Share

Chapter 3 : Perjalanan menuju kampung halaman

Setelah satu jam perjalanan menuju keluar dari kota besar itu. Taksi pun kemudian berhenti di salah satu tempat pengisian bensin di sudut daerah yang mulai jarang penghuni.

Leo menatap wajah Claire yang masih terlelap, ingin rasanya membangunkan tapi tangannya begitu berat untuk menyentuh langsung tubuh gadis itu. Dia pun memilih mencolek lengan Claire dengan sisi ujung ponselnya. “Claire, bangunlah. Kita sudah sampai.”

Akan tetapi, Claire hanya bergerak sedikit sambil menjawab pelan, “Sebentar lagi … aku masih ingin tidur.”

Kesal dengan jawaban itu, Leo pun lanjut mengancam sang gadis, “Bangun. Atau aku akan menciummu agar kau sulit bernapas.” Dia melirik tajam tanpa mengalihkan wajah dari depan ponsel.

Claire pun sontak duduk dengan tegap, membulatkan mata dengan paksa agar terlihat segar. “Di mana kita? Pengisian bensin? Apa kita akan menginap di motel itu?”

Leo terkekeh pelan dan menyunggingkan senyum dengan deretan giginya yang putih. Dia menggeleng pelan saat membuka pintu di sebelahnya.  “Ha-ha, kita perlu membeli sesuatu, kau pasti lapar, kan? Ini sudah malam. Ayo, keluarlah.” Dia segera berjalan ke samping mobil dan membukakan pintu untuk Claire. 

Gadis itu sempat menatap aneh, mungkin berpikir bahwa kini Leo bukanlah pengawalnya lagi, tapi pria itu masih saja melayaninya.

Keduanya pun keluar dari dalam taksi, kemudian masuk ke sebuah mini market yang ada tepat di sudut belakang tempat pengisian bensin.

“Kau tunggu di sini. Aku akan mencari sesuatu untuk mengganjal isi perut kita sementara.”

Leo mengerlingkan mata sesaat melihat situasi sekitar, meyakinkan diri bahwa Claire tidak akan berani jauh dari pandangannya. Dia lalu berjalan sambil memakai topinya dan sebuah jaket hitam yang melekat di tubuh, membuat tatapan Claire curiga apakah Leo sebenarnya berniat mencuri di mini market.

Setelah membeli beberapa roti dan minuman kemasan untuk di perjalanan. Disodorkannya Claire sebungkus roti serta minuman hangat. Leo memperhatikan sang gadis tampak sangat lapar. Hatinya miris melihat istrinya begitu lesu karena lelah dan kelaparan.

Tidak berapa lama kemudian, sebuah mobil memasuki area yang sama dan memarkir di depan mini market itu. Lalu, terlihat seseorang keluar dari dalam mobil itu dengan wajah yang sangat familiar.

“Flint?” tanya Claire menatap tidak percaya.

“Hai, Nona. Senang bertemu lagi dengan Anda,” sapa Flint—salah satu pengawal dari keluarga Steve tiba-tiba datang dengan pakaian biasa, menyusul Leo dan Claire.

“Apa kau membawa kabar dari papaku? Apakah dia memintaku untuk kembali ke rumah?” tanya Claire dengan antusias.

Leo melirik ke arah Flint, keduanya pun sekilas bertemu pandang saling memahami suatu isyarat.

“Ah, sayangnya … bukan, Nona. Aku hanya akan mengantarkan kalian ke kampung halaman Leo. Karena perjalanan akan cukup memakan waktu beberapa jam.”

Tatapan gadis itu seketika meredup, kesedihan muncul di raut wajah cantiknya yang tanpa riasan. “Oh …, begitu,” desah Claire hampa.

Leo berusaha menenangkan kembali. Entah apa yang dia bisa lakukan tanpa harus menyentuh gadis itu, tapi hanya melalui kata-katanya sendiri.

“Flint yang akan mengantarkan kita. Kuminta dia menyusul ke sini karena … pastinya papamu tidak akan mengizinkan kita menggunakan fasilitas apa pun dari rumahmu, kan? Lihat, Flint membawa mobilnya. Sebaiknya kau nanti kembali beristirahat di perjalanan.” Leo menjelaskan dengan santai sambil memasukkan kedua tangan di dalam saku jaket hitamnya. 

“Kenapa tidak memakai taksi itu saja?” Claire masih tampak kebingungan.

“Taksi itu … tidak akan bisa menjangkau. Lokasinya sangat jauh, dan tidak sembarangan orang bisa masuk.” Flint bantu menjelaskan.

“Maksudmu?”

“Sudahlah, jangan pikirkan itu. Habiskan saja rotimu, setelahnya kita akan berangkat menuju rumahku.” Leo menambahkan.

“Mulai besok aku akan menghubungi teman-temanku. Aku akan meminta bantuan mereka untuk mencarikanmu pekerjaan. Agar kau tidak perlu bertani di ladang,” ucap Claire dengan pemikirannya, membayangkan lokasi tujuan mereka adalah desa terpencil. 

Leo pun mengulas senyum memandangi sang istri. “Sayang, aku pasti akan bekerja. Dan kau akan tetap menjadi ratuku.” Kata-kata itu spontan meluncur dari mulutnya. 

“Berhenti memanggilku sayang,” sahut Claire datar. “Aku melakukan semua ini karena terpaksa. Ingat Leo, kau sangat tahu aku tidak tertarik denganmu.”

Leo pun menggeser tubuhnya mendekat, berdiri persis di belakang Claire kemudian berbisik, “Tapi kau adalah istriku mulai sekarang. Berhenti membantah, karena aku bisa melakukan apa pun yang aku mau terhadapmu.” Bisikan itu persis di telinga Claire, membuat sekujur tubuh gadis itu merinding total mendengar kata-kata Leo dan embusan napas hangat sang pria di bagian lehernya. “Sepertinya … kita belum berbulan madu, bukan?”

Claire sesaat bergidik merinding dengan kata-kata Leo. Dia sekilas merasa terancam, tetapi tanpa disadari ada desiran lain yang muncul dari dalam dirinya. Langkahnya pun dipercepat menuju ke dalam mobil Flint, diikuti oleh Leo dan Flint yang masuk ke dalam kursi depan.

“Kenapa jalanan ini sepi sekali, apa benar di sekitar sini ada pemukiman?”

Leo hanya mengangkat wajahnya sedikit kemudian melirik pada Flint. Membiarkan sang teman memberi penjelasan pada Claire, karena kini selama setengah jam perjalanan tiada hentinya gadis itu bertanya-tanya.

“Maklum saja, Nona. Ini memang kawasan yang jarang dikunjungi.”

“Tapi bagaimana kalian bisa tumbuh di lingkungan seperti ini? Apa kalian tidak kebingungan mencari bank, mini market, sinyal atau—.”

“Sebaiknya kau tidur,” sahut Leo memotong perkataan Claire. “Aku dan Flint sengaja tidak bicara karena suara manusia bisa memancing hewan buas di sekitar sini,” lanjutnya.

Flint mengulum senyumnya menahan tawa. Lontaran Leo untuk membuat Claire diam sangat berhasil. Kedua pria itu merasa bising dengan segala pertanyaan sang gadis kota.

Leo pun kembali melihat ke sisi jendela, pada sebuah jalan yang tampak lengang dan mulus. Namun, di sekitarnya terdapat pepohonan yang menjulang tinggi hingga membuat lahan dan pemandangan di belakangnya tidak kelihatan sama sekali. Bahkan hanya beberapa lampu penerangan yang saling berjarak 100 meter untuk menerangi jalanan tersebut.

Setelah sekian lama, dilihatnya kini Claire sudah tertidur dengan pulas meringkuk di kursi belakang mobil klasik berwarna hitam itu. Cuaca dingin yang menusuk kulit pada malam hari itu membuat sang gadis begitu nyenyak memeluk erat jaket milik Leo.

Ditatapnya Claire begitu lembut dan tanpa sadar Leo mengembangkan senyum tipis. Sesungguhnya dia tidak menyangka, sang nona manja yang selalu bergantung pada dirinya, kini telah menjadi istri dalam hitungan jam saja. Pria itu pun kembali menatap jalanan yang tampak kosong dan gelap yang tengah dilewati.

“Apa kau membawa barang-barangku di dalam bagasi berikut semua yang kuminta kemarin?” Leo bertanya pelan pada Flint, sambil matanya mengawasi sisi kursi belakang, memastikan Claire benar-benar lelap dan tidak mendengar ucapannya.

“Semuanya sudah, Tuan Muda.” Angguk Flint sambil mengemudi.

“Kerja bagus. Terima kasih, Flint.”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Komalasari
𝙺𝚊𝚕𝚊𝚞 𝚊𝚔𝚞 𝚓𝚊𝚍𝚒 𝙲𝚕𝚊𝚒𝚛𝚎, 𝚊𝚔𝚞 𝚋𝚊𝚔𝚊𝚕 𝚙𝚞𝚛𝚊-𝚙𝚞𝚛𝚊 𝚝𝚒𝚍𝚞𝚛 𝚋𝚒𝚊𝚛 𝚊𝚗𝚞 ....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status