Share

Gara-gara suami Sintia

Tamparan itu cukup keras mengenai pipiku, panas dan perih sangat terasa. Seketika, Mutiara menangis. Terkejut oleh makian Sintia, saat tengah terlelap. 

"Maksud kamu apa, Mbak!" Aku berdiri dan menaikkan daguku. 

"Dasar pel*cur mur*han! Ketahuan selingkuh malah dia yang ngegas!" tuduhnya. 

"Jangan nuduh orang sembarangan, ya. Apa ada buktinya aku selingkuh?" Amarahku mulai terpancing. 

Tawa Sintia menyayat hatiku, untuk yang kesekian puluh kalinya. Dulu, aku diam karena ada bayi yang harus aku lindungi, tapi sekarang tidak! 

Wanita berhati ular itu menunjukan rekamanku dan mas Kelvin, sejak datang hingga selesai makan. 

"Ini bukti kami selingkuh?" tanyaku dengan senyum sinis. "Kamu lupa, ada penjual dan pembeli lain yang bisa ku mintai menjadi saksi!" Sintia diam dan menatapku kesal. 

"Segala usahaku tidak akan sia-sia!" ujarnya, lalu pergi begitu saja dari hadapanku.

Apa maksud dari ucapannya, ya! Sudahlah. Lebih baik memikirkan, aku harus apa besok dan seterusnya. Tidak mungkin aku bergantung pada orang lain. 

"Ayo, Dis!" ajak mas Kelvin. 

Aku segera mengikuti langkahnya setelah membayar makanan yang telah kami santap hingga tandas. 

"Aku antar ke hotel terdekat atau kamu mau tinggal di apartementku yang kosong?" tawar Kelvin. 

"Ke hotel saja!" ujarku. 

Kelvin tidak lagi mengeluarkan suara, dia fokus pada setirnya. Kami diam, hingga Kelvin menghentikan mobilnya dan memarkirkan di halaman hotel. 

"Mas, jangan keluar! Silakan pulang, aku takut akan timbul fitnah lagi! Terimakasih atas tumpangannya." Aku sedikit memohon padanya. 

Aku membuka pintu mobil, lalu mengambil tasku Yang di simpan Kelvin di jok belakang. Kemudian berlalu, meninggalkan mas Kelvin yang memandangiku. 

"Permisi, Mas." Sapaku pada pegawai hotel. 

"Ada yang bisa kami bantu, Bu." balas pegawai itu dengan senyum sapa ramah. 

Aku menanyakan apakah ada kamar kosong untuk kami, mengingat ini hari libur dan daerahku dekat dengan tempat wisata. Benar saja dugaanku, hotel ini sudah penuh. Kemana aku harus menginap untuk malam ini! 

Langkahku kembali gontai ketika keluar dari hotel, menyusuri jalan yang makin sepi. Beginilah nasib istri yang terkekang dan di batasi pertemanannya. Saat kesulitan seperti ini, maka tidak ada tempat untuk sekedar berkeluh kesah. 

Tiiiin! 

Tiiiin! 

Suara klakson mobil menghentikan langkahku. Ingin sekali aku memaki si pengendara namun, setelah melihatnya aku diam terpaku. 

"Kamu sedang bertengkar dengan Aditya?" tanyanya. 

"Hmmm,"

"Lebih baik pulang, tidak aman berjalan diluar seperti ini!" ujarnya. 

"Pulanglah! Jangan menambah bebanku! Jika Sintia melihatmu dekat denganku, maka bisa di pastikan dia akan semakin menghinaku!" usirku.

Lelaki di depanku ini adalah suami dari Sintia dan entah kebetulan, yang tidak di sengaja dia adalah kekasihku sebelum aku menikah dengan mas Aditya. Awalnya, Amar tidak mengakui jika Sintia telah hamil dengannya. 

Sintia memang hamil sebelum menikah, membuat keluarganya marah besar dan mencari lelaki yang di sebutkan oleh Sintia. Kejadian ini, tepat terjadi di hari pernikahaku dan mas Aditya. Pernikahan mereka pun terjadi beberapa jam setelah mas Aditya mengucapkan ijab qobul. 

Sedangkan pernikahanku dan mas Aditya, terjadi karena salah faham. Namun, lama kelamaan kami jatuh cinta ketika sering berjumpa dalam satu rumah. Semua seperti berbalik seratus delapan puluh derajat saat aku mengandung anak kami. Mertua, ipar dan suamiku berubah seperti mencurigaiku, entah karena hal apa. Mereka tidak pernah mengatakannya padaku. 

Berbeda dengan Sintia yang melahirkan di usia pernikahannya yang ke empat bulan. Dirinya semakin di sayang dan di manja oleh keluarganya, bahkan mereka tidak segan-segan menyingkirkanku ketika sedang makan besar dan enak. 

"Maafkan aku, semua salahku!" Dia menggamit tanganku dan mencoba menciumnya, dengan cepat aku menepisnya. 

"Maksud kamu apa?!" 

"Saat aku tau kamu hamil, aku langsung memaksa Sintia melakukannya. Aku suami yang memperkosa istrinya sendiri, sedari awal aku sudah mencoba menjauhimu. Namun, saat pelepasan pertamaku, namamu yang kupanggil dan kuingat." terangnya. 

Mendengar hal itu, sontak membuat jantungku berdebar kencang, mataku membeliak. Rasanya, ingin kukutuk lelaki di depanku ini. Wajar saja jika Sintia mengamuk padaku, meski dengan cara yang elegan. 

"Pertama kali?! Lalu, Bagas itu siapa kamu!" tanyaku dengan nada sinis. 

"Sudah sejak awal aku membantahnya, karena memang aku tidak pernah melakukannya! Hanya karena mendengar kamu hamil aku frustasi dan melampiaskannya pada Sintia!"

"Gila kamu!" makiku. 

Aku langsung ambil langkah seribu, meninggalkan dia. Beberapa kali hampir tertabrak kendaraan yang melintas, karena mengambil jalan yang berbeda arah dengan kendaraan yang melaju. 

Di ujung sana, Amar meneriaki namaku berulang kali. 'Persetan dengan laki-laki, mereka sama saja!' makiku.

"Eh! Lepas!" teriakku, ketika seseorang menggamit lenganku paksa. 

"Kamu ini, selalu begini. Ini sudah malam, kamu enggak kasian melihat anakmu? Tubuhmu tidak lelah ke sana ke mari?" bentak lelaki yang ternyata Mas Kelvin.

Aku tertegun, tidak pernah kudengar suara meninggi darinya. Ini kali pertama, dan itu membuat luka tersendiri. 

"Ikut!" Mas Kelvin menarik tanganku dengan kuat dan aku mengikuti langkahnya. 

Dari pada aku malu di tengah jalan, lebih baik aku mengalah. Setidaknya, dapat mencari tempat menginap malam ini. Agar besok bisa mencari tempat tinggal yang layak untukku dan Mutiara. 

"Tinggallah di apartementku!" ucapnya dingin. 

Mas Kelvin melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, tapi cepat jika jalanan terlihat lengang. 

Di lobi apartement, ada beberapa orang yang menatapku curiga, akan tetapi tersenyum ramah pada Mas Kelvin. Mungkin karena Mas Kelvin yang membawa tasku, dan aku datang ke tempat ini malam hari. 

"Ini istrinya, Pak?" tanya seorang gadis dengan pakaian seksi dan jarinya menjepit sebatang rokok. Tangan yang satunya menyentuh dada mas Kelvin dengan gerakan melambai. 

"Jangan berani-beraninya menyentuhku!" Mas Kelvin memelintir tangan gadis itu hingga terdengar pekikan. 

Ceklek!

Pintu terbuka dan keluar seorang wanita paruh baya yang modis. 

"Pastikan dia aman!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status