Dzaki masih berdiri terpancing di depan rumah bergaya Turki yang berjarak satu kilometer dari pondok pesantren milik Kyai Azzam yang tak lain adalah abah Dzaki. Rumah dengan konsep minimalis dan aksen abad pertengahan memberikan kesan abadi yang megah pada hunian. Ditambah teksturnya dengan pilihan warna krem serta sentuhan unik yang dipoles secara estetis seperti hiasan emas di dinding rumah membuat konsep desain ini cukup elegan. Gus Dzaki sangat puas dengan hasil desainnya. Rumah ini kelak akan dihuni dirinya dengan istri dan anaknya. Namun, kali ini dia masih fokus mengurus Universitas yang baru dia rintis.
“Gus Dzaki, tidak baik terlalu melamun seperti itu.” Ucap Umi memecah keheningan. Umi mengantarkan beberapa pakaian Gus Dzaki di rumah barunya. Wanita paruh baya dengan memakai jilbab putih menghampiri Gus Dzaki yang berdiri mematung di jendela sambil melihat taman“Umi, tidak usah repot-repot membawakan pakaian untukku. Biar saya sendiri yang membawanya.” Ucap Gus Dzaki tersenyum kecil merasa sungkan dengan uminya.“Tidak apa-apa. Jarang sekali umi melakukan ini di saat kamu sudah dewasa. Toh, besok ini adalah pekerjaan istrimu.” Sindir Umi dengan halus. Gus Dzaki langsung termenung dia tahu ke mana arah pembicaraan uminya.Gus Dzaki berbalik badan dan memandang uminya sekilas.“Kapan kamu akan menikah? Umurmu sudah matang, mapan, perempuan mana lagi yang ingin kamu cari?” Sorot mata umi menatap Gus Dzaki dengan tajam.“Belum tahu.” Jawabnya singkat.“Nanti Kyai Furqon mengundang kita makan malam di rumahnya. Sepertinya dia ada niat menjodohkan kamu dengan Ning Salwa.”Perkataan Uminya bagai menghujam jantungnya tiba-tiba. Gus Dzaki paling tidak suka urusan asmara dan cintanya ada yang mengatur terlebih dengan Ning Salwa. Gus Dzaki tidak ada rasa dengan anak Kyai Furqon. Ning Salwa sudah dia anggap sebagai adiknya sendiri.“Mohon maaf Umi, Dzaki ada urusan. Untuk perjodohan Dzaki tidak dulu. Jalan hidup Dzaki masih panjang.” Dzaki menundukkan kepalanya takut Uminya merasa tersinggung. Sebenarnya Umi tidak masalah jika Gus Dzaki belum menikah. Untuk menikah memang tidak sekedar main-main.“Tapi apakah makan malam kamu akan menolak, Gus Dzaki. Tidak baik.”Gus Dzaki menghela nafas panjang. Sebisa mungkin dia ingin menghindari jamuan dari Kyai Furqon. Ujung-ujungnya dia akan di jodohkan kepada Salwa.“Umi. Sekali ini Dzaki ingin menolak. Ada hal yang penting yang harus di selesaikan. Dzaki harap umi bisa menerimanya.” Jawabnya dengan jelas.“Baiklah jika itu maumu. Istirahatlah. Umi kembali lagi ke pondok.” Umi berkata lirih. Sepertinya beliau memang sedikit kecewa dengan penolakan Gus Dzaki.Gus Dzaki menghempaskan tubuhnya di atas ranjang king Sizenya. Sebelum dia lulus Dzaki segera mungkin menyelesaikan pembangunan rumahnya, dia memang berniat ingin punya rumah sendiri. Menatap langit-langit kamar dan sedikit termenung. Pikirannya jatuh kepada Aluna. Bagaimana kondisi gadis bar-bar itu. Gus Dzaki langsung bangun dia teringat jika Aluna akan di eksekusi. Pertanyaan muncul terus menerus. Eksekusi apa yang mereka lakukan terhadapnya.Kartu nama. Iya. Segera Gus Dzaki mengambil dari saku tersebut.“Daripada aku menemui Kyai Furqon dan ujung-ujungnya perjodohan dengan Ning Salwa, lebih baik aku cari tahu apa yang terjadi dengan Aluna.” Gus Dzaki bicara sendiri, dia sudah bertekad ingin menyelamatkan Aluna. Entah kenapa Gus Dzaki kepikiran sebelum dia benar-benar aman.19.00 WIBPemuda tampan dengan memakai sweater hitam dan jam tangan yang melekat di pergelangan serta tak lupa dia mengolesi minyak rambut dan menyisirnya secara perlahan. Ini bukan kencan tapi menyelamatkan gadis yang seharian membuatnya kepikiran. Sekiranya sudah cukup. Gus Dzaki segera melenggang pergi.Bibi Asih tiba-tiba nongol di depan kamar Gus Dzaki saat dia hendak keluar.“Bibi mengagetkan saya saja.” Gus Dzaki terlonjak kaget sambil mengelus dadanya.“Masyallah, ganteng banget sih, Gus. Mau ke mana?” Bibi Asih melihat penampilan Gus Dzaki dari atas sampai bawah. Begitu mempesona. Perempuan mana yang tidak terlena dengan ketampanannya.“Bibi mau tahu biasa atau tahu banget?”“Yah tahu banget, Gus.” Jawabnya terkekeh.“Ada urusan penting. Darurat. Pasti bibi di suruh Umi mengintai saya. Bi, saya ini sudah dewasa. Jadi apa pun yang saya lakukan. Insyallah tidak akan melenceng. Saya permisi dulu. Assalamualaikum.” Salam Dzaki dan langsung meninggalkan bibi Asih yang masih bingung.Sebelum Umi ke rumah Kyai Furqon. Sempat berpesan agar memantau Gus Dzaki karena tingkahnya setelah pulang ke Indonesia mencurigakan. Umi takut dia ada apa-apa.✉️Aman, Nyonya. Gus Dzaki biasa saja dan tidak ada gerak-gerik yang mencurigakan.Pesan langsung terkirim kepada umi. Bibi Asih melanjutkan pekerjaan kembali. Setelah Gus Dzaki membangun rumah bibi Asih yang selama ini membantu segala kebutuhan Gus Dzaki.Mobil melaju pelan. Gus Dzaki masih mengikuti arahan maps. Sudah lama dia tidak mengitari kota kelahirannya. Aluna. Sebentar lagi dia akan bertemu. Bukan untuk rindu tapi hanya ingin menyelamatkan misi pertolongan. Lagipula dia tidak akan mau ada cinta dengan Aluna.Sampai saatnya mobil sudah berada di tempat tujuan. Gus Dzaki masih mengamati sekelilingnya. Ini bukan butik tapi gang prostitusi.“Ah yang benar ini tempatnya?” Dzaki meyakinkan lagi. Benar alamat yang di tuju adalah ini. “Tidak mungkin Aluna kerja di dunia malam?” Gus Dzaki meyakinkan jika itu tidak benar. Beruntung tidak memakai sarung dan dia memakai baju casual. Jika dia memakai sarung betapa malunya dia.Dia memegang handle pintu mobil. Kali ini dia bingung apakah dia tetap mencari Aluna atau pergi. Gus Dzaki masih memastikan jika tempat ini normal bukan prostitusi. Namun, apa yang dia pikirkan salah. Seorang perempuan dengan memakai baju yang seksi menghampiri pria paruh baya sepertinya dia adalah pelanggannya. Mereka masuk ke dalam rumah yang cukup besar. Dzaki hanya bisa mengamati dari dalam.“Aku tidak percaya dia kerja di sini.” Dzaki menggerutu. “Jadi aku kemarin menolong perempuan kupu-kupu malam. Ini sangat mustahil.” Dzaki menggelengkan kepala dan masih tidak percaya dengan apa yang terjadi.Ketukan pintu membuyarkan lamunan Dzaki. Seorang lelaki bertubuh kekar dengan sigap berada di depan mobil. Dzaki menurunkan kaca mobil. Nah benar salah satu yang kemarin bertemu di depan supermarket.“Mau pesan?” Tanyanya dengan nada tegas. Dzaki bingung mau berkata apa. Sial, dia seorang anak Kyai tidak mungkin melakukan hal gila di tempat prostitusi.“Saya mau mencari Aluna.” Dzaki akhirnya mengatakan yang sebenarnya tanpa basa-basi.“Tahu ini tempat apa. Jadi untuk bertemu wajib pakai uang.”“Uang?”“Betul. Malam ini Aluna Miss gaun merah sudah di booking orang lain. Tampang sepertimu memang bisa beli Aluna berapa? Ada yang lain kalau mau. Perempuan ini tidak kalah dengan Aluna.” Pria itu menawarkan kepada Dzaki. Jijik sekali rasanya harus masuk dunia gelap. Ini semua gara-gara Aluna.“Aku hanya ingin bertemu dengannya tidak untuk membokingnya.” Raut wajah Dzaki terlihat sangat kesal. Harus bertemu dia melakukan hal yang menjijikkan.Seorang pria kepala plontos menghampiri mereka. Sekilas lelaki itu memandang Dzaki dengan tajam. Sepertinya lelaki itu meremehkan Dzaki. Sebenarnya ada apa? Pertanyaan itu terus muncul.“Bowo, kamu di tunggu Mama Chan. Tuan Bara sebentar lagi datang. Jangan sampai Miss gaun merah lolos. Sepertinya Tuan Bara marah besar saat kemarin Aluna kabur. Entah apa yang akan di lakukannya terhadap Miss gaun merah. Cepat! Kita tidak ada waktu.” Pria itu menepuk beberapa kali pundak Bowo. Dzaki tertegun dan memikirkan perkataan teman Bowo tadi.Mereka akhirnya meninggalkan Dzaki. Kedua tangan Dzaki mengepal dengan kuat. Urat nadinya terlihat. Rahangnya mengeras. Mencoba menjernihkan pikiran dan mematangkan sesuatu. Otaknya terus bekerja dan akhirnya sampailah dia memutuskan sesuatu yang berat.“TUNGGU!” Panggil Dzaki. Kedua lelaki itu membalikkan badan. Dzaki berdiri di belakang mereka dengan gaya casualnya. “Aku mau membooking Aluna sekarang. Berapa harganya aku terima asalkan malam ini dia bersama denganku.” Ucap Dzaki dengan nada tegas dan lantang.Kedua pria tersebut hanya saling pandang. Mereka tidak bisa memutuskan. Hanya Mama Chan yang bisa. Malam ini Miss gaun merah diperebutkan dua lelaki yang kaya. Bonus mereka akan besar. Senyuman puas mengembang di wajah Bowo.“Cepat aku tidak punya waktu. Aku mau Aluna sekarang juga!” Dzaki tidak bisa menunggu terlalu lama. Ada alasan dia mau membooking Aluna. Yang jelas bukan karena cinta. Dzaki mengutuki dirinya. Dia tidak mau jatuh cinta dengan Aluna.Seseorang tidak hentinya memainkan ketukan di meja menunggu perempuan yang di depannya bicara dan menyetujui ajakan darinya. Mama Chan iya itu namanya, dia adalah mucikari gang Dolby yang terkenal di wilayah Jakarta. Tidak tanggung-tanggung banyak rekrutan dari mama Chan sukses dan kaya. Perempuan berusia tiga puluh tiga tahun dengan rambutnya yang pendek dengan tubuhnya yang seksi mampu memberikan minat kepada lelaki hidung belang yang mampir di gang Dolby, dia mendirikan bisnis ini sudah lima tahun. Hampir setengah jam mama Chan menunggu agar perempuan yang ada di depan menyetujuinya. “Bagaimana Aluna tentang tawaran tuan Bara?” Mama Chan memainkan jari-jarinya menunggu Aluna berkata iya. Setengah jam membuat mucikari tersebut mengantuk.Aluna masih berfikir-fikir ulang tentang tawaran yang di berikan mama Chan. Ini sangat menguntungkan tapi di satu sisi ini adalah petaka baginya. Mama Chan mendengus kesal. Kesabarannya sudah dia ambang batas.“Aluna, kamu itu di sini adalah Miss g
Hening saat taksi biru melaju di jalanan kota di malam hari. Pemuda yang di samping Aluna sesekali melihatnya sedang gelisah sambil menatap layar ponselnya. Pemuda itu yakin gadis bergaun merah ini sedang di cari seseorang. Rasa penasarannya tiba-tiba terbesit tapi dia langsung menghilangkan rasa penasaran itu karena baginya gadis ini tidak penting. Di lihat dari penampilannya saja seperti gadis liar. “Mimpi apa aku semalam?” Katanya lirih sambil menggelengkan kepalanya dan menatap kaca jendela taksi melihat keindahan kota daerah jalan Tunjungan. Sudah lama dia tidak jalan-jalan ke sini. Aluna masih fokus menatap ponselnya. Sesekali dia menggigit bibir bawahnya karena gelisah dan ketakutan. Apalagi kepalanya pusing dan sedikit mual. Ini akibat tuan Bara memberikan minuman dengan kadar alkohol yang tinggi. Mama Chan berulang kali menghubunginya. Tuan Bara pasti protes kepada mama Chan. Satu pesan masuk✉️ Di mana kamu? Tuan Bara marah karena kamu kabur. Aluna balas. Aku marah kepada
Seorang petugas dengan berpakaian seragam berwarna coklat masih sibuk membersihkan kamar. Dzaki keluar dari kamar untuk check out. Dahinya mengerut karena pegawai tersebut sudah membersihkan kamar Aluna. Kedua mata melirik ke arah kamar yang ada di sebelah samping dan terlihat tidak ada penghuni sama sekali. “Maaf Mas. Penghuni yang ada di kamar ini sudah pergi?” Tanyanya dengan rasa penasaran sambil menunjuk ke arah kamar. Pegawai pria yang sedang sibuk membuang sampah menghentikan aktivitasnya. Melihat Dzaki berdiri di depan pintu kamarnya sambil memegang koper hitamnya. “Sudah pergi mas dari subuh tadi.” Jawabnya dengan senyum lalu kembali dengan aktivitasnya lagi. “Terima kasih, mas.” Dzaki mengangguk dan mulai beranjak pergi. Rasa lega dan senang menyelimuti hatinya. Aluna sudah pergi berarti dia tidak ada lagi hutang untuk membantunya. Namun, terbesit tanda tanya tumben sekali pagi-pagi sudah pergi dan tanpa pamit kepadanya. Ah, masa bodoh itu bukan urusan dia. Sekarang yang
BAB 4 KETEGANGAN HATICuaca siang ini cukup terik. Dzaki sedikit gerah dan sesekali mengipasi tubuhnya dengan koran yang dia beli di pinggir jalan. Sudah hampir satu jam dia memesan taksi online belum juga dapat. Pikirannya sedang rancau saat ini. Dua hari ini dia harus menghadapi gadis bar-bar yang membuat dirinya pusing.Abah tidak henti-hentinya menelefon. Orang tua mana yang bingung dua hari belum sampai ke rumah. Dzaki mengabaikan panggilan dari Abah dan melihat sekeliling mungkin ada ojek motor yang melintas. Namun tetap saja tidak ada. “Ini semua gara-gara Aluna. Niat menolong tapi aku sendiri yang kena imbasnya. Mana tidak ada taksi yang melintas. Aku harap tidak akan pernah berhubungan lagi dengannya.” Ucap Dzaki bicara sendiri sambil mengelap wajah mulusnya karena keringat. Pantas saja saat melihat layar ponsel cuaca terik. Suhu hampir tiga puluh delapan celcius. Suara bising motor menggema dan asap knalpot yang menghiasi suasana siang hari yang terik. Alamat Dzaki akan pu
Aluna masih seperti semula duduk di lantai dan memeluk kedua lututnya. Sebenarnya dia sudah sadar jika konsekuensi terburuk dalam kerjanya adalah ini. Siapa yang akan menolongnya? Jelas tidak ada. Profesi sebagai kupu-kupu malam bagi orang lain adalah aib dan hina. Sudah cukup air mata yang keluar membasahi pipinya. Entah berapa liter yang keluar. Dadanya terasa sakit dan sesak. Suara orang membuka kunci terdengar jelas dari bilik pintu. Seketika Aluna segera mengusap air matanya dengan kasar, dia tidak ingin ada orang melihat tangisannya. Orang akan mengira dia lemah. Mama Chan masuk dan membawa bali berisi makanan dan minuman. Aluna memang sangat lapar sejak tadi siang. Ia melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul tiga sore. Astaga, tinggal beberapa jam Aluna akan di eksekusi oleh Tuan Bara. “Sore Miss gaun merah sayang.” Sapa Mama Chan sambil meletakkan baki di atas meja. Mana Chan melihat keadaan Aluna yang begitu memprihatinkan. Sejenak dia kasihan kepadanya. Menyesal
Dzaki masih berdiri terpancing di depan rumah bergaya Turki yang berjarak satu kilometer dari pondok pesantren milik Kyai Azzam yang tak lain adalah abah Dzaki. Rumah dengan konsep minimalis dan aksen abad pertengahan memberikan kesan abadi yang megah pada hunian. Ditambah teksturnya dengan pilihan warna krem serta sentuhan unik yang dipoles secara estetis seperti hiasan emas di dinding rumah membuat konsep desain ini cukup elegan. Gus Dzaki sangat puas dengan hasil desainnya. Rumah ini kelak akan dihuni dirinya dengan istri dan anaknya. Namun, kali ini dia masih fokus mengurus Universitas yang baru dia rintis. “Gus Dzaki, tidak baik terlalu melamun seperti itu.” Ucap Umi memecah keheningan. Umi mengantarkan beberapa pakaian Gus Dzaki di rumah barunya. Wanita paruh baya dengan memakai jilbab putih menghampiri Gus Dzaki yang berdiri mematung di jendela sambil melihat taman “Umi, tidak usah repot-repot membawakan pakaian untukku. Biar saya sendiri yang membawanya.” Ucap Gus Dzaki ters
Aluna masih seperti semula duduk di lantai dan memeluk kedua lututnya. Sebenarnya dia sudah sadar jika konsekuensi terburuk dalam kerjanya adalah ini. Siapa yang akan menolongnya? Jelas tidak ada. Profesi sebagai kupu-kupu malam bagi orang lain adalah aib dan hina. Sudah cukup air mata yang keluar membasahi pipinya. Entah berapa liter yang keluar. Dadanya terasa sakit dan sesak. Suara orang membuka kunci terdengar jelas dari bilik pintu. Seketika Aluna segera mengusap air matanya dengan kasar, dia tidak ingin ada orang melihat tangisannya. Orang akan mengira dia lemah. Mama Chan masuk dan membawa bali berisi makanan dan minuman. Aluna memang sangat lapar sejak tadi siang. Ia melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul tiga sore. Astaga, tinggal beberapa jam Aluna akan di eksekusi oleh Tuan Bara. “Sore Miss gaun merah sayang.” Sapa Mama Chan sambil meletakkan baki di atas meja. Mana Chan melihat keadaan Aluna yang begitu memprihatinkan. Sejenak dia kasihan kepadanya. Menyesal
BAB 4 KETEGANGAN HATICuaca siang ini cukup terik. Dzaki sedikit gerah dan sesekali mengipasi tubuhnya dengan koran yang dia beli di pinggir jalan. Sudah hampir satu jam dia memesan taksi online belum juga dapat. Pikirannya sedang rancau saat ini. Dua hari ini dia harus menghadapi gadis bar-bar yang membuat dirinya pusing.Abah tidak henti-hentinya menelefon. Orang tua mana yang bingung dua hari belum sampai ke rumah. Dzaki mengabaikan panggilan dari Abah dan melihat sekeliling mungkin ada ojek motor yang melintas. Namun tetap saja tidak ada. “Ini semua gara-gara Aluna. Niat menolong tapi aku sendiri yang kena imbasnya. Mana tidak ada taksi yang melintas. Aku harap tidak akan pernah berhubungan lagi dengannya.” Ucap Dzaki bicara sendiri sambil mengelap wajah mulusnya karena keringat. Pantas saja saat melihat layar ponsel cuaca terik. Suhu hampir tiga puluh delapan celcius. Suara bising motor menggema dan asap knalpot yang menghiasi suasana siang hari yang terik. Alamat Dzaki akan pu
Seorang petugas dengan berpakaian seragam berwarna coklat masih sibuk membersihkan kamar. Dzaki keluar dari kamar untuk check out. Dahinya mengerut karena pegawai tersebut sudah membersihkan kamar Aluna. Kedua mata melirik ke arah kamar yang ada di sebelah samping dan terlihat tidak ada penghuni sama sekali. “Maaf Mas. Penghuni yang ada di kamar ini sudah pergi?” Tanyanya dengan rasa penasaran sambil menunjuk ke arah kamar. Pegawai pria yang sedang sibuk membuang sampah menghentikan aktivitasnya. Melihat Dzaki berdiri di depan pintu kamarnya sambil memegang koper hitamnya. “Sudah pergi mas dari subuh tadi.” Jawabnya dengan senyum lalu kembali dengan aktivitasnya lagi. “Terima kasih, mas.” Dzaki mengangguk dan mulai beranjak pergi. Rasa lega dan senang menyelimuti hatinya. Aluna sudah pergi berarti dia tidak ada lagi hutang untuk membantunya. Namun, terbesit tanda tanya tumben sekali pagi-pagi sudah pergi dan tanpa pamit kepadanya. Ah, masa bodoh itu bukan urusan dia. Sekarang yang
Hening saat taksi biru melaju di jalanan kota di malam hari. Pemuda yang di samping Aluna sesekali melihatnya sedang gelisah sambil menatap layar ponselnya. Pemuda itu yakin gadis bergaun merah ini sedang di cari seseorang. Rasa penasarannya tiba-tiba terbesit tapi dia langsung menghilangkan rasa penasaran itu karena baginya gadis ini tidak penting. Di lihat dari penampilannya saja seperti gadis liar. “Mimpi apa aku semalam?” Katanya lirih sambil menggelengkan kepalanya dan menatap kaca jendela taksi melihat keindahan kota daerah jalan Tunjungan. Sudah lama dia tidak jalan-jalan ke sini. Aluna masih fokus menatap ponselnya. Sesekali dia menggigit bibir bawahnya karena gelisah dan ketakutan. Apalagi kepalanya pusing dan sedikit mual. Ini akibat tuan Bara memberikan minuman dengan kadar alkohol yang tinggi. Mama Chan berulang kali menghubunginya. Tuan Bara pasti protes kepada mama Chan. Satu pesan masuk✉️ Di mana kamu? Tuan Bara marah karena kamu kabur. Aluna balas. Aku marah kepada
Seseorang tidak hentinya memainkan ketukan di meja menunggu perempuan yang di depannya bicara dan menyetujui ajakan darinya. Mama Chan iya itu namanya, dia adalah mucikari gang Dolby yang terkenal di wilayah Jakarta. Tidak tanggung-tanggung banyak rekrutan dari mama Chan sukses dan kaya. Perempuan berusia tiga puluh tiga tahun dengan rambutnya yang pendek dengan tubuhnya yang seksi mampu memberikan minat kepada lelaki hidung belang yang mampir di gang Dolby, dia mendirikan bisnis ini sudah lima tahun. Hampir setengah jam mama Chan menunggu agar perempuan yang ada di depan menyetujuinya. “Bagaimana Aluna tentang tawaran tuan Bara?” Mama Chan memainkan jari-jarinya menunggu Aluna berkata iya. Setengah jam membuat mucikari tersebut mengantuk.Aluna masih berfikir-fikir ulang tentang tawaran yang di berikan mama Chan. Ini sangat menguntungkan tapi di satu sisi ini adalah petaka baginya. Mama Chan mendengus kesal. Kesabarannya sudah dia ambang batas.“Aluna, kamu itu di sini adalah Miss g