Welcome to malam minggu, malam yang panjang. Malam yang bagi segelintir orang dihabiskan dengan bercengkerama ria bersama keluarga. Bagi sebagian workaholic, malam minggu tetap seperti malam biasanya yang penuh dengan pekerjaan. Dan bagi sebagian orang lagi, khususnya anak muda, malam minggu adalah saat yang tepat buat berkunjung ke rumah pujaan hati. Sedangkan bagi para jombloers, jangan ditanya, bisa perang dunia.
Tapi, bagi jomblo bernama Alf, malam minggu kali ini berbeda. Tidak lagi dihabiskan dengan maraton film horor bareng Willy, takutnya kalau nonton drama Korea bisa-bisa jadi halu tingkat tinggi. Jadi, kalau bukan dihabiskan dengan film horor, maka malam minggu dilewati dengan menonton pertunjukan tunggal tarian 'ular disengat listrik' si Willy.
Alf sudah mengenakan kemeja putih polos yang biasa dia gunakan kalau mau menghadiri kondangan. Kemeja ini dipakai untuk menunjukkan bahwa dirinya masih polos dan suci. Lah, hubungannya apa?
Celana chino cokelat muda juga menjadi pilihannya, yang dipadukan dengan sepatu Sneakers hasil mengutang di tanta Ismi, yang menjual seprei dan dalam keadaan mendadak bisa juga menjual barang lainnya, bahkan bahan bangunan.
Alf merapikan rambutnya dengan pomade, bergaya di depan kaca bak model iklan di televisi. Sesekali dia berputar ke kiri dan kanan, memastikan kalau hasil setrikaan tangannya masih rapi.
Sejak sore tadi, Alf juga sudah mencukur bulu-bulu tipis di dagu serta atas bibirnya. Tidak lupa juga dia menggunting kuku, membersihkan lubang telinga, bulu hidung, sela gigi, ketiak, bulu kaki, bulu tangan, bulu dada. Oke! Cukup!
Alf beranjak ke meja berlaci di samping tempat tidur, membuka lacinya, dan meraih parfum AXI yang dia sembunyikan di ujung belakang laci. Maklum, kalau dilihat sama Willy, bakal disemprotkan dari ujung rambut sampai ujung kakinya.
"Oke!" seru Alf sambil menyembunyikan kembali parfumnya. "Gue udah ganteng banget ini!" puji Alf pada diri sendiri, karena belum pernah ada yang memujinya. Kasian banget kamu, Alf!
"Hmm, apalagi, ya?" Alf celingak-celinguk sambil berpikir apakah ada yang dilupakannya atau tidak. "Oh, iya! Alamat rumah si Inn!" ujar Alf sambil meraih handphone, dan segera mengetikkan pesan pada Inn.
'Alamat rumah kamu masih seperti yang dulu kan?' Ya elah, kayak lirik lagu aja!
Beberapa saat kemudian Inn mengiriminya balasan.
'Oh, iya, lupa ngasih tau! Aku udah pindah, Alf. Aku shareloc, ya!'
"Oh, udah pindah toh," gumam Alf.
Balasan dari Inn masuk bersamaan dengan masuknya Willy ke kamar Alf. Ia terperangah melihat sahabatnya, yang sudah tampil klimis kayak mau ke kondangan, karena Willy tahu kemeja putih itu adalah 'pakaian dinas—kondangan' milik Alf.
Alf menyeringai pada Willy yang masih ternganga memperhatikannya.
"Lo... Mau ke kondangan? Dan gak ngajak gue?" tanya Willy sambil mengacungkan telunjuk naik turun ke arah Alf. Dia menyipitkan mata.
Alf tersenyum miring sambil bergaya menaikkan kerah baju. "Ya, malam minggulah!"
Willy mengerjapkan mata beberapa kali. Dia mencondongkan kepala, dan tertawa keras hingga memukul-mukul paha. Alf mencebik.
"Excuse me? Lo? Jacob Alfred? Malam minggu?" ejek Willy masih terus terbahak-bahak dan menunjuk Alf.
"Kalau gak percaya, ya udah!" balas Alf sambil menaruh hp di dalam saku celananya.
"Ya, ampun, Alf... Kalau mau bohong kira-kira, dong!" lanjut Willy. Ia menepuk pundak Alf sambil menggelengkan kepala lagi.
"Gue temenan sama lo udah 2 tahun, Alf!" Willy mengacungkan telunjuk dan jari tengah.
"Gue tau semua gerak-gerik lo dari bangun tidur, makan, ke wc, tidur lagi! Semua gue tau! Lah, tiap hari kan lo cuman sama gue!" sambung Willy.
Alf hanya memutar bola matanya malas. Ia meraih handuk di atas tempat tidur, bermaksud menjemurnya di luar.
"Lalu?" tanya Alf ketus.
"Lo di kosan, gue ada! Lo di tempat kerja juga gue ada! Lo pulang pergi ke mana-mana sama gue! Kita berdua udah kayak perangko sama lemnya, gak bisa dipisahin!" jelas Willy.
"Hm... Hm..." Alf memicingkan mata tak berminat mendengar ocehan Willy.
"Gak masuk akal kan tiba-tiba lo mau malam mingguan sama cewek, tanpa gue tau siapa cewek itu!" ejek Willy sambil menepuk lebih keras pundak Alf.
Alf hanya bersedekap dengan tatapan malas-menjelaskan-pada-manusia-ini.
Sesaat kemudian, Willy terdiam, membuat Alf menatapnya heran, kenapa sudah berhenti berceloteh. Willy perlahan membelalakkan mata.
"Ja... Jangan-jangan... Lo malam mingguan sama cow... Hmpp!"
Alf meletakkan handuk dengan kasar ke wajah Willy, menghentikkan kalimat Willy yang sudah bisa ditangkap oleh Alf tujuannya ke mana.
"Gue masih normal!" teriak Alf di depan wajah Willy yang tertutup handuk.
Alf bergegas meninggalkan Willy yang masih mengejar dari belakang.
"Woi tukang halu! Handuk, lo mau gue buang!" teriak Willy dengan pandangan kesal.
"Buang aja! Abis itu besok-besok jangan nebeng sama gue!" balas Alf santai sambil mengenakan kacamata, dan melajukan honda Astreanya.
"Huh! Dasar! Bisanya cuma ngancem gitu doang!" cibir Willy sambil bergaya hendak melempar Alf dengan handuk.
🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹
Alf melajukan motor di tengah hiruk pikuk kota Kupang, dengan kecepatan 20 km per jam seperti biasanya. Mencegah terjadinya kecelakaan.
Kalau dia menabrak atau ditabrak, palingan cuma luka memar. Begitu prinsipnya. Jangan sampai tewas, karena utang sneakers belum lunas. Bisa-bisa dikejar tante Ismi di alam baka.
Lima menit perjalanan, Alf mengarahkan motor ke pinggir jalan, dan berhenti sebentar. Ia merogoh handphone-nya, dan membuka pesan sharelock dari Inn.
Sesaat kemudian Alf terbelalak.
"Ini kan..." gumam Alf sambil merapikan letak kacamatanya.
Alf pun segera menaruh kembali handphone-nya dan melajukan motor ke tujuan.
🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹
Inn duduk manis di depan teras rumahnya. Wajahnya yang hanya bermake-up natural, dengan rambut keriting nan eksotik, yang digerai, tetap menampilkan kecantikannya.
"Duuhhhh, yang udah cantik. Mauh ke manah sih, malam minggu beginih?" Sebuah suara manja mengagetkannya, saat Inn sedang mengamati wajah cantiknya di layar handphone.
"Eh! Aku gak liat kamu! Sejak kapan di situ?" Inn memasukkan kembali handphone ke dalam sling bag Hermas-nya.
"Daritadi kali! Sejak mbak ngerapiin rambut!" Si empunya suara manja berjalan mendekat ke kursi Inn. "Mau malam mingguan, ya?" tanya si manja sambil menatap Inn dengan tatapan genit.
Inn tersenyum kikuk. "Gak, kok. Cuma reuni sama temen".
"Temen apa demen?" goda si manja.
Inn mencubit pipi si wanita manja itu, gemas.
"Udah dibilangin temen," jawab Inn yang disambut cebikan si manja.
"Kenalin ke aku ya, Mbak," pinta si manja sambil alisnya naik turun.
"Iya, iya!" jawab Inn dan tersenyum.
Selang beberapa saat, sebuah honda Astrea telah berhenti di depan halaman rumah Inn, membuat Inn dan si manja menatap si empunya motor bersamaan.
Alf membuka helmnya perlahan, takut rambut dan kacamatanya berantakan. Ia bergegas melangkahkan kaki ke setapak di halaman rumah Inn, dengan senyum terkembang.
"Selamat so..." ujar Alf terputus, saat ia telah berdiri di hadapan Inn. Dipandanginya wanita di sebelah Inn, begitu juga wanita itu.
"LO!" pekik Alf dan si manja bersamaan, saling menujuk, dan Inn menatap keduanya terkesiap.
"Kalian saling kenal?" tanya Inn sambil memandangi Alf dan si manja bergantian.
"GAK!" jawab keduanya serempak, membuat Inn mengerjapkan mata.
Si manja yang bertubuh tinggi dan gempal itu langsung bergegas meninggalkan Inn dan Alf. Tidak lupa sebuah senggolan keras didaratkan ke bagian kanan tubuh Alf yang membuat Alf hampir terjungkal ke belakang. Untung saja, ia masih bisa mengontrol keseimbangan tubuhnya.
Inn khawatir menatap Alf. "Kamu gak papa, kan?" tanya Inn sambil memegang tangan Alf, dan memastikan dirinya baik-baik saja.
"Gak... Gak papa, kok," jawab Alf meringis.
'Gila! Kayak dihantam tsunami!' gerutu Alf dalam hati.
"Kamu pernah ketemuan sama Princess, ya?" selidik Inn.
"I... Iya, sih... Beberapa hari yang lalu..." jawab Alf, "pas nganterin setoran arisannya ibu kos aku".
Inn masih menatap Alf, menantikan kelanjutan ceritanya.
"Yah, ada kesalahpahaman dikitlah," ujar Alf.
"Oh, gitu... Ya, udah. Nanti aku coba ngomong sama Princess aja, biar hubungan kalian baik. Soalnya, Princess itu sepupu aku," papar Inn yang membuat Alf syok seketika.
"Sepupu?" Alf masih tak percaya.
Inn mengangguk cepat. "Iya! Sepupu aku dari Tante Lena, yang waktu kita baru kelas 1 SMA, dia masih 6 tahun!" jawab Inn penuh semangat.
"Anak perempuan cantik nan imut... yang dulu suka main... sama aku?" Alf memastikan tebakannya.
"Bener banget! Dulu kan si Princess suka banget sama kamu! Kalau kamu dateng, centilnya mulai muncul!" Inn tertawa mengingat kenangan itu, tapi tidak dengan Alf.
Alf bergidik sesaat.
'Ternyata hidup penuh kejutan, gila! Kalo liat Princess yang sekarang mah, bukan maafkan aku yang dulu. Tapi, maafkan aku yang sekarang,' batin Alf. Inget, Alf! Dia sepupunya Inn.
💜💜💜💜💜
Wah! Wah! Ternyata eh, ternyata...
Mbak Princess adalah sepupunya si Inn.
Gimana kelanjutannya, ya? Apakah malam minggu perdananya si Alf bakal berjalan dengan baik, setelah kejadian kesenggol Princess?
Jangan lupa review-nya... Terima kasih!
Alf masih berdiri terpaku sambil membayangkan perubahan drastis Princess dari putri kecil nan imut dan menggemaskan, menjadi ah-sudahlah, kata Willy tidak boleh ada body shaming. Alf beberapa kali menghela napas panjang, membuat Inn mengernyit. "Kenapa, Alf?" tanya Inn sambil mendekatkan wajahnya pada Alf dan menatap lelaki itu dengan saksama, "ada yang sakit?" Alf menelan ludah. Mendapat tatapan penuh kekhawatiran dari Inn, yang tepat menembus netra cokelat kehitamannya, turun ke jantung, membuat Alf mematung. Jantungnya bak genderang bertalu-talu. Inn masih menatap Alf dengan tatapan khawatir diselipi kepolosan, tidak peka terhadap pria di depan yang wajahnya sudah dipenuhi peluh. "Kok keringat kamu jadi banyak gini? Padahal di sini lagi dingin, loh," Inn memundurkan posisi berdirinya. "Kamu sakit, Alf? Ngomong, dong!" lanjut Inn sambil menggoyangkan lengan Alf. "Engg.... gak!" jawab Alf terbata-bata, sambil cengenges
Alf memarkirkan motor di parkiran cafe yang sudah berjajar banyak motor dengan keanekaragaman model dan warna. Setelah mengaitkan helm milik sendiri dan punya Inn, Alf kembali merapikan kemeja putihnya. Wajahnya sudah tidak ada sisa-sisa keceriaan lagi. Sudah kepalang bahagia ingin malam mingguan sama Inn, ternyata mereka malah reunian bareng sohib SMA mereka. "Siapa aja, sih yang ada di dalam?" Alf bertanya pada Inn, sambil merapikan sisi rambut dan kacamatanya. Inn sibuk mengetikkan sesuatu, tidak menjawab pertanyaan Alf, membuat Alf mengerucutkan bibir. Alf mendesah. "Sia-sia aja," gumam Alf pelan. "Sia-sia kenapa, Alf?" Inn bertanya tiba-tiba sambil menatap wajah Alf yang masih cemberut. "Eh, gak, kok!" sahut Alf. "Yuk, ke dalem! Yang lain udah pada nunggu," ajak Inn sambil mendahului Alf masuk ke cafe. Alf kembali mendesah, "Ternyata bener kata Willy... Gak mungkin, gue malam mingguan bareng c
"Haduhhh, makanya lo sih, kelayapan kagak ngajak-ngajak gue! Begini kan jadinya!" Willy terlihat sedang meremas handuk kecil hasil rendaman air, yang kemudian diletakkan di kening Alf. "Gue udah feeling kalo bakal jadi gini, nih akhirnya! Kualat kan lo sekarang!" omel Willy sambil mengecek kondisi Alf. "Untung lo punya sohib yang kayak gue! Selalu ada di saat jatuh bangunnya lo! Tapi, masih aja lo ke kondangan sendirian!" lanjut Willy sambil menatap Alf yang mulai bersin-bersin. Willy mengibaskan tangannya, "Pulang-pulang bawa penyakit sama virus! Bukan bawa makanan, kek!" Alf berusaha menutup mata, agar bisa terlelap dan lepas dari omelan khas emak-emak si Willy. Dia berharap obat yang diminum bisa segera membuatnya mengantuk. Alf sudah cukup lelah malam ini. Selain lelah hati, karena si gebetan malah meninggalkannya sendiri-yah dengan persetujuan si Alf juga, sih! Tapi, lelah karena kesialan bertubi-tubi
Willy uring-uringan di atas kasur Alf, seperti anak kecil yang minta dibelikan permen, tapi tak dikabulkan. Ia menatap tajam pria berkacamata yang sedang merapikan kaos berlogo buaya berwarna hitamnya. Tangan Willy terlipat di depan dada. Bibirnya mulai monyong. Matanya menyisir Alf dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan tatapan mirip ibu-ibu komplek lagi gosip terus yang digosipin muncul. Pria yang ditatapnya tetap santai meski merasa punggungnya merinding karena tatapan Willy. Alf sudah tampak rapi dan bersih, walaupun sesekali Alf terlihat bersin-bersin, membuat Willy tak sabar untuk selalu berdeham keras. "Masih penyakitan tapi nekat jalan juga lo!" Willy membuka suara dengan nada gusar. "Santai, coy! Cuma bersin doang!" jawab Alf cuek sembari merapikan rambutnya. Willy bangkit dari duduk dan melesat mendekati Alf. Dipeganginya kening Alf. Matanya menyipit, menatap tajam Alf. "Ya elah! Lo tuh masih demam, Alf! Bu
Hai, semuanya! Corn Leaf di sini! Cuma mau kasitau, jangan lupa review setelah baca, ya. Biar aku makin semangat nulisnya! Lope! Lope! 🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹 Senin pagi yang indah. Tapi entah mengapa banyak sekali orang-orang yang membenci hari senin. Selalu saja ada yang mengeluh tentang hari senin. Serasa begitu banyak pekerjaan menanti di hari senin. Padahal, harusnya manusia lebih bersyukur, masih bisa menatap hari senin. Tsah! "Masih enam hari lagi..." gumam Willy dengan wajah terkantuk-kantuk. Lelaki gempal itu menyeret langkahnya dengan malas, menapaki anak tangga menuju ke ruang laboratorium. Waktu masih menunjukkan pukul setengah delapan pagi, tapi Willy dan Alf sudah berada di kantor. Tidak seperti biasanya, dimana mereka tiba 10 menit sebelum pukul delapan. "Hari baru tuh harusnya semangat! Pagi-pagi udah loyo! Padahal kemarin sok cera
Yuhuu!!! Kembali lagi bareng Corn Leaf di sini! Yuk, marilah kemari, baca cerita ini, dan jangan lupa review ya gaess... Reviewnya yang membangun, ya... Biar aku makin semangat nulisnya. UwU. 🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹 Alf dan Willy kembali ke ruangan laboratorium dengan wajah muram, membuat si emak-pimpinan kaum tukang ghibah Lab. Sisilia, Merlin, tak sabar untuk bertanya. Merlin beringsut ke meja Alf, saat pria itu sudah mulai menyiapkan bahan untuk menguji sebuah sampel. Sedangkan Willy, sibuk mengecek laporan hasil uji fitokimia yang dilakukan Alf beberapa waktu lalu, dan laporan lainnya agar bisa dikirimkan hasil uji itu ke pengirim. "Gimana?" tanya Merlin setengah berbisik, saat sudah bersisian dengan Alf. Matanya menatap Alf dengan tatapan penuh harap. Mengharapkan jawab pastinya. "Apanya?" Alf balik bertanya. Merlin mendesah, "Kenapa kalian sampe dipanggi
Hai gaesss, apa kabar ? Semoga sehat selalu. Nah, cerita kali ini fokusnya ke Willy.Jangan lupa reviewnya gaes, biar aku selalu semangat! Happy reading! 🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹 Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00, artinya jam istirahat tiba. Semua penghuni laboratorium bergegas keluar ruangan, demi mencari makan siang. Alf dan Willy juga terlihat menuruni tangga, disusul Merlin dan Ellen. Diego sudah lebih dulu melesat keluar daritadi, entah kemana. Katanya, udah janjian mau makan siang bareng pacarnya. "Mau makan dimana lo berdua?" Ellen bertanya dari balik punggung Alf dan Willy. "Tempat biasa," jawab Alf. Tempat biasa yang dimaksud si Alf adalah warung Mas Bhambang di samping kantor, yang menjual bakso, soto maupun berbagai jenis nasi. Nasi campur, nasi ayam, nasi goreng, dan nasi lainnya. Selain itu, harganya juga lumayan pas di kantong para karyawan bergaji UMP ini. "Gue mau mak
Hai, semuanya! Jangan lupa reviewnya, ya. Biar tulisanku makin berkembang. Terima kasih buat semua yang selalu mengikuti cerita ini, meskipun terkadang banyak garingnya. Eaa... Langsung saja, happy reading, guys! 🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹 Inn mengetuk-ngetuk pelan sebuah pena biru di atas meja. Tatapan matanya mengarah lurus ke layar notebook yang sedang menyala. Tapi, bukannya sedang fokus dengan deretan tulisan di layar. Pikiran wanita 30 tahun itu sedang berkelana ke sosok seseorang. Siapa lagi kalau bukan Alf. Kalimat yang diutarakan Nover saat bertemu dengannya di mall, kembali terngiang di telinga. Kalimat yang membuat Inn menarik kesimpulan bahwa si Alf berbohong padanya. Dan kalimat yang juga membuat Inn bertanya-tanya, mengapa Alf harus berbohong? Kalaupun saat itu Alf sedang berhalangan, kenapa tidak berkata jujur saja? Kenapa Alf har
Terima kasih untuk semua yang sudah menyempatkan diri membaca novel ini. Saya tahu, bahwa novel ini masih jauh dari kesempurnaan, entah dalam penulisan maupun alurnya. Karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun, dari para pembaca. Buat semua yang sudah membaca novel ini, baik yang hanya dibaca, yang sampai masukkin ke rak buku, bahkan yang mengeluarkan duitnya buat buka bab berbayar, ataupun pakai koin gratisan... KALIAN LUAR BIASA! I LOVE YOU, ALL! Tanpa dukungan kalian, novel ini tak berarti apa-apa.Akhir kata, tetap semangat membaca! Tetap semangat menulis! Semoga, kita bisa ketemu lagi di cerita-cerita berikutnya! PS : Yang mau kenalan, yuk kunjungi i*******m @kuandwicka. Ada banyak komik strip atau animasi juga. Thank you! ^^
Memang benar bahwa cinta datang tiba-tiba. Memang benar, bahwa cinta terkadang menunjukkan kepada kita, orang yang tidak pernah kita duga. Memang benar, bahwa cinta penuh misteri. Hanya Sang Pemilik cinta sejati, yang paling tahu apa yang terbaik buat makhluk ciptaan-Nya. Saat kita mendambakan seseorang, yang tidak pernah menginginkan kita. Ada satu hati yang berharap kehadirannya diketahui oleh hati kita. Dan, itulah yang terjadi pada seorang pria gempal, sahabat sejatinya Jacob Alfred, Willy. Willy sedang merapikan peralatan gelas, karena hari ini adalah jadwal piketnya. Alf sudah pamit lebih dahulu, karena katanya mau keluar bareng Inn. Akhir-akhir ini, semenjak punya gandengan, Alf memang jarang pulang bareng Willy. Alhasil, Willy diantar oleh Ellen. Sebenarnya, Willy sudah menolak penawaran Ellen, karena Willy ingin menjadi lelaki mandiri, dengan pulang pakai grab. Tapi, entah kenapa, Ellen terus memaksa, seperti hari ini. Ellen terlihat menunggu dengan sabar, di lorong laborat
Alf menemui Karlinda untuk terakhir kalinya, karena wanita itu memberi kabar bahwa dirinya akan dipindahkan ke daerah lain. Alf pun meminta izin pada Inn, agar bisa menemui Shafa, karena tujuan Alf salah satunya ingin bertemu Shafa. "Boleh... Gak usah minta izin ke aku, kali..." ujar Inn. "Yah... Takutnya, gak ngomong trus kamu tahu sendiri, malah mikir yang gak-gak," jawab Alf. "Aku percaya, kok sama kamu... Nunggu dari SMA aja bisa, masa aku harus curiga sama yang beginian," sahut Inn membuat hidung Alf kembang kempis, saking bangganya pada diri sendiri. Karena sudah mendapat kepercayaan dari sang pujaan hati, Alf pun bergegas ke tempat pertemuannya dengan Inn, tempat mereka bertemu pertama kali di luar urusan kantor, KeEfCe. Shafa terlihat sedang bermain di area permainan dengan wajah bahagia, khas anak-anak. Alf segera menuju ke meja Karlinda. Wanita itu tampak sedang memotret wajah bahagia putri tunggalnya. "Sore mbak!" sapa Alf sambil duduk di hadapan Karlinda. "Hai, Alf!"
Reuni sekolah yang diadakan bersama pentas seni, rupanya tak mau dilewatkan oleh Moiz dan Ui yang berada di kota lain. Mereka meminta cuti 'semester' kedua lebih awal dari biasanya. Namun, tidak bagi Yen yang bekerja pada instansi pemerintahan. Dia hanya bisa gigit jari kali ini karena tak ada kunjungan apapun ke kota Kupang. Ui : Sorry, Yen... Kali ini lo jaga kota Atambua aja, ya. Hahahah... Yen : Ish! Kenapa juga diadainnya hari kamis, gak hari sabtu aja, kek! Alf : Kan sekalian HUT sekolah, Neng! Yen : BETE! Pokoknya jangan ngirimin foto di grup ini! Bakal gue bakar grupnya! Inn : Cup cup cup... Sabar, say... Sabtu turun Kupang, ya... Biar kita jelong-jelong bareng lagi... Mumpung dua sejoli ini ada di sini. Moiz : Ehm... Sorry, tapi Sabtu ini gue udah ada janji... Yen : Janji sama siapa? Moiz : Mau tau aja, atau mau tau banget? Ui : Dia mau ketemu GEBETANNYA! Alf, Yen, Inn : WHAT?! WHO?! Ui : Itu mah gue gak tau. Dia gak ngasitau gue! Moiz : Maaf... Moiz telah meningga
Alf dan Inn sedang jalan-jalan di malam minggu-yang akhirnya dihabiskan Alf dengan PACAR. Keduanya tampak bercanda-tawa di alun-alun kota, sambil menatap berbagai aktivitas di tempat itu. Ada band jalanan, tari-tarian dari para pekerja seni, maupun beragam permainan untuk anak-anak. Meskipun hanya menghabiskan malam minggu 'receh', namun kedua sejoli itu tampak bahagia. Hingga dering ponsel Alf tiba-tiba, terasa mengganggu pendengaran Alf. "Ck! Siapa, sih? Gangguin malam minggu gue aja!" Alf berdecak malas sambil merogoh ponsel dalam saku celananya. Mata Alf membelalak sempurna, saat mendapati nama my mom di layar ponselnya. "Aduh! Emak nelpon? Ada apa, ya?" gumam Alf sambil menggeser tombol hijau di layar. Inn hanya menatapnya dalam diam. "Ya, halo mak!" sapa Alf. "ALF! HALO, ALF!" Suara emak terdengar menggelegar bak membelah telinga Alf. "Aduh, mak... Alf bisa budek kalau emak teriak begitu..." ujar Alf. "Ngomong pelan aja napa, sih?" "Halo, Alf?!" Emak masih terus memanggil n
Honda Grand Astrea melaju dengan pasti memasuki kompleks perumahan Dreamland, dan berhenti di depan sebuah rumah berwarna peach. Alf segera turun dari motor, sambil merapikan rambut dan kemejanya. Merasa bahwa penampilannya masih tampan melebihi Cha Eun Woo, Alf segera melangkahkan kakinya memasuki pekarangan rumah wanita yang sudah menjadi kekasihnya sejak dua bulan lalu. Inn. Alf menarik napas panjang, sebelum memberanikan diri mengetuk pintu rumah itu. Namun, belum sempat Alf melancarkan aksinya, sebuah suara dengan nada melengking, mengejutkannya. "Loooohhhh? Kak Alf!" Princess yang semakin montok, karena katanya Nugo suka sama wanita berisi-sudah berdiri di belakang Alf. "Mau ngejemput kak Inn, ya?" Alf hanya membalasnya dengan nyengir kuda. Meskipun hubungannya dan Princess semakin membaik, karena Inn sudah menceritakan pada Princess bahwa Alf adalah teman masa SMA-nya, yang dulu disukai Princess. Di samping itu, Princess yang sedang berbunga-bunga asmara, karena mendapat paca
Inn berdiri menatap Alf yang masih duduk di bangku, dengan wajah memohon. Memohon agar Inn tidak meninggalkannya. Wanita itu pun kembali duduk di samping Alf, sambil melepaskan tangannya dari genggaman Alf. "Jadi?" tanya Inn dengan pandangan lurus ke depan. Tak beralih pada Alf. Tangannya terlipat di atas perut. Alf menyiapkan pita suaranya, biar tidak tiba-tiba rusak. Beberapa kali terdengar dehamannya, membuat Inn mencebik. "Sebelumnya... Aku mau nanya sesuatu ke kamu dulu," ujar Alf. "Apa?" "Waktu itu... Saat kamu lagi makan bareng Nugo dan Princess, aku ngomong sesuatu... Tapi, kamu belum ngasih jawaban ke aku," jawab Alf. Wajahnya mulai terlihat serius. "Oooohhhh, yang waktu itu?" Inn memanjangkan nada suaranya. "Bener banget! Aku juga mau minta penjelasan kamu soal itu!" Kali ini Inn sudah berbalik cepat-menatap tajam Alf, tepat di matanya. Telunjuknya mengarah ke dada pria itu. Matanya perlahan menyipit, membuat Alf malah terheran-heran. "Apa maksud kamu gak suka aku jal
Alf masih berdiri terpaku, begitu juga Inn. Hingga ibu Nover menyadarkan Inn, bahwa mereka harus segera turun dari panggung. Inn dengan kikuknya berjalan menuruni tangga, tapi pandangan Alf terus melekat padanya. Seolah tidak mau melepaskan wanita itu dan menghilang di keramaian. Willy yang masih duduk, menatap Karlinda dengan senyum simpul menghiasi wajah cantiknya. Willy sudah merasakan sakit hati akibat wanita pujaannya bersama lelaki lain. Dia mengerti jika saat ini Karlinda mungkin saja merasakan hal yang sama dengannya. Dia hanya bisa membalas wanita itu dengan senyum penuh makna. Alf masih bergeming, seolah tubuhnya tak ingin duduk. Tak mau melewatkan tatapan Inn yang begitu hangat padanya. Ya, wanita itu sedang melangkahkan kakinya menuju Alf, dengan adegan slow motion dalam pandangan Alf. Senyum terukir di bibir Inn, membuat Alf kepanasan dengan detak jantung tak beraturan. Padahal sedang berada di luar ruangan dengan angin sepoi-sepoi, tapi Alf mala
Acara pesta berlangsung dengan meriah dan penuh sukacita. Setelah beberapa sambutan, termasuk sambutan dari Ibu Nover, kini tibalah acara ramah-tamah. Semua tamu yang diperkirakan sekitar 500 orang, dipersilahkan menikmati santapan yang telah disediakan di beberapa bagian taman. Makanan Indonesia maupun luar, tersaji di atas beberapa buah meja panjang, yang dijaga oleh para pramusaji. Alf, Karlinda, Jessy dan Boy pun segera melangkahkan kaki menuju meja yang ingin mereka cicipi makanannya. Dan tidak disangka, mereka berpapasan dengan Ellen, Willy, serta Merlin yang datang sendirian. Alf bisa menangkap raut wajah tak percaya dari Willy, saat mendapati wanita pujaannya datang bersama si sekuriti yang baru sebulan bekerja di Lab. Sisilia. Tapi, berbeda dengan Willy, Merlin malah memperlihatkan tatapan 'apa gue bilang!' Tatapan Willy juga serupa tatapan Ellen, saat melihat gandengan Alf adalah temannya, Karlinda. Ellen hanya mengangkat telunjuknya sambil mengarah