Revel memandang Jill yang makan dengan lahap. Senang karena wanitanya menyukai masakannya, meski sederhana.
“Bagaimana rasanya?”“Enak!” jawab Jill dengan mulut penuh, tidak ingin bersikap jaim. Lagipula untuk apa bersikap jaim? Bukankah Revel sudah memahami Jill apa adanya?Tangan Revel terjulur membersihkan noda saus di pinggir bibir Jill.“Makannya pelan-pelan, Baby.”“Abis makanan kamu enak banget. Serius! Aku harus berterima kasih sama orangtua kamu karena udah membesarkan pria seperti kamu,” puji Jill tulus.“Akan ada saatnya kamu bisa mengucapkan rasa terima kasihmu pada orangtuaku.”“Oh ya kapan?” tanya Jill belum memahami arah pembicaraan kekasihnya.“Nanti, saat kita akan menikah di gereja secara resmi!” tegas Revel membuat wajah Jill langsung murung seketika.“Tapi apakah itu mungkin? Jika iya pun kapan?”“Kamu jangan khawatir, aku pasti bisa membereskan masalah Alvaro secepatnya!”“Bagaimana kalau Alvaro begitu licik dan sulit“Satu tahun? Itu terlalu lama, Pa!” protes Revel.“Mama berpisah dengan Papa kamu aja selama 5 tahun, Revel!” sela Claire cepat.“Itu kan beda kasus, Ma. Itu semua karena Mama melarikan diri dari Papa! Semua itu terjadi murni karena kemauan Mama!” sanggah Revel.“Memang benar, tapi ucapan Papa kamu juga tidak salah, Revel. Sekarang kamu coba pikirkan baik-baik, Jill baru saja resmi menikah dengan Alvaro. Memang, pernikahan mereka tidak dipublikasikan secara resmi, tapi tetap saja berita itu pasti sudah menyebar di antara kalangan pengusaha. Apa jadinya kalau sekarang Papa kamu menjatuhkan perusahaan Alvaro? Dan lagi seperti yang kamu katakan tadi, kamu mau langsung merebut Jill? Publik akan menilai negative tindakan kita. Bisa saja mereka menulis artikel kalau kamu tidak bisa menerima kekalahan dalam percintaan dan bertindak licik! Tidak bisa seperti itu, Revel. Kita harus bermain cerdik!” cerocos Claire panjang lebar.“Tapi…..”“Bersabarlah, Revel. Mama yakin ka
Jill mengusap rahangnya yang masih terasa menyakitkan, wanita itu mengumpat kasar sambil memperhatikan wajahnya di depan cermin, bersyukur karena tidak meninggalkan tanda. Mungkin ada sedikit meski samar, tapi setidaknya Jill bisa menutupinya dengan make up tipis agar tidak ada yang curiga. Terlebih Revel!Pria itu pasti akan sangat murka jika mengetahui apa yang Alvaro lakukan padanya barusan. Dan Jill tidak ingin Revel bertindak gegabah, jadi lebih baik tidak perlu memberitahunya. Jill tidak ingin mengambil resiko, takut Revel nekat membalas perbuatan Alvaro! Tidak, Jill tidak ingin membuat Revel berada dalam kesulitan! Lagipula kenapa Alvaro hanya mencengkeram rahangnya? Harusnya langsung cekik saja, biar pria itu punya predikat sebagai pembunuh! Dasar pengecut!“Alvaro brengsek!” maki Jill lantang, tidak peduli kalau ucapannya dapat didengar oleh pria itu. Jill justru berharap Alvaro mendengarnya dengan jelas! Jill tidak menyangka kalau Alvaro akan menjadi kala
Di rumah Gwen…..Gadis itu menatap ponselnya yang menampilkan chat dari Jessie. Salam perpisahan terakhir sebelum gadis bawel itu kembali ke Amerika.“Thank you karena lo dan Jill udah bersedia jadi teman gue selama disini. Sorry kalau selama ini gue sering bersikap menyebalkan atau sok akrab, tapi jujur gue merasa happy dengan kehadiran kalian. Semoga gue bisa kembali liburan ke Jakarta dan bertemu dengan kalian lagi. Jangan pernah ganti nomor biar gue bisa tetep kepoin lo dan Jill!” beber Jessie dalam chatnya.Gwen hanya membalas seadanya.“Siap, Bawel! Gue juga seneng punya temen baru meski bawel dan terkadang nyebelin kayak lo. Btw safe flight ya!”Gwen baru saja hendak meletakkan ponselnya saat benda itu kembali berdenting. Gwen pikir itu adalah balasan dari Jessie namun ternyata bukan. Ternyata dari Revel.“Gue baru ketemu sama Jill dan rasanya ada yang lagi dia sembunyiin tentang Alvaro. Gue mau minta tolong lo buat cari tau, siapa tau dia mau jujur sa
Beberapa jam kemudian…Gwen menggaruk kepalanya yang tidak gatal, pusing dengan segala macam pekerjaan yang menumpuk di mejanya. Dirinya memang kuliah dengan mengambil jurusan psikologi, tapi karena tidak mungkin langsung buka praktek sebagai konselor yang minimal harus berpendidikan sampai S2, jadi sekarang Gwen harus bersyukur dengan pekerjaannya sebagai staff HRD.“Pantes cari kerja susah, ternyata yang kirim CV banyak banget! Bagus gue udah dapet kerjaan sekarang!” gumam Gwen saat melihat begitu banyak kandidat yang harus diseleksinya dengan teliti. Tidak heran, dengan perusahaan sebesar ini wajar kalau banyak orang yang mau melamar kerja disini. Terlebih lagi perusahaan ini bisa dibilang cukup bergengsi. Gwen bersyukur bisa menjadi salah satu karyawan disini meski baru berstatus sebagai karyawan kontrak! Semoga saja nanti status kontraknya bisa berubah menjadi karyawan tetap! Beginilah nasib mahasiswa yang baru saja lulus, harus berjuang untuk ke jenjang
Matthew memandang sendu pada ponselnya, sudah dua kali mengirim pesan pada Gwen tapi sama sekali tidak ada yang dibalas! Apa Gwen masih marah padanya? Sebegitu besarnya kah kebencian Gwen padanya hanya karena dirinya bersikap tidak tegas?Selama beberapa bulan tinggal di Amerika, Matthew sama sekali tidak bisa melupakan Gwen, bayangan gadis itu malah tampak semakin jelas di matanya. Maka dari itu tadi pagi Matthew memberanikan diri untuk mengirim pesan pada Gwen, tapi malah tidak berbalas! Menyedihkan sekali nasibnya diabaikan seperti ini!‘Gue harus gimana supaya Gwen nggak marah lagi sama gue ya? Nunggu sampe balik ke Jakarta masih lama banget. Minta tolong Revel? Dia juga lagi kuliah di Melbourne!’ batin Matthew jadi frustasi sendiri.“Sabar, Matthew. Nanti juga akan indah pada waktunya,” gumam Matthew menyemangati dirinya sendiri. Sedih bukan? Tapi kalau bukan dirinya sendiri, mau siapa lagi yang memberi semangat? Semua orang sudah begitu sibuk dengan urusannya masin
Di dalam kamar…“Jadi apa yang mengganggu pikiran kamu?”“Bagaimana dengan Jill?” Claire balik bertanya.“Sejauh ini tidak ada masalah. Aku sudah mulai bisa menebak apa yang sedang direncanakan oleh Yosua terhadap perusahaan Edbert.”“Pasti Yosua hendak mengambil alih perusahaan Edbert tanpa sang empunya perusahaan menyadari rencana liciknya kan?”“Bagaimana kamu tau?” tanya Levin heran.“Mudah menebak hal seperti itu, Levin. Terlebih dari dulu aku sudah tau kalau Yosua memang pengusaha yang licik. Tapi kenapa Edbert tidak sadar kalau dirinya sedang dibodohi oleh besannya sendiri?” tanya Claire sambil menggeleng pelan.“Karena Edbert hanya berpikir mengenai suntikan dana yang akan dirinya terima. Sudah hampir dua tahun terakhir ini perusahaan Edbert berada dalam kesulitan, jadi mungkin hal itulah yang membuat Edbert tidak bisa berpikir jernih dan pada saat Yosua menawarkan kerjasama, bahkan suntikan dana yang tidak sedikit jumlahnya membuat Edbert nekat m
Sanggahan Jill membuat Gwen mengangguk, menyetujui. Memang, dipikirkan dari segi manapun, Revel adalah pengecualian! Jujur saja, awalnya Gwen tidak setuju jika Jill tetap berhubungan dengan Revel setelah menikah dengan Alvaro, karena tidak bisa dipungkiri itu disebut perselingkuhan kan? Tapi Gwen juga sadar kalau Jill hanya terpaksa menikah, jadi Gwen menutup mata dengan perselingkuhan yang terjadi secara terang-terangan di depan matanya! Bahkan bisa dibilang terkadang Gwen menjadi penghubung atau informan antara Revel dengan Jill! Anggap saja Gwen mendukung perselingkuhan Jill! “Iya emang, tadi kan gue juga bilangnya sebagian besar cowok, bukan semua cowok lho. Dan Revel itu hanya sedikit dari sekian banyak cowok yang bisa dipercaya. Kenapa? Karena dia udah bucin akut sama lo dari bocah!” beber Gwen yang terpaksa harus dibenarkan oleh Jill.“Jadi setelah tau itu Matthew, lo nggak mau respon sama sekali?”“Buat apa gue respon?”“Lo nggak usah bohong deh. G
Claire memberengut kesal. Hari ini Revel kembali dari Melbourne, tapi baru juga tiba di rumah beberapa menit, putra sulungnya itu sudah pergi lagi, hendak menemui Jill! Menyebalkan! Claire benar-benar dilupakan semenjak ada Jill! Padahal Claire yang mengeluarkan Revel dengan susah payah dari dalam perutnya. Dan Claire juga yang membesarkan Revel sampai putranya sebesar ini, tapi tetap saja Jill yang diutamakan! Dijadikan prioritas! Benar-benar menyebalkan! Persis seperti Levin yang sering membuat Claire kesal! Tidak heran saat Levin pulang kerja Claire langsung menyambutnya dengan cemberut. “Kenapa kamu cemberut seperti itu, Claire?” “Anak kamu nyebelin!” sembur Claire. Levin mendesah. Anak yang mana lagi? Kenapa kalau bagian yang menyebalkan selalu Levin yang kena? Memang apalagi yang diperbuat oleh anaknya? Dan bukankah anak Levin adalah anak Claire juga? Sejak dulu Levin hanya menabur benihnya di dalam rahim Claire seorang, tidak
Satu tahun kemudian…Di salah satu hotel bintang lima terlihat dekorasi yang begitu mewah namun terkesan elegan, tidak norak. Jill memasuki ballroom sambil menggandeng lengan Revel yang sedang menggendong baby Luiz. Di umur yang hampir menginjak tiga tahun, baby Luiz terlihat semakin tampan, mengikuti wajah Revel.Di belakang mereka ada seorang baby sitter sambil mendorong stroller kosong, untuk jaga-jaga jika Luiz mengantuk di tengah acara pesta. Sejak beberapa bulan yang lalu, Jill akhirnya menyerah pada bujukan Revel dan mengikuti keinginan suaminya yang tidak tega melihatnya kelelahan jika harus mengurus Luiz sendirian.‘Aku nggak mau kamu terlalu capek dan jatuh sakit, Baby. Apalagi selain mengurus Luiz, kamu juga masih harus mengurusku.’Ya, sejak menikah dengan Revel, Jill memang ingin mengurus keperluan suami dan anaknya sendiri, bahkan dirinya sampai rela berhenti kerja hanya untuk mengurus rumah tangganya. Jill lebih memilih menjadi ibu rumah tangga daripad
Beberapa bulan kemudian….Revel menatap bangga pada putranya yang semakin pintar, lucu dan menggemaskan. Disela-sela kesibukannya sebagai seorang pengusaha, bermain dengan buah hatinya merupakan kebahagiaan tersendiri untuk Revel. Dan sekarang di waktu santai, itulah yang dirinya lakukan.Bermain dengan Luiz sepuasnya sekalian menggantikan tugas Jill menjaga anak meski hanya sementara. Perhatian Revel beralih dari Luiz kepada Jill yang baru saja memasuki ruang keluarga dengan piring buah di tangannya. Hal yang memang biasa dilakukan setiap hari. Makan buah agar sehat.Senyum lebar mengembang di wajah cantik Jill yang tampak polos, tanpa adanya jejak make up sama sekali, namun tidak menutupi kecantikan alami yang terpancar jelas. Kecantikan yang membuat Revel tidak bisa mengalihkan pandangan barang sedetik pun dari istrinya. Dari dulu.“Hei, kamu lagi main apa sama Papa? Kok senang banget sih?” tanya Jill sambil menggoyangkan tangan kecil Luiz. Tidak ada jawaban
“Jadi siapa nama cowok yang kemarin, Jill?” cecar Jessie tidak sabar saat datang ke rumah Jill pagi-pagi, persis dengan gaya ibu-ibu komplek yang begitu penasaran akan gossip terbaru! Tidak ingin ketinggalan berita! “Cowok? Oh yang itu! Masa lo nggak kenal sih? Bukannya udah pernah ketemu ya pas pergi sama gue?” tanya Jill masih tidak percaya kalau Jessie tidak mengenal pria yang kemarin membuat gadis itu sampai ternganga takjub!“Mana ada? Belom lah! Kalau udah gue nggak mungkin lupa sama cowok ganteng begitu!” sanggah Jessie yakin, mengulang ucapannya kemarin.“Masa iya sih?” tanya Jill sambil mengusap dagunya pelan, berpikir keras.“Jangan kebanyakan mikir! Cepet kasih tau gue siapa namanya? Gue udah penasaran dari kemarin tau!” cecar Jessie lagi membuat Jill berdecak sebal karena seperti sedang dikejar oleh debt collector!“Tuh cowok namanya Jayden! Dia temen gue yang kerja sebagai bartender!”“Bartender?” ulang Jessie lemas. Seolah harapannya untuk
Matthew menatap Gwen yang baru saja selesai mandi. Akhirnya malam ini mereka resmi menjadi sepasang suami istri. Hal yang tidak berani Matthew bayangkan sebelumnya, terlebih saat mengingat waktu Gwen menjauhinya dulu, begitu membuatnya frustasi. Apalagi istrinya itu sangat sulit dibujuk!Hati Matthew menghangat saat melafalkan kata ‘istri’ meski hanya dalam hati. Dadanya bergemuruh dipenuhi euphoria yang bernama kebahagiaan. Matthew masih asyik dengan pikirannya saat Gwen bertanya dengan nada heran,“Kamu belum mau mandi?”“Ini aku baru mau mandi,” jawab Matthew agak kikuk, belum terbiasa berada berduaan dengan wanita yang telah resmi menjadi istrinya hari ini dalam satu kamar. Gwen mengambil hairdryer dan mengeringkan rambut, tidak ingin tidur dalam keadaan rambut basah karena bisa bikin kepalanya sakit nanti. Gwen sedang fokus dengan rambut dan hairdryer di tangannya saat tangan Matthew memeluk pinggangnya dari belakang. Refleks wanita itu memekik kaget!“Asta
Lamunan Revel mengenai perusahaan pupus saat melihat Jill menggeliat dan membuka matanya perlahan, berusaha menyesuaikan matanya dengan cahaya matahari sore yang menerpa indera penglihatannya. “Hei, kamu udah pulang dari tadi?”“Nggak kok, baru aja. Kamu pasti capek banget sampe ketiduran gini.”“Nggak juga kok, cuma anginnya enak aja bikin aku ngantuk dan ketiduran,” kilah Jill tidak ingin membuat Revel khawatir dan malah menambah beban pikiran sang suami yang pasti sudah begitu banyak, apalagi dengan masalah perusahaan yang pasti tidak akan pernah ada habisnya.Revel hanya mengangguk, sadar kalau Jill tidak ingin membuatnya khawatir.“Jadi gimana kantor hari ini? Banyak kerjaan?”“Ya begitulah, setiap hari pasti ada aja.”“Tapi nggak ada masalah kan?”“Nggak kok, semuanya aman. Kamu tenang aja, okay?”Jill mengangguk, menggendong baby Luiz perlahan agar tidak membuatnya terbangun dan membaringkannya di baby box.Beberapa bulan kemudian…
Dokter dan suster yang melihat kejadian itu tidak urung menatap Revel dengan raut kasihan tapi juga geli. Revel yang menyadari kalau mereka hampir terbahak melihat apa yang terjadi barusan hanya bisa menunduk, karena lagi-lagi harus menahan malu akibat ulah istrinya! Nasib!Sejak dulu Jill memang sudah menjadi titik kelemahannya. Begitu juga kali ini, Revel harus rela menurunkan wibawanya di depan dokter dan suster yang bertugas. Revel sadar kalau sebentar lagi cerita mengenai dirinya yang dianiaya oleh Jill pasti akan tersebar luas! Tapi ya sudahlah, terima nasib aja! Siapa yang menyangka kalau Revel akan cinta mati pada wanita sebar-bar ini? Iya kan?“Selamat ya, Pak. Bayinya laki-laki dan terlahir sehat,” ucap dokter.Dengan penuh haru Revel menatap bayinya. Bayi yang merupakan perpaduan antara dirinya dengan Jill! Astaga! Bagaimana bisa Tuhan menciptakan bayi setampan ini? Memang sih, Revel sadar kalau dirinya tampan dan Jill juga cantik, tapi tetap saja dirinya
Revel berdecak gemas karena pertanyaannya malah dijawab asal-asalan oleh Jill! Padahal dirinya sedang bertanya serius! Sangat amat serius! Revel ingin segera tau hasil testnya! Revel ingin tau apakah usahanya hampir setiap malam sudah membuahkan hasil atau belum! Jika belum, Revel tidak akan bosan untuk terus berusaha sampai Jill positif hamil! Usaha yang akan Revel lakukan dengan senang hati karena sama-sama dapat enak! “Aku serius, Jill!” sergah Revel menahan sabar. Jill meringis saat Revel sudah memanggil namanya dengan nada seperti itu, tanda kalau pria itu sudah tidak bisa lagi menahan kesabarannya. “Itu kan yang muncul garis dua, yang artinya aku positif. Dan karena ini testpack kehamilan, berarti tandanya aku positif hamil, Revel. Bukan positif covid,” jelas Jill, tidak ingin diomeli oleh suaminya yang terkadang bisa bersikap menyebalkan juga. “Serius?” lirih Revel dengan suara tercekat, tidak percaya kalau akhirnya Tuhan ke
“Hmm…. Matthew kemarin ngajakin gue merit,” aku Gwen dengan suara lirih. Jill ternganga sejenak sebelum akhirnya memekik kaget.“What?! Lo serius?!” “Seriuslah!”“Brengsek juga tuh cowok!” omel Jill membuat Gwen mengernyit bingung. “Kenapa jadi brengsek, Jill?”“Ya brengsek lah! Masa ngomong soal pernikahan melalui video call sih? Itu kan hal serius, Gwen! Harusnya Matthew bahas soal itu face to face sama lo!” sungut Jill tidak terima. Untung Revel tidak melakukan hal itu, jika tidak, Jill pasti akan kesal!“Tapi lo tau sendiri kalau Matthew kan nggak mungkin datang ke Jakarta cuma buat ngajakin gue merit!” bantah Gwen membela kekasihnya. Gwen tidak terima waktu Jill mengatai Matthew brengsek. Enak aja!“Cuma lo bilang? Ngajakin lo merit bukan sekedar ‘cuma’, Gwen! Itu hal serius! Mana ada sih cowok yang ngelamar ceweknya melalui video call? Lagian dia bisa aja bahas soal itu langsung pas datang ke acara resepsi pernikahan gue sama Revel! Padahal dia ka
Dua bulan kemudian…..Revel memijat keningnya yang terasa pusing, sudah dua minggu terakhir ini pekerjaannya begitu menumpuk. Siapa yang mengira kalau mengurus perusahaan akan jauh lebih melelahkan dan memusingkan daripada kuliah? Tidak heran kalau papanya ingin pensiun dini dan memilih menikmati hari tua bersama mamanya!Tentunya saat Revel sudah bisa mengurus perusahaan sendiri nantinya! Bukan sekarang! Untung sampai saat ini papanya dan uncle Nick selalu membantunya, tidak membiarkan Revel melangkah seperti anak hilang sendirian! Revel berhenti memijat keningnya saat mendengar pintu ruangannya diketuk dan muncul wajah papanya.“Kamu kenapa, Revel? Kok keliatannya pusing banget?” “Emang aku lagi pusing, Pa!”“Kenapa? Ada masalah pekerjaan?”“Nggak sih, cuma kayaknya aku kebanyakan lembur jadinya agak drop,” jelas Revel.“Ya udah, malam ini jangan lembur dulu. Maksud Papa jangan lembur di kantor ataupun di rumah. Paham maksud Papa kan?” tanya Levin