Share

Bab 42

last update Last Updated: 2022-02-25 08:50:31

    Ketika di jalan pulang, Reni tiba-tiba memekik meminta Arjuna menghentikan mobilnya.

    "Duh, apa-apaan sih kamu? Mendadak banget kalo minta berhenti?" seru Arjuna gusar. Untung saja jalanan sedang sepi sehingga ia tidak perlu mendapat makian dari orang-orang.

    Reni langsung turun tanpa berniat menjawab pertanyaan Arjuna. Ia menghampiri seorang pedagang arum manis dan membelinya dengan wajah riang. Reni berlari kecil sembari melompat-lompat saat akan memasuki mobil Arjuna.

    Arjuna yang melihat tingkah Reni benar-benar tidak habis pikir. Reni adalah satu dari sekian banyak perempuan yang pernah dekat dengan Arjuna. Mereka kebanyakan selalu berusaha terlihat dewasa, elegan, dan anggun. Sementara Reni malah kebalikannya. Arjuna benar-benar heran pada dirinya sendiri yang bisa menyukai gadis ini.

    "Beli apa?" tanya Arjuna saat Reni masuk ke dalam mobil.

    "Beli arum maniiiss!!"

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 43

    Arjuna merapikan beberapa bajunya. Ia mulai mengemasnya ke dalam koper yang akan ia bawa ke Makassar besok pagi. Ia juga menyiapkan berkas-berkas penting yang harus ia bawa. Andini masuk ke dalam kamar Arjuna sembari membawakan coklat panas untuk putranya.“Cuma bawa segitu doang, Jun, pakaiannya?” tanyanya sembari melirik isi koper putranya. Ia tahu Arjuna adalah orang yang tidak mau diribetkan dengan masalah pakaian.Arjuna mengangguk. “Iya, Ma. Lagian kan cuma seminggu. Arjuna di sana juga buat kerja, bukan liburan. Jadi lebih banyak baju buat kerja yang Arjuna pakai. Kalau bawa banyak-banyak juga ribet nanti, Ma.”Andini menggeleng seraya tersenyum. Putranya tak pernah berubah. “Nggak terasa ya, kurang seminggu lagi kamu akan bertunangan dengan Reni. Mama nggak menyangka kalau kamu akhirnya menjalaninya dengan senang.” Andini menghela napas. “Padahal Mama sempat berpikiran kamu akan menolaknya sejak awa

    Last Updated : 2022-02-26
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 44

    Reni masih menyelimuti dirinya saat pintu kamarnya diketuk. Tanpa dijawab, Mamanya masuk ke dalam kamarnya.“Lho, kok masih tidur? Katanya mau nganterin Arjuna ke bandara,” Santi membuka gorden kamar Reni dan membuatnya mau tak mau membuka mata.“Mama, ini kan Minggu! Reni capek ah seharian abis keliling-keliling sama Kak Sandra buat keperluan pertunangan. Sekarang Reni mau istirahat, Ma!” erangnya kemudian semakin menutup tubuhnya dengan selimut.“Yakin nggak mau nganterin aku? Nanti kamu kangen lho, seminggu nggak ketemu sama aku!” seru Arjuna seraya duduk di pinggiran tempat tidur Reni.Mendengar suara Arjuna sontak membuat Reni terbelalak dan bangkit. Dengan wajah yang menahan kantuk dan rambut yang acak-acakan ia menatap Arjuna dengan ekspresi terkejut luar biasa. Ia masih teringat kejadian semalam membuatnya malu. Arjuna menahan tawa ditatap Reni seperti itu.“Kamu ngapain di kamarku? Si

    Last Updated : 2022-02-27
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 45

    Arjuna duduk di bangku pesawat dengan gelisah. Entah kenapa, tatapan Reni tadi terasa begitu berat untuk melepaskan kepergian Arjuna. Apakah Reni tidak mau terpisah lama dengan Arjuna? Arjuna menyalakan ponselnya. Diam-diam, ia memiliki foto Reni yang ia ambil tanpa sepengetahuan gadis itu. Pada wallpaper Arjuna sekarang terpampang gambar gadis itu yang sedang asyik memotret. Arjuna mengambilnya dari samping kiri. Entah kenapa, aura gadis fotografer itu begitu terpancar ketika sudah memegang benda kesayangannya itu. "Aku bakalan kangen banget sama kamu, Ren!" gumam Arjuna seraya tersenyum ke arah ponselnya. Mungkin waktu seminggu hanyalah sebentar bagi sebagian orang. Tetapi bagi Arjuna, waktu seminggu sangatlah lama. "Tunggu aku ya!" *** Hari pertama di pekan UAS. Reni mengerjakan semua soal ujian dengan teliti. Ia tidak mau kecolongan lagi sampai ada yang belum te

    Last Updated : 2022-02-28
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 46

    Arjuna menutup laptopnya. Sudah hampir lima jam ia mengerjakan rancang bangun untuk dibawa meeting besok. Ia merasa perlu meregangkan tubuh dan mencari angin segar. Udara dingin malam langsung menyapu kulit Arjuna ketika ia membuka pintu menuju balkon kamarnya. Hawa dingin itu membuat Arjuna sedikit bergidik. Ia meminum kopinya yang masih hangat karena baru saja ia seduh. Arjuna menatap ke sekeliling. Lampu-lampu jalanan dan juga beberapa kendaraan masih berlalu lalang di bawah sana. "Jam segini Reni lagi ngapain, ya? Dia udah tidur belum ya?" Arjuna mengambil ponselnya di saku celana. Ia hendak membuka WhatsApp ketika sebuah notifikasi dari instagram muncul. Ren.ren baru saja menambahkan cerita. Lelaki yang rambutnya mulai sedikit panjang itu tersenyum. Ia memang menyalakan notifikasi untuk semua kegiatan Reni di sosial media. Ia tak mau ketinggalan satupun momen y

    Last Updated : 2022-03-01
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 47

    Hari kedua ujian dilalui Reni dengan lebih tenang. Ia mengerjakan soal tanpa perasaan penuh kegugupan seperti kemarin. Tangannya begitu lihai menuliskan jawaban-jawaban yang semalam sudah dipelajarinya. Rendi yang melihat Reni tenang begitu jadi ikutan tenang. Tanpa sadar, Rendi tersenyum melihat Reni demikian. Setelah waktu berjalan hampir 80 menit, Reni berdiri dan maju ke depan. Ia memejamkan mata sebelum meletakkan kertasnya. Ia berdoa agar mendapatkan hasil terbaik di ujian semesternya kali ini. Reni duduk di depan ruang kelasnya menunggu Nadya. Apalagi waktu kurang sepuluh menit saja. Pasti sebentar lagi Nadya keluar. "Loh, masih di sini?" Rendi yang keluar kelas lebih dulu menghampiri Reni yang duduk sendirian. "Eh!" Reni tak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya karena beberapa menit ia melamun. "Iya, nungguin Nadya. Ntar dia ngamuk-ngamuk lagi kalau aku tinggal!"&nbs

    Last Updated : 2022-03-02
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 48

    Nadya tidak berusaha mengejar Reni karena ia tahu, temannya itu pasti butuh waktu untuk menenangkan diri. Sementara perempuan tidak dikenal tadi sudah pergi dengan teman-temannya. Tak lupa dengan adegan menghentak-hentakkan kaki karena rambut yang sudah ia tata berjam-jam harus rusak. "Lah, Reni kemana?" Rendi baru saja datang seraya membawakan pesanan ketiganya. "Pulang kayaknya. Tadi tiba-tiba ada macan ngamuk di sini!" Mendengar itu, Rendi hanya mengernyitkan kening. Ia bukan tipe orang yang mudah sekali penasaran dengan urusan orang lain. "Lo suka ya sama Reni?" pertanyaan spontan Nadya hampir membuat Rendi tersedak kuah soto pedasnya. "Lo kalo tanya bisa liat sikon dulu nggak sih?" nada bicara Rendi sedikit tinggi sementara Nadya malah tertawa. "Ye sorry! Habisnya gue kepo sih!" Nadya melipat kedua tangannya di atas meja. "So?" "Gue nggak t

    Last Updated : 2022-03-02
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 49

    Arjuna yang tadinya hendak beristirahat, tiba-tiba kehilangan rasa lelahnya setelah mendengar curhatan Reni. Ia tahu, kesalahannya juga tidak memberi tahu Reni sejak awal tentang Nadhine. Sempat ada rasa khawatir di benak Arjuna, kalau-kalau Nadhine akan berbuat yang lebih dari sekadar mengata-ngatai Reni. "Kalau Nadhine nyamperin kamu lagi, kamu langsung bilang aku, ya!" seru Arjuna. Kali ini keduanya mengubah mode panggilan menjadi panggilan video. Reni sedang makan sementara Arjuna di sana hanya berniat menemani Reni menghabiskan makanannya. "Gampang! Cewek kayak gitu tuh kalo aku makin takut, dia bakalan ngerasa punya power. Akhirnya bakalan terus cari gara-gara. Makanya, aku nggak mau diem aja pas dia nuduh aku tadi. Biar tau dia lagi berhadapan sama siapa!" "Sama preman!" celetuk Arjuna seraya cekikikan. Rasa ingin istirahatnya tergantikan dengan kesenangan menemani Reni malam ini. Reni h

    Last Updated : 2022-03-03
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 50

    Arjuna baru saja menyelesaikan meetingnya pagi ini. Hari ini, jadwalnya tidak terlalu padat sehingga ia bisa sedikit bersantai. "Ngopi dulu bisalah, bos!" seru Rayhan, rekan kerjanya yang ada di Makassar. Arjuna tertawa. "Boleh deh! Dua hari ini sibuk terus gue. Butuh penyegaran juga nih!" Akhirnya kedua lelaki itu meninggalkan ruangan meeting dan melaju ke salah satu coffee shop teedekat, rekomendasi dari Rayhan yang memang dari dulu adalah pecinta kopi. Tiada hari tanpa meminum kopi. "Caramel macchiatonya satu!" ujar Rayhan tanpa melihat daftar menu. "Lo mau pesen apa, Jun?" "Gue affogato aja deh!" seru Arjuna setelah memilih minuman kemudian mereka mencari tempat duduk sembari menunggu pesanannya jadi. "Tumben lo nggak espresso atau americano?" Arjuna membuka obrolan diantara keduanya. "Masih siang nih, bos! Butuh yang se

    Last Updated : 2022-03-03

Latest chapter

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 142

    Reni hampir seminggu berada di indekos Rendi. Selama itu pula hanya Nadya yang datang menemaninya. Arjuna, bahkan orang tuanya tidak ke sini. Ia lupa bahwa ponselnya dipegang oleh Ryo. Pagi ini, suasana hati Reni sudah lebih baik. Walaupun masih ada kekecewaan di hatinya, tetapi ia tak serapuh kemarin-kemarin. Hatinya jauh lebih kuat. "Yakin mau pulang sekarang?" tanya Rendi untuk yang kesekian kalinya. Ia yang paling terlihat khawatir akan kestabilan emosi Reni. Reni mengangguk yakin. Setelah satu minggu 'bertapa' di sini, ia memilih untuk berhenti menghindar dan menghadapi semuanya. Walaupun mungkin itu sangat menyakiti perasaannya, ia tak ingin lari lagi. Akhirnya Rendi memilih ikut ke rumah Reni dengan menjadi sopir mobilnya. Rasa kekhawatirannya benar-benar tidak bisa hilang. Reni mengiyakan saja apabila Rendi mau mengantarnya ke rumah. Sesampainya di depan gerbang rumah, Reni meminta untuk memarkir motornya di luar saja. Dengan langkah perlahan, Reni dite

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 142

    Pagi ini, Rendi memilih untuk mencuci motornya setelah setiap hari ia gunakan pulang-pergi ke tempat magang yang lumayan jauh. Beberapa kali memang sempat ia cuci. Akan tetapi, setelah sakit ia jadi malas mencuci motornya. Selagi cuaca cerah, Rendi dengan telaten membersihkan motor kesayangannya. Tak lupa, ia juga menjemur helm yang setiap hari ia pakai agar tidak bau apek. Ketika mengelap motornya agar semakin kinclong, sebuah mobil yang Rendi kenali memasuki halaman indekosnya. Keningnya berkerut tatkala pemilik mobil tak jua keluar. Rendi bergegas menghampiri mobil itu. Ia mengetuk kaca jendela mobil. Butuh waktu beberapa menit sebelum akhirnya kaca jendela itu turun dan menampilkan wajah kalut Reni. "Kamu kenapaaa??" Rendi terkejut bukan main melihat mata sembab Reni. *** Ryo menarik napas sedikit lega ketika membuka pesan di ponsel Reni dan ada salah satu temannya yang didatangi. Bahkan, seseorang bernama Rendi itu berani bertaruh nyawanya apabila Reni

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 140

    Ketika terdengar keributan di bawah, Tania memeluk Reni erat. Ia tidak ingin adik iparnya ini semakin sedih. "Dia ngapain ke sini sih, Mbak?" bisik Reni menahan isak tangisnya. Tania mengelus punggung Reni. "Udah, nggak usah dipeduliin. Yang terpenting sekarang adalah kondisi kamu. Sesekali egois itu perlu kok!" Tania terus mendekap Reni. Ia berharap mampu menyalurkan energi positifnya pada Reni, agar kesedihan itu setidaknya berkurang. "Mbak, aku mau ke balkon cari angin!" desis Reni, menghapus sisa-sisa air matanya. "Mau mbak temenin nggak?" tawar Tania. Ternyata Reni menggeleng. "Beneran nggak apa-apa sendiri?" "Nggak apa-apa, Mbak. Sebentar aja!" Reni bangkit dari duduknya. Ia menuju wastafel untuk membasuh wajahnya. Setelah itu ia baru keluar setelah meyakinkan Tania bahwa ia baik-baik saja. Tanpa sepengetahuan Tania, Reni sudah mengantongi kunci mobilnya yang kebetulan terparkir di belakang. Reni berniat kabur dari rumah daripada ia harus meli

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 139

    Reni bangun ketika jendela kamarnya terbuka. Matanya perih terkena sinar matahari pagi setelah semalaman menangis. Ternyata papanya yang membuka gorden jendela kamar. "Bangun yuk. Udah siang ini!" Lesmana mendekati putrinya. Ia elus rambut putrinya yang berantakan. Reni masih terbaring di kasurnya. Padahal ia baru saja terbangun, tetapi rasanya melelahkan sekali. Ia seperti merasakan lelah yang tak berkesudahan. "Tuh, ada Tania. Kamu temuin dong!" Lesmana mencoba membuat putrinya bersemangat, walaupun ia tahu hal ini mungkin sia-sia. Reni malah melamun. Matanya terlihat sangat sembab setelah menangis sampai tertidur. Ia bahkan tidak sempat mengganti baju tidurnya. Pikirannya kacau, sangat kacau. *** Arjuna pulang dengan perasaan gelisah. Nada bicara Ryo yang penuh amarah semalam membuatnya kelabakan mencari tiket pesawat saat itu juga. Ia sempat beradu argumen dengan Sandra yang berusaha menahannya. "Palingan cuma masalah sepele!" begitu katanya. Arjuna

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 138

    Sepanjang jalan pulang, Reni terdiam. Minimnya cahaya dijadikan tameng untuknya menangis tanpa suara. Reni membuang muka menghadap ke jendela mobil agar tangisnya tak terlihat oleh Ryo. Sementara itu, di sebelahnya Ryo berusaha meredam amarah. Apa yang ia lihat di ponsel Reni tadi benar-benar mengejutkannya. Kenapa keadaan tiba-tiba menjadi begitu pelik untuk Reni lalui? Ini adalah masa-masa Reni membutuhkan kestabilan emosional karena ia harus mengerjakan tugas akhirnya. Tetapi keadaan menghempaskan Reni begitu saja. Sesampainya di rumah, tanpa basa-basi Reni langsung berlari ke lantai dua dan masuk ke kamarnya. Santi dan Lesmana yang sedang kedatangan tamu heran dengan sikap Reni. Ketika Ryo masuk, tatapan Santi penuh tanda tanya. Ryo sendiri memilih tetap di luar. Setelah menghabiskan rokoknya ia menelepon sang istri. "Yang, besok pagi bisa ke rumah nggak? Temenin Reni. Dia lagi ada masalah." ujarnya setelah telepon diangkat oleh Tania. Perempuan itu tidak b

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 137

    Reni keluar dari galeri dengan wajah lelah tetapi juga tergambar kegembiraan di sana. Ia sangat gembira bisa magang di tempat gurunya yang mengenalkan dunia fotografi padanya. Tadi ketika acara perpisahan, Aldo bahkan memberikan hadiah pada Rendi dan Reni karena menjadi anak magang yang baik sepanjang masa. "Ini oleh-oleh buat kalian. Karena selama aku nerima anak magang, baru kali ini galeri bisa sangat seramai ini. Bahkan ada pengunjung yang bela-belain ke sini setiap hari cuma kepingin di-guide sama Rendi. Ini benar-benar pencapaian besar. Galeri bakalan sangat kehilangan kalian!" ucapan Aldo membuat semua yang ada di ruangan itu mendadak sedih. Lagi pula, siapa yang suka dengan momen perpisahan? "Mau langsung pulang atau kemana gitu?" tawar Rendi sembari menyerahkan helm pada Reni. Perempuan itu segera mengenakan helm. "Pulang dulu, besok aja main. Inget, kamu masih hutang ngajakin aku makan mie yamin yaa?" Rendi tertawa. Beberapa bulan selama magang ini hariny

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 136

    Hari ini adalah hari terakhir Reni magang. Semalam, ia sudah menyelesaikan laporan magangnya selama tiga bulan ini. Nanti sepulang dari tempat magang, Ryo berjanji akan mentraktirnya sebagai hadiah karena Reni berhasil menyelesaikan magang tanpa kendala apapun. Selama magang, Reni memang lebih sering di rumah daripada di apartemen. Ini pun atas titah Mamanya, agar beliau tetap bisa memantau Reni. Santi takut apabila magang Reni memilih tinggal di apartemen, ia malah tidak pulang. "Mama lebay!" desisnya saat itu. Santi tidak peduli apapun perkataan putrinya. Yang terpenting adalah kebaikan Reni sekarang. Santi pun juga sudah mendengar tentang renggangnya hubungan Arjuna dengan putrinya. Andini sempat bercerita ketika keduanya bertemu di salah satu butik langganan mereka. "Aku bener-bener minta maaf lho, Jeng. Karena kesibukan Arjuna bikin Reni jadi merasa terabaikan. Jadinya malah mereka bertengkar." Andini menggenggam tangan Santi. Santi mengangguk mafhum.

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 135

    Seharian Sandra hanya marah-marah. Ia kesal karena Arjuna mulai sering tidak fokus dan sering menengok ponselnya, meskipun itu sedang meeting penting dengan kontraktor. Sandra sudah memperingatkannya beberapa kali, tetapi nihil. Arjuna masih saja tidak fokus. "Kamu tuh kenapa sih? Ini kita udah hampir sebulan loh di sini! Kita udah jalanin proyek hampir tiga puluh persen dan kamu mulai sering nggak fokus. Kamu mau ngerusak karir kamu sendiri hah?!" pekik Sandra berapi-api ketika keduanya sampai di rumah. Ia sudah tidak bisa menahan diri karena kali ini Arjuna kehilangan profesionalismenya. "Aku nggak bisa konsen karena akhir-akhir ini Reni sering banget ngilang. Dia jadi super sibuk sampai nggak bisa dihubungi." jawab Arjuna enteng. Sandra mengusap wajahnya kasar. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan pernyataan yang Arjuna lontarkan dengan entengnya barusan. "Jadi profesionalisme kamu hilang gara-gara kamu bucin?" nada bicara Sandra sudah tidak mampu ia kontrol.

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 134

    Sepanjang perjalanan menuju galeri, Reni mengunci rapat-rapat mulutnya. Ia tidak mengucapkan apapun setelah badannya dibuat panas dingin oleh Rendi. "Kamu kenapa sih? Sariawan?" tanya Rendi saat motornya berhenti di lampu merah. Rendi mengarahkan spionnya tepat ke wajah Reni. Reni sama sekali tidak mengeluarkan suara. Ia hanya menggeleng pelan. Hal ini membuat Rendi gemas. "Ya udah kalau sariawan, nanti aku beliin mie jontor. Katanya ampih buat bikin sembuh sariawan." ujarnya yang kemudian mendapatkan pelototan dari Reni. Ia tidak peduli dan langsung mengegas motornya saat lampu berubah menjadi hijau. Reni menoyor helm Rendi sampai lelaki itu menunduk cukup dalam. "Aduh, aku lagi nyetir ini, Ren! Nanti kalo nabrak gimana?" omel Rendi seraya mengelus hidungnya yang mencium spidometer motor. "Biarin!" Rendi tertawa. Tiba-tiba muncul ide konyol di pikirannya. "Oh, kamu pengen sehidup semati sama aku? Bilang atuh, Ren!" ujarnya sebelum kemudian memperce

DMCA.com Protection Status