"Kamu sebenarnya kalau ke sini terus hanya untuk debat ya, Mas, mending kamu enggak usah ke sini. Kalau kamu mau kasih apa-apa ke Arya, jangan basa-basi dulu ke aku. Kasih aja kenapa? Kamu semakin lama semakin merendahkan aku ya? Sekarang cepat pergi atau aku lapor Pak RT."Wah, sepertinya benar, hubungan mereka tak baik. Ada perdebatan hingga kini Maya masuk menutup pintu dengan keras seperti dibanting.Sepertinya Mas Anang kecewa dan kesal sekali. Ini kesempatan bagiku. Aku harus mendekati dirinya segera.Dengan cepat rambut dan pakaian kurapikan untuk mencuri pandangannya."Eh, Mas? Tunggu, Mas?"Aku mencegah Mas Anang yang akan segera pulang dan sawi inu hendak masuk ke mobil mewahnya. Dia pun menoleh dengan kesal."Siapa kamu? Ada apa?" tanyanya.Ini pria lumayan kelas ikan Mas. Sepertinya kalau aku dekati, lumayan. "Ehm, gini, Mas. Saya tadi lihat Mas dicampakkan oleh Maya. Saya prihatin sekali. Padahal Mas itu tampan, kaya raya dan baik."Aku berusaha cari perhatian sembari memp
PoV Risma***Aku tak boleh lengah, Mas Diwan harus dibuntuti, jangan sampai dia tergoda janda kembang dan sok boncengin. Lagian aku heran, baju saja sok cakep, tapi jalan kaki. Sepertinya Mas Diwan sudah sampai depan. Ekornya masih kulihat. Maksudnya, tas yang ia gendong. Bukan ekor monyet."Mbak? Lagi apa?"Tiba-tiba tetangga menepuk pundakku yang sedang ngendap-ngendap melihat Mas Anang yang akan menyeberang toleh kiri kanan. Dia sepertinya sendiri."Eh, Mbak Wina. Itu, saya mau lihatin suami saya. Takutnya digangguin janda gatal bekas pacarnya. Takutnya di belakang saya ada yang ikut nebeng!" jawabku agak sedikit meledek.Karena kami sudah saling kenal sejak dulu, jadi tak canggung lagi. Meskipun baru beberapa hari kembali, tapi kenal sudah sejak dulu."Siapa?" ujarnya heran menautkan kedua alis."Itu, janda sebelah rumah," hajarku."Eh, maksudnya Mbak Maya?" Dia pun sudah menduga. Memang si Maya itu pasti janda hot di gang ini. Belum aku menjawab pun dia sudah tahu."Ya, siapa
"Ada apa ini?"Tiba-tiba istri Cing Saleh keluar. Dia hampiri aku yang sedang adu mulut dengan ponakannya."Enggak tahu, Cing. Dia ini sengaja masuk ke halaman rumah ini hanya untuk menghinaku saja. Ya sudah, Maya pamit, Cing!" Maya malah dengan santai nyelonong masuk ke dalam mobil tanpa menghiraukanku lagi. Belagu sekali dia."Iye, hati-hati." Kini tatapan istri Cing Shaleh beralih padaku."Ya sudah, pegi loe! Loe bikin rusuh! Anak baru juga! Sejak dulu loe memang suka cari ribut. Sama kayak emak loe di seberang sana!" Jleb!Istri Cing Shaleh malah memakiku. Dasar tua!"Heh, biasa aja dong, Cing! Ncing gitu amat! Lagian nih ya, jaman sekarang masih ada pesugihan. Bisa aja si Maya ponakan Ncing ini pesugihan!""Sembarangan loe ngomong! Mulut ape comberan tuh hah!" Gagang sapu menunjuk mulutku. Dasar orang tua kurang sehat.TidtSuara klakson mobil yang dikendarai Maya membuatku seketika loncat. Hampir saja aku tersenggol! Sombong sekali.Sekarang mobil yang ia tumpangi telah kelu
PoV Maya***"Ehm!"Saat aku sedang duduk menikmati secangkir kopi di pagi hari, tiba-tiba ada suara deheman dari arah samping. Tentu saja aku sudah tahu dari nadanya itu. Dia Risma.Aku yang sedang duduk sembari membaca buku yang berjudul soal mantan pun mendadak terganggu. Namun, biar saja kuabaikan. Pura-pura tak dengar saja. Kenapa merasa terganggu? Karena dehemannya itu menyentuh telinga sekali. Seperti di sengaja."Ehm! Yang mau pengantinan. Di rumah aja nih? Gak belanja ya? Kapan belanjanya? Kok gak kelihatan? Setelah pulang kerja ada aja di rumah."Benar saja, Risma nyeletuk lagi di halaman rumahnya sambil melirik ke arahku. Kerjaan dia sepertinya tak ada lagi selain membuat telinga orang sakit.Tapi, mumpung moodku sedang bagus, biar saja kulayani dia. Apa sebenarnya yang ingin dia katakan?"Eh, Risma? Sini, mau ikut ngopi?" tawarku pura-pura manis.Dia malah mendelikkan mata. "Hemh, gaya sok orang kaya. Pagi-pagi ngopi sambil baca buku. Kerjaan di rumah udah beres belum?" p
"Eh, tunggu! Kamu belum jawab! Kamu beneran itu mobil kamu nyicil atau bagaimana? Kenapa kamu gak bawa mobilnya ke sini?" cecarnya beralih tema. Hal yang sepertinya membuat dia penasaran karena gayaku dulu berbeda dengan sekarang."Memangnya kenapa?" balasku."Ya, aku harus tahu jawabannya dong. Apa mau aku gosipin kamu pesugihan?" lontarnya dengan kata-kata yang bodoh. Di jaman serba canggih seperti ini dia terus saja terpikir pesugihan."Em, kamu sepertinya enggak usah tahu deh, Ris. Aku takutnya nanti kamu ngiri lagi."Seketika bola mata Risma melebar sembari mengulum emosi. Kalau tadi dia menjawab aku tak usah tahu, oke, dia pun tak harus tahu, apalagi masalah kendaraan. Dia pikir aku tak bisa membalasnya?"Sombong sekali kamu ya?" lontarnya seperti terbakar api emosi."Kalau menurut kamu aku sombong, enggak apa-apa. Bukan urusanku. Tapi kamu perlu tahu, yang nggak boleh itu, sombong dengan hal yang nggak benar kamu miliki dan enggak benar dengan kenyataannya. Contoh, cuma karyawa
PoV Yoga***Nama lengkapku Volando Yoga Halilintar. Putra kedua dari pasangan orang tua yang begitu menyayangiku dengan cara mereka sendiri.Dua saudaraku laki-laki dan perempuan. Yang pertama Mas Dimas, dia sudah beristri dan sudah memiliki momongan pula. Bisnis di bidang travel dan juga pemilik beberapa tempat wisata.Yang paling bontot itu adikku yang bernama Mia. Dia masih berada di bangku kuliah masuk ke fakultas yang ia inginkan sendiri, yaitu menjadi seorang design interior.Kami, tiga anak sudah diarahkan ke bidang yang kami kuasai masing-masing. Orang tua selalu memfasilitasi. Anehnya, tak ada satu anak pun yang ingin terjun untuk mengabdi pada negara. Seperti menjadi guru, dosen, PNS, atau yang lainnya. Mungkin karena sejak kecil kami hanya mengenal dunia usaha saja.Tentu banyak sekali hal yang bisa aku ceritakan tentang keluarga. Tapi, ini yang paling terpenting dalam seja
PoV YogaHal yang benar bagiku. Ketika diliputi cinta, apapun dan bagaimanapun, dunia serasa milik berdua. Tapi, mampukah kita masih ada dalam lingkaran kasih sayang saat ada badai melanda?Saat ini kutatap binar wajah sang Ibu yang di bola matanya mulai memunculkan bulir-bulir bening. Tapi tak sampai jatuh."Mah, apa menurut Mama aku begitu?" ucapku sendu dengan perasaan was-was. Ia tersenyum. "Yang tahu hanya hati kamu, Nak. Andai Mama bisa robek dadamu untuk lihat hatimu, baru Mama tahu. Mama cerita ini supaya kamu bisa dapat pelajaran dari pengalaman Mama. Tak ada wanita yang ingin menjadi seorang janda. Bahkan, Mama juga melihat sepertinya Maya tidak pernah memaksakan ingin dinikahi kamu. Jadi, kamulah yang harus bertanggung jawab atas pilihanmu. Menjaga hati wanita itu nampak mudah, tapi saat kondisi kurang stabil, pikiran itu kadang didominasi oleh emosi. Ingat, jangan pernah bicara banyak saat emosi kalau kamu tak mampu. Bisa saja itu han
PoV Yoga"Eh, ayok! Ayok!" Mama dengan riweuh keluar lebih dulu dengan Papa. Aku sekarang masih meluangkan waktu untuk menatap bayangan wajah di cermin. Kupikir siapa, ternyata itu aku. Dia, adalah si lajang yang sebentar lagi akan mengakhiri statusnya."Permisi, Mas. Mari! Kita akan segera berangkat!"Tim sudah memintaku untuk beranjak. Kakak dan adikku sepertinya juga sudah menunggu di mobil. Tak lupa para grooms juga, mereka yang akan menemaniku nanti.***Langkah kaki telah kubawa turun dari kendaraan yang dihias dengan bunga-bunga. Perlahan, kuinjakkan sepatu di lantai marmer untuk memasuki gedung.Banyak sekali tamu di luar yang baru saja datang dan yang sedang menunggu kedatanganku. Pastinya, calon istriku sudah ada di dalam sana.Para wartawan juga menyempatkan untuk mengabadikan momen ini, fotografer wedding pun hampir saja kalah.Belum juga bertemu dengan calon istri, dadaku sudah naik turun tak karuan