Keesokan paginya….
“Apa kamu yakin nggak mau aku antar pulang?” tanya Revel sekali lagi setelah mereka selesai melakukan aktivitas ranjang yang menguras tenaga di pagi hari.Ya, semalam suntuk mereka berulang kali melakukan hubungan itu, seolah ingin memuaskan diri sebelum kembali beraktivitas hari ini. Bahkan sekarang saja Jill masih berada di dalam pelukan Revel yang begitu nyaman membuat dirinya enggan melepaskan diri. Enggan pergi jauh-jauh dari Revel.“Yakin. Aku nggak mau Alvaro jadi curiga.”“Baiklah, tapi aku ingin kita bertemu seperti ini setiap hari sebelum aku harus kembali ke Melbourne. Bagaimana?” pinta Revel.“Kapan kamu kembali ke Melbourne?”“Senin depan.”“Itu berarti tinggal empat hari lagi,” desah Jill, hatinya langsung merasa sedih saat teringat akan ditinggalkan oleh kekasihnya meski hanya untuk sementara waktu, padahal Jill masih merindukan Revel!Jill tidak peduli meski secara status sudah memiliki suami, tapi yang ada di dalam“Tapi aku harus pulang malam ini. Aku tidak ingin membuat Alvaro curiga kalau kita terlalu sering bertemu,” ujar Jill merasa sedikit bersalah.Jujur saja Jill merasa tidak enak hati karena memperlakukan Revel seperti pria selingkuhannya. Dan mungkin memang benar, karena bukankah dengan mereka bersikap seperti ini sudah bisa dibilang selingkuh? Terlebih kemarin mereka sudah tidur bersama! Hal yang seharusnya tidak boleh Jill lakukan karena dirinya sudah berstatus sebagai istri pria lain, meski terpaksa! Tapi mau bagaimana lagi? Jill pun enggan melepaskan Revel, seperti Revel yang enggan melepaskan Jill. Bukan salah mereka kalau nekat bertindak seperti ini kan? Salahkan Alvaro yang hadir di tengah-tengah mereka dan melakukan hal licik hingga membuat hubungan Revel dan Jill harus berakhir!“Okay, nggak masalah. Aku janji hanya sekedar makan malam. Khusus hari ini aku tidak akan melakukan hal lain,” balas Revel sambil mengedipkan matanya dengan genit, sengaja menggoda
Revel memandang Jill yang makan dengan lahap. Senang karena wanitanya menyukai masakannya, meski sederhana.“Bagaimana rasanya?”“Enak!” jawab Jill dengan mulut penuh, tidak ingin bersikap jaim. Lagipula untuk apa bersikap jaim? Bukankah Revel sudah memahami Jill apa adanya? Tangan Revel terjulur membersihkan noda saus di pinggir bibir Jill.“Makannya pelan-pelan, Baby.”“Abis makanan kamu enak banget. Serius! Aku harus berterima kasih sama orangtua kamu karena udah membesarkan pria seperti kamu,” puji Jill tulus.“Akan ada saatnya kamu bisa mengucapkan rasa terima kasihmu pada orangtuaku.”“Oh ya kapan?” tanya Jill belum memahami arah pembicaraan kekasihnya.“Nanti, saat kita akan menikah di gereja secara resmi!” tegas Revel membuat wajah Jill langsung murung seketika.“Tapi apakah itu mungkin? Jika iya pun kapan?”“Kamu jangan khawatir, aku pasti bisa membereskan masalah Alvaro secepatnya!”“Bagaimana kalau Alvaro begitu licik dan sulit
“Satu tahun? Itu terlalu lama, Pa!” protes Revel.“Mama berpisah dengan Papa kamu aja selama 5 tahun, Revel!” sela Claire cepat.“Itu kan beda kasus, Ma. Itu semua karena Mama melarikan diri dari Papa! Semua itu terjadi murni karena kemauan Mama!” sanggah Revel.“Memang benar, tapi ucapan Papa kamu juga tidak salah, Revel. Sekarang kamu coba pikirkan baik-baik, Jill baru saja resmi menikah dengan Alvaro. Memang, pernikahan mereka tidak dipublikasikan secara resmi, tapi tetap saja berita itu pasti sudah menyebar di antara kalangan pengusaha. Apa jadinya kalau sekarang Papa kamu menjatuhkan perusahaan Alvaro? Dan lagi seperti yang kamu katakan tadi, kamu mau langsung merebut Jill? Publik akan menilai negative tindakan kita. Bisa saja mereka menulis artikel kalau kamu tidak bisa menerima kekalahan dalam percintaan dan bertindak licik! Tidak bisa seperti itu, Revel. Kita harus bermain cerdik!” cerocos Claire panjang lebar.“Tapi…..”“Bersabarlah, Revel. Mama yakin ka
Jill mengusap rahangnya yang masih terasa menyakitkan, wanita itu mengumpat kasar sambil memperhatikan wajahnya di depan cermin, bersyukur karena tidak meninggalkan tanda. Mungkin ada sedikit meski samar, tapi setidaknya Jill bisa menutupinya dengan make up tipis agar tidak ada yang curiga. Terlebih Revel!Pria itu pasti akan sangat murka jika mengetahui apa yang Alvaro lakukan padanya barusan. Dan Jill tidak ingin Revel bertindak gegabah, jadi lebih baik tidak perlu memberitahunya. Jill tidak ingin mengambil resiko, takut Revel nekat membalas perbuatan Alvaro! Tidak, Jill tidak ingin membuat Revel berada dalam kesulitan! Lagipula kenapa Alvaro hanya mencengkeram rahangnya? Harusnya langsung cekik saja, biar pria itu punya predikat sebagai pembunuh! Dasar pengecut!“Alvaro brengsek!” maki Jill lantang, tidak peduli kalau ucapannya dapat didengar oleh pria itu. Jill justru berharap Alvaro mendengarnya dengan jelas! Jill tidak menyangka kalau Alvaro akan menjadi kala
Di rumah Gwen…..Gadis itu menatap ponselnya yang menampilkan chat dari Jessie. Salam perpisahan terakhir sebelum gadis bawel itu kembali ke Amerika.“Thank you karena lo dan Jill udah bersedia jadi teman gue selama disini. Sorry kalau selama ini gue sering bersikap menyebalkan atau sok akrab, tapi jujur gue merasa happy dengan kehadiran kalian. Semoga gue bisa kembali liburan ke Jakarta dan bertemu dengan kalian lagi. Jangan pernah ganti nomor biar gue bisa tetep kepoin lo dan Jill!” beber Jessie dalam chatnya.Gwen hanya membalas seadanya.“Siap, Bawel! Gue juga seneng punya temen baru meski bawel dan terkadang nyebelin kayak lo. Btw safe flight ya!”Gwen baru saja hendak meletakkan ponselnya saat benda itu kembali berdenting. Gwen pikir itu adalah balasan dari Jessie namun ternyata bukan. Ternyata dari Revel.“Gue baru ketemu sama Jill dan rasanya ada yang lagi dia sembunyiin tentang Alvaro. Gue mau minta tolong lo buat cari tau, siapa tau dia mau jujur sa
Beberapa jam kemudian…Gwen menggaruk kepalanya yang tidak gatal, pusing dengan segala macam pekerjaan yang menumpuk di mejanya. Dirinya memang kuliah dengan mengambil jurusan psikologi, tapi karena tidak mungkin langsung buka praktek sebagai konselor yang minimal harus berpendidikan sampai S2, jadi sekarang Gwen harus bersyukur dengan pekerjaannya sebagai staff HRD.“Pantes cari kerja susah, ternyata yang kirim CV banyak banget! Bagus gue udah dapet kerjaan sekarang!” gumam Gwen saat melihat begitu banyak kandidat yang harus diseleksinya dengan teliti. Tidak heran, dengan perusahaan sebesar ini wajar kalau banyak orang yang mau melamar kerja disini. Terlebih lagi perusahaan ini bisa dibilang cukup bergengsi. Gwen bersyukur bisa menjadi salah satu karyawan disini meski baru berstatus sebagai karyawan kontrak! Semoga saja nanti status kontraknya bisa berubah menjadi karyawan tetap! Beginilah nasib mahasiswa yang baru saja lulus, harus berjuang untuk ke jenjang
Matthew memandang sendu pada ponselnya, sudah dua kali mengirim pesan pada Gwen tapi sama sekali tidak ada yang dibalas! Apa Gwen masih marah padanya? Sebegitu besarnya kah kebencian Gwen padanya hanya karena dirinya bersikap tidak tegas?Selama beberapa bulan tinggal di Amerika, Matthew sama sekali tidak bisa melupakan Gwen, bayangan gadis itu malah tampak semakin jelas di matanya. Maka dari itu tadi pagi Matthew memberanikan diri untuk mengirim pesan pada Gwen, tapi malah tidak berbalas! Menyedihkan sekali nasibnya diabaikan seperti ini!‘Gue harus gimana supaya Gwen nggak marah lagi sama gue ya? Nunggu sampe balik ke Jakarta masih lama banget. Minta tolong Revel? Dia juga lagi kuliah di Melbourne!’ batin Matthew jadi frustasi sendiri.“Sabar, Matthew. Nanti juga akan indah pada waktunya,” gumam Matthew menyemangati dirinya sendiri. Sedih bukan? Tapi kalau bukan dirinya sendiri, mau siapa lagi yang memberi semangat? Semua orang sudah begitu sibuk dengan urusannya masin
Di dalam kamar…“Jadi apa yang mengganggu pikiran kamu?”“Bagaimana dengan Jill?” Claire balik bertanya.“Sejauh ini tidak ada masalah. Aku sudah mulai bisa menebak apa yang sedang direncanakan oleh Yosua terhadap perusahaan Edbert.”“Pasti Yosua hendak mengambil alih perusahaan Edbert tanpa sang empunya perusahaan menyadari rencana liciknya kan?”“Bagaimana kamu tau?” tanya Levin heran.“Mudah menebak hal seperti itu, Levin. Terlebih dari dulu aku sudah tau kalau Yosua memang pengusaha yang licik. Tapi kenapa Edbert tidak sadar kalau dirinya sedang dibodohi oleh besannya sendiri?” tanya Claire sambil menggeleng pelan.“Karena Edbert hanya berpikir mengenai suntikan dana yang akan dirinya terima. Sudah hampir dua tahun terakhir ini perusahaan Edbert berada dalam kesulitan, jadi mungkin hal itulah yang membuat Edbert tidak bisa berpikir jernih dan pada saat Yosua menawarkan kerjasama, bahkan suntikan dana yang tidak sedikit jumlahnya membuat Edbert nekat m