Selesai beribadah, Owai masih saja betah duduk di atas sajadah.
Kebetulan sang ibu mertua juga ada di sana.
Dipandanginya wanita tua itu yang sedang asik sendiri di saf bagian depan.
Rasanya, Owai begitu damai karena menikmati peran menantu yang berlimpah kasih sayang bagai anak kandung.
Hanya saja, Owai belum siap menghadapi Agler.
CEO konglomerat sekaligus misterius macam pria itu...."Owai!"Suara ibu mertuanya di seberang meja makan, membuat fokus Owai ditarik kembali. Kini, mereka memang hendak sarapan."Iya, Ibunda?" sahut Owai sembari mengalihkan tatapannya di piring ke arah orang yang memanggilnya.
"Apa kamu baik-baik saja, Putriku?" ucap Amanda lembut dan perhatian pas bertemu tatap dengan Owai.Seperti biasanya. Perlakuan penuh kasih dan panggilan sayang khusus dari sang mama mertua. Sungguh, Owai belum mau kehilangan hal yang selama sebelas bulan ini dinikmatinya itu.Tapi kenyataan bahwa anaknya sang ibunda sudah pulang, yang berarti kedudukan Owai sebagai menantu ibarat berada pada titik krisis. Saat awal masa pernikahan dulu, Owai tahu situasi ini pasti akan terjadi suatu hari di masa depan. Sekarang lah saat itu tiba."Baik kok, Ibunda," jawab Owai disertai senyum manis kepada mama mertuanya.Cukup dalam diri Owai saja yang sedang kacau. Sikapnya harus yang terbaik pada orang-orang sekitar, apalagi kepada Amanda."Ayah akan pergi memancing pagi ini. Owai mau ikut?" ajak ayah mertua yang sudah duduk di sebelah Amanda.Mendengar itu, Owai sontak kembali bersemangat, Dia mengangguk antusias merespon ajakan sang papa mertua. Melihat anggukan Owai, Abdus pun lanjut bicara dengan lebih semangat. "Oh, iya. Agler nanti ikut pergi juga."Deg!Owai hampir tersedak. Tiba-tiba menyesal dalam hati mengiyakan ajakan sang papa mertua.
Dia hendak meralat, tapi Amanda tampak begitu senang, "Kalau begitu, aku perlu ubah agendaku pagi ini. Kita akan bersenang-senang berempat."
Melihat kebahagiaan yang terpancar dari keduanya, Owai menjadi tidak tega. Dia tidak lanjut mencari cara untuk beralasan batal ikut. Tentu itu berhubungan dengan kehadiran Agler di tengah-tengah mereka.Refleks dua mata Owai melirik ke samping. Dimana kursi dari meja makan berisi empat yang biasanya kosong, kini ditempati.Di sana, Agler yang tampak tidak terusik sedang menghabiskan bubur ayam yang merupakan menu sarapan permintaannya dalam rangka kepulangan.
Untuk pertama kali, Owai benar-benar merasakan statusnya sebagai seorang istri.Bukan lagi istri rasa lajang seperti yang sudah-sudah.
Selang sedetik kemudian, sorot mata Owai disambut tatapan tajam Agler ketika keduanya bertemu pandang.
'Astagfirullah. Ini anak kayaknya arogan, jauh beda sama orang tuanya yang ramah,' keluh Owai dalam hati sambil membalas Agler dengan melotot lalu kembali fokus pada sarapannya sendiri. Hanya saja, dia tak berani mengatakan apapun....Jadi di sinilah Owai dan Agler sekarang--di mobil berduaan.
Yang sebelumnya Owai kira ajakan memancing dari sang ayahanda akan dilakukan seperti biasa, yaitu di kolam ikan yang berada di halaman belakang rumah.
Ternyata bukan begitu!
Kedua mertuanya bahkan meminta di mobil yang berbeda. Alasannya, mereka ingin memberi waktu untuk Owai dan Agler berduaan.
"Kita akan memancing di danau yang ada di All Park. Kawasan rekreasi yang baru dibeli Agler. Sekalian CEO-kita ada perlu kesana. Soalnya Ayah sedang bosan dengan suasana di danau belakang." Begitu kata sang mertua.Owai sempat-sempatnya salah fokus pada cara Abdus menyebut Agler.
'CEO-kita'.Bukan 'Putraku' sebagaimana pasangan panggilan sayang 'Putriku' yang Owai dapatkan.Owai menahan diri dengan suasana canggung di mobil.Agler yang berada di bangku kemudi masih saja si pendiam seperti saat mereka di ruang makan sebelumnya.Berkaitan dengan itu, Owai juga bersikap seperlunya. Menyesuaikan diri terhadap sikap Agler yang menurutnya acuh tak acuh dan terkesan jauh.Anggap begitu karena Owai lebih sering mendapatkan tatapan tajam dari orang yang menikahinya itu. Dibandingkan kata-kata yang keluar dari bibirnya, yang dia belum tahu apakah tajam juga atau lembut seperti sepasang orang tuanya.'Untung wajahnya tampan. Setidaknya, menyelamatkan mood buruk pas lihat ini orang,' hibur hati Owai pada dirinya sendiri.Sungguh kini Owai setuju dengan kalimat puja-puji Amanda tentang betapa menawannya Agler. Dulu hal itu dilakukan sang ibunda dalam mode menjual sang anak untuk menarik minat Owai. Sekedar pengisi obrolan ngalor-ngidul mereka.***
"OWAIGLER," seru suara familiar ke arah Owai.
Dari kejauhan Owai bisa melihat lambaian tangan Amanda. Memanggilnya yang sedang duduk menyender di jok mobil yang pintunya dibuka lebar.
Kendaraan yang dikemudikan Agler tiba lebih cepat daripada yang ditumpangi Amanda dan Abdus. Sehingga sepasang pengantin baru itu harus menunggu kedatangan pasangan orang tua tersebut di tempat parkir.
Sepanjang waktu tunggu, lagi-lagi Owai dan Agler tidak terlibat obrolan. Termasuk ucapan basa-basi pun tak ada. Hening dari suara sepasang manusia dalam mobil.
Hanya bunyi khas alam yang terdengar meski belum masuk ke bagian dalam kawasan All Park. Owai juga tak punya keinginan menarik perhatian Agler dari layar tab yang digenggamnya sejak memarkirkan mobil. Lebih baik untuk tidak bertatap mata dengan tatapan tajam lelaki tampan itu.
"Ibunda, perjalanannya aman?" ujar Owai pas Amanda keluar dari mobil yang selesai diparkir berdampingan.
"Aman," jawab Amanda penuh kasih. Sisi lembut yang selalu Owai dapat dari mertuanya.
"Tidak ada masalah yang membuat lama sampai di sini, Ibunda?" tanya Owai lagi. Khawatir karena ada jarak lebih dari setengah jam antara dua mobil mereka.
"Tidak. Cuma tadi sempat berhenti untuk menunggu supir. Tiba-tiba seseorang berubah pikiran buat batal bawa mobilnya sendiri," terang Amanda ringan sembari canda menyikut Abdus yang baru mendekat.
Tingkah kasih sayang sepasang mertua itu membuat tawa Owai terpancing. Senang dengan suasana yang tak lagi setegang berdua dengan Agler.
Dalam hati Owai berceletuk, 'kalau seperti itu mending pergi dalam satu mobil tadi.'
"Ya begitulah," sahut santai Abdus yang paham dirinya dibicarakan dua perempuan kesayangannya. Dia pun kembali berkata, "Ayo lanjut masuk."
Owai mengikuti langkah Amanda ke bagasi mobil yang terbuka. Mereka tidak berniat melenggang tangan, membiarkan Abdus sendirian membawa barang-barang.
Setibanya, Owai melihat di dalam bagasi ada satu tersisa keranjang yang berisi peralatan piknik untuk makan minum. Itu belum diangkut.
Yang lainnya, tas peralatan memancing sudah ditangani Abdus. Keranjang makanan telah bersama Amanda. Kantong botol minuman ada di tangan Agler.
Owai pun menganggap keranjang yang berada di bagasi jadi bagian untuk dia bawa. Tinggal dua inchi sebelum tangan Owai menyentuh keranjang tersebut, Agler lebih dulu mengambilnya. Kedua tangan lelaki itu pun penuh terisi.
Spontan Owai mengalihkan sorot matanya ke arah Agler. Belum selesai memproses maksud tindakan Agler, Owai mendapati gerak bola mata yang tampan itu mengisyaratkannya untuk menutup pintu bagasi.
'Sudahlah,' pasrah Owai dalam hati.
Owai pun menuruti Agler yang berlalu begitu saja itu. Dengan sigap, dia menekan tombol tutup bagasi. Lalu berjalan, berjarak di belakang Agler.
Melangkah ke arah bangunan yang terlihat seperti pos staf depan, Owai bisa melihat Amanda dan Abdus yang akan menaiki kendaraan berjenis buggy car terparkir di sana.
Setidaknya mobil khusus itu berjumlah hitungan jari. Owai jadi mengira-ngira, seluas apa tempatnya berada sekarang hingga perlu kendaraan.
Perhatian Owai kembali ke mobil yang dinaiki sang Ibunda. Tampaknya itu punya empat kursi. Dia menerka dalam hati, apa dia akan dipasangkan lagi dengan Agler.
"Putriku, ayo lebih cepat jalannya," seru Amanda yang sudah duduk manis di bagian bangku belakang.
Owai mengangguk dengan sedikit berlari, begitu saja melewati Agler. Yang dia tidak tahu lelaki itu berjalan lebih lambat dari kebiasaan.
"Sini, duduk di samping Ibunda," sambut Amanda.
Tentu Owai patuh. Dalam hatinya lega. Sungguh, berdua saja dengan Agler bukan hal yang mau dia jalani sepanjang hari ini.
Biarkan Owai bernafas senang dan tenang sebelum malam tiba. Yaitu waktu pulang ke rumah lalu menempati kamar yang pasti sama dengan Agler nanti, akan jadi ujian baginya.Ujian lainnya....!
Di sisi lain buggy car, Agler meletakkan bawaan di dekat Abdus yang sedang mengarahkan staf yang bertugas untuk menyusun barang-barang yang dibawa. Dia tidak merecoki pengaturan sang ayah. Asal orang tuanya senang sajalah.Lagipula Agler sedang tidak bisa bicara lepas. Abdus sangat pas mengambil perannya dalam mempekerjakan bawahannya di situasi ini. Fasilitas All Park dibuka eksklusif untuk keluarga bos baru pemilik tempat, atasan dari atasan."Sudah semua menurut Ayah sekarang," ujar Abdus pada Agler terkait persiapan ke danau bagian dalam All Park.Anggukan menjadi tanggapan Agler. Dia perlu memastikan apakah ada hal tambahan yang perlu dia siapkan untuk kegiatan memancing sang ayah. Tepatnya memancing ala piknik dadakan.Agler tahu jika hanya dia dan sang ayah yang memancing, mereka hanya perlu bawa peralatan pancing dan sebotol air saja. Nyatanya kini harus berbeda karena kehadiran sang ibunda dan perempuan yang berstatus istrinya.Tadinya Agler agak terkejut menyaksikan Owai, si
"Tidak. Ada apa, Ibunda?" Owai akhirnya membalas selembut cara Amanda bicara."Kosong di jam berapa?" Nada Amanda bertanya terdengar lebih antusias dan wajah cantiknya tampak lebih berseri-seri. "Dari jam tiga sore sampai tujuh malam. Karena aku menyesuaikan jam kerja lembur dari tim baru," terang Owai.Tentu Owai yang bekerja pada jabatan CEO tidak mengikuti aturan tetap jam kerja kantor yang nine to five tiap lima hari seminggu. Terlebih perusahaan rintisan bernama Temund masih dalam periode berkembang. Maka pekerjaannya mengikuti naik turun situasi."Okay, perfect. Jam empat nanti Ibunda jemput. Kamu kerja dari rumah, kan?" seru Amanda riang."Iya," sambut Owai antusias pula. "Kita ke mana, ya, Ibunda?""Ke tempat menyenangkan hati. Ada yang baru dari Bangtan Boys," ujar Amanda. Dia suka menggunakan nama tersebut untuk merujuk pada BTS, K-Pop idol yang merekatkannya dengan Owai di awal dulu.Fiuh!Mendengar itu, Owai langsung lega."Siap, ARMY," sahut Owai penuh semangat."Aduh,
Pukul setengah satu malam ditunjukkan jam yang Owai lihat. Seperti yang sudah diperkirakan, maraton rapat virtual selesai larut malam. Mau bagaimana lagi, bahasan pekerja yang dibutuhkan Temund harus bertambah.Owai juga cuma CEO, bukan Tuhan yang berkemampuan tanpa batas melaksanakan peran. Walau bagaimanapun itu bentuk dari rezeki besar anugrah Tuhan, Temund terus bertumbuh. Yang mana banyaknya bisnis usaha orang lain di luar sana mati satu per satu karena kondisi sulit Masa Pandemi.'Alhamdulillah,' syukur Owai dalam hati.Pundak Owai yang rasanya tegang karena berjam-jam fokus pada layar dekstop akhirnya bisa disandarkan ke bantalan kursi kerja. Lalu bagian bawah kursi ditarik untuk menopang kaki.Owai mengistirahatkan tubuhnya dengan rebah menuruti mode berbaring versi kursi kerja pilihan sang ibunda. Tempat duduk itu lebih dari sekedar untuk diduduki. Jika Owai bukan menantu Amanda, pikirnya sampai mati pun mungkin dia tidak akan pernah punya furnitur canggih yang harga dan kual
Tingkah Agler itu membuat Owai kehilangan kata-kata. Padahal mulut Owai masih bisa mengeluarkan suara karena tidak ikut ditutup."Nanti saja," sela Agler lalu tegas berkata, "Tidur!"Owai terdiam membeku. Perlakuan Agler sungguh mengejutkan.'Tiba-tiba skinship!'Dari kejadian Owai tidak sengaja memeluk Agler waktu itu, tidak ada kontak fisik di antara mereka. Setidaknya selalu ada jarak, minimal satu inchi.Detik ini, jauh di luar perkiraan Owai. Tubuhnya dipeluk oleh Agler. Tangan sang suami itu telah berpindah dari matanya.Owai bertanya-tanya dalam hati. 'Makna tidur yang mana dimaksud Agler sekarang, sama kah dengan artian tidur sebelum-sebelumnya?'"Tetap pejamkan mata. Tidur. Sekarang!" titah Agler bersamaan dengan Owai merasakan usapan lembut di kepala.Keinginan Owai untuk melanjutkan perkataannya tadi seolah menguap. Ditambah mukanya dihadapkan ke dada bidang Agler yang berbalut piyama hitam, cahaya pun semakin redup karena terhalang.'Sudahlah, aku memang butuh tidur,' pasr
"Iya, weekend itu kita kumpul-kumpul dulu. Kangen banget sama wajah-wajah yang dua setengah tahun cuma dilihat lewat layar," kata Owai di hadapan kamera dekstop.Pembahasan masalah rapat telah selesai sehingga obrolan Owai dan para C-level, pimpinan Temund, beralih santai. Mereka dulunya teman kuliah di kota yang sama lalu setelah bertahun-tahun terpisah bidang kerja masing-masing, bekerja sama membangun startup.Hingga suatu waktu, kecanduan berteknologi membuat para perempuan yang tertarik dengan virtual meeting via aplikasi membuat platform bernama Temund dan berlanjut dibuat menjadi sebuah perusahaan tech-start-up."Masih enggak sangka harinya kita bareng-bareng lagi semakin di depan mata. Aku kira kita bakal berantakan ketika Owai kena Covid," sendu seorang perempuan yang menggunakan behel gigi di tampilan layar monitor Owai."Kalo ingat kondisi waktu itu, panik banget. Sumpah!" sahut perempuan berkacamata yang tampil di bagian lainnya."Tapi dipikir-pikir lagi sekarang, itu mus
"Udag, mau temani aku masuk dan berkeliling? Supaya aku enggak berdua saja dengan karyawan yang hadir. Soalnya dia laki-laki dan rekannya sesama penanggung jawab mendadak izin karena perlu ke rumah sakit."Owai menjelaskan penyebab dirinya yang buru-buru kembali menemui Agler."Lagipula, suamiku sedang ada sekarang," tambah Owai dengan nada agak manja, berupaya bertingkah dengan ringan.Seakan-akan Owai tidak punya beban dalam hatinya. Berpura-pura kadang bisa agak meringankan suasana hati yang kacau-balau.Namun sebagai keturunan konglomerat yang menguasai berbagai tempaan pelatihan sejak dini, Agler tetap mampu menangkap getar suara dan raut wajah yang setengahnya tertutup masker itu. Dia bisa tahu istrinya sedang berusaha memainkan peran sebagai perempuan bersuami."Oke!" jawab Agler setelah membiarkan waktu berlalu beberapa saat. Setelahnya, ia pun bergegas mengenakan masker sesuai protokol kesehatan dan mengunci mobil.Dalam hati, Agler tidak bisa tak tertawa.Rasanya permintaan O
"Ya Tuhan, mohon bantu hamba-Mu ini. Please!"Owai memohon dengan kusyuk di atas kasurnya. Sejak ibu mertuanya mengatakan bahwa suami--yang dinikahinya lewat video call saat sekarat di masa pandemi--akan datang besok pagi, hatinya tak tenang. Bagaimana dia menghadapi CEO NN Group itu nanti? Kilas balik seketika terputar dalam memori Owai. "Ibuk mau lamar kamu buat anak Ibuk." "Ini ibuk lakukan supaya kamu menjadi bagian keluarga ibuk. Nanti, Ibuk bisa pindahkan kamu ke ruang eksklusif keluarga kami. Anak ibuk setuju dijodohkan denganmu. Hanya saja, dia sedang berada di Sumatera, dekat daerah tinggal orangtuamu. Cukup kamu bilang iya, maka semua urusan pernikahan dapat langsung dikerjakan, Owai," tutur wanita itu lagi--penuh ketulusan.Bisa Owai lihat dengan jelas raut wajah lembut pada lawan bicara meski daya pandang matanya dipengaruhi komplikasi sakit oleh infeksi virus Covid.Dia jadi ikut emosional. Berhari-hari kondisinya tidak kunjung membaik dan dengar kalimat sarat ketu
"Udag, mau temani aku masuk dan berkeliling? Supaya aku enggak berdua saja dengan karyawan yang hadir. Soalnya dia laki-laki dan rekannya sesama penanggung jawab mendadak izin karena perlu ke rumah sakit."Owai menjelaskan penyebab dirinya yang buru-buru kembali menemui Agler."Lagipula, suamiku sedang ada sekarang," tambah Owai dengan nada agak manja, berupaya bertingkah dengan ringan.Seakan-akan Owai tidak punya beban dalam hatinya. Berpura-pura kadang bisa agak meringankan suasana hati yang kacau-balau.Namun sebagai keturunan konglomerat yang menguasai berbagai tempaan pelatihan sejak dini, Agler tetap mampu menangkap getar suara dan raut wajah yang setengahnya tertutup masker itu. Dia bisa tahu istrinya sedang berusaha memainkan peran sebagai perempuan bersuami."Oke!" jawab Agler setelah membiarkan waktu berlalu beberapa saat. Setelahnya, ia pun bergegas mengenakan masker sesuai protokol kesehatan dan mengunci mobil.Dalam hati, Agler tidak bisa tak tertawa.Rasanya permintaan O
"Iya, weekend itu kita kumpul-kumpul dulu. Kangen banget sama wajah-wajah yang dua setengah tahun cuma dilihat lewat layar," kata Owai di hadapan kamera dekstop.Pembahasan masalah rapat telah selesai sehingga obrolan Owai dan para C-level, pimpinan Temund, beralih santai. Mereka dulunya teman kuliah di kota yang sama lalu setelah bertahun-tahun terpisah bidang kerja masing-masing, bekerja sama membangun startup.Hingga suatu waktu, kecanduan berteknologi membuat para perempuan yang tertarik dengan virtual meeting via aplikasi membuat platform bernama Temund dan berlanjut dibuat menjadi sebuah perusahaan tech-start-up."Masih enggak sangka harinya kita bareng-bareng lagi semakin di depan mata. Aku kira kita bakal berantakan ketika Owai kena Covid," sendu seorang perempuan yang menggunakan behel gigi di tampilan layar monitor Owai."Kalo ingat kondisi waktu itu, panik banget. Sumpah!" sahut perempuan berkacamata yang tampil di bagian lainnya."Tapi dipikir-pikir lagi sekarang, itu mus
Tingkah Agler itu membuat Owai kehilangan kata-kata. Padahal mulut Owai masih bisa mengeluarkan suara karena tidak ikut ditutup."Nanti saja," sela Agler lalu tegas berkata, "Tidur!"Owai terdiam membeku. Perlakuan Agler sungguh mengejutkan.'Tiba-tiba skinship!'Dari kejadian Owai tidak sengaja memeluk Agler waktu itu, tidak ada kontak fisik di antara mereka. Setidaknya selalu ada jarak, minimal satu inchi.Detik ini, jauh di luar perkiraan Owai. Tubuhnya dipeluk oleh Agler. Tangan sang suami itu telah berpindah dari matanya.Owai bertanya-tanya dalam hati. 'Makna tidur yang mana dimaksud Agler sekarang, sama kah dengan artian tidur sebelum-sebelumnya?'"Tetap pejamkan mata. Tidur. Sekarang!" titah Agler bersamaan dengan Owai merasakan usapan lembut di kepala.Keinginan Owai untuk melanjutkan perkataannya tadi seolah menguap. Ditambah mukanya dihadapkan ke dada bidang Agler yang berbalut piyama hitam, cahaya pun semakin redup karena terhalang.'Sudahlah, aku memang butuh tidur,' pasr
Pukul setengah satu malam ditunjukkan jam yang Owai lihat. Seperti yang sudah diperkirakan, maraton rapat virtual selesai larut malam. Mau bagaimana lagi, bahasan pekerja yang dibutuhkan Temund harus bertambah.Owai juga cuma CEO, bukan Tuhan yang berkemampuan tanpa batas melaksanakan peran. Walau bagaimanapun itu bentuk dari rezeki besar anugrah Tuhan, Temund terus bertumbuh. Yang mana banyaknya bisnis usaha orang lain di luar sana mati satu per satu karena kondisi sulit Masa Pandemi.'Alhamdulillah,' syukur Owai dalam hati.Pundak Owai yang rasanya tegang karena berjam-jam fokus pada layar dekstop akhirnya bisa disandarkan ke bantalan kursi kerja. Lalu bagian bawah kursi ditarik untuk menopang kaki.Owai mengistirahatkan tubuhnya dengan rebah menuruti mode berbaring versi kursi kerja pilihan sang ibunda. Tempat duduk itu lebih dari sekedar untuk diduduki. Jika Owai bukan menantu Amanda, pikirnya sampai mati pun mungkin dia tidak akan pernah punya furnitur canggih yang harga dan kual
"Tidak. Ada apa, Ibunda?" Owai akhirnya membalas selembut cara Amanda bicara."Kosong di jam berapa?" Nada Amanda bertanya terdengar lebih antusias dan wajah cantiknya tampak lebih berseri-seri. "Dari jam tiga sore sampai tujuh malam. Karena aku menyesuaikan jam kerja lembur dari tim baru," terang Owai.Tentu Owai yang bekerja pada jabatan CEO tidak mengikuti aturan tetap jam kerja kantor yang nine to five tiap lima hari seminggu. Terlebih perusahaan rintisan bernama Temund masih dalam periode berkembang. Maka pekerjaannya mengikuti naik turun situasi."Okay, perfect. Jam empat nanti Ibunda jemput. Kamu kerja dari rumah, kan?" seru Amanda riang."Iya," sambut Owai antusias pula. "Kita ke mana, ya, Ibunda?""Ke tempat menyenangkan hati. Ada yang baru dari Bangtan Boys," ujar Amanda. Dia suka menggunakan nama tersebut untuk merujuk pada BTS, K-Pop idol yang merekatkannya dengan Owai di awal dulu.Fiuh!Mendengar itu, Owai langsung lega."Siap, ARMY," sahut Owai penuh semangat."Aduh,
Di sisi lain buggy car, Agler meletakkan bawaan di dekat Abdus yang sedang mengarahkan staf yang bertugas untuk menyusun barang-barang yang dibawa. Dia tidak merecoki pengaturan sang ayah. Asal orang tuanya senang sajalah.Lagipula Agler sedang tidak bisa bicara lepas. Abdus sangat pas mengambil perannya dalam mempekerjakan bawahannya di situasi ini. Fasilitas All Park dibuka eksklusif untuk keluarga bos baru pemilik tempat, atasan dari atasan."Sudah semua menurut Ayah sekarang," ujar Abdus pada Agler terkait persiapan ke danau bagian dalam All Park.Anggukan menjadi tanggapan Agler. Dia perlu memastikan apakah ada hal tambahan yang perlu dia siapkan untuk kegiatan memancing sang ayah. Tepatnya memancing ala piknik dadakan.Agler tahu jika hanya dia dan sang ayah yang memancing, mereka hanya perlu bawa peralatan pancing dan sebotol air saja. Nyatanya kini harus berbeda karena kehadiran sang ibunda dan perempuan yang berstatus istrinya.Tadinya Agler agak terkejut menyaksikan Owai, si
Selesai beribadah, Owai masih saja betah duduk di atas sajadah.Kebetulan sang ibu mertua juga ada di sana. Dipandanginya wanita tua itu yang sedang asik sendiri di saf bagian depan. Rasanya, Owai begitu damai karena menikmati peran menantu yang berlimpah kasih sayang bagai anak kandung.Hanya saja, Owai belum siap menghadapi Agler.CEO konglomerat sekaligus misterius macam pria itu...."Owai!"Suara ibu mertuanya di seberang meja makan, membuat fokus Owai ditarik kembali. Kini, mereka memang hendak sarapan. "Iya, Ibunda?" sahut Owai sembari mengalihkan tatapannya di piring ke arah orang yang memanggilnya."Apa kamu baik-baik saja, Putriku?" ucap Amanda lembut dan perhatian pas bertemu tatap dengan Owai.Seperti biasanya. Perlakuan penuh kasih dan panggilan sayang khusus dari sang mama mertua. Sungguh, Owai belum mau kehilangan hal yang selama sebelas bulan ini dinikmatinya itu.Tapi kenyataan bahwa anaknya sang ibunda sudah pulang, yang berarti kedudukan Owai sebagai menantu ibar
"Ya Tuhan, mohon bantu hamba-Mu ini. Please!"Owai memohon dengan kusyuk di atas kasurnya. Sejak ibu mertuanya mengatakan bahwa suami--yang dinikahinya lewat video call saat sekarat di masa pandemi--akan datang besok pagi, hatinya tak tenang. Bagaimana dia menghadapi CEO NN Group itu nanti? Kilas balik seketika terputar dalam memori Owai. "Ibuk mau lamar kamu buat anak Ibuk." "Ini ibuk lakukan supaya kamu menjadi bagian keluarga ibuk. Nanti, Ibuk bisa pindahkan kamu ke ruang eksklusif keluarga kami. Anak ibuk setuju dijodohkan denganmu. Hanya saja, dia sedang berada di Sumatera, dekat daerah tinggal orangtuamu. Cukup kamu bilang iya, maka semua urusan pernikahan dapat langsung dikerjakan, Owai," tutur wanita itu lagi--penuh ketulusan.Bisa Owai lihat dengan jelas raut wajah lembut pada lawan bicara meski daya pandang matanya dipengaruhi komplikasi sakit oleh infeksi virus Covid.Dia jadi ikut emosional. Berhari-hari kondisinya tidak kunjung membaik dan dengar kalimat sarat ketu