Share

Bab 48

last update Last Updated: 2022-03-02 09:58:29

    Nadya tidak berusaha mengejar Reni karena ia tahu, temannya itu pasti butuh waktu untuk menenangkan diri. Sementara perempuan tidak dikenal tadi sudah pergi dengan teman-temannya. Tak lupa dengan adegan menghentak-hentakkan kaki karena rambut yang sudah ia tata berjam-jam harus rusak.

    "Lah, Reni kemana?" Rendi baru saja datang seraya membawakan pesanan ketiganya.

    "Pulang kayaknya. Tadi tiba-tiba ada macan ngamuk di sini!" Mendengar itu, Rendi hanya mengernyitkan kening. Ia bukan tipe orang yang mudah sekali penasaran dengan urusan orang lain.

    "Lo suka ya sama Reni?" pertanyaan spontan Nadya hampir membuat Rendi tersedak kuah soto pedasnya.

    "Lo kalo tanya bisa liat sikon dulu nggak sih?" nada bicara Rendi sedikit tinggi sementara Nadya malah tertawa.

    "Ye sorry! Habisnya gue kepo sih!" Nadya melipat kedua tangannya di atas meja. "So?"

    "Gue nggak t

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 49

    Arjuna yang tadinya hendak beristirahat, tiba-tiba kehilangan rasa lelahnya setelah mendengar curhatan Reni. Ia tahu, kesalahannya juga tidak memberi tahu Reni sejak awal tentang Nadhine. Sempat ada rasa khawatir di benak Arjuna, kalau-kalau Nadhine akan berbuat yang lebih dari sekadar mengata-ngatai Reni. "Kalau Nadhine nyamperin kamu lagi, kamu langsung bilang aku, ya!" seru Arjuna. Kali ini keduanya mengubah mode panggilan menjadi panggilan video. Reni sedang makan sementara Arjuna di sana hanya berniat menemani Reni menghabiskan makanannya. "Gampang! Cewek kayak gitu tuh kalo aku makin takut, dia bakalan ngerasa punya power. Akhirnya bakalan terus cari gara-gara. Makanya, aku nggak mau diem aja pas dia nuduh aku tadi. Biar tau dia lagi berhadapan sama siapa!" "Sama preman!" celetuk Arjuna seraya cekikikan. Rasa ingin istirahatnya tergantikan dengan kesenangan menemani Reni malam ini. Reni h

    Last Updated : 2022-03-03
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 50

    Arjuna baru saja menyelesaikan meetingnya pagi ini. Hari ini, jadwalnya tidak terlalu padat sehingga ia bisa sedikit bersantai. "Ngopi dulu bisalah, bos!" seru Rayhan, rekan kerjanya yang ada di Makassar. Arjuna tertawa. "Boleh deh! Dua hari ini sibuk terus gue. Butuh penyegaran juga nih!" Akhirnya kedua lelaki itu meninggalkan ruangan meeting dan melaju ke salah satu coffee shop teedekat, rekomendasi dari Rayhan yang memang dari dulu adalah pecinta kopi. Tiada hari tanpa meminum kopi. "Caramel macchiatonya satu!" ujar Rayhan tanpa melihat daftar menu. "Lo mau pesen apa, Jun?" "Gue affogato aja deh!" seru Arjuna setelah memilih minuman kemudian mereka mencari tempat duduk sembari menunggu pesanannya jadi. "Tumben lo nggak espresso atau americano?" Arjuna membuka obrolan diantara keduanya. "Masih siang nih, bos! Butuh yang se

    Last Updated : 2022-03-03
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 51

    Reni menjemput Sandra di depan apartemennya. Sebenarnya Sandra mengajak bertemu di tempat, tetapi Reni menolak dan memilih untuk menjemput perempuan itu. "Nunggu lama ya, Kak?" tanya Reni saat Sandra sudah masuk ke dalam mobilnya dan sedang memasang seat belt. "Ada lah ya seabad!" seru Sandra seraya tertawa. "Nyantai aja kali. Kayak sama siapa aja!" Reni menjalankan mobilnya ke tempat penata rias yang direkomendasikan Sandra. Sandra meletakkan ponselnya di dashboard mobil untuk menunjukkan arah pada Reni. Tempatnya agak rumit menurut Reni karena harus melewati banyak sekali belokan. Mungkin jika ia sendirian ke sini akan kesasar. "Tempatnya lumayan terpencil, ya!" gumam Reni sembari menoleh ke spion kiri dan kanan. "Temen Kak Sandra ini nggak berniat beli rumah di pinggir jalan gitu apa?" Sandra tertawa. "Udah banyak orang yang menyarankan kayak gitu, Ren. Tapi kata

    Last Updated : 2022-03-04
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 52

    Hari sudah gelap saat Reni mengantarkan Sandra ke apartemennya. Seharian ini mereka benar-benar menghabiskan waktu untuk merawat diri. "Makasih banyak ya, Kak! Udah diajakin perawatan seharian ini!" ujar Reni sebelum Sandra turun dari mobilnya. "Anytime! Lagian ini juga buat kamu sendiri. Kalau bituh apa-apa jangan malu apalagi sungkan minta tolong ke Kakak, ya. Pasti bakalan Kakak bantuin. Oke!" Sandra tersenyum. "Ya udah aku turun dulu ya! Byeee!" Setelah Sandra turun, Reni melambaikan tangannya pada Sandra. Ia kembali melanjutkan perjalanan pulang. Kali ini ia harus pulang ke rumah karena sedari tadi Mamanya sudah meneror Reni untuk memintanya tidur di rumah malam ini. Ketika masih di jalan, ponsel Reni berbunyi. Ia segera menyambungkan earphone untuk menjawab panggilan. "Halo!" seru Reni terlebih dahulu. "Masih dimana?" suara Arjuna di seber

    Last Updated : 2022-03-05
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 53

    Selesai sudah ujian akhir semester kali ini. Reni mengumpulkan ujian tulis terakhirnya di hari ini dengan perasaan lega. Ia sudah mengusahakan apapun semampunya. Reni yakin, pasti ia mendapatkan hasil yang terbaik. "Ren, ini kan hari terakhir ujian. Kan udah nggak ada beban lagi nih..." kalimat Nadya tiba-tiba saja jadi menggantung. Reni yang masih menunggu lanjutan kalimatnya sembari chattingan dengan Arjuna mendongak. "Lo kalo ngomong jangan suka nanggung dong! Gue dengerinnya serius kayak gini malah digantungin." Nadya tertawa melihat ekspresi cemberut Reni. Hampir seminggu belakangan ini ekspresi yang ditampilkan sahabatnya itu hanyalah ekspresi tegang dan penuh pikiran. Reni terlihat suntuk sekali selama pekan UAS. Maka dari itu Nadya ingin mengajak Reni jalan-jalan hari ini agar pikiran Reni lebih fresh dan tidak tegang lagi. "Kita jalan-jalan yuk! Ngemall atau kemana gitu, biar l

    Last Updated : 2022-03-07
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 54

    Ruangan itu sudah gelap sedari beberapa menit yang lalu. Namun lampu meja masih menyala. Menerangi sedikit bagian meja. Arjuna masih tenggelam dalam dalam garis-garis yang ia bentuk di atas kertas berukuran besar. Ia benar-benar larut dalam pekerjaannya sampai lupa waktu dan tidak tahu bahwa ini sudah larut malam. Keheningan malam itu pecah karena ada nada dering pengingat. Besok pagi ia harus kembali ke Jakarta. Arjuna mengangkat kedua sudut bibirnya untuk tersenyum. "Besok bakalan ketemu Reni." Arjuna mematikan alarmnya. "Lagi apa ya dia?" melihat jam yang sudah larut malam, rencana untuk menelepon calon tunangannya itu ia batalkan. Pasti udah tidur, batin Arjuna. Ia memilih untuk menyelesaikan rancangannya yang terakhir sebelum bertolak ke Jakarta. Padahal, puluhan kilometer darinya, ada perempuan yang begitu menunggu kabar darinya. *** Reni sedari tadi berkali-k

    Last Updated : 2022-03-08
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 55

    Rumah kediaman Lesmana sudah ramai sejak pagi. Banyak sekali orang berlalu lalang keluar masuk ke dalam rumah tersebut. Dekorasi untuk pertunangan Reni dan Arjuna memang dibuat sederhana sehingga baru dipasang pagi ini. Sementara itu, Reni sedang sangat gelisah di dalam kamarnya. Pasalnya, Arjuna sama sekali tidak memberinya kabar. Hanya satu pesan tadi Subuh yang berisi: Sampai nanti. Sudah. Hanua itu saja dan tidak ada kelanjutannya. Reni semakin diliputi kecemasan saat ponsel Arjuna tidak aktif. "Sayang, Mama cariin dari tadi kirain di mana. Ternyata di dalam kamar. Kenapa kok wajahnya khawatir gitu sih? Hm?" Santi mengelus lengan putrinya. "Ini loh, Ma. Arjuna nggak ngabarin aku sama sekali. Cuma tadi subuh doang bilang sampai nanti. Habis itu sampai jam segini nggak ada kabar sama sekali. Dia bisa nggak sih ngasih kabar bentaran aja!" "Saya

    Last Updated : 2022-03-08
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 56

    Sore hari Arjuna sudah tiba di Jakarta. Ia segera keluar area bandara dan mencari taksi yang sudah berjejer dengan rapi menunggu penumpang. Arjuna menelepon sang Mama. "Haloo, Ma! Ma, Juna udah di Jakarta. Ini udah naik taksi kok." "Syukurlah, Sayang. Segera sampai rumah ya, kamu istirahat dulu sebelum acara nanti malam!" suara Mamanya terdengar begitu antusias. Seperti sangat merindukan putra semata wayangnya itu. "Iya, Ma. Sampai ketemu di rumah, ya!" Arjuna memutuskan sambungan. Ia tersenyum mengamati sekeliling. Kota yang penuh kemacetan di mana-mana ini, begitu ia rindukan ketika sudah satu minggu pergi ke Makassar. Tentu saja ia juga merindukan salah satu penduduk ibukota ini. "Reni udah uring-uringan belum, ya? Gue tanya Ryo aja deh!" Akhirnya Arjuna memilih menghubungi calon kakak iparnya itu. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya panggilan itu diangkat juga

    Last Updated : 2022-03-09

Latest chapter

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 142

    Reni hampir seminggu berada di indekos Rendi. Selama itu pula hanya Nadya yang datang menemaninya. Arjuna, bahkan orang tuanya tidak ke sini. Ia lupa bahwa ponselnya dipegang oleh Ryo. Pagi ini, suasana hati Reni sudah lebih baik. Walaupun masih ada kekecewaan di hatinya, tetapi ia tak serapuh kemarin-kemarin. Hatinya jauh lebih kuat. "Yakin mau pulang sekarang?" tanya Rendi untuk yang kesekian kalinya. Ia yang paling terlihat khawatir akan kestabilan emosi Reni. Reni mengangguk yakin. Setelah satu minggu 'bertapa' di sini, ia memilih untuk berhenti menghindar dan menghadapi semuanya. Walaupun mungkin itu sangat menyakiti perasaannya, ia tak ingin lari lagi. Akhirnya Rendi memilih ikut ke rumah Reni dengan menjadi sopir mobilnya. Rasa kekhawatirannya benar-benar tidak bisa hilang. Reni mengiyakan saja apabila Rendi mau mengantarnya ke rumah. Sesampainya di depan gerbang rumah, Reni meminta untuk memarkir motornya di luar saja. Dengan langkah perlahan, Reni dite

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 142

    Pagi ini, Rendi memilih untuk mencuci motornya setelah setiap hari ia gunakan pulang-pergi ke tempat magang yang lumayan jauh. Beberapa kali memang sempat ia cuci. Akan tetapi, setelah sakit ia jadi malas mencuci motornya. Selagi cuaca cerah, Rendi dengan telaten membersihkan motor kesayangannya. Tak lupa, ia juga menjemur helm yang setiap hari ia pakai agar tidak bau apek. Ketika mengelap motornya agar semakin kinclong, sebuah mobil yang Rendi kenali memasuki halaman indekosnya. Keningnya berkerut tatkala pemilik mobil tak jua keluar. Rendi bergegas menghampiri mobil itu. Ia mengetuk kaca jendela mobil. Butuh waktu beberapa menit sebelum akhirnya kaca jendela itu turun dan menampilkan wajah kalut Reni. "Kamu kenapaaa??" Rendi terkejut bukan main melihat mata sembab Reni. *** Ryo menarik napas sedikit lega ketika membuka pesan di ponsel Reni dan ada salah satu temannya yang didatangi. Bahkan, seseorang bernama Rendi itu berani bertaruh nyawanya apabila Reni

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 140

    Ketika terdengar keributan di bawah, Tania memeluk Reni erat. Ia tidak ingin adik iparnya ini semakin sedih. "Dia ngapain ke sini sih, Mbak?" bisik Reni menahan isak tangisnya. Tania mengelus punggung Reni. "Udah, nggak usah dipeduliin. Yang terpenting sekarang adalah kondisi kamu. Sesekali egois itu perlu kok!" Tania terus mendekap Reni. Ia berharap mampu menyalurkan energi positifnya pada Reni, agar kesedihan itu setidaknya berkurang. "Mbak, aku mau ke balkon cari angin!" desis Reni, menghapus sisa-sisa air matanya. "Mau mbak temenin nggak?" tawar Tania. Ternyata Reni menggeleng. "Beneran nggak apa-apa sendiri?" "Nggak apa-apa, Mbak. Sebentar aja!" Reni bangkit dari duduknya. Ia menuju wastafel untuk membasuh wajahnya. Setelah itu ia baru keluar setelah meyakinkan Tania bahwa ia baik-baik saja. Tanpa sepengetahuan Tania, Reni sudah mengantongi kunci mobilnya yang kebetulan terparkir di belakang. Reni berniat kabur dari rumah daripada ia harus meli

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 139

    Reni bangun ketika jendela kamarnya terbuka. Matanya perih terkena sinar matahari pagi setelah semalaman menangis. Ternyata papanya yang membuka gorden jendela kamar. "Bangun yuk. Udah siang ini!" Lesmana mendekati putrinya. Ia elus rambut putrinya yang berantakan. Reni masih terbaring di kasurnya. Padahal ia baru saja terbangun, tetapi rasanya melelahkan sekali. Ia seperti merasakan lelah yang tak berkesudahan. "Tuh, ada Tania. Kamu temuin dong!" Lesmana mencoba membuat putrinya bersemangat, walaupun ia tahu hal ini mungkin sia-sia. Reni malah melamun. Matanya terlihat sangat sembab setelah menangis sampai tertidur. Ia bahkan tidak sempat mengganti baju tidurnya. Pikirannya kacau, sangat kacau. *** Arjuna pulang dengan perasaan gelisah. Nada bicara Ryo yang penuh amarah semalam membuatnya kelabakan mencari tiket pesawat saat itu juga. Ia sempat beradu argumen dengan Sandra yang berusaha menahannya. "Palingan cuma masalah sepele!" begitu katanya. Arjuna

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 138

    Sepanjang jalan pulang, Reni terdiam. Minimnya cahaya dijadikan tameng untuknya menangis tanpa suara. Reni membuang muka menghadap ke jendela mobil agar tangisnya tak terlihat oleh Ryo. Sementara itu, di sebelahnya Ryo berusaha meredam amarah. Apa yang ia lihat di ponsel Reni tadi benar-benar mengejutkannya. Kenapa keadaan tiba-tiba menjadi begitu pelik untuk Reni lalui? Ini adalah masa-masa Reni membutuhkan kestabilan emosional karena ia harus mengerjakan tugas akhirnya. Tetapi keadaan menghempaskan Reni begitu saja. Sesampainya di rumah, tanpa basa-basi Reni langsung berlari ke lantai dua dan masuk ke kamarnya. Santi dan Lesmana yang sedang kedatangan tamu heran dengan sikap Reni. Ketika Ryo masuk, tatapan Santi penuh tanda tanya. Ryo sendiri memilih tetap di luar. Setelah menghabiskan rokoknya ia menelepon sang istri. "Yang, besok pagi bisa ke rumah nggak? Temenin Reni. Dia lagi ada masalah." ujarnya setelah telepon diangkat oleh Tania. Perempuan itu tidak b

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 137

    Reni keluar dari galeri dengan wajah lelah tetapi juga tergambar kegembiraan di sana. Ia sangat gembira bisa magang di tempat gurunya yang mengenalkan dunia fotografi padanya. Tadi ketika acara perpisahan, Aldo bahkan memberikan hadiah pada Rendi dan Reni karena menjadi anak magang yang baik sepanjang masa. "Ini oleh-oleh buat kalian. Karena selama aku nerima anak magang, baru kali ini galeri bisa sangat seramai ini. Bahkan ada pengunjung yang bela-belain ke sini setiap hari cuma kepingin di-guide sama Rendi. Ini benar-benar pencapaian besar. Galeri bakalan sangat kehilangan kalian!" ucapan Aldo membuat semua yang ada di ruangan itu mendadak sedih. Lagi pula, siapa yang suka dengan momen perpisahan? "Mau langsung pulang atau kemana gitu?" tawar Rendi sembari menyerahkan helm pada Reni. Perempuan itu segera mengenakan helm. "Pulang dulu, besok aja main. Inget, kamu masih hutang ngajakin aku makan mie yamin yaa?" Rendi tertawa. Beberapa bulan selama magang ini hariny

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 136

    Hari ini adalah hari terakhir Reni magang. Semalam, ia sudah menyelesaikan laporan magangnya selama tiga bulan ini. Nanti sepulang dari tempat magang, Ryo berjanji akan mentraktirnya sebagai hadiah karena Reni berhasil menyelesaikan magang tanpa kendala apapun. Selama magang, Reni memang lebih sering di rumah daripada di apartemen. Ini pun atas titah Mamanya, agar beliau tetap bisa memantau Reni. Santi takut apabila magang Reni memilih tinggal di apartemen, ia malah tidak pulang. "Mama lebay!" desisnya saat itu. Santi tidak peduli apapun perkataan putrinya. Yang terpenting adalah kebaikan Reni sekarang. Santi pun juga sudah mendengar tentang renggangnya hubungan Arjuna dengan putrinya. Andini sempat bercerita ketika keduanya bertemu di salah satu butik langganan mereka. "Aku bener-bener minta maaf lho, Jeng. Karena kesibukan Arjuna bikin Reni jadi merasa terabaikan. Jadinya malah mereka bertengkar." Andini menggenggam tangan Santi. Santi mengangguk mafhum.

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 135

    Seharian Sandra hanya marah-marah. Ia kesal karena Arjuna mulai sering tidak fokus dan sering menengok ponselnya, meskipun itu sedang meeting penting dengan kontraktor. Sandra sudah memperingatkannya beberapa kali, tetapi nihil. Arjuna masih saja tidak fokus. "Kamu tuh kenapa sih? Ini kita udah hampir sebulan loh di sini! Kita udah jalanin proyek hampir tiga puluh persen dan kamu mulai sering nggak fokus. Kamu mau ngerusak karir kamu sendiri hah?!" pekik Sandra berapi-api ketika keduanya sampai di rumah. Ia sudah tidak bisa menahan diri karena kali ini Arjuna kehilangan profesionalismenya. "Aku nggak bisa konsen karena akhir-akhir ini Reni sering banget ngilang. Dia jadi super sibuk sampai nggak bisa dihubungi." jawab Arjuna enteng. Sandra mengusap wajahnya kasar. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan pernyataan yang Arjuna lontarkan dengan entengnya barusan. "Jadi profesionalisme kamu hilang gara-gara kamu bucin?" nada bicara Sandra sudah tidak mampu ia kontrol.

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 134

    Sepanjang perjalanan menuju galeri, Reni mengunci rapat-rapat mulutnya. Ia tidak mengucapkan apapun setelah badannya dibuat panas dingin oleh Rendi. "Kamu kenapa sih? Sariawan?" tanya Rendi saat motornya berhenti di lampu merah. Rendi mengarahkan spionnya tepat ke wajah Reni. Reni sama sekali tidak mengeluarkan suara. Ia hanya menggeleng pelan. Hal ini membuat Rendi gemas. "Ya udah kalau sariawan, nanti aku beliin mie jontor. Katanya ampih buat bikin sembuh sariawan." ujarnya yang kemudian mendapatkan pelototan dari Reni. Ia tidak peduli dan langsung mengegas motornya saat lampu berubah menjadi hijau. Reni menoyor helm Rendi sampai lelaki itu menunduk cukup dalam. "Aduh, aku lagi nyetir ini, Ren! Nanti kalo nabrak gimana?" omel Rendi seraya mengelus hidungnya yang mencium spidometer motor. "Biarin!" Rendi tertawa. Tiba-tiba muncul ide konyol di pikirannya. "Oh, kamu pengen sehidup semati sama aku? Bilang atuh, Ren!" ujarnya sebelum kemudian memperce

DMCA.com Protection Status