan hitam dari balik saku blazer tuan Bara.“Kenapa, cantik?”“Aku akan menunjukkan sesuatu yang akan membuatmu bergetar hebat,” Aluna memainkan dada tuan Bara.Sentuhan dari Aluna membuat dia melayang hebat. Mama Chan tidak salah memilih Aluna sebagai Miss gaun merah yang terkenal. Tuan Bara mengangguk, dia langsung duduk dan Aluna masih di pangkuan lelaki hidung belang tersebut. Setelah selesai menutup kedua matanya Aluna beranjak.“Tunggu lima belas menit, tuan Baraku.” Aluna mengecup pipinya perlahan dia mengendap-endap keluar dari kamar. Berhasil. Tuan Bara tidak mengetahui dirinya.High heels yang dia pakai terpaksa harus Aluna lepas dan dengan langkah seribu dirinya melarikan diri dari jeratan tuan Bara. Kali ini dia tidak ingin kehormatannya di renggut oleh Om hidung belang. Untuk uangnya, Aluna bisa mengembalikan ke mama Chan yang dia fikirkan sekarang mengembalikan uang dua puluh lima juta.Tuan Bara masih setia dengan kedua mata yang masih tertutup sapu tangan hitam.“Aluna, sayang lama sekali! Om tidak tahan.” Godanya. Namun, tidak ada sahutan dari Aluna. Semakin membuat tuan Bara curiga.Pria itu langsung melepas sapu tangan hitamnya dengan kasar dan benar tidak ada sosok Aluna di dalam kamar. Tuan Bara melihat ke arah kamar mandi. Kosong. Barang-barangnya sudah tidak ada. Sial, Tuan Bara sedang tertipu. Di ambil ponsel dari nakas.“Hallo, cari Aluna! Dia sedang keluar hotel barusan jangan sampai lolos!” Perintah tuan Bara kepada anak buahnya. Di lemparkannya ponsel di atas ranjang dan mengusap wajahnya dengan frustasi. “Ah, sialan aku tertipu perempuan bodoh. Argh!” Tuan Bara marah besar sambil mengacak rambutnya frustasi.Di satu sisi saat Aluna keluar dari loby hotel. Banyak para pengawal menghampiri Aluna ternyata mereka tahu jika dirinya sedang kabur.“HAI! KEMBALI!” Teriak salah satu dari mereka.Aluna dengan langkah seribu kabur dari pengawal tuan Bara. Mereka mengejarnya. Kali ini dia tidak bisa lari dengan kencang karena perutnya sedikit sakit akibat minuman alkohol. Semakin dia berlari kencang semakin para pengawal dengan beringas mengejarnya.“Kembali atau kamu akan tahu akibatnya!” Ancam pengawal berambut cepak. Aluna tidak mempedulikan ancaman dari pengawal sialan tuan Bara.Saat lampu merah Aluna bergegas menyebrangi zebra cross namun, lampu hijau keburu menyala. Aluna kembali berlari. Ketiga pengawal tuan Bara saat menyebrang banyak yang klakson karena lampu hijau mereka menyebrang.Bruk!Aluna menabrak seseorang. Mereka akhirnya terjatuh. Pantat Aluna terasa sakit sekali.“Mbak, kalau lari-larian jangan di tempat umum.” Ucap seseorang yang dia tabrak. Aluna menoleh ke arah samping seorang pemuda dengan memakai sweater hitam dan ada tas koper di sampingnya pertanda dia habis liburan.“Maaf, mas. Mas bisa tolong saya! Saya mohon!” Aluna meminta bantuan ke pemuda tampan yang ada di depannya. Sepertinya dia orang baik.“Minta tolong apa, mbak?” Pemuda itu berdiri dan mengibas-ngibaskan celananya yang kotor.“Mbak? Sejak kapan saya jadi mbak kamu?”“Lalu saya panggil apa? Adik?”Aluna melihat ke belakang ternyata mereka masih mengejarnya.“Mas, saya di kejar orang jahat! Bantu saya, mas! Please!” Aluna momohon kepada pemuda tersebut. Pemuda itu hanya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal apalagi menolong perempuan dengan memakai baju yang membuka aurat.“Maaf saya tidak percaya. Saya tidak percaya dengan orang baru.”“HAI KEMBALI!” akhirnya Aluna tertangkap mata oleh para pengawal tuan Bara.“Ayo mas! Saya mohon!”Sebuah mobil taksi warna biru berhenti di depan mereka. Pemuda tersebut masuk.“Kenapa diam saja? Katanya mau di tolong. Cepat masuk!”Tanpa berfikir panjang Aluna masuk ke dalam taksi sementara ketiga pengawal tuan Bara kelolosan. Mobil taksi itu menjauh. Siap-siap mereka di marahi oleh Tuan Bara.Hening saat taksi biru melaju di jalanan kota di malam hari. Pemuda yang di samping Aluna sesekali melihatnya sedang gelisah sambil menatap layar ponselnya. Pemuda itu yakin gadis bergaun merah ini sedang di cari seseorang. Rasa penasarannya tiba-tiba terbesit tapi dia langsung menghilangkan rasa penasaran itu karena baginya gadis ini tidak penting. Di lihat dari penampilannya saja seperti gadis liar. “Mimpi apa aku semalam?” Katanya lirih sambil menggelengkan kepalanya dan menatap kaca jendela taksi melihat keindahan kota daerah jalan Tunjungan. Sudah lama dia tidak jalan-jalan ke sini. Aluna masih fokus menatap ponselnya. Sesekali dia menggigit bibir bawahnya karena gelisah dan ketakutan. Apalagi kepalanya pusing dan sedikit mual. Ini akibat tuan Bara memberikan minuman dengan kadar alkohol yang tinggi. Mama Chan berulang kali menghubunginya. Tuan Bara pasti protes kepada mama Chan. Satu pesan masuk✉️ Di mana kamu? Tuan Bara marah karena kamu kabur. Aluna balas. Aku marah kepada
Seorang petugas dengan berpakaian seragam berwarna coklat masih sibuk membersihkan kamar. Dzaki keluar dari kamar untuk check out. Dahinya mengerut karena pegawai tersebut sudah membersihkan kamar Aluna. Kedua mata melirik ke arah kamar yang ada di sebelah samping dan terlihat tidak ada penghuni sama sekali. “Maaf Mas. Penghuni yang ada di kamar ini sudah pergi?” Tanyanya dengan rasa penasaran sambil menunjuk ke arah kamar. Pegawai pria yang sedang sibuk membuang sampah menghentikan aktivitasnya. Melihat Dzaki berdiri di depan pintu kamarnya sambil memegang koper hitamnya. “Sudah pergi mas dari subuh tadi.” Jawabnya dengan senyum lalu kembali dengan aktivitasnya lagi. “Terima kasih, mas.” Dzaki mengangguk dan mulai beranjak pergi. Rasa lega dan senang menyelimuti hatinya. Aluna sudah pergi berarti dia tidak ada lagi hutang untuk membantunya. Namun, terbesit tanda tanya tumben sekali pagi-pagi sudah pergi dan tanpa pamit kepadanya. Ah, masa bodoh itu bukan urusan dia. Sekarang yang
BAB 4 KETEGANGAN HATICuaca siang ini cukup terik. Dzaki sedikit gerah dan sesekali mengipasi tubuhnya dengan koran yang dia beli di pinggir jalan. Sudah hampir satu jam dia memesan taksi online belum juga dapat. Pikirannya sedang rancau saat ini. Dua hari ini dia harus menghadapi gadis bar-bar yang membuat dirinya pusing.Abah tidak henti-hentinya menelefon. Orang tua mana yang bingung dua hari belum sampai ke rumah. Dzaki mengabaikan panggilan dari Abah dan melihat sekeliling mungkin ada ojek motor yang melintas. Namun tetap saja tidak ada. “Ini semua gara-gara Aluna. Niat menolong tapi aku sendiri yang kena imbasnya. Mana tidak ada taksi yang melintas. Aku harap tidak akan pernah berhubungan lagi dengannya.” Ucap Dzaki bicara sendiri sambil mengelap wajah mulusnya karena keringat. Pantas saja saat melihat layar ponsel cuaca terik. Suhu hampir tiga puluh delapan celcius. Suara bising motor menggema dan asap knalpot yang menghiasi suasana siang hari yang terik. Alamat Dzaki akan pu
Aluna masih seperti semula duduk di lantai dan memeluk kedua lututnya. Sebenarnya dia sudah sadar jika konsekuensi terburuk dalam kerjanya adalah ini. Siapa yang akan menolongnya? Jelas tidak ada. Profesi sebagai kupu-kupu malam bagi orang lain adalah aib dan hina. Sudah cukup air mata yang keluar membasahi pipinya. Entah berapa liter yang keluar. Dadanya terasa sakit dan sesak. Suara orang membuka kunci terdengar jelas dari bilik pintu. Seketika Aluna segera mengusap air matanya dengan kasar, dia tidak ingin ada orang melihat tangisannya. Orang akan mengira dia lemah. Mama Chan masuk dan membawa bali berisi makanan dan minuman. Aluna memang sangat lapar sejak tadi siang. Ia melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul tiga sore. Astaga, tinggal beberapa jam Aluna akan di eksekusi oleh Tuan Bara. “Sore Miss gaun merah sayang.” Sapa Mama Chan sambil meletakkan baki di atas meja. Mana Chan melihat keadaan Aluna yang begitu memprihatinkan. Sejenak dia kasihan kepadanya. Menyesal
Dzaki masih berdiri terpancing di depan rumah bergaya Turki yang berjarak satu kilometer dari pondok pesantren milik Kyai Azzam yang tak lain adalah abah Dzaki. Rumah dengan konsep minimalis dan aksen abad pertengahan memberikan kesan abadi yang megah pada hunian. Ditambah teksturnya dengan pilihan warna krem serta sentuhan unik yang dipoles secara estetis seperti hiasan emas di dinding rumah membuat konsep desain ini cukup elegan. Gus Dzaki sangat puas dengan hasil desainnya. Rumah ini kelak akan dihuni dirinya dengan istri dan anaknya. Namun, kali ini dia masih fokus mengurus Universitas yang baru dia rintis. “Gus Dzaki, tidak baik terlalu melamun seperti itu.” Ucap Umi memecah keheningan. Umi mengantarkan beberapa pakaian Gus Dzaki di rumah barunya. Wanita paruh baya dengan memakai jilbab putih menghampiri Gus Dzaki yang berdiri mematung di jendela sambil melihat taman “Umi, tidak usah repot-repot membawakan pakaian untukku. Biar saya sendiri yang membawanya.” Ucap Gus Dzaki ters