PoV Yoga
Hal yang benar bagiku. Ketika diliputi cinta, apapun dan bagaimanapun, dunia serasa milik berdua. Tapi, mampukah kita masih ada dalam lingkaran kasih sayang saat ada badai melanda?Saat ini kutatap binar wajah sang Ibu yang di bola matanya mulai memunculkan bulir-bulir bening. Tapi tak sampai jatuh."Mah, apa menurut Mama aku begitu?" ucapku sendu dengan perasaan was-was.Ia tersenyum. "Yang tahu hanya hati kamu, Nak. Andai Mama bisa robek dadamu untuk lihat hatimu, baru Mama tahu. Mama cerita ini supaya kamu bisa dapat pelajaran dari pengalaman Mama. Tak ada wanita yang ingin menjadi seorang janda. Bahkan, Mama juga melihat sepertinya Maya tidak pernah memaksakan ingin dinikahi kamu. Jadi, kamulah yang harus bertanggung jawab atas pilihanmu. Menjaga hati wanita itu nampak mudah, tapi saat kondisi kurang stabil, pikiran itu kadang didominasi oleh emosi. Ingat, jangan pernah bicara banyak saat emosi kalau kamu tak mampu. Bisa saja itu hanPoV Yoga"Eh, ayok! Ayok!" Mama dengan riweuh keluar lebih dulu dengan Papa. Aku sekarang masih meluangkan waktu untuk menatap bayangan wajah di cermin. Kupikir siapa, ternyata itu aku. Dia, adalah si lajang yang sebentar lagi akan mengakhiri statusnya."Permisi, Mas. Mari! Kita akan segera berangkat!"Tim sudah memintaku untuk beranjak. Kakak dan adikku sepertinya juga sudah menunggu di mobil. Tak lupa para grooms juga, mereka yang akan menemaniku nanti.***Langkah kaki telah kubawa turun dari kendaraan yang dihias dengan bunga-bunga. Perlahan, kuinjakkan sepatu di lantai marmer untuk memasuki gedung.Banyak sekali tamu di luar yang baru saja datang dan yang sedang menunggu kedatanganku. Pastinya, calon istriku sudah ada di dalam sana.Para wartawan juga menyempatkan untuk mengabadikan momen ini, fotografer wedding pun hampir saja kalah.Belum juga bertemu dengan calon istri, dadaku sudah naik turun tak karuan
PoV Anang***"Anang! Ayok kita berangkat!" Ibu sudah riweuh mengajak ke kondangan. Sebenarnya yang diundang ke pesta bos besar hanya aku dan pasangan saja. Kalau kuselipkan Ibu mungkin juga tak apa-apa."Bentar, Bu!"Aku pura-pura sibuk padahal masih terus berpikir, lebih baik ke pesta bos dulu atau ke nikahan Maya. Hati ini benar-benar bimbang. Entah kenapa mendengar mantan istri menikah malah ada keresahan seperti ini."Bu, gimana kalau kita ke nikahan Maya dulu saja! Jalannya juga searah. Aku ingin tahu, sebagus apa sih pestanya!" ucapku dengan nada meledek.Ibuku malah kaget. "Hah? Oh iya Ibu hampir lupa kalau mantan menantu juga menikah hari ini ya? Memangnya kenapa jalannya sama? Bukankah rumah si Maya itu bukan ke arah sana ya?" heran Ibu."Iya, Bu. Dia resepsi sewa gedung!" jawabku agak lumayan kesal, tapi ini bukan cemburu.
POV Anang***"Iya. Katanya di resto mewah depan sana."Sindy teramat kaget. "Hah? Di resto mewah, Mas? Yang bener?" Kekagetan Sindy sekarang sudah basi. Tapi memang di depan kami ada banyak sekali petugas yang mengatur lalu lintas. Sepertinya sedang hajatan pernikahan juga. Dan setelah kuselidiki juga kutoleh papan iklan, ternyata memang itu resto mewah yang dimaksud di buku undangan Maya."Sayang, apa itu ya? Mantan istriku menikah di sana? Kok alamatnya sama yang diberikan orang kantor? Jalan sini juga."Aku benar-benar teramat keheranan. Kenapa bisa lokasi yang dikirimkan oleh karibku tadi ada di jalan ini pula. "Oh, atau mungkin memang pesta pemilik saham terbesar perusahaaan tempat kamu kerja di resto itu, Mas? Itu 'kan mewah banget, sepertinya pengawalan pun ketat. Seperti ada pejabat-pejabat gitu."Tunggu, mendengar komentar Sindy entah kenapa otakku jadi bingung. "Tapi, i
"Pak Bos?" Dia juga menyapa bos kami."Baiklah, ayok masuk! Saya dan istri duluan!"Saat ucapan pamit terlontar dari mulut bos, entah kenapa jantungku malah berdegup kencang. Ini pernikahan mantan istriku, kenapa mereka ada di sini?"Eh, Pak Wisnu kenapa ada di sini juga ya? Diundang juga sama mantan istri saya?" tanyaku segera karena heran. Berharap saja mereka diundang oleh majikan si Yoga."Loh, Pak Anang bagaimana? Ya kita 'kan diundang. Seluruh petinggi perusahaan kita itu diundang 'kan? Pak Anang ke sini untuk hadiri pernikahan Pak Lintar 'kan?"Jleb!Kedua bola mataku melebar sembari melempar pertanyaan lewat mimik wajah dengan Ibu juga Sindy."P–Pak–Pak Lin–Lintar?" Aku tergugup setengah mati.Anehnya, Pak Wisnu dan istri malah manggut-manggut. "Ya. Memang kenapa? Maksud Pak Anang mantan istri itu bagaimana ya?" herannya mele
PoV Risma***"Sayang, apa kita lebih baik ke pernikahan tetangga dulu. Aku gak enak," kata Mas Diwan padaku. Alasan saja sepertinya, dia ingin melihat mantan bersanding dengan pria lain. "Alah, Mas, biarin aja dulu. Searah ini 'kan? Kita ke tempat nikahan bos kamu dulu saja. Pasti makanan di sana itu enak-enak dan berkelas banget, Mas. Jangan sampai perut kenyang di tempat yang menyajikan makanan murahan. CK!" Aku berdecak sampai Mas Diwan geleng-geleng kepala.Oh ya, selama pindah, aku belum pernah melihat pacarnya Maya kemari. Apa aku yang tak tahu ya? Atau, jangan-jangan sebenarnya mereka tak saling cinta. Bisa jadi juga Maya itu dimadu. Dia rebut suami orang lain demi harta. Wah, ini perlu diviralkan."Kamu ini gitu amat sama Maya. Jangan gitu ah!" protesnya.Dia sepertinya ingin melihat bola mata permaisurinya keluar. "Mas Diwan!" Aku mengeratkan dua rahang tanda kesal.Seketika ia pun meralat perkataannya. "Iya, iya. Ayok! Tapi amplopnya cuma lima puluh ribu gak apa-apa?" ucap
PoV Risma***"Mas! Di sini resepsinya?" ujarku heran setelah Mas Diwan memarkir motor bututnya. Kedua bola mataku tercengang melihat keeleganan pesta sang bos. Dari luar saja sudah banyak tamu-tamu konglomerat. Di parkiran mobil yang terlihat semuanya mobil mewah. ~kom komala~Sejenak kurogoh ponsel dari tas kecil yang harganya lima ratus ribu. Kuabadikan dulu momen ini sendiri karena Mas Diwan tak mau diajak.Ckrek!Beres sudah foto-foto di parkiran ini. Tak apa-apa di barisan motor, yang penting yang kutangkap ada mobil mewahnya di kejauhan. Nanti akan aku posting bersama lokasinya juga, supaya orang-orang tahu aku menghadiri pesta orang kaya.Kini bola mataku beralih fokus. Degh!Entah mengapa perasaanku tidak enak sekali. Dari plang yang tertera, di situ ada nama sebuah restoran mewah. Yang aku kagetkan, ini seperti nama resto tempat resepsi si Maya. Atau ada dua resto bernama sama? Oh, ya, mungkin ada resto yang sama kelas mininya."Ayok!" Mas D
PoV Author***Saat ini Risma dengan sang suami sedang mematung kaget melihat sepasang pengantin. Begitupun dengan Anang dan Sindy, keduanya masih terbelalak tanpa berkedip melihat orang yang selama ini mereka hina."Mas, ini kok bisa begini, Mas! Kita nggak mimpi 'kan?" Sindy terus merengek di samping Anang. Keberadaan mereka kini menghalangi lajunya para tamu undangan."Tidak, kenapa ini bisa begini? Anang! Jadi mantan istrimu menikahi pemegang saham terbesar di perusahaanmu!" celetuk ibu Anang dengan penuh keresahan. Ada rasa kecewa di dalam hatinya karena niat pamer pada mantan besan kini kandas.Alih-alih menjawab kini Anang hanya mampu terdiam berkali-kali mengatur napas. Ia begitu syok berat tak mampu berkata-kata lagi. Apa yang dia rencanakan untuk mempermalukan mantan istri gugurlah sudah. Ada rasa cemburu muncul di hati seorang Anang saat melihat sang mantan bermesraan
PoV Author***"Pak, tapi …."Anang berusaha menolak, namun bos terus memaksa. "Ayoklah, Pak Anang. Saya tahu Anda bukan tipikal orang yang alergi lighting kamera. Ayok!" Bos terus memaksa general manajernya. Sedangkan petinggi perusahaan Mandala Corps lainnya sudah berdiri semua siap berfoto.Apa yang mampu Anang lakukan lagi. Ditemani tatapan sayup dan kasihan dari sang ibu dan sang pacar ia pun dengan berat hati melangkahkan kaki naik ke pelaminan.Sejak langkah pertama kaki Anang menginjak pelaminan, saat itu juga fokus sepasang pengantin tertuju pada Anang."Hemh, Mas Anang!" ucap Maya dalam hati merasa kalau dirinya telah berhasil membuat mantan mati kutu. "Pucat sekali wajahmu, Mas, Mas!" batin Maya lagi-lagi berkata. Saat ini Yoga dan Maya menatap langkah demi langkah pergerakan Anang yang mulai mendekat bersama seluruh jajaran.Ternyata yang lain juga belum mengucapkan selamat,
PoV Maya***"Oh, jadi kamu Mas biang kerok semua ini? Aku gak nyangka kamu begini ya Mas!" Aku begitu marah. Wajahnya memerah nanar menatap pria itu."Arkh, apaan kalian, dasar tukang tuduh!" Dia itu berdecak. Dia berdalih dan tidak mengakui hal yang sebenarnya terjadi.Kami sekarang sedang berada di sebuah tempat. Dimana sekarang di sini kami sudah berhadapan dengan Mas Diwan yang ternyata memang biang kerok dari semuanya.Di sini juga tidak hanya ada aku dan suami juga anak buahku. Tapi di sini juga ada Hans yang baru saja datang. Aku sengaja ingin memperlihatkan kepadanya kalau anak buahnya selama ini telah melakukan hal yang buruk.Mas Diwan mencuri identitas dirinya untuk menerorku. Dan seakan-akan Hans lah yang ingin menggencarkan rumah tanggaku bersama Mas Yoga. Pijit sekali kelakuannya.Plak!Sebuah tamparan mendarat di pipi nya Mas Diwan oleh telapak tanganku. Mas Yog
Dada omah mundur ke belakang. Bibirnya tertarik ke atas seperti tak mengindahkan apa yang aku duga. "Ya ampun, Yoga. Kamu menduga istrimu itu hanya jadi korban orang lain? Takut itu kah kamu istri kamu pergi? Pasti benar, dia itu sudah selingkuh. Kamu ini kok kaya melindungi banget istri kamu?" Dugaanku benar, Oma menyalahkan istriku."Bukan begitu, Oma. Tapi aku sama Mas Yoga juga sedang menyelidiki siapa orang yang selalu meneror aku dengan barang-barang seperti ini. Aku benar-benar enggak tahu, Oma, aku yakin ini ada unsur disengaja." Istriku mendekat membela dirinya.Aku coba meredam kemarahan Oma. "Oke, Oma tenang dulu. Jangan marah-marah dulu. Sekarang Yoga sama Maya mau ke kamar dulu. Ada hal yang ingin kita bicarakan.""Nah, itu bagus!" Oma setuju, "pasti kamu ingin memarahi dia kan? Bagus itu, ayok sana. Jangan pernah mau kalah sama istrimu. Nanti dia bakal kebiasaan," tandas Oma.Istriku masih terus rerpojok
PoV Yoga***"Semua informasinya sudah aku kirim lewat email."Pesan masuk setelah aku keluar dari ruang meeting. Temanku yang detektif ini menjanjikan waktu sebentar, tapi karena katanya dia ada meeting penting sehingga pekerjaannya dia tunda dulu. Dan baru sekarang dia mengirimkan semuanya. Katanya sudah lewat email.Aku Pun bergegas menuju ruang bekerja. Membuka laptop dan segera mencari tahu informasi terbaru yang masuk lewat email yang yang aku pakai untuk mendapatkan informasi darinya.Tanpa basa-basi aku pun segera membaca dan melihat bukti lokasi yang telah temanku itu selidiki.Degh!Aku kaget ketika dua nomor yang berbeda itu ternyata berada di lokasi yang sama. Bahkan bukan berdekatan, tapi memang di titik yang sama.Satu Nomor dengan identitas bernama Diwan. Dan satu lagi nomor atas nama Hans. Aku malah semakin bingung, jangan-jangan dugaan istriku benar, kalau Diwan lah yang memanfaatkan situasi ini untuk meneror istriku. Tapi apa maksud dan tujuannya?Ku tanya lagi kepad
PoV Yoga***[Maaf, kita belum bisa bertemu. Aku hanya bisa mengagumimu tanpa bisa melihatmu. Kita ini berada di posisi yang masih salah. Aku punya istri dan kamu pun punya. Aku hanya berharap suatu saat kita bersatu]Wajah istriku saat ini benar-benar murung dan ketakutan. Dia pasti berpikir kalau aku akan marah. "Mas, sumpah aku nggak tahu lho Mas salah orang ini," resahnya.Aku berusaha percaya. "Oke, sudah jelas kalau orang itu benar-benar menginginkan kamu. Tapi identitasnya terus saja dia sembunyikan.""Mas, aku yakin, ini adalah kerjaan seseorang untuk menghancurkan rumah tangga kita saja. Sumpah, aku gak tahu soal ini." Kekeh istriku seperti meresahkan pikiranku saat ini.Kami berdua diam. Namun, tiba-tiba istriku mengatakan kalau dia memiliki sebuah ide. "Mas!" Dia membuyarkan lamunanku. "Ada apa?" tanyaku.Dia malah mondar-mandir. "Gini nih, Mas, aku kok jadi suuzon kalau
PoV Yoga***"Selidikku siapa Diwan yang dimaksud oleh Hans. Saya mau kabar sebelum 24 jam!" titahku pada orang suruhan.Mereka langsung sigap mengiyakan.Aku ingin tahu nama Diwan yang disebut Hans. Mungkin saja dia adalah Diwan yang sama dengan suaminya Risma.Dari kantor dia resign katanya ingin buka usaha, tapi setelah aku telusuri ternyata Diwan tidak buka usaha di rumah. Kata ibunya istriku Diwan itu seperti masih kerja kantoran.Aku ingin segera clear kan masalah ini. Keresahan hati mengenai Hans yang ingin merebut istriku ini harus segera aku pecahkan saat ini juga. Jangan sampai ada kesalahpahaman diantara kita yang terlalu jauh.Di menit kemudian tiba-tiba ponselku berdenting. Setelah melihat nama yang tertera di nomor panggilan yang masuk, ternyata dia adalah istriku.Segera aku menjawabnya. "Ya, Sayang?" sapaku lebih dulu."Mas, aku ada kabar dari sese
Ternyata Hans sedang ada masalah keluarga. Mungkinkah dia bermasalah dengan istrinya sehingga ingin mendapatkan istriku? Benar saja dia barusan menyanjung istriku tanpa ada rasa resah."Semoga rumah tangga kalian kembali membaik ya," ujarku mengharapakan."Ya, semoga. Terima kasih."Lumayan lama berbincang-bincang ke sana-kemari. Bahkan kami juga membahas bisnis yang sedang berjalan. Namun, karena sudah pukul sebelas, aku pun gegas kembali ke kantor. Cukup untuk hari ini menjadi detektif secara langsung tanpa Hans sadari. Karena aku yakin, dia tak akan sadar kalau kecurigaan hati ini jatuh padanya. Entah kalau dia sudah tahu semuanya, sehingga dia seakan-akan memperlihatkan tak sedang terjadi sesuatu di depanku.***Saat makan siang aku ijin pada istri untuk bertemu dengan dua rekan. Yang satunya baru tiba dari luar negeri setelah pergi selama empat bulan lamanya. Dia melanjutkan studi di sana."Halo, Will, apa kabar?" Aku m
PoV Yoga***Dia seperti gelisah setelah berkali-kali melirikku. "Oh, ya, it's oke. Em, diantar siapa kemari? Em, ya, duduk, duduk!" Ia nampak salah tingkah lagi. Hal yang membuat hatiku jadi tidak nyaman bila dia begini. "Resepsionis yang mengantarkan." Aku menjawab sembari duduk di sofa."Oh iya." Ia manggut dengan bola mata tak henti bergerak.Aku semakin curiga dengan ekspresinya. "Sepertinya Pak Hans sedang gelisah sekali? Ada hal buruk 'kah?" Bola matanya tak menatapku fokus. Semuanya membuatku semakin penasaran. Kenapa aku menduga dialah yang akan merusak rumah tanggaku. Untuk apa juga dia pindah rumah ke tempat yang dekat dengan rumahku? Tapi aku tak bisa suudzon begini. Harus benar-benar dicari bukti terlebih dahulu."Em, ada hal yang teramat pentingkah hingga langkah Pak Yoga sampai kemari?" tanyanya begitu resah. Tapi ada sandiwara persembunyian di baliknya."Oh tak ada apa-apa. Kebetulan saya hari
Betapa kagetnya aku, ada KTP rekan bisnisku di layar. Dengan jelas kutatap foto dan juga nama lengkap. Benar sekali, tak ada yang salah."Hans Putra Baskhara," batinku kaget.Aku zoom kembali lebih detail. Aku juga melihat lagi file lain, siapa tahu salah buka, ternyata tidak. Benar-benar identitas Hans kudapat.Ada sosial media juga yang terpaut dengan nomor asing itu. Semua wajah rekan bisnisku. Ini benar-benar membuatku bertanya-tanya. Bukankah kemarin Risma memalsukan atas nama Hans? Lalu istriku menyelidiki hingga identitas Risma dan suaminya itu terbukti? Sekarang?Apa mungkin ini bukti palsu? Gegas kuhubungi kembali si orang suruhan. Dia yakin 100%, data yang ia dapat dari nomor tersebut itu benar. Tidak ada yang keliru. Aku jadi geleng-geleng kepala. Setelah dipikir-pikir, hari ini lebih baik aku datang pada Hans. Perusahaan cabangnya yang baru berdiri itu akan kuhampiri. Mungkin dia bisa memberikan penjelasan atas semu
PoV Yoga***Sekarang di rumah ada Oma. Ia katanya ingin tinggal di sini sampai istriku melahirkan nanti. Biasalah, orang tua selalu banyak sekali aturan dan juga soal pantrangan. Kupikir dulu dia juga melakukan hal yang sama pada anak dan cucunya, dan sekarang istriku. Oma akan berada di sini untuk menjaga istri dan jabang bayiku. Mungkin lebih ke ingin menemani.Itu kata Oma, yang aku pikir di sini Oma lebih ke menginginkan peraturan baru. Dia sepertinya ingin mencaritahu bagaimana istriku kesehariannya lebih detail. Kutahu, Oma selalu menginginkan semua hal itu sempurna.Di sisi lain datangnya Oma membuatku gembira. Jadinya, aku juga bisa melihat dan menjaga dia lebih dekat lagi. Bukan hanya bertemu setahun sekali atau dua kali saja.Usianya sudah sepuh sekali. Kalau tak salah, sudah lebih dari 78 tahunan. Begitu katanya. Dengan usia demikian, dia masih mampu berjalan tegap walaupun tak secepat sewaktu masih muda. Kadang aku berpikir,