Aluna masih seperti semula duduk di lantai dan memeluk kedua lututnya. Sebenarnya dia sudah sadar jika konsekuensi terburuk dalam kerjanya adalah ini. Siapa yang akan menolongnya? Jelas tidak ada. Profesi sebagai kupu-kupu malam bagi orang lain adalah aib dan hina. Sudah cukup air mata yang keluar membasahi pipinya. Entah berapa liter yang keluar. Dadanya terasa sakit dan sesak.
Suara orang membuka kunci terdengar jelas dari bilik pintu. Seketika Aluna segera mengusap air matanya dengan kasar, dia tidak ingin ada orang melihat tangisannya. Orang akan mengira dia lemah. Mama Chan masuk dan membawa bali berisi makanan dan minuman. Aluna memang sangat lapar sejak tadi siang. Ia melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul tiga sore. Astaga, tinggal beberapa jam Aluna akan di eksekusi oleh Tuan Bara.“Sore Miss gaun merah sayang.” Sapa Mama Chan sambil meletakkan baki di atas meja. Mana Chan melihat keadaan Aluna yang begitu memprihatinkan. Sejenak dia kasihan kepadanya. Menyesal dia memperlakukan Aluna begitu kejam. Namun, jika tidak begitu nanti Aluna akan mempermainkan dirinya.Mama Chan duduk di pinggir ranjang dan menatap Aluna yang terdiam dan fokus ke depan. Seolah tidak mempedulikannya.“Kamu itu perempuan yang aneh.” Mama Chan sedikit menyindir dan mulai menghisap rokoknya. Lagi-lagi asap menyembul di depannya. Aluna paling tidak suka dengan asap rokok yang mengganggu. “Kenapa kamu aku katakan aneh karena kamu itu melakukan profesi tetapi setengah-setengah. Sebelum kamu masuk di dunia kupu-kupu malam. Aku pernah berkata bahwa banyak sekali konsekuensinya. Kamu setuju. Jadi aku harap kamu bisa melaksanakan tugasmu dengan baik Miss gaun merah.” Jelas Mama Chan sambil memainkan rambut Aluna yang panjang. Aluna sedikit menggeser tubuhnya dan menjauh dari wanita paruh baya yang ada di sebelahnya.“Tapi aku sudah bilang kepada Anda bahwa aku belum siap keperawananku di kasih kepada Om hidung belang.” Aluna berkata datar. Mengingat saat malam itu dia tidak ingin mengulanginya lagi. Mama Chan tersenyum sinis.“Lalu apa yang kamu banggakan kepada dirimu? Hah!” Mama Chan menatap tajam ke arah Aluna. Murid satunya ini memang keras kepala. Sebenarnya dia senang jika ada salah satu muridnya yang masih virgin itu menandakan jika ada keuntungan yang lebih yang harus dia terima terutama dari Tuan Bara.Aluna menatap balik mama Chan. Tatapan yang penuh dengan keberontakan. “Setidaknya aku masih bisa memberikan kehormatan kepada suamiku kelak, Mama Chan.”Mama Chan langsung tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Aluna barusan. Sungguh konyol seorang kupu-kupu malam masih menjaga kehormatannya dan tidak ada dalam kamis Mama Chan seorang kupu-kupu malam masih virgin.“Kamu itu profesi melayani hasrat bukan pelayan makanan. Sudahlah jika kamu berprofesi sebagai kupu-kupu malam lanjutkan. Dan perlu kamu ingat. Seribu satu pria tidak ada yang tulus mencintai mantan profesi yang sedang kamu jalani. Percuma dalam hati suamimu kelak hanya sebuah penyesalan. Ingat baik-baik itu!” Mama Chan menunjuk kearah Aluna. Agar Aluna bisa menyikapinya dan bisa fokus kepada pekerjaannya.“Setidaknya aku masih melindungi kehormatanku, Mama Chan.” Aluna berserah diri. Dia mencoba menahan bendungan air matanya. Sekarang hanya penyesalan yang dia terima.“Kehormatan?” Ucap Mama Chan dengan lantang. “Kehormatanmu sudah hilang Miss gaun merah. Aku paling tidak suka jika ada yang menentangku.” Mama Chan mendengus kesal. Aluna melirik Mama Chan dengan raut wajah yang kesal.“Aku ingin berhenti dari pekerjaan ini.” Aluna berkata lirih.“Tidak bisa.” Mama Chan menolak mentah-mentah. Kali ini terjadi ketegangan yang luar biasa di antara mereka. “Kalau terjun di dunia kupu-kupu malam tidak akan bisa lolos dari sini. Ingat nanti malam kamu melayani Tuan Bara dan jangan sampai kamu kabur lagi.” Mama Chan memperingatkan.Hati Aluna sangat sakit jika berhadapan dengan situasi yang sangat rumit. Hati kecilnya berkata tidak mau lagi melayani pria hidung belang. Aluna yakin Tuan Bara akan memperlakukan dia semena-mena karena dia kabur saat malam panas kemarin. Argh! Kepala Aluna pusing.“Apa tidak ada jalan lagi?”“Tidak ada. Jangan membantah. Kau bisa lolos dari Tuan Bara asal ada pria yang mau membelimu seratus juta dan menikahimu. Jika tidak menikahimu itu sama saja. Rumit bukan? Itu sudah konsekuensimu. Andai kamu kemarin tidak kabur maka aku tidak akan memperlakukan buruk kepadamu.” Tangan lentik Mama Chan mengibaskan rambutnya yang setengah bahu. Langkah jenjangnya menuju pintu keluar. Sebelum pergi dia melihat kondisi terakhir Aluna. Sungguh mengenaskan Miss gaun merah ini. “Makanan itu tidak dipandangi saja melainkan di makan. Awas jika kamu tidak makan. Aluna satu julukan bagimu kau adalah Miss gaun merah yang ternoda.” Cerocosnya dengan senyuman sinis.Brak!Pintu di banting dengan kuat. Aluna hanya bisa mengepalkan tangan kanannya dengan kuat. Sebutan dari gaun merah yang ternoda sangat membuat dirinya merasa hina. Sekilas dia melihat jaket Dzaki yang masih menempel di tubuhnya. Belum sempat dia mengembalikan jaket denim jeans tersebut. Lalu bagaimana dia mengembalikannya? Aluna tidak ingin berhutang kepada orang lain.Mama Chan kembali lagi ke dalam membuat Aluna bingung. Hal apa lagi yang dia ingin sampaikan kepadanya? Aluna malas berhadapan lagi dengannya.“Bowo bilang ada lelaki tampan yang mencarimu?” Mama Chan berdiri dan melipat kedua tangannya di depan dada. “Siapa lelaki itu? Bahkan kamu sempat memberikan kartu namamu kepadanya.”“Tidak ada.” Aluna menjawab ketus. Paling pria hidung belang yang berpura-pura mencarinya itu sudah lagu lama.“Jangan pernah menyembunyikan pelanggan dariku, Aluna. Siapa dia?” Mama Chan masih penasaran. Dalam bisnis yang dia jalankan tidak boleh pria memesan dirinya tanpa lewat Mama Chan terlebih dahulu.“Aku bilang tidak ada. Terakhir kemarin hanya Tuan Bara saja. Lelaki mana lagi?” Aluna mendengus kesal. Paling benci dia harus di cerca banyak pertanyaan dengan mood dia yang sedang tidak enak.“Pasti dia pemilik jaket denim yang kamu pakai.” Mama Chan langsung to the point. Pasalnya Aluna tidak pernah memakai jaket jeans dan terlihat jaket itu milik seorang pria.Aluna langsung melihat ke arah jaket milik Dzaki. Mencoba mengulang ke memory kemarin. Sepertinya dia baru ingat menaruh kartu namanya di hotel kemarin. Pasti itu Dzaki. Ah, tidak mungkin. Pria itu dingin dan cuek tidak mungkin menemui Bowo dan menanyakan tentang dia.“Betul bukan?” Mama Chan meyakinkan. Aluna mengangguk. “Bagus. Lain kali jika ada pelanggan harus lewat aku dulu. Paham. Kali ini kamu akan aku maafkan. Jika kamu mengulangi lagi bersiap-siap nyawa adalah taruhannya.” Lagi-lagi Mama Chan kembali marah dan kesal. Mama Chan sudah hilang dari pandangan matanya.Dzaki nama itu langsung terlintas di dirinya. Belum sempat mengucap kata terima kasih, Aluna sudah digeret oleh dua bodyguard Mama Chan. Dasar bodoh jika dia berada di hotel mana pun wanita paruh baya tersebut selalu tahu keberadaannya. Betapa malunya saat dia harus bertemu lagi dengan Dzaki dan mengetahui dirinya bekerja sebagai kupu-kupu malam. Benar kata Mama Chan tidak ada pria yang menerima keadaan dirinya.Dzaki masih berdiri terpancing di depan rumah bergaya Turki yang berjarak satu kilometer dari pondok pesantren milik Kyai Azzam yang tak lain adalah abah Dzaki. Rumah dengan konsep minimalis dan aksen abad pertengahan memberikan kesan abadi yang megah pada hunian. Ditambah teksturnya dengan pilihan warna krem serta sentuhan unik yang dipoles secara estetis seperti hiasan emas di dinding rumah membuat konsep desain ini cukup elegan. Gus Dzaki sangat puas dengan hasil desainnya. Rumah ini kelak akan dihuni dirinya dengan istri dan anaknya. Namun, kali ini dia masih fokus mengurus Universitas yang baru dia rintis. “Gus Dzaki, tidak baik terlalu melamun seperti itu.” Ucap Umi memecah keheningan. Umi mengantarkan beberapa pakaian Gus Dzaki di rumah barunya. Wanita paruh baya dengan memakai jilbab putih menghampiri Gus Dzaki yang berdiri mematung di jendela sambil melihat taman “Umi, tidak usah repot-repot membawakan pakaian untukku. Biar saya sendiri yang membawanya.” Ucap Gus Dzaki ters
Seseorang tidak hentinya memainkan ketukan di meja menunggu perempuan yang di depannya bicara dan menyetujui ajakan darinya. Mama Chan iya itu namanya, dia adalah mucikari gang Dolby yang terkenal di wilayah Jakarta. Tidak tanggung-tanggung banyak rekrutan dari mama Chan sukses dan kaya. Perempuan berusia tiga puluh tiga tahun dengan rambutnya yang pendek dengan tubuhnya yang seksi mampu memberikan minat kepada lelaki hidung belang yang mampir di gang Dolby, dia mendirikan bisnis ini sudah lima tahun. Hampir setengah jam mama Chan menunggu agar perempuan yang ada di depan menyetujuinya. “Bagaimana Aluna tentang tawaran tuan Bara?” Mama Chan memainkan jari-jarinya menunggu Aluna berkata iya. Setengah jam membuat mucikari tersebut mengantuk.Aluna masih berfikir-fikir ulang tentang tawaran yang di berikan mama Chan. Ini sangat menguntungkan tapi di satu sisi ini adalah petaka baginya. Mama Chan mendengus kesal. Kesabarannya sudah dia ambang batas.“Aluna, kamu itu di sini adalah Miss g
Hening saat taksi biru melaju di jalanan kota di malam hari. Pemuda yang di samping Aluna sesekali melihatnya sedang gelisah sambil menatap layar ponselnya. Pemuda itu yakin gadis bergaun merah ini sedang di cari seseorang. Rasa penasarannya tiba-tiba terbesit tapi dia langsung menghilangkan rasa penasaran itu karena baginya gadis ini tidak penting. Di lihat dari penampilannya saja seperti gadis liar. “Mimpi apa aku semalam?” Katanya lirih sambil menggelengkan kepalanya dan menatap kaca jendela taksi melihat keindahan kota daerah jalan Tunjungan. Sudah lama dia tidak jalan-jalan ke sini. Aluna masih fokus menatap ponselnya. Sesekali dia menggigit bibir bawahnya karena gelisah dan ketakutan. Apalagi kepalanya pusing dan sedikit mual. Ini akibat tuan Bara memberikan minuman dengan kadar alkohol yang tinggi. Mama Chan berulang kali menghubunginya. Tuan Bara pasti protes kepada mama Chan. Satu pesan masuk✉️ Di mana kamu? Tuan Bara marah karena kamu kabur. Aluna balas. Aku marah kepada
Seorang petugas dengan berpakaian seragam berwarna coklat masih sibuk membersihkan kamar. Dzaki keluar dari kamar untuk check out. Dahinya mengerut karena pegawai tersebut sudah membersihkan kamar Aluna. Kedua mata melirik ke arah kamar yang ada di sebelah samping dan terlihat tidak ada penghuni sama sekali. “Maaf Mas. Penghuni yang ada di kamar ini sudah pergi?” Tanyanya dengan rasa penasaran sambil menunjuk ke arah kamar. Pegawai pria yang sedang sibuk membuang sampah menghentikan aktivitasnya. Melihat Dzaki berdiri di depan pintu kamarnya sambil memegang koper hitamnya. “Sudah pergi mas dari subuh tadi.” Jawabnya dengan senyum lalu kembali dengan aktivitasnya lagi. “Terima kasih, mas.” Dzaki mengangguk dan mulai beranjak pergi. Rasa lega dan senang menyelimuti hatinya. Aluna sudah pergi berarti dia tidak ada lagi hutang untuk membantunya. Namun, terbesit tanda tanya tumben sekali pagi-pagi sudah pergi dan tanpa pamit kepadanya. Ah, masa bodoh itu bukan urusan dia. Sekarang yang
BAB 4 KETEGANGAN HATICuaca siang ini cukup terik. Dzaki sedikit gerah dan sesekali mengipasi tubuhnya dengan koran yang dia beli di pinggir jalan. Sudah hampir satu jam dia memesan taksi online belum juga dapat. Pikirannya sedang rancau saat ini. Dua hari ini dia harus menghadapi gadis bar-bar yang membuat dirinya pusing.Abah tidak henti-hentinya menelefon. Orang tua mana yang bingung dua hari belum sampai ke rumah. Dzaki mengabaikan panggilan dari Abah dan melihat sekeliling mungkin ada ojek motor yang melintas. Namun tetap saja tidak ada. “Ini semua gara-gara Aluna. Niat menolong tapi aku sendiri yang kena imbasnya. Mana tidak ada taksi yang melintas. Aku harap tidak akan pernah berhubungan lagi dengannya.” Ucap Dzaki bicara sendiri sambil mengelap wajah mulusnya karena keringat. Pantas saja saat melihat layar ponsel cuaca terik. Suhu hampir tiga puluh delapan celcius. Suara bising motor menggema dan asap knalpot yang menghiasi suasana siang hari yang terik. Alamat Dzaki akan pu