Home / Pernikahan / Gaun Merah Yang Ternoda / DETIK MENJELANG EKSEKUSI

Share

DETIK MENJELANG EKSEKUSI

Aluna masih seperti semula duduk di lantai dan memeluk kedua lututnya. Sebenarnya dia sudah sadar jika konsekuensi terburuk dalam kerjanya adalah ini. Siapa yang akan menolongnya? Jelas tidak ada. Profesi sebagai kupu-kupu malam bagi orang lain adalah aib dan hina. Sudah cukup air mata yang keluar membasahi pipinya. Entah berapa liter yang keluar. Dadanya terasa sakit dan sesak.

Suara orang membuka kunci terdengar jelas dari bilik pintu. Seketika Aluna segera mengusap air matanya dengan kasar, dia tidak ingin ada orang melihat tangisannya. Orang akan mengira dia lemah. Mama Chan masuk dan membawa bali berisi makanan dan minuman. Aluna memang sangat lapar sejak tadi siang. Ia melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul tiga sore. Astaga, tinggal beberapa jam Aluna akan di eksekusi oleh Tuan Bara.

“Sore Miss gaun merah sayang.” Sapa Mama Chan sambil meletakkan baki di atas meja. Mana Chan melihat keadaan Aluna yang begitu memprihatinkan. Sejenak dia kasihan kepadanya. Menyesal dia memperlakukan Aluna begitu kejam. Namun, jika tidak begitu nanti Aluna akan mempermainkan dirinya.

Mama Chan duduk di pinggir ranjang dan menatap Aluna yang terdiam dan fokus ke depan. Seolah tidak mempedulikannya.

“Kamu itu perempuan yang aneh.” Mama Chan sedikit menyindir dan mulai menghisap rokoknya. Lagi-lagi asap menyembul di depannya. Aluna paling tidak suka dengan asap rokok yang mengganggu. “Kenapa kamu aku katakan aneh karena kamu itu melakukan profesi tetapi setengah-setengah. Sebelum kamu masuk di dunia kupu-kupu malam. Aku pernah berkata bahwa banyak sekali konsekuensinya. Kamu setuju. Jadi aku harap kamu bisa melaksanakan tugasmu dengan baik Miss gaun merah.” Jelas Mama Chan sambil memainkan rambut Aluna yang panjang. Aluna sedikit menggeser tubuhnya dan menjauh dari wanita paruh baya yang ada di sebelahnya.

“Tapi aku sudah bilang kepada Anda bahwa aku belum siap keperawananku di kasih kepada Om hidung belang.” Aluna berkata datar. Mengingat saat malam itu dia tidak ingin mengulanginya lagi. Mama Chan tersenyum sinis.

“Lalu apa yang kamu banggakan kepada dirimu? Hah!” Mama Chan menatap tajam ke arah Aluna. Murid satunya ini memang keras kepala. Sebenarnya dia senang jika ada salah satu muridnya yang masih virgin itu menandakan jika ada keuntungan yang lebih yang harus dia terima terutama dari Tuan Bara.

Aluna menatap balik mama Chan. Tatapan yang penuh dengan keberontakan. “Setidaknya aku masih bisa memberikan kehormatan kepada suamiku kelak, Mama Chan.”

Mama Chan langsung tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Aluna barusan. Sungguh konyol seorang kupu-kupu malam masih menjaga kehormatannya dan tidak ada dalam kamis Mama Chan seorang kupu-kupu malam masih virgin.

“Kamu itu profesi melayani hasrat bukan pelayan makanan. Sudahlah jika kamu berprofesi sebagai kupu-kupu malam lanjutkan. Dan perlu kamu ingat. Seribu satu pria tidak ada yang tulus mencintai mantan profesi yang sedang kamu jalani. Percuma dalam hati suamimu kelak hanya sebuah penyesalan. Ingat baik-baik itu!” Mama Chan menunjuk kearah Aluna. Agar Aluna bisa menyikapinya dan bisa fokus kepada pekerjaannya.

“Setidaknya aku masih melindungi kehormatanku, Mama Chan.” Aluna berserah diri. Dia mencoba menahan bendungan air matanya. Sekarang hanya penyesalan yang dia terima.

“Kehormatan?” Ucap Mama Chan dengan lantang. “Kehormatanmu sudah hilang Miss gaun merah. Aku paling tidak suka jika ada yang menentangku.” Mama Chan mendengus kesal. Aluna melirik Mama Chan dengan raut wajah yang kesal.

“Aku ingin berhenti dari pekerjaan ini.” Aluna berkata lirih.

“Tidak bisa.” Mama Chan menolak mentah-mentah. Kali ini terjadi ketegangan yang luar biasa di antara mereka. “Kalau terjun di dunia kupu-kupu malam tidak akan bisa lolos dari sini. Ingat nanti malam kamu melayani Tuan Bara dan jangan sampai kamu kabur lagi.” Mama Chan memperingatkan.

Hati Aluna sangat sakit jika berhadapan dengan situasi yang sangat rumit. Hati kecilnya berkata tidak mau lagi melayani pria hidung belang. Aluna yakin Tuan Bara akan memperlakukan dia semena-mena karena dia kabur saat malam panas kemarin. Argh! Kepala Aluna pusing.

“Apa tidak ada jalan lagi?”

“Tidak ada. Jangan membantah. Kau bisa lolos dari Tuan Bara asal ada pria yang mau membelimu seratus juta dan menikahimu. Jika tidak menikahimu itu sama saja. Rumit bukan? Itu sudah konsekuensimu. Andai kamu kemarin tidak kabur maka aku tidak akan memperlakukan buruk kepadamu.” Tangan lentik Mama Chan mengibaskan rambutnya yang setengah bahu. Langkah jenjangnya menuju pintu keluar. Sebelum pergi dia melihat kondisi terakhir Aluna. Sungguh mengenaskan Miss gaun merah ini. “Makanan itu tidak dipandangi saja melainkan di makan. Awas jika kamu tidak makan. Aluna satu julukan bagimu kau adalah Miss gaun merah yang ternoda.” Cerocosnya dengan senyuman sinis.

Brak!

Pintu di banting dengan kuat. Aluna hanya bisa mengepalkan tangan kanannya dengan kuat. Sebutan dari gaun merah yang ternoda sangat membuat dirinya merasa hina. Sekilas dia melihat jaket Dzaki yang masih menempel di tubuhnya. Belum sempat dia mengembalikan jaket denim jeans tersebut. Lalu bagaimana dia mengembalikannya? Aluna tidak ingin berhutang kepada orang lain.

Mama Chan kembali lagi ke dalam membuat Aluna bingung. Hal apa lagi yang dia ingin sampaikan kepadanya? Aluna malas berhadapan lagi dengannya.

“Bowo bilang ada lelaki tampan yang mencarimu?” Mama Chan berdiri dan melipat kedua tangannya di depan dada. “Siapa lelaki itu? Bahkan kamu sempat memberikan kartu namamu kepadanya.”

“Tidak ada.” Aluna menjawab ketus. Paling pria hidung belang yang berpura-pura mencarinya itu sudah lagu lama.

“Jangan pernah menyembunyikan pelanggan dariku, Aluna. Siapa dia?” Mama Chan masih penasaran. Dalam bisnis yang dia jalankan tidak boleh pria memesan dirinya tanpa lewat Mama Chan terlebih dahulu.

“Aku bilang tidak ada. Terakhir kemarin hanya Tuan Bara saja. Lelaki mana lagi?” Aluna mendengus kesal. Paling benci dia harus di cerca banyak pertanyaan dengan mood dia yang sedang tidak enak.

“Pasti dia pemilik jaket denim yang kamu pakai.” Mama Chan langsung to the point. Pasalnya Aluna tidak pernah memakai jaket jeans dan terlihat jaket itu milik seorang pria.

Aluna langsung melihat ke arah jaket milik Dzaki. Mencoba mengulang ke memory kemarin. Sepertinya dia baru ingat menaruh kartu namanya di hotel kemarin. Pasti itu Dzaki. Ah, tidak mungkin. Pria itu dingin dan cuek tidak mungkin menemui Bowo dan menanyakan tentang dia.

“Betul bukan?” Mama Chan meyakinkan. Aluna mengangguk. “Bagus. Lain kali jika ada pelanggan harus lewat aku dulu. Paham. Kali ini kamu akan aku maafkan. Jika kamu mengulangi lagi bersiap-siap nyawa adalah taruhannya.” Lagi-lagi Mama Chan kembali marah dan kesal. Mama Chan sudah hilang dari pandangan matanya.

Dzaki nama itu langsung terlintas di dirinya. Belum sempat mengucap kata terima kasih,  Aluna sudah digeret oleh dua bodyguard Mama Chan. Dasar bodoh jika dia berada di hotel mana pun wanita paruh baya tersebut selalu tahu keberadaannya. Betapa malunya saat dia harus bertemu lagi dengan Dzaki dan mengetahui dirinya bekerja sebagai kupu-kupu malam. Benar kata Mama Chan tidak ada pria yang menerima keadaan dirinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status