Alf masih berusaha menstarter motor tuanya dengan susah payah. Peluh mulai bercucuran dari keningnya. Kacamatanya juga mulai buram. Dan sudah 10 menit Willy bertopang dagu, menunggu tebengan di motor Alf yang kebetulan satu kosan.
Motor itu memang sering macet tanpa aba-aba terlebih dahulu, jangan diragukan lagi. Namanya juga motor tua.
Alf dan Willy sudah banyak makan asam garam dengan motor legend ini, baik suka maupun duka. Tapi, tetap saja, karena sukanya dilalui bareng Willy, bukan sama cewek, jadi sebuah duka bagi Alf.
Pengalaman paling terukir jelas dalam benak mereka berdua, saat mereka dalam perjalanan ke Laboratorium Sisilia, untuk interview kerja.
Bayangkan saja, saat mereka keluar dari gerbang kos, mentari masih bersinar begitu terik sampai tidak terbersit bakal mendung apalagi turun hujan. Tapi, nahasnya, hanya jarak 100 meter dari laboratorium, alam berulah begitu juga si Astrea. Hujan dan mogok menyambut mereka berdua. Seolah alam tidak merestui mereka untuk ikut interview.
Tampilan necis mereka berdua hasil dari tutorial salah satu youtuber, hanyut tertimpa air hujan. Tidak ada sisa-sisa kegantengan di wajah mereka, yang memang dari sananya tidak ganteng-ganteng amat.
Bak Cinderella yang bingung sepersekian detik, harus mengambil sepatu kaca atau pulang, Alf juga diterpa kebingungan sesaat. Meninggalkan motornya sendirian di bengkel samping laboratorium, dan ikut interview. Atau dorong motor ke laboratorium dan ikut interview. Atau paling buruk menunggu motornya diperbaiki di bengkel dan tidak ikut interview. Mengingat Alf tipe yang sangat mencintai benda-benda miliknya. Ia tidak rela jika harus meninggalkan motor itu sendirian di bengkel, tanpa pengawasannya.
Kalau harus merelakan interview, di usia Alf yang sudah menginjak 28 tahun, dan tanpa pengalaman, sangat sulit mencari pekerjaan di tempat lain. Interview seperti ini tidak akan datang dua kali.
Akhirnya, karena kepalang hanya beberapa meter dari tempat tujuan, mereka nekat mendorong motor, menembus lebatnya hujan, dan mengikuti interview dalam keadaan basah-basah kayak lirik lagunya tante Elvy Sukaesih, Mandi Madu.
Namun, Tuhan benar-benar mengasihani keduanya. Mereka berdua diterima sebagai laboran. Jerih lelah dan kenekatan mereka membuahkan hasil. Hujan dan mogoknya motor yang sebelum itu dianggap kesialan, malah disyukuri sebagai berkat.
Semenjak itu, Alf selalu menanamkan dalam pikiran, bahwa mogoknya si kuda besi bisa jadi menandakan akan datang berkat dalam hidupnya. Begitu juga yang dialami Alf saat ini. Mungkin saja.
Bunyi mesin motor mengagetkan Willy yang sudah terkantuk-kantuk daritadi. Willy berjalan mendekati Alf dan cinta pertamanya, si Astrea.
"Lo gak niat mau ganti motor, gitu?" ujar Willy dengan mata yang sedang menahan kantuk. Ia segera duduk di jok motor.
"Oh, pasti! Kalau yang nebeng juga tau diri mau nyumbangin!" sarkas Alf dan mulai menarik gas pelan.
Willy hanya manyun di balik punggung Alf. Ia sudah terlalu mengantuk untuk membalas ujaran Alf, yang jika didengar dalam keadaan segar bugar, bakal dianggap ujaran kebencian, yang akan menimbulkan pertengkaran bocah lagi.
Motor Alf melaju perlahan keluar dari gerbang laboratorium, bersamaan dengan masuknya sebuah sedan BMW keluaran tahun 2000, yang dipoles ulang dengan warna lilac. Alf sempat melirik sekilas, karena warna mobil itu yang cukup menarik perhatian.
Mobil itu melaju pelan hingga memasuki parkiran mobil di bagian depan laboratorium. Sesaat kemudian, si pengemudi turun. Tampak jelas sosok si wanita lilac yang melangkah dengan anggun menuju ke si resepsionis, yang terlihat sedang bersiap-siap untuk pulang.
Ia mengucapkan sebuah nama, dan resepsionis yang sempat melongo menatapnya, langsung tersadar dan mempersilahkan wanita itu ke ruangan di lantai dua.
Wanita itu mengucapkan terima kasih dengan ramah, sambil tersenyum, membuat si resepsionis bernama Jessy itu terperangah bak habis dihipnotis.
🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹
Wanita itu mengetuk pelan pintu kayu jati yang terbuka lebar di hadapannya. Ibu Nover yang sedang sibuk dengan berkas-berkas di atas meja, langsung berbalik dan tersenyum menatap si wanita lilac. Gurat-gurat pening yang tadi menghiasi kening, hilang seketika.Ibu Nover bangkit dari duduknya dan menyambut si wanita lilac dengan pelukan hangat, yang dibalas si lilac.
"Aduhh, udah lama banget. Akhirnya ketemu juga," sapa ibu Nover sambil melepaskan pelukan.
"Kamu makin sukses aja, ya. Udah jadi bos!" puji wanita lilac itu sambil mengedarkan pandangan ke ruang kerja di hadapannya.
Ibu Nover tersenyum jengah. "Kamu tuh yang sukses. Udah jadi dosen! Masa depan kamu cerah, tuh!"
"Ah, sama aja!" sahut si wanita merendah.
Ibu Nover (atau kita sebut Nover saja) segera menggandeng tangan wanita itu, dan mengajaknya duduk di sofa yang bersandar rapi di sisi kanan meja kerja.
"Aku ambil minum dulu, ya, di pantri," ujar Nover hendak melangkah.
Wanita itu menggelengkan kepala cepat, menahan langkah Nover. "Gak usah. Aku minum ini aja," jawabnya sambil menunjukkan sebuah botol tupperware lilac.
Nover tertawa. Tawa yang jarang atau tidak pernah dilihat Alf, Willy, maupun karyawan di laboratorium itu. Senyum saja jarang, apalagi tertawa.
"Aku baru nyadar, kalau kamu daritadi serba lilac!" Nover mengambil tempat di samping wanita itu, sambil bersandar ke sofa dan menyilangkan kakinya.
"Warna kesukaan dari dulu," jawab wanita itu sambil menaikkan sebelah alis. "Btw, kamu lagi ngerjain apa, sih? Udah selesai?"
"Eh, iya! Udah selesai, kok!" sahut Nover dan kembali beranjak ke meja kerjanya untuk merapikan berkas-berkas yang berhamburan.
Wanita itu hanya terdiam sambil mengamati seisi ruangan, lagi.
"Gimana pengalaman ngajar di kampus? Udah ketemu jodoh atau belum?" tanya Nover sambil memasukkan lembaran kertas ke dalam map plastik cokelat.
Wanita itu meneguk minumannya. "Mahasiswa yang aku ajar baik-baik, sih..." Ia mengambil jeda sesaat.
"Lalu?" Nover menaikkan sebelah alisnya, menatap wanita itu.
Tawa renyah keluar dari bibir wanita itu. Ia menyibak sebagian rambut keritingnya yang jatuh ke depan.
"Gak ada yang lebih," ujarnya sambil mengedikkan bahu. Ia memasukkan botol minumnya ke dalam tas tangan yang lumayan besar.
Nover memberikan tatapan tak percaya. Bagaimana tidak? Wanita di hadapannya ini terlihat hampir sempurna, karena memang tak ada yang sempurna. Wanita ini lebih cocok jadi Idol Korea atau model bahkan mungkin artis.
"Gimana sama diri kamu sendiri?" Wanita itu balik bertanya pada Nover, yang di usianya sudah menginjak angka 30, tapi masih belum menggandeng pria manapun.
Nover terkekeh, "Belum nemu yang cocok!"
"Nah, tuh kan! Sama aja kayak aku!" cibir wanita itu.
"Udah, ah! Ngapain bahas beginian. Mending capcus kemana, kek!" Nover melangkah ke rak plastik di dekat sofa, dan meraih ransel yang bertengger rapi di atas rak.
"Ya elah! Padahal dia yang mulai duluan," sahut wanita itu sambil bangkit berdiri.
Kedua wanita itu beriringan keluar dari ruangan yang pernah menjadi saksi 'pembantaian' Alf dan Willy. Setelah memastikan ruangan telah terkunci dengan baik, mereka melangkah santai ke parkiran mobil. Kebetulan, wanita ini sudah janji bakal mengantarkan Nover, sehingga pagi tadi Nover memilih diantar oleh ojek online.
"Wah, gila! Masih pakek mobil ini!" seru Nover saat melihat mobil wanita lilac terparkir rapi di parkiran lab.
"Pecinta old," sahut wanita itu.
Nover melangkahkan kaki dan masuk ke dalam mobil. Ia mengamati isi dalam mobil yang terlihat masih sama dengan waktu kuliah dulu. Si wanita lilac, yang merupakan teman kuliahnya, selalu membawa sedan ini ke kampus. Dan Nover selalu setia nebeng di kursi samping pengemudi.
"Gak ada yang berubah, ya," ujar Nover kagum. Matanya berbinar-binar, mengingat kenangan masa kuliah.
Si wanita lilac hanya terdiam sambil menyalakan mesin mobil.
Nover mengernyit sesaat. "Eh, aku jadi ingat sesuatu, deh!" ujarnya dengan pandangan lurus.
"Ingat apaan?" tanya si wanita lilac yang masih konsentrasi mengemudikan mobilnya.
"Di lab, ada satu cowok yang suka banget mengendarai motor bututnya," jawab Nover.
"Terus? Mau kamu jodohin sama aku, gitu? Karena kita sama-sama suka benda-benda old?" Wanita itu tersenyum miring.
"Gak, lah!" seru Nover cepat. "Aku gak rela kamu sama cowok kayak begitu! Cuma buat pusing kepala aja!" Nover menggelengkan kepala mengingat si pembuat onar yang dimaksud.
Wanita itu hanya tersenyum dalam diam. Ia ingat betul bahwa Nover adalah tipikal yang selektif dalam mencari pasangan, atau sekedar teman untuk dikenalkan.
"Bayangin, deh! Hari ini aja, aku udah dibuat kesel sama dia dan temennya! Tingkah mereka tuh kayak bocah banget! Nyebelin dah!" cerocos Nover panjang lebar. "Gak ada sehari aja mereka diem! Pasti ada aja ulah mereka!" Nover memijit pelipisnya sambil menggelengkan kepala pelan.
"Justru yang kayak begitu yang buat lab jadi rame, gak ngebosenin," jawab wanita itu sambil melirik sebentar ke arah penumpang di sebelahnya.
Mobil mereka masih melaju dengan pelan menuju ke sebuah cafe, tempat nongkrong mereka dari masa kuliah.
"Aduh! Kamu belum kenal aja sama mereka berdua. Mereka ini biang kerok!" Nover mengepalkan tangan kanan dan memukul pelan ke telapak kirinya.
"Wah! Berarti mereka spesial dong di mata kamu, sampe kamu terbayang terus sama tingkah mereka," goda wanita lilac dengan kikikan pelan.
"KAGAK! Yang ada kesel! Apalagi yang namanya Jacob Alfred! Itu orang..."
CKIITTT!
Wanita itu mengerem mendadak, yang untungnya tidak menabrak apapun, karena jalanan tidak terlalu ramai. Nover dan wanita lilac itu kaget berjamaah. Mulut mereka menganga. Nover meletakkan tangan kanan di dada, memastikan kalau denyut jantungnya masih ada. Wanita lilac di sebelahnya menatap lurus ke depan dengan mulut terbuka lebar. Tapi tetap saja terlihat cantik.
"Haduhhh, kamu kenapa, sih?!" pekik Nover panik. Si wanita lilac berbalik menatapnya dengan mimik serupa.
"Tadi... Kamu... ngomong apa?" tanya wanita itu terbata-bata.
Nover mengernyit. "Kamu kenapa, sih?"
"Bukan! Sebelumnya!"
Nover semakin bingung. Wanita itu mengusap wajahnya.
"Maksud aku nama si pembuat onar yang kamu sebut tadi... Siapa namanya?" Wajah wanita itu penuh penantian.
"Ohh... Si Alf? Jacob Alfred?" jawab Nover enteng.
Mulut dan mata wanita lilac itu membulat sempurna, membuat Nover menatapnya heran.
"Ya ampun... Dunia emang selebar ijuk," gumam wanita itu sambil menepuk jidat.
💜💜💜💜💜
Kira-kira kenapa, ya, si wanita lilac menepuk jidatnya? Apakah ia mengenal si pembuat onar, Alf? Yuk, pantengin terus ceritanya. Jangan lupa rating dan review, sehingga bisa jadi masukkan untuk tulisanku. Terima kasih.
Alf baru saja selesai mandi, saat handphone androidnya yang terbalut casing Naruto, berdering di atas nakas. Buru-buru ia meraih handphone itu, dan mendapati nama My Mom tertera di layar. Ujung bibir Alf terangkat, membentuk senyuman bahagia. Dengan hati riang gembira macam anak kecil diajak nonton karnaval, Alf langsung menggeser logo telepon berwarna hijau. "My mooommmmmm!" seru Alf sambil menghempaskan tubuh ke atas kasur berseprei mawar merah pemberian emak, yang diwanti-wanti harus digunakan, biar tidak perlu beli baru lagi. Emaknya Alf, yang dipanggil mom sama Alf, memang punya segudang seprei bunga-bungaan di rumah. Baik hasil berburu diskon di mall, ngutang di Mbak pedagang seprei keliling, atau hadiah ulang tahun dari adiknya, Tante Ismi, yang punya online shop jualan seprei. Ampun, dah! Hal ini yang selalu menjadi t
Alf sedang asyik memainkan game ular di handphone sambil rebahan, saat pintu kamar kosnya tiba-tiba diketuk dengan menggebu-gebu oleh seseorang. Dengan malas dan tanpa beranjak semili pun, Alf hanya berdecak kesal. Lebih asyik memainkan game ular gratisannya. "Alf! Kamu di dalem kan!" Teriakan Ibu Budi, karena anaknya bernama Budi, yang juga pemilik kosan sontak membuat Alf melompat dari rebahannya. "Iya, bu! Tunggu bentar, lagi ganti baju!" sahut Alf berbohong demi menyelamatkan diri. "Cepetan bukain pintunya! Ibu ada perlu, nih! Imijetli (maksudnya immediately)!" 'Ck! Gangguin orang lagi rebahan aja, nih! Lagian apes banget gue yang dihantui Ibu kosan, bukan si Willy aja!' Alf merutuki kesialannya dalam hati. Semua penghuni kos, mulai dari manusia sampai makhluk tak kasat mata, sudah tahu perangai Ibu Budi. Kalau ketahuan lagi re
"Belok kiri!" Willy yang sedang duduk di jok belakang, dengan hp berisi pesan suara Ibu Budi yang menempel di telinganya, memberi arahan pada Alf. "Abis ini ke mana!" tanya Alf setengah berteriak, tapi belum mendapat jawaban dari Willy, saking riuhnya jalanan dengan kendaraan meskipun sudah pukul 21.00. Ditambah lagi, Willy sedang konsentrasi penuh menyeleksi suara Ibu Budi dan Pak Budi di tengah suara kendaraan yang lalu lalang di sekitar mereka. Alf melepaskan tangan kirinya dari setang motor dan menepuk-nepuk kaki Willy, membuat Willy tersadar. "Apaan!" Willy memajukan kepalanya ke pundak kiri Alf. "Abis ini ke mana!" teriak Alf sambil menoleh sedikit ke arah Willy. "Katanya lurus aja sampai dapet kompleks perumahan!" jawab Willy yang disambut anggukan Alf. Motor tetap melaju dengan stabil di kecepatan 20 km/jam. Maklumlah, Alf ini sejenis pria langka. Saat sedang
Waktu menunjukkan pukul 07.59 saat Alf dan Willy mengisi absen elektronik mereka. Napas mereka ngos-ngosan, karena takut bakal terlambat. Bisa-bisa pagi mereka dihiasi dampratan dari Ibu Nover. "Briefing-nya belum dimulai kan?" tanya Alf pada Jessy, si resepsionis yang mukanya agak blasteran, sedang sibuk browsing tempat wisata. "Belum," jawab Jessy tanpa mengalihkan pandangan dari layar handphone, "Ibu Nover aja belum dateng, tuh!" Alf dan Willy bertatapan. "Serius?" Willy menimpali. Tangannya menghentak pinggiran meja resepsionis, karena tak percaya. Kali ini Jessy menatap mereka berdua dengan raut wajah mengandung kekesalan. Ia mengembuskan napas kasar. "Kalo gak percaya, langsung aja ke ruangannya buat ngecek!" decak Jessy sambil melotot, dan kembali melakukan aktivitas browsing-nya. Alf dan Willy secepat kilat melangkahkan kaki menuju
"Lo kenapa, sih, Alf?" Willy beringsut ke arah Alf yang sedang sibuk melakukan uji *fitokimia dari salah satu sampel yang masuk ke laboratorium. Alf hanya menjawab dengan dendangan lagu. Lagu yang baru diciptakan beberapa menit yang lalu. Yang Willy tahu, nadanya menggambarkan hati Alf yang sedang berbunga-bunga, bukan kesedihan sehabis keluar dari ruangan Ibu Nover. "Mencurigakan banget," selidik Willy sambil melirik tajam ke arah Alf, "jangan-jangan, gaji kamu dinaikkin? Kamu doang?!" Alf tidak menjawab dan masih sibuk dengan aktivitasnya, membuat Willy yang merasa dikacangin, jadi sensian. "Tega banget, sih, lo! Gak berbagi dengan sahabat sendiri!" Willy mencebik. Alf melirik ke arah Willy yang juga sedang menatapnya dengan tatapan menyimpan banyak tanya. "Jadi, lo gak mau berbagi sama gue? Sahabat senasib seperjuangan lo? Dalam suka maupun duka?" ulang Willy dramatis dengan menepuk pelan dada—bukan dada bidangnya.
Welcome to malam minggu, malam yang panjang. Malam yang bagi segelintir orang dihabiskan dengan bercengkerama ria bersama keluarga. Bagi sebagian workaholic, malam minggu tetap seperti malam biasanya yang penuh dengan pekerjaan. Dan bagi sebagian orang lagi, khususnya anak muda, malam minggu adalah saat yang tepat buat berkunjung ke rumah pujaan hati. Sedangkan bagi para jombloers, jangan ditanya, bisa perang dunia. Tapi, bagi jomblo bernama Alf, malam minggu kali ini berbeda. Tidak lagi dihabiskan dengan maraton film horor bareng Willy, takutnya kalau nonton drama Korea bisa-bisa jadi halu tingkat tinggi. Jadi, kalau bukan dihabiskan dengan film horor, maka malam minggu dilewati dengan menonton pertunjukan tunggal tarian 'ular disengat listrik' si Willy. Alf sudah mengenakan kemeja putih polos yang biasa dia gunakan kalau mau menghadiri kondangan. Kemeja ini dipakai untuk menunjukkan bahwa dirinya masih polos dan suci. L
Alf masih berdiri terpaku sambil membayangkan perubahan drastis Princess dari putri kecil nan imut dan menggemaskan, menjadi ah-sudahlah, kata Willy tidak boleh ada body shaming. Alf beberapa kali menghela napas panjang, membuat Inn mengernyit. "Kenapa, Alf?" tanya Inn sambil mendekatkan wajahnya pada Alf dan menatap lelaki itu dengan saksama, "ada yang sakit?" Alf menelan ludah. Mendapat tatapan penuh kekhawatiran dari Inn, yang tepat menembus netra cokelat kehitamannya, turun ke jantung, membuat Alf mematung. Jantungnya bak genderang bertalu-talu. Inn masih menatap Alf dengan tatapan khawatir diselipi kepolosan, tidak peka terhadap pria di depan yang wajahnya sudah dipenuhi peluh. "Kok keringat kamu jadi banyak gini? Padahal di sini lagi dingin, loh," Inn memundurkan posisi berdirinya. "Kamu sakit, Alf? Ngomong, dong!" lanjut Inn sambil menggoyangkan lengan Alf. "Engg.... gak!" jawab Alf terbata-bata, sambil cengenges
Alf memarkirkan motor di parkiran cafe yang sudah berjajar banyak motor dengan keanekaragaman model dan warna. Setelah mengaitkan helm milik sendiri dan punya Inn, Alf kembali merapikan kemeja putihnya. Wajahnya sudah tidak ada sisa-sisa keceriaan lagi. Sudah kepalang bahagia ingin malam mingguan sama Inn, ternyata mereka malah reunian bareng sohib SMA mereka. "Siapa aja, sih yang ada di dalam?" Alf bertanya pada Inn, sambil merapikan sisi rambut dan kacamatanya. Inn sibuk mengetikkan sesuatu, tidak menjawab pertanyaan Alf, membuat Alf mengerucutkan bibir. Alf mendesah. "Sia-sia aja," gumam Alf pelan. "Sia-sia kenapa, Alf?" Inn bertanya tiba-tiba sambil menatap wajah Alf yang masih cemberut. "Eh, gak, kok!" sahut Alf. "Yuk, ke dalem! Yang lain udah pada nunggu," ajak Inn sambil mendahului Alf masuk ke cafe. Alf kembali mendesah, "Ternyata bener kata Willy... Gak mungkin, gue malam mingguan bareng c
Terima kasih untuk semua yang sudah menyempatkan diri membaca novel ini. Saya tahu, bahwa novel ini masih jauh dari kesempurnaan, entah dalam penulisan maupun alurnya. Karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun, dari para pembaca. Buat semua yang sudah membaca novel ini, baik yang hanya dibaca, yang sampai masukkin ke rak buku, bahkan yang mengeluarkan duitnya buat buka bab berbayar, ataupun pakai koin gratisan... KALIAN LUAR BIASA! I LOVE YOU, ALL! Tanpa dukungan kalian, novel ini tak berarti apa-apa.Akhir kata, tetap semangat membaca! Tetap semangat menulis! Semoga, kita bisa ketemu lagi di cerita-cerita berikutnya! PS : Yang mau kenalan, yuk kunjungi i*******m @kuandwicka. Ada banyak komik strip atau animasi juga. Thank you! ^^
Memang benar bahwa cinta datang tiba-tiba. Memang benar, bahwa cinta terkadang menunjukkan kepada kita, orang yang tidak pernah kita duga. Memang benar, bahwa cinta penuh misteri. Hanya Sang Pemilik cinta sejati, yang paling tahu apa yang terbaik buat makhluk ciptaan-Nya. Saat kita mendambakan seseorang, yang tidak pernah menginginkan kita. Ada satu hati yang berharap kehadirannya diketahui oleh hati kita. Dan, itulah yang terjadi pada seorang pria gempal, sahabat sejatinya Jacob Alfred, Willy. Willy sedang merapikan peralatan gelas, karena hari ini adalah jadwal piketnya. Alf sudah pamit lebih dahulu, karena katanya mau keluar bareng Inn. Akhir-akhir ini, semenjak punya gandengan, Alf memang jarang pulang bareng Willy. Alhasil, Willy diantar oleh Ellen. Sebenarnya, Willy sudah menolak penawaran Ellen, karena Willy ingin menjadi lelaki mandiri, dengan pulang pakai grab. Tapi, entah kenapa, Ellen terus memaksa, seperti hari ini. Ellen terlihat menunggu dengan sabar, di lorong laborat
Alf menemui Karlinda untuk terakhir kalinya, karena wanita itu memberi kabar bahwa dirinya akan dipindahkan ke daerah lain. Alf pun meminta izin pada Inn, agar bisa menemui Shafa, karena tujuan Alf salah satunya ingin bertemu Shafa. "Boleh... Gak usah minta izin ke aku, kali..." ujar Inn. "Yah... Takutnya, gak ngomong trus kamu tahu sendiri, malah mikir yang gak-gak," jawab Alf. "Aku percaya, kok sama kamu... Nunggu dari SMA aja bisa, masa aku harus curiga sama yang beginian," sahut Inn membuat hidung Alf kembang kempis, saking bangganya pada diri sendiri. Karena sudah mendapat kepercayaan dari sang pujaan hati, Alf pun bergegas ke tempat pertemuannya dengan Inn, tempat mereka bertemu pertama kali di luar urusan kantor, KeEfCe. Shafa terlihat sedang bermain di area permainan dengan wajah bahagia, khas anak-anak. Alf segera menuju ke meja Karlinda. Wanita itu tampak sedang memotret wajah bahagia putri tunggalnya. "Sore mbak!" sapa Alf sambil duduk di hadapan Karlinda. "Hai, Alf!"
Reuni sekolah yang diadakan bersama pentas seni, rupanya tak mau dilewatkan oleh Moiz dan Ui yang berada di kota lain. Mereka meminta cuti 'semester' kedua lebih awal dari biasanya. Namun, tidak bagi Yen yang bekerja pada instansi pemerintahan. Dia hanya bisa gigit jari kali ini karena tak ada kunjungan apapun ke kota Kupang. Ui : Sorry, Yen... Kali ini lo jaga kota Atambua aja, ya. Hahahah... Yen : Ish! Kenapa juga diadainnya hari kamis, gak hari sabtu aja, kek! Alf : Kan sekalian HUT sekolah, Neng! Yen : BETE! Pokoknya jangan ngirimin foto di grup ini! Bakal gue bakar grupnya! Inn : Cup cup cup... Sabar, say... Sabtu turun Kupang, ya... Biar kita jelong-jelong bareng lagi... Mumpung dua sejoli ini ada di sini. Moiz : Ehm... Sorry, tapi Sabtu ini gue udah ada janji... Yen : Janji sama siapa? Moiz : Mau tau aja, atau mau tau banget? Ui : Dia mau ketemu GEBETANNYA! Alf, Yen, Inn : WHAT?! WHO?! Ui : Itu mah gue gak tau. Dia gak ngasitau gue! Moiz : Maaf... Moiz telah meningga
Alf dan Inn sedang jalan-jalan di malam minggu-yang akhirnya dihabiskan Alf dengan PACAR. Keduanya tampak bercanda-tawa di alun-alun kota, sambil menatap berbagai aktivitas di tempat itu. Ada band jalanan, tari-tarian dari para pekerja seni, maupun beragam permainan untuk anak-anak. Meskipun hanya menghabiskan malam minggu 'receh', namun kedua sejoli itu tampak bahagia. Hingga dering ponsel Alf tiba-tiba, terasa mengganggu pendengaran Alf. "Ck! Siapa, sih? Gangguin malam minggu gue aja!" Alf berdecak malas sambil merogoh ponsel dalam saku celananya. Mata Alf membelalak sempurna, saat mendapati nama my mom di layar ponselnya. "Aduh! Emak nelpon? Ada apa, ya?" gumam Alf sambil menggeser tombol hijau di layar. Inn hanya menatapnya dalam diam. "Ya, halo mak!" sapa Alf. "ALF! HALO, ALF!" Suara emak terdengar menggelegar bak membelah telinga Alf. "Aduh, mak... Alf bisa budek kalau emak teriak begitu..." ujar Alf. "Ngomong pelan aja napa, sih?" "Halo, Alf?!" Emak masih terus memanggil n
Honda Grand Astrea melaju dengan pasti memasuki kompleks perumahan Dreamland, dan berhenti di depan sebuah rumah berwarna peach. Alf segera turun dari motor, sambil merapikan rambut dan kemejanya. Merasa bahwa penampilannya masih tampan melebihi Cha Eun Woo, Alf segera melangkahkan kakinya memasuki pekarangan rumah wanita yang sudah menjadi kekasihnya sejak dua bulan lalu. Inn. Alf menarik napas panjang, sebelum memberanikan diri mengetuk pintu rumah itu. Namun, belum sempat Alf melancarkan aksinya, sebuah suara dengan nada melengking, mengejutkannya. "Loooohhhh? Kak Alf!" Princess yang semakin montok, karena katanya Nugo suka sama wanita berisi-sudah berdiri di belakang Alf. "Mau ngejemput kak Inn, ya?" Alf hanya membalasnya dengan nyengir kuda. Meskipun hubungannya dan Princess semakin membaik, karena Inn sudah menceritakan pada Princess bahwa Alf adalah teman masa SMA-nya, yang dulu disukai Princess. Di samping itu, Princess yang sedang berbunga-bunga asmara, karena mendapat paca
Inn berdiri menatap Alf yang masih duduk di bangku, dengan wajah memohon. Memohon agar Inn tidak meninggalkannya. Wanita itu pun kembali duduk di samping Alf, sambil melepaskan tangannya dari genggaman Alf. "Jadi?" tanya Inn dengan pandangan lurus ke depan. Tak beralih pada Alf. Tangannya terlipat di atas perut. Alf menyiapkan pita suaranya, biar tidak tiba-tiba rusak. Beberapa kali terdengar dehamannya, membuat Inn mencebik. "Sebelumnya... Aku mau nanya sesuatu ke kamu dulu," ujar Alf. "Apa?" "Waktu itu... Saat kamu lagi makan bareng Nugo dan Princess, aku ngomong sesuatu... Tapi, kamu belum ngasih jawaban ke aku," jawab Alf. Wajahnya mulai terlihat serius. "Oooohhhh, yang waktu itu?" Inn memanjangkan nada suaranya. "Bener banget! Aku juga mau minta penjelasan kamu soal itu!" Kali ini Inn sudah berbalik cepat-menatap tajam Alf, tepat di matanya. Telunjuknya mengarah ke dada pria itu. Matanya perlahan menyipit, membuat Alf malah terheran-heran. "Apa maksud kamu gak suka aku jal
Alf masih berdiri terpaku, begitu juga Inn. Hingga ibu Nover menyadarkan Inn, bahwa mereka harus segera turun dari panggung. Inn dengan kikuknya berjalan menuruni tangga, tapi pandangan Alf terus melekat padanya. Seolah tidak mau melepaskan wanita itu dan menghilang di keramaian. Willy yang masih duduk, menatap Karlinda dengan senyum simpul menghiasi wajah cantiknya. Willy sudah merasakan sakit hati akibat wanita pujaannya bersama lelaki lain. Dia mengerti jika saat ini Karlinda mungkin saja merasakan hal yang sama dengannya. Dia hanya bisa membalas wanita itu dengan senyum penuh makna. Alf masih bergeming, seolah tubuhnya tak ingin duduk. Tak mau melewatkan tatapan Inn yang begitu hangat padanya. Ya, wanita itu sedang melangkahkan kakinya menuju Alf, dengan adegan slow motion dalam pandangan Alf. Senyum terukir di bibir Inn, membuat Alf kepanasan dengan detak jantung tak beraturan. Padahal sedang berada di luar ruangan dengan angin sepoi-sepoi, tapi Alf mala
Acara pesta berlangsung dengan meriah dan penuh sukacita. Setelah beberapa sambutan, termasuk sambutan dari Ibu Nover, kini tibalah acara ramah-tamah. Semua tamu yang diperkirakan sekitar 500 orang, dipersilahkan menikmati santapan yang telah disediakan di beberapa bagian taman. Makanan Indonesia maupun luar, tersaji di atas beberapa buah meja panjang, yang dijaga oleh para pramusaji. Alf, Karlinda, Jessy dan Boy pun segera melangkahkan kaki menuju meja yang ingin mereka cicipi makanannya. Dan tidak disangka, mereka berpapasan dengan Ellen, Willy, serta Merlin yang datang sendirian. Alf bisa menangkap raut wajah tak percaya dari Willy, saat mendapati wanita pujaannya datang bersama si sekuriti yang baru sebulan bekerja di Lab. Sisilia. Tapi, berbeda dengan Willy, Merlin malah memperlihatkan tatapan 'apa gue bilang!' Tatapan Willy juga serupa tatapan Ellen, saat melihat gandengan Alf adalah temannya, Karlinda. Ellen hanya mengangkat telunjuknya sambil mengarah