Pukul setengah satu malam ditunjukkan jam yang Owai lihat. Seperti yang sudah diperkirakan, maraton rapat virtual selesai larut malam. Mau bagaimana lagi, bahasan pekerja yang dibutuhkan Temund harus bertambah.
Owai juga cuma CEO, bukan Tuhan yang berkemampuan tanpa batas melaksanakan peran. Walau bagaimanapun itu bentuk dari rezeki besar anugrah Tuhan, Temund terus bertumbuh. Yang mana banyaknya bisnis usaha orang lain di luar sana mati satu per satu karena kondisi sulit Masa Pandemi.'Alhamdulillah,' syukur Owai dalam hati.Pundak Owai yang rasanya tegang karena berjam-jam fokus pada layar dekstop akhirnya bisa disandarkan ke bantalan kursi kerja. Lalu bagian bawah kursi ditarik untuk menopang kaki.Owai mengistirahatkan tubuhnya dengan rebah menuruti mode berbaring versi kursi kerja pilihan sang ibunda. Tempat duduk itu lebih dari sekedar untuk diduduki. Jika Owai bukan menantu Amanda, pikirnya sampai mati pun mungkin dia tidak akan pernah punya furnitur canggih yang harga dan kualitasnya kelas atas seperti ini.Owai tahu dengan pepatah, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Ternyata itu bukan pengetahuan saja, ada bukti terjadi padanya.Tentu, diantaranya termasuk Amanda yang membuat Owai menjadi bagian dari hubungan yang disebut keluarga. Hal yang dulunya paling tidak mungkin terjadi menurutnya.Jangan lupa dia punya keinginan tidak menikah. Sembari berbaring di kursi, ingatan Owai berkelana ke satu per satu memori masa lampau. Sejenak rebahan sebelum dia tidur yang benar ke kamar."Astagfirullah!" Owai buru-buru bangkit dari kursi yang nyaman itu.Jarum jam hampir menuju pukul setengah dua, Owai agak berlari menuju kamar tidur. Sadar dirinya bukan lagi istri rasa lajang sekarang ini. Yang mungkin akan dipermasalahkan jika tidak tidur di tempat yang sama dengan Agler.Suaminya berada di rumah, kan. Debaran jantung Owai tidak santai. Apalagi ketika masuk kamar, dia melihat Agler sedang duduk menyandar di kepala ranjang.Owai harap tadinya, yang akan dia lihat pada larut malam begini adalah Agler yang sedang berbaring pulas dalam tidur. Ternyata tidak, lelaki itu masih terjaga meski telah berada di atas kasur.'Ah, tatapan tajam itu lagi,' risau Owai dalam hati pas sepasang netranya beradu pandang dengan milik Agler.Owai pun membalas dengan senyum sekenanya. Dia telah cukup mampu beradaptasi dengan Agler dalam beberapa hari belakangan mereka hidup bersama, termasuk cara menatap itu.Sekali lagi janji Owai pada dirinya sendiri, perlu waktu untuk hubungan mereka berkembang. Ada yang terbaru dia dapati dari Agler dimulai sejak tadi sore. Yaitu telinganya mendengar langsung suara Agler bicara.Suaminya Owai itu sudah diperbolehkan dokter untuk menggunakan pita suara. Kondisi tenggorokan telah pulih. Lagi-lagi Owai mau tak mau memuji kesempurnaan anak tunggal mertuanya itu, tentu dalam hati saja.Beda cerita kalau interaksinya dengan Agler akrab, Owa akan ringan mengungkapkan. Cara Agler berkata itu lembut yang berbalut kekuatan dalam setiap penyampaiannya. Serta jenis suara yang milikinya itu macam yang sopan masuk ke telinga ditambah intonasi dominan serta tenang."Segeralah bersih-bersih. Kita perlu bicara sebelum tidur," ujar Agler sembari sepuluh jarinya menari di atas keyboard laptop yang dia pangku.Owai mengangguk paham. Lalu kontak mata mereka berdua terputus. Agler menoleh, fokus ke layar di depannya sedangkan Owai pergi menuju kamar mandi yang terhubung dengan walk-in closet.Pakaian Owai memang belum berganti semenjak pergi bersama Amanda sebelumnya. Walau tidak bau badan, lebih baik ganti karena ada Agler. Andai saja ini dalam mode istri rasa lajang, Owai akan langsung berbaring tidur sekembalinya dari lembur kerja larut malam."Kamu ingin bahas apa?" ucap Owai setelah ikut duduk di ranjang.Bersebelahan dengan Agler yang tidak melakukan apa-apa selain tak henti menatapnya, Owai merasa sangat canggung.'Ya Allah, matanya tampan!' Lagi-lagi kesempurnaan visual Agler membuat Owai kembali bicara dalam hati.Owai yang menjadi gugup ditatap Agler, mengalihkan sorot matanya ke jam digital di nakas. Benda itu menunjukkan angka dua dan dua belas. Larut malam tak lama berganti pagi, sungguh raga serta jiwa Owai butuh istirahat yang lelap."Tidak ada kata-kata, 'kita mulai dari berteman dulu'. Statusmu itu istri. Jadi terima kenyataan. Realistis!" ujar Agler menuntut perhatian Owai kembali menatapnya.Kalimat Agler tersebut merujuk pada ucapan Owai saat obrolan setelah makan malam tadi. Di kala Amanda membahas rencana keluarga untuk bulan ini terkait setiap orang punya aktivitas masing-masing, hingga pada bahasan hubungan Owai dan Agler.Diketahui bersama bahwa sang pengantin baru itu benar-benar baru berinteraksi secara nyata dan langsung sejak tiga hari yang lalu."Jangan lupa, saking realistisnya aku sampai-sampai kamu ikut terseret dalam pernikahan ini. Padahal kamu tahu kamu dimanfaatkan," tutur Owai mengikuti tajamnya Agler dalam cara bicara yang lembut. Entah bagaimana bisa kontras pula.Sekelebat pemikiran dan perasaan bersalah Owai muncul. Perihal realita dia akan meninggal karena sekarat terkena serangan Covid tapi ternyata tidak. Malah hidupnya berlanjut, masuk ke ikatan sakral pula dan jerat itu mengikat lelaki sesempurna Agler dengannya yang bukan siapa-siapa ini.Hening beberapa saat.Owai diam menunggu balasan Agler. Yang entah mengapa tatapan suaminya itu terasa melembut."Paksakan lidahmu itu ganti kata 'kamu'. Panggil aku dengan kata ganti yang lebih baik," ucap Agler sambil menangkup wajah Owai.Kemudian tenaga pada tangan Agler yang berada di wajah Owai bagai isyarat untuk patuh dengan tuntunannya untuk berbaring ke kasur. Sepasang manusia itu pun menempati bagian tengah tempat tidur ukuran king size.Owai menurut sembari mengingat-ingat bagaimana cara dia memanggil Agler sebelumnya. Memang benar, apa yang bisa diharapkan dari komunikasi mereka yang sangat minim. Ditambah pula, Agler baru tadi sore mulai bicara lewat suara dengannya setelah berhari-hari Owa bersuara sendiri."Mau aku panggil..."Ucapan Owa terputus karena telapak tangan Agler berpindah untuk menutup kelopak matanya....!Tingkah Agler itu membuat Owai kehilangan kata-kata. Padahal mulut Owai masih bisa mengeluarkan suara karena tidak ikut ditutup."Nanti saja," sela Agler lalu tegas berkata, "Tidur!"Owai terdiam membeku. Perlakuan Agler sungguh mengejutkan.'Tiba-tiba skinship!'Dari kejadian Owai tidak sengaja memeluk Agler waktu itu, tidak ada kontak fisik di antara mereka. Setidaknya selalu ada jarak, minimal satu inchi.Detik ini, jauh di luar perkiraan Owai. Tubuhnya dipeluk oleh Agler. Tangan sang suami itu telah berpindah dari matanya.Owai bertanya-tanya dalam hati. 'Makna tidur yang mana dimaksud Agler sekarang, sama kah dengan artian tidur sebelum-sebelumnya?'"Tetap pejamkan mata. Tidur. Sekarang!" titah Agler bersamaan dengan Owai merasakan usapan lembut di kepala.Keinginan Owai untuk melanjutkan perkataannya tadi seolah menguap. Ditambah mukanya dihadapkan ke dada bidang Agler yang berbalut piyama hitam, cahaya pun semakin redup karena terhalang.'Sudahlah, aku memang butuh tidur,' pasr
"Iya, weekend itu kita kumpul-kumpul dulu. Kangen banget sama wajah-wajah yang dua setengah tahun cuma dilihat lewat layar," kata Owai di hadapan kamera dekstop.Pembahasan masalah rapat telah selesai sehingga obrolan Owai dan para C-level, pimpinan Temund, beralih santai. Mereka dulunya teman kuliah di kota yang sama lalu setelah bertahun-tahun terpisah bidang kerja masing-masing, bekerja sama membangun startup.Hingga suatu waktu, kecanduan berteknologi membuat para perempuan yang tertarik dengan virtual meeting via aplikasi membuat platform bernama Temund dan berlanjut dibuat menjadi sebuah perusahaan tech-start-up."Masih enggak sangka harinya kita bareng-bareng lagi semakin di depan mata. Aku kira kita bakal berantakan ketika Owai kena Covid," sendu seorang perempuan yang menggunakan behel gigi di tampilan layar monitor Owai."Kalo ingat kondisi waktu itu, panik banget. Sumpah!" sahut perempuan berkacamata yang tampil di bagian lainnya."Tapi dipikir-pikir lagi sekarang, itu mus
"Udag, mau temani aku masuk dan berkeliling? Supaya aku enggak berdua saja dengan karyawan yang hadir. Soalnya dia laki-laki dan rekannya sesama penanggung jawab mendadak izin karena perlu ke rumah sakit."Owai menjelaskan penyebab dirinya yang buru-buru kembali menemui Agler."Lagipula, suamiku sedang ada sekarang," tambah Owai dengan nada agak manja, berupaya bertingkah dengan ringan.Seakan-akan Owai tidak punya beban dalam hatinya. Berpura-pura kadang bisa agak meringankan suasana hati yang kacau-balau.Namun sebagai keturunan konglomerat yang menguasai berbagai tempaan pelatihan sejak dini, Agler tetap mampu menangkap getar suara dan raut wajah yang setengahnya tertutup masker itu. Dia bisa tahu istrinya sedang berusaha memainkan peran sebagai perempuan bersuami."Oke!" jawab Agler setelah membiarkan waktu berlalu beberapa saat. Setelahnya, ia pun bergegas mengenakan masker sesuai protokol kesehatan dan mengunci mobil.Dalam hati, Agler tidak bisa tak tertawa.Rasanya permintaan O
"Ya Tuhan, mohon bantu hamba-Mu ini. Please!"Owai memohon dengan kusyuk di atas kasurnya. Sejak ibu mertuanya mengatakan bahwa suami--yang dinikahinya lewat video call saat sekarat di masa pandemi--akan datang besok pagi, hatinya tak tenang. Bagaimana dia menghadapi CEO NN Group itu nanti? Kilas balik seketika terputar dalam memori Owai. "Ibuk mau lamar kamu buat anak Ibuk." "Ini ibuk lakukan supaya kamu menjadi bagian keluarga ibuk. Nanti, Ibuk bisa pindahkan kamu ke ruang eksklusif keluarga kami. Anak ibuk setuju dijodohkan denganmu. Hanya saja, dia sedang berada di Sumatera, dekat daerah tinggal orangtuamu. Cukup kamu bilang iya, maka semua urusan pernikahan dapat langsung dikerjakan, Owai," tutur wanita itu lagi--penuh ketulusan.Bisa Owai lihat dengan jelas raut wajah lembut pada lawan bicara meski daya pandang matanya dipengaruhi komplikasi sakit oleh infeksi virus Covid.Dia jadi ikut emosional. Berhari-hari kondisinya tidak kunjung membaik dan dengar kalimat sarat ketu
Selesai beribadah, Owai masih saja betah duduk di atas sajadah.Kebetulan sang ibu mertua juga ada di sana. Dipandanginya wanita tua itu yang sedang asik sendiri di saf bagian depan. Rasanya, Owai begitu damai karena menikmati peran menantu yang berlimpah kasih sayang bagai anak kandung.Hanya saja, Owai belum siap menghadapi Agler.CEO konglomerat sekaligus misterius macam pria itu...."Owai!"Suara ibu mertuanya di seberang meja makan, membuat fokus Owai ditarik kembali. Kini, mereka memang hendak sarapan. "Iya, Ibunda?" sahut Owai sembari mengalihkan tatapannya di piring ke arah orang yang memanggilnya."Apa kamu baik-baik saja, Putriku?" ucap Amanda lembut dan perhatian pas bertemu tatap dengan Owai.Seperti biasanya. Perlakuan penuh kasih dan panggilan sayang khusus dari sang mama mertua. Sungguh, Owai belum mau kehilangan hal yang selama sebelas bulan ini dinikmatinya itu.Tapi kenyataan bahwa anaknya sang ibunda sudah pulang, yang berarti kedudukan Owai sebagai menantu ibar
Di sisi lain buggy car, Agler meletakkan bawaan di dekat Abdus yang sedang mengarahkan staf yang bertugas untuk menyusun barang-barang yang dibawa. Dia tidak merecoki pengaturan sang ayah. Asal orang tuanya senang sajalah.Lagipula Agler sedang tidak bisa bicara lepas. Abdus sangat pas mengambil perannya dalam mempekerjakan bawahannya di situasi ini. Fasilitas All Park dibuka eksklusif untuk keluarga bos baru pemilik tempat, atasan dari atasan."Sudah semua menurut Ayah sekarang," ujar Abdus pada Agler terkait persiapan ke danau bagian dalam All Park.Anggukan menjadi tanggapan Agler. Dia perlu memastikan apakah ada hal tambahan yang perlu dia siapkan untuk kegiatan memancing sang ayah. Tepatnya memancing ala piknik dadakan.Agler tahu jika hanya dia dan sang ayah yang memancing, mereka hanya perlu bawa peralatan pancing dan sebotol air saja. Nyatanya kini harus berbeda karena kehadiran sang ibunda dan perempuan yang berstatus istrinya.Tadinya Agler agak terkejut menyaksikan Owai, si
"Tidak. Ada apa, Ibunda?" Owai akhirnya membalas selembut cara Amanda bicara."Kosong di jam berapa?" Nada Amanda bertanya terdengar lebih antusias dan wajah cantiknya tampak lebih berseri-seri. "Dari jam tiga sore sampai tujuh malam. Karena aku menyesuaikan jam kerja lembur dari tim baru," terang Owai.Tentu Owai yang bekerja pada jabatan CEO tidak mengikuti aturan tetap jam kerja kantor yang nine to five tiap lima hari seminggu. Terlebih perusahaan rintisan bernama Temund masih dalam periode berkembang. Maka pekerjaannya mengikuti naik turun situasi."Okay, perfect. Jam empat nanti Ibunda jemput. Kamu kerja dari rumah, kan?" seru Amanda riang."Iya," sambut Owai antusias pula. "Kita ke mana, ya, Ibunda?""Ke tempat menyenangkan hati. Ada yang baru dari Bangtan Boys," ujar Amanda. Dia suka menggunakan nama tersebut untuk merujuk pada BTS, K-Pop idol yang merekatkannya dengan Owai di awal dulu.Fiuh!Mendengar itu, Owai langsung lega."Siap, ARMY," sahut Owai penuh semangat."Aduh,
"Udag, mau temani aku masuk dan berkeliling? Supaya aku enggak berdua saja dengan karyawan yang hadir. Soalnya dia laki-laki dan rekannya sesama penanggung jawab mendadak izin karena perlu ke rumah sakit."Owai menjelaskan penyebab dirinya yang buru-buru kembali menemui Agler."Lagipula, suamiku sedang ada sekarang," tambah Owai dengan nada agak manja, berupaya bertingkah dengan ringan.Seakan-akan Owai tidak punya beban dalam hatinya. Berpura-pura kadang bisa agak meringankan suasana hati yang kacau-balau.Namun sebagai keturunan konglomerat yang menguasai berbagai tempaan pelatihan sejak dini, Agler tetap mampu menangkap getar suara dan raut wajah yang setengahnya tertutup masker itu. Dia bisa tahu istrinya sedang berusaha memainkan peran sebagai perempuan bersuami."Oke!" jawab Agler setelah membiarkan waktu berlalu beberapa saat. Setelahnya, ia pun bergegas mengenakan masker sesuai protokol kesehatan dan mengunci mobil.Dalam hati, Agler tidak bisa tak tertawa.Rasanya permintaan O
"Iya, weekend itu kita kumpul-kumpul dulu. Kangen banget sama wajah-wajah yang dua setengah tahun cuma dilihat lewat layar," kata Owai di hadapan kamera dekstop.Pembahasan masalah rapat telah selesai sehingga obrolan Owai dan para C-level, pimpinan Temund, beralih santai. Mereka dulunya teman kuliah di kota yang sama lalu setelah bertahun-tahun terpisah bidang kerja masing-masing, bekerja sama membangun startup.Hingga suatu waktu, kecanduan berteknologi membuat para perempuan yang tertarik dengan virtual meeting via aplikasi membuat platform bernama Temund dan berlanjut dibuat menjadi sebuah perusahaan tech-start-up."Masih enggak sangka harinya kita bareng-bareng lagi semakin di depan mata. Aku kira kita bakal berantakan ketika Owai kena Covid," sendu seorang perempuan yang menggunakan behel gigi di tampilan layar monitor Owai."Kalo ingat kondisi waktu itu, panik banget. Sumpah!" sahut perempuan berkacamata yang tampil di bagian lainnya."Tapi dipikir-pikir lagi sekarang, itu mus
Tingkah Agler itu membuat Owai kehilangan kata-kata. Padahal mulut Owai masih bisa mengeluarkan suara karena tidak ikut ditutup."Nanti saja," sela Agler lalu tegas berkata, "Tidur!"Owai terdiam membeku. Perlakuan Agler sungguh mengejutkan.'Tiba-tiba skinship!'Dari kejadian Owai tidak sengaja memeluk Agler waktu itu, tidak ada kontak fisik di antara mereka. Setidaknya selalu ada jarak, minimal satu inchi.Detik ini, jauh di luar perkiraan Owai. Tubuhnya dipeluk oleh Agler. Tangan sang suami itu telah berpindah dari matanya.Owai bertanya-tanya dalam hati. 'Makna tidur yang mana dimaksud Agler sekarang, sama kah dengan artian tidur sebelum-sebelumnya?'"Tetap pejamkan mata. Tidur. Sekarang!" titah Agler bersamaan dengan Owai merasakan usapan lembut di kepala.Keinginan Owai untuk melanjutkan perkataannya tadi seolah menguap. Ditambah mukanya dihadapkan ke dada bidang Agler yang berbalut piyama hitam, cahaya pun semakin redup karena terhalang.'Sudahlah, aku memang butuh tidur,' pasr
Pukul setengah satu malam ditunjukkan jam yang Owai lihat. Seperti yang sudah diperkirakan, maraton rapat virtual selesai larut malam. Mau bagaimana lagi, bahasan pekerja yang dibutuhkan Temund harus bertambah.Owai juga cuma CEO, bukan Tuhan yang berkemampuan tanpa batas melaksanakan peran. Walau bagaimanapun itu bentuk dari rezeki besar anugrah Tuhan, Temund terus bertumbuh. Yang mana banyaknya bisnis usaha orang lain di luar sana mati satu per satu karena kondisi sulit Masa Pandemi.'Alhamdulillah,' syukur Owai dalam hati.Pundak Owai yang rasanya tegang karena berjam-jam fokus pada layar dekstop akhirnya bisa disandarkan ke bantalan kursi kerja. Lalu bagian bawah kursi ditarik untuk menopang kaki.Owai mengistirahatkan tubuhnya dengan rebah menuruti mode berbaring versi kursi kerja pilihan sang ibunda. Tempat duduk itu lebih dari sekedar untuk diduduki. Jika Owai bukan menantu Amanda, pikirnya sampai mati pun mungkin dia tidak akan pernah punya furnitur canggih yang harga dan kual
"Tidak. Ada apa, Ibunda?" Owai akhirnya membalas selembut cara Amanda bicara."Kosong di jam berapa?" Nada Amanda bertanya terdengar lebih antusias dan wajah cantiknya tampak lebih berseri-seri. "Dari jam tiga sore sampai tujuh malam. Karena aku menyesuaikan jam kerja lembur dari tim baru," terang Owai.Tentu Owai yang bekerja pada jabatan CEO tidak mengikuti aturan tetap jam kerja kantor yang nine to five tiap lima hari seminggu. Terlebih perusahaan rintisan bernama Temund masih dalam periode berkembang. Maka pekerjaannya mengikuti naik turun situasi."Okay, perfect. Jam empat nanti Ibunda jemput. Kamu kerja dari rumah, kan?" seru Amanda riang."Iya," sambut Owai antusias pula. "Kita ke mana, ya, Ibunda?""Ke tempat menyenangkan hati. Ada yang baru dari Bangtan Boys," ujar Amanda. Dia suka menggunakan nama tersebut untuk merujuk pada BTS, K-Pop idol yang merekatkannya dengan Owai di awal dulu.Fiuh!Mendengar itu, Owai langsung lega."Siap, ARMY," sahut Owai penuh semangat."Aduh,
Di sisi lain buggy car, Agler meletakkan bawaan di dekat Abdus yang sedang mengarahkan staf yang bertugas untuk menyusun barang-barang yang dibawa. Dia tidak merecoki pengaturan sang ayah. Asal orang tuanya senang sajalah.Lagipula Agler sedang tidak bisa bicara lepas. Abdus sangat pas mengambil perannya dalam mempekerjakan bawahannya di situasi ini. Fasilitas All Park dibuka eksklusif untuk keluarga bos baru pemilik tempat, atasan dari atasan."Sudah semua menurut Ayah sekarang," ujar Abdus pada Agler terkait persiapan ke danau bagian dalam All Park.Anggukan menjadi tanggapan Agler. Dia perlu memastikan apakah ada hal tambahan yang perlu dia siapkan untuk kegiatan memancing sang ayah. Tepatnya memancing ala piknik dadakan.Agler tahu jika hanya dia dan sang ayah yang memancing, mereka hanya perlu bawa peralatan pancing dan sebotol air saja. Nyatanya kini harus berbeda karena kehadiran sang ibunda dan perempuan yang berstatus istrinya.Tadinya Agler agak terkejut menyaksikan Owai, si
Selesai beribadah, Owai masih saja betah duduk di atas sajadah.Kebetulan sang ibu mertua juga ada di sana. Dipandanginya wanita tua itu yang sedang asik sendiri di saf bagian depan. Rasanya, Owai begitu damai karena menikmati peran menantu yang berlimpah kasih sayang bagai anak kandung.Hanya saja, Owai belum siap menghadapi Agler.CEO konglomerat sekaligus misterius macam pria itu...."Owai!"Suara ibu mertuanya di seberang meja makan, membuat fokus Owai ditarik kembali. Kini, mereka memang hendak sarapan. "Iya, Ibunda?" sahut Owai sembari mengalihkan tatapannya di piring ke arah orang yang memanggilnya."Apa kamu baik-baik saja, Putriku?" ucap Amanda lembut dan perhatian pas bertemu tatap dengan Owai.Seperti biasanya. Perlakuan penuh kasih dan panggilan sayang khusus dari sang mama mertua. Sungguh, Owai belum mau kehilangan hal yang selama sebelas bulan ini dinikmatinya itu.Tapi kenyataan bahwa anaknya sang ibunda sudah pulang, yang berarti kedudukan Owai sebagai menantu ibar
"Ya Tuhan, mohon bantu hamba-Mu ini. Please!"Owai memohon dengan kusyuk di atas kasurnya. Sejak ibu mertuanya mengatakan bahwa suami--yang dinikahinya lewat video call saat sekarat di masa pandemi--akan datang besok pagi, hatinya tak tenang. Bagaimana dia menghadapi CEO NN Group itu nanti? Kilas balik seketika terputar dalam memori Owai. "Ibuk mau lamar kamu buat anak Ibuk." "Ini ibuk lakukan supaya kamu menjadi bagian keluarga ibuk. Nanti, Ibuk bisa pindahkan kamu ke ruang eksklusif keluarga kami. Anak ibuk setuju dijodohkan denganmu. Hanya saja, dia sedang berada di Sumatera, dekat daerah tinggal orangtuamu. Cukup kamu bilang iya, maka semua urusan pernikahan dapat langsung dikerjakan, Owai," tutur wanita itu lagi--penuh ketulusan.Bisa Owai lihat dengan jelas raut wajah lembut pada lawan bicara meski daya pandang matanya dipengaruhi komplikasi sakit oleh infeksi virus Covid.Dia jadi ikut emosional. Berhari-hari kondisinya tidak kunjung membaik dan dengar kalimat sarat ketu