Kuraih buku undangan yang entah siapa yang akan menikah. Dilihat dari kemasan buku undangan sepertinya orang yang lumayan berada. Tapi, orang sederhana pun di jaman sekarang malah lebih sok kaya."Anang? Ada apa?" Ibu bertanya perihal maksud kedatangan tamu. Namun, tiba-tiba ponsel milikku berdenting. Dengan begitu, pertanyaan Ibu pun hanya kujawab, "undangan, Bu. Eh, sebentar, ada panggilan.""Kalau begitu saya permisi, Pak." Si kurir pamitan."Oh iya, iya."Kurir telah pergi. Aku gegas menerima panggilan tapi sepertinya harus bicara di belakang. Sepertinya orang yang akan bicara serius telah menghubungi. Jangan sampai Sindy tahu.Buku undangan kuletakkan saja di meja. Ibu dan Sindy masih asyik ngobrol. Wanita kalau sudah bicara pasti lupa waktu dan lupa lingkungan."Kamu mau ke mana, Mas?" Sindy heran karena aku mengangkat panggilan menjauh dari mereka."Ah sudahlah, biarin. Sindy, kita belanja yuk! Tante mau, kamu temani Tante belanja."Kedengarannya Ibu dan Sindy akan pergi belanj
PoV Risma***Namaku Risma Antini. Gadis yang dulu sering direbutkan pria semasa SMA dan sekarang telah menikah dengan Mas Diwan, senior dulu.Sebenarnya Mas Diwan dulu pernah berpacaran dengan tetanggaku sekarang yaitu Maya. Tapi, karena entah bagaimana hubungan mereka kandas kudengar. Setelah itu, kudekatilah Mas Diwan yang memiliki paras yang lumayan tampan. Sayang, dia bukan orang konglomerat. Tapi, setidaknya dia juga tak begitu miskin.Setelah aku mendengar Maya menikah dengan manajer dulu itu, lumayan dadaku memanas. Mas Diwan hanya kerja serabutan, dan setelah beberapa bulan, bersyukur dia dapat kerjaan di luar kota. Maka dari itu, kami pindah saja ke sana. Apalah pendidikan Mas Diwan yang hanya diterima sebagai staf super biasa. Itu pun gara-gara orang dalam. Orang yang kenal denganku sejak lama. Kebetulan yang ajak juga dia. Tapi, gara-gara keteledoran petinggi perusahaan, jadinya perlahan perusahaaan i
Mas Diwan sepertinya letih sekali. Tapi seharusnya dia bisa cari kerja yang lebih bagus."Mas, teman kita yang SMA 'kan banyak yang jadi staf di kantor. Jadi staf administrasi, yang kayak gitu." Aku protes."Ya, kalau di kantor 'kan biasanya juga begitu. Dari bawah dulu, nanti mungkin saja kalau kinerja bagus, akan ada pengangkatan ke posisi yang lebih bagus lagi."Lanjut Mas Diwan membuka pakaian ganti pakai kaos oblong. Sedangkan aku masih duduk bingung, malu dengan orang lain. Apalagi si Maya, jangan-jangan jabatan dia di kantoran bisa lebih bagus. Dia juga lulusan SMA, tapi sepertinya punya posisi bagus. Apa dia dulu juga cleaning service ya? Ya, bisa jadi. Sepertinya dia sekarang sudah kerja hanya dengan duduk-duduk manis saja."Daripada aku nggak kerja, lebih baik aku ambil saja pekerjaan ini. Kita itu perlu makan."Sepertinya Mas Diwan sudah yakin ingin jadi tukang bersih-bersih. Tapi, di mana dia bekerja? Jangan sampai si Maya tahu dengan posisi suamiku. Bisa malu.Sebenarnya M
"Kamu sebenarnya kalau ke sini terus hanya untuk debat ya, Mas, mending kamu enggak usah ke sini. Kalau kamu mau kasih apa-apa ke Arya, jangan basa-basi dulu ke aku. Kasih aja kenapa? Kamu semakin lama semakin merendahkan aku ya? Sekarang cepat pergi atau aku lapor Pak RT."Wah, sepertinya benar, hubungan mereka tak baik. Ada perdebatan hingga kini Maya masuk menutup pintu dengan keras seperti dibanting.Sepertinya Mas Anang kecewa dan kesal sekali. Ini kesempatan bagiku. Aku harus mendekati dirinya segera.Dengan cepat rambut dan pakaian kurapikan untuk mencuri pandangannya."Eh, Mas? Tunggu, Mas?"Aku mencegah Mas Anang yang akan segera pulang dan sawi inu hendak masuk ke mobil mewahnya. Dia pun menoleh dengan kesal."Siapa kamu? Ada apa?" tanyanya.Ini pria lumayan kelas ikan Mas. Sepertinya kalau aku dekati, lumayan. "Ehm, gini, Mas. Saya tadi lihat Mas dicampakkan oleh Maya. Saya prihatin sekali. Padahal Mas itu tampan, kaya raya dan baik."Aku berusaha cari perhatian sembari memp
PoV Risma***Aku tak boleh lengah, Mas Diwan harus dibuntuti, jangan sampai dia tergoda janda kembang dan sok boncengin. Lagian aku heran, baju saja sok cakep, tapi jalan kaki. Sepertinya Mas Diwan sudah sampai depan. Ekornya masih kulihat. Maksudnya, tas yang ia gendong. Bukan ekor monyet."Mbak? Lagi apa?"Tiba-tiba tetangga menepuk pundakku yang sedang ngendap-ngendap melihat Mas Anang yang akan menyeberang toleh kiri kanan. Dia sepertinya sendiri."Eh, Mbak Wina. Itu, saya mau lihatin suami saya. Takutnya digangguin janda gatal bekas pacarnya. Takutnya di belakang saya ada yang ikut nebeng!" jawabku agak sedikit meledek.Karena kami sudah saling kenal sejak dulu, jadi tak canggung lagi. Meskipun baru beberapa hari kembali, tapi kenal sudah sejak dulu."Siapa?" ujarnya heran menautkan kedua alis."Itu, janda sebelah rumah," hajarku."Eh, maksudnya Mbak Maya?" Dia pun sudah menduga. Memang si Maya itu pasti janda hot di gang ini. Belum aku menjawab pun dia sudah tahu."Ya, siapa
"Ada apa ini?"Tiba-tiba istri Cing Saleh keluar. Dia hampiri aku yang sedang adu mulut dengan ponakannya."Enggak tahu, Cing. Dia ini sengaja masuk ke halaman rumah ini hanya untuk menghinaku saja. Ya sudah, Maya pamit, Cing!" Maya malah dengan santai nyelonong masuk ke dalam mobil tanpa menghiraukanku lagi. Belagu sekali dia."Iye, hati-hati." Kini tatapan istri Cing Shaleh beralih padaku."Ya sudah, pegi loe! Loe bikin rusuh! Anak baru juga! Sejak dulu loe memang suka cari ribut. Sama kayak emak loe di seberang sana!" Jleb!Istri Cing Shaleh malah memakiku. Dasar tua!"Heh, biasa aja dong, Cing! Ncing gitu amat! Lagian nih ya, jaman sekarang masih ada pesugihan. Bisa aja si Maya ponakan Ncing ini pesugihan!""Sembarangan loe ngomong! Mulut ape comberan tuh hah!" Gagang sapu menunjuk mulutku. Dasar orang tua kurang sehat.TidtSuara klakson mobil yang dikendarai Maya membuatku seketika loncat. Hampir saja aku tersenggol! Sombong sekali.Sekarang mobil yang ia tumpangi telah kelu
PoV Maya***"Ehm!"Saat aku sedang duduk menikmati secangkir kopi di pagi hari, tiba-tiba ada suara deheman dari arah samping. Tentu saja aku sudah tahu dari nadanya itu. Dia Risma.Aku yang sedang duduk sembari membaca buku yang berjudul soal mantan pun mendadak terganggu. Namun, biar saja kuabaikan. Pura-pura tak dengar saja. Kenapa merasa terganggu? Karena dehemannya itu menyentuh telinga sekali. Seperti di sengaja."Ehm! Yang mau pengantinan. Di rumah aja nih? Gak belanja ya? Kapan belanjanya? Kok gak kelihatan? Setelah pulang kerja ada aja di rumah."Benar saja, Risma nyeletuk lagi di halaman rumahnya sambil melirik ke arahku. Kerjaan dia sepertinya tak ada lagi selain membuat telinga orang sakit.Tapi, mumpung moodku sedang bagus, biar saja kulayani dia. Apa sebenarnya yang ingin dia katakan?"Eh, Risma? Sini, mau ikut ngopi?" tawarku pura-pura manis.Dia malah mendelikkan mata. "Hemh, gaya sok orang kaya. Pagi-pagi ngopi sambil baca buku. Kerjaan di rumah udah beres belum?" p
"Eh, tunggu! Kamu belum jawab! Kamu beneran itu mobil kamu nyicil atau bagaimana? Kenapa kamu gak bawa mobilnya ke sini?" cecarnya beralih tema. Hal yang sepertinya membuat dia penasaran karena gayaku dulu berbeda dengan sekarang."Memangnya kenapa?" balasku."Ya, aku harus tahu jawabannya dong. Apa mau aku gosipin kamu pesugihan?" lontarnya dengan kata-kata yang bodoh. Di jaman serba canggih seperti ini dia terus saja terpikir pesugihan."Em, kamu sepertinya enggak usah tahu deh, Ris. Aku takutnya nanti kamu ngiri lagi."Seketika bola mata Risma melebar sembari mengulum emosi. Kalau tadi dia menjawab aku tak usah tahu, oke, dia pun tak harus tahu, apalagi masalah kendaraan. Dia pikir aku tak bisa membalasnya?"Sombong sekali kamu ya?" lontarnya seperti terbakar api emosi."Kalau menurut kamu aku sombong, enggak apa-apa. Bukan urusanku. Tapi kamu perlu tahu, yang nggak boleh itu, sombong dengan hal yang nggak benar kamu miliki dan enggak benar dengan kenyataannya. Contoh, cuma karyawa
PoV Maya***"Oh, jadi kamu Mas biang kerok semua ini? Aku gak nyangka kamu begini ya Mas!" Aku begitu marah. Wajahnya memerah nanar menatap pria itu."Arkh, apaan kalian, dasar tukang tuduh!" Dia itu berdecak. Dia berdalih dan tidak mengakui hal yang sebenarnya terjadi.Kami sekarang sedang berada di sebuah tempat. Dimana sekarang di sini kami sudah berhadapan dengan Mas Diwan yang ternyata memang biang kerok dari semuanya.Di sini juga tidak hanya ada aku dan suami juga anak buahku. Tapi di sini juga ada Hans yang baru saja datang. Aku sengaja ingin memperlihatkan kepadanya kalau anak buahnya selama ini telah melakukan hal yang buruk.Mas Diwan mencuri identitas dirinya untuk menerorku. Dan seakan-akan Hans lah yang ingin menggencarkan rumah tanggaku bersama Mas Yoga. Pijit sekali kelakuannya.Plak!Sebuah tamparan mendarat di pipi nya Mas Diwan oleh telapak tanganku. Mas Yog
Dada omah mundur ke belakang. Bibirnya tertarik ke atas seperti tak mengindahkan apa yang aku duga. "Ya ampun, Yoga. Kamu menduga istrimu itu hanya jadi korban orang lain? Takut itu kah kamu istri kamu pergi? Pasti benar, dia itu sudah selingkuh. Kamu ini kok kaya melindungi banget istri kamu?" Dugaanku benar, Oma menyalahkan istriku."Bukan begitu, Oma. Tapi aku sama Mas Yoga juga sedang menyelidiki siapa orang yang selalu meneror aku dengan barang-barang seperti ini. Aku benar-benar enggak tahu, Oma, aku yakin ini ada unsur disengaja." Istriku mendekat membela dirinya.Aku coba meredam kemarahan Oma. "Oke, Oma tenang dulu. Jangan marah-marah dulu. Sekarang Yoga sama Maya mau ke kamar dulu. Ada hal yang ingin kita bicarakan.""Nah, itu bagus!" Oma setuju, "pasti kamu ingin memarahi dia kan? Bagus itu, ayok sana. Jangan pernah mau kalah sama istrimu. Nanti dia bakal kebiasaan," tandas Oma.Istriku masih terus rerpojok
PoV Yoga***"Semua informasinya sudah aku kirim lewat email."Pesan masuk setelah aku keluar dari ruang meeting. Temanku yang detektif ini menjanjikan waktu sebentar, tapi karena katanya dia ada meeting penting sehingga pekerjaannya dia tunda dulu. Dan baru sekarang dia mengirimkan semuanya. Katanya sudah lewat email.Aku Pun bergegas menuju ruang bekerja. Membuka laptop dan segera mencari tahu informasi terbaru yang masuk lewat email yang yang aku pakai untuk mendapatkan informasi darinya.Tanpa basa-basi aku pun segera membaca dan melihat bukti lokasi yang telah temanku itu selidiki.Degh!Aku kaget ketika dua nomor yang berbeda itu ternyata berada di lokasi yang sama. Bahkan bukan berdekatan, tapi memang di titik yang sama.Satu Nomor dengan identitas bernama Diwan. Dan satu lagi nomor atas nama Hans. Aku malah semakin bingung, jangan-jangan dugaan istriku benar, kalau Diwan lah yang memanfaatkan situasi ini untuk meneror istriku. Tapi apa maksud dan tujuannya?Ku tanya lagi kepad
PoV Yoga***[Maaf, kita belum bisa bertemu. Aku hanya bisa mengagumimu tanpa bisa melihatmu. Kita ini berada di posisi yang masih salah. Aku punya istri dan kamu pun punya. Aku hanya berharap suatu saat kita bersatu]Wajah istriku saat ini benar-benar murung dan ketakutan. Dia pasti berpikir kalau aku akan marah. "Mas, sumpah aku nggak tahu lho Mas salah orang ini," resahnya.Aku berusaha percaya. "Oke, sudah jelas kalau orang itu benar-benar menginginkan kamu. Tapi identitasnya terus saja dia sembunyikan.""Mas, aku yakin, ini adalah kerjaan seseorang untuk menghancurkan rumah tangga kita saja. Sumpah, aku gak tahu soal ini." Kekeh istriku seperti meresahkan pikiranku saat ini.Kami berdua diam. Namun, tiba-tiba istriku mengatakan kalau dia memiliki sebuah ide. "Mas!" Dia membuyarkan lamunanku. "Ada apa?" tanyaku.Dia malah mondar-mandir. "Gini nih, Mas, aku kok jadi suuzon kalau
PoV Yoga***"Selidikku siapa Diwan yang dimaksud oleh Hans. Saya mau kabar sebelum 24 jam!" titahku pada orang suruhan.Mereka langsung sigap mengiyakan.Aku ingin tahu nama Diwan yang disebut Hans. Mungkin saja dia adalah Diwan yang sama dengan suaminya Risma.Dari kantor dia resign katanya ingin buka usaha, tapi setelah aku telusuri ternyata Diwan tidak buka usaha di rumah. Kata ibunya istriku Diwan itu seperti masih kerja kantoran.Aku ingin segera clear kan masalah ini. Keresahan hati mengenai Hans yang ingin merebut istriku ini harus segera aku pecahkan saat ini juga. Jangan sampai ada kesalahpahaman diantara kita yang terlalu jauh.Di menit kemudian tiba-tiba ponselku berdenting. Setelah melihat nama yang tertera di nomor panggilan yang masuk, ternyata dia adalah istriku.Segera aku menjawabnya. "Ya, Sayang?" sapaku lebih dulu."Mas, aku ada kabar dari sese
Ternyata Hans sedang ada masalah keluarga. Mungkinkah dia bermasalah dengan istrinya sehingga ingin mendapatkan istriku? Benar saja dia barusan menyanjung istriku tanpa ada rasa resah."Semoga rumah tangga kalian kembali membaik ya," ujarku mengharapakan."Ya, semoga. Terima kasih."Lumayan lama berbincang-bincang ke sana-kemari. Bahkan kami juga membahas bisnis yang sedang berjalan. Namun, karena sudah pukul sebelas, aku pun gegas kembali ke kantor. Cukup untuk hari ini menjadi detektif secara langsung tanpa Hans sadari. Karena aku yakin, dia tak akan sadar kalau kecurigaan hati ini jatuh padanya. Entah kalau dia sudah tahu semuanya, sehingga dia seakan-akan memperlihatkan tak sedang terjadi sesuatu di depanku.***Saat makan siang aku ijin pada istri untuk bertemu dengan dua rekan. Yang satunya baru tiba dari luar negeri setelah pergi selama empat bulan lamanya. Dia melanjutkan studi di sana."Halo, Will, apa kabar?" Aku m
PoV Yoga***Dia seperti gelisah setelah berkali-kali melirikku. "Oh, ya, it's oke. Em, diantar siapa kemari? Em, ya, duduk, duduk!" Ia nampak salah tingkah lagi. Hal yang membuat hatiku jadi tidak nyaman bila dia begini. "Resepsionis yang mengantarkan." Aku menjawab sembari duduk di sofa."Oh iya." Ia manggut dengan bola mata tak henti bergerak.Aku semakin curiga dengan ekspresinya. "Sepertinya Pak Hans sedang gelisah sekali? Ada hal buruk 'kah?" Bola matanya tak menatapku fokus. Semuanya membuatku semakin penasaran. Kenapa aku menduga dialah yang akan merusak rumah tanggaku. Untuk apa juga dia pindah rumah ke tempat yang dekat dengan rumahku? Tapi aku tak bisa suudzon begini. Harus benar-benar dicari bukti terlebih dahulu."Em, ada hal yang teramat pentingkah hingga langkah Pak Yoga sampai kemari?" tanyanya begitu resah. Tapi ada sandiwara persembunyian di baliknya."Oh tak ada apa-apa. Kebetulan saya hari
Betapa kagetnya aku, ada KTP rekan bisnisku di layar. Dengan jelas kutatap foto dan juga nama lengkap. Benar sekali, tak ada yang salah."Hans Putra Baskhara," batinku kaget.Aku zoom kembali lebih detail. Aku juga melihat lagi file lain, siapa tahu salah buka, ternyata tidak. Benar-benar identitas Hans kudapat.Ada sosial media juga yang terpaut dengan nomor asing itu. Semua wajah rekan bisnisku. Ini benar-benar membuatku bertanya-tanya. Bukankah kemarin Risma memalsukan atas nama Hans? Lalu istriku menyelidiki hingga identitas Risma dan suaminya itu terbukti? Sekarang?Apa mungkin ini bukti palsu? Gegas kuhubungi kembali si orang suruhan. Dia yakin 100%, data yang ia dapat dari nomor tersebut itu benar. Tidak ada yang keliru. Aku jadi geleng-geleng kepala. Setelah dipikir-pikir, hari ini lebih baik aku datang pada Hans. Perusahaan cabangnya yang baru berdiri itu akan kuhampiri. Mungkin dia bisa memberikan penjelasan atas semu
PoV Yoga***Sekarang di rumah ada Oma. Ia katanya ingin tinggal di sini sampai istriku melahirkan nanti. Biasalah, orang tua selalu banyak sekali aturan dan juga soal pantrangan. Kupikir dulu dia juga melakukan hal yang sama pada anak dan cucunya, dan sekarang istriku. Oma akan berada di sini untuk menjaga istri dan jabang bayiku. Mungkin lebih ke ingin menemani.Itu kata Oma, yang aku pikir di sini Oma lebih ke menginginkan peraturan baru. Dia sepertinya ingin mencaritahu bagaimana istriku kesehariannya lebih detail. Kutahu, Oma selalu menginginkan semua hal itu sempurna.Di sisi lain datangnya Oma membuatku gembira. Jadinya, aku juga bisa melihat dan menjaga dia lebih dekat lagi. Bukan hanya bertemu setahun sekali atau dua kali saja.Usianya sudah sepuh sekali. Kalau tak salah, sudah lebih dari 78 tahunan. Begitu katanya. Dengan usia demikian, dia masih mampu berjalan tegap walaupun tak secepat sewaktu masih muda. Kadang aku berpikir,