Leo menghentikan langkah dan menoleh, melihat Claire berjalan pelan sambil berpegangan pada pagar anak tangga.
“Maaf, aku lupa,” katanya sambil kembali naik mendekati Claire yang sempat menolak bantuannya. Leo lalu berjongkok di hadapannya. “Naiklah. Ayo, naik ke punggungku.”
Claire mengerutkan kening, keheranan. “Apa lagi ini?”
“Naiklah. Kita akan berkeliling.”
“Tidak, tidak. Meski aku tidak tinggi, tapi aku ini berat, Leo.”
Leo tersenyum lembut. “Bagiku kau seperti kapas. Ayo, cepatlah. Atau kupaksa mengangkatmu dari depan hingga kau tidak nyaman?” ancamnya setengah bercanda.
“Ba-baiklah …! Jangan mengancam. Dasar kau ini!” Claire tersipu.
Leo pun menggendong Claire menuruni tangga. Mereka berjalan melewati beberapa bagian di area taman yang luas itu.
Di dekat maze, terdapat kolam renang berukuran besar, lapangan tenis, taman bunga dengan gazebo cantik terbuat dari besi tempa berwarna hitam, dan kolam air mancur dengan patung malaikat wanita berwarna hitam di tengahnya.Lelah mengitari bidang tanah yang luas dan dipenuhi fasilitas lengkap itu. Kini mereka duduk di kursi gazebo, bercakap-cakap. Leo menjelaskan banyak hal termasuk luas area taman dan mansion yang sebenarnya terhitung ribuan hektar.
“Kulihat tidak seluas itu, apa ada bagian lain yang tidak kuketahui?” tanya Claire.
“Tentu.” Leo melirik jam tangannya. “Dalam 15 menit, kita akan kedatangan tamu. Kau akan mendengar suara pesawat yang akan mendarat.”
“Apa? Di mana mereka akan mendaratkan pesawat itu? Itu akan merusak tamanmu, bukan?”
“Di balik pagar tanaman yang tinggi ini terdapat bandara dan landasan udara pribadi. Hanya segelintir yang tahu, dan hanya yang kami undang khusus bisa menurunkan jet pribadi mereka di sini.” Leo mendekatkan wajahnya ke arah Claire. “Bahkan jika kau cari, foto satelit akan secara khusus menyamarkan wilayah ini, hanya akan tampak sebuah hutan.”
Claire membuka mulutnya, terkejut. “Seperti Area 51? Kau Alien!”
Leo tertawa kecil, tetapi matanya terpaku pada bibir Claire yang terbuka karena takjub. “Entah kapan aku bisa memanggilmu istri,” gumamnya dalam hati. Perasaan gemasnya semakin sulit ditahan, dia pun berdiri canggung membelakangi gadis itu. “Kita cukupkan tour hari ini. Aku harus segera bersiap-siap untuk ikut menyambut tamu ayah. Kau ikut atau tidak?” Leo mengulurkan tangan mengajak Claire kembali ke dalam mansion.
“Ba-baiklah … apa kau tidak ingin menggendongku lagi?” Claire bertanya dengan nada polos.Leo berhenti, menoleh, dan tersenyum. “Manja sekali,” gumamnya.
Leo mendekat, mengangkat tubuh Claire. Kali ini bukan di punggung, tetapi dalam pelukan bridal style, membuat Claire sempat terkejut dan perlahan melingkarkan tangan di leher Leo.
Wajah Claire sedikit merona, tetapi berusaha menghindari sikap canggungnya di hadapan Leo.“Siapa tamu penting yang akan datang sebentar lagi, Leo?” Claire bertanya sambil menatap Leo.
“Trevor McCollin. Kau kenal?”
“Apa?” Claire terkejut dan memaksa turun. “Tidak, tidak. Jangan sampai dia melihatku, Leo!”
Leo menghentikan langkah dan menurunkan Claire. Mereka kini berdiri saling berhadapan.
“Hey, kenapa?” tanya Leo heran.
“Dia ayah Damian, Damian McCollin! Apa kau lupa mantan tunanganku?!” Claire menegaskan.
Sejenak Leo terdiam dan menunduk, kemudian mengangkat wajahnya lagi sambil tersenyum menatap mata Claire. “Bukankah ini akan menyenangkan?”
“Kau tidak merencanakan hal yang aneh-aneh, bukan?”
“Kita lihat saja nanti,” kata Leo penuh misteri, menyodorkan kembali kedua tangannya agar Claire mau kembali naik untuk dibopongnya.
****Leo yang kini sudah terlihat rapi dan gagah menggunakan kemeja putih dengan dua kancing terbuka, serta jas berwarna hitam. Santai, dengan paduan gaya formal. Pria itu tampak menawan dengan ketampanan yang dimilikinya. Kharismanya semakin terpancar sebagai sosok anak seorang tokoh yang berpengaruh di negara tersebut. Kini, Leo tengah duduk di ruang baca sambil menunggu Claire tiba. Dia membiarkan Claire untuk berganti pakaian dibantu oleh para pelayan, tetapi sudah hampir satu jam gadis itu belum juga keluar dari dalam kamar.Hal itu membuat Leo curiga, dia mengkhawatirkan istrinya melakukan hal-hal aneh sebelum perjamuan makan malam. Dia pun menekan tombol interkom dari dalam ruangan, menghubungi ruangan khusus para pelayan dan bertanya pada salah satu pelayan wanita senior. "Anne. Apa Nona Claire sudah selesai? Kenapa dia belum menemuiku?""Maaf, Tuan Muda. Nona Claire memintaku keluar kamar, karena dia ingin merias diri.""Bukankah sudah kukatakan jangan pernah tinggalkan dia sendiri untuk saat ini!" tegas Leo sambil mematikan tombol interkom.Leo pun bangkit dari kursi baca dan bergegar melangkah keluar ruangan menuju kamarnya. Dia mengetuk pelan pintu itu dan memanggil Claire dengan lembut. "Claire …? Apa kau sudah selesai?” tanya Leo yang mendekatkan telinga ke daun pintu kamar. “Apa kau mendengarku? ini aku, Leo."Tidak terdengar satu pun sahutan atau suara dari dalam kamar. Semakin membuat Leo khawatir dan mulai meninggikan nada bicaranya. "Claire? Dengar, aku bisa mengakses semuanya termasuk menerobos masuk kapan saja aku mau. Jangan salahkan aku jika ka---.""Tunggu saja, aku pasti akan keluar!" sahut Claire dari dalam.Leo menghela napas lega. "Baiklah, aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja."Tidak ada lagi sahutan dari Claire. Leo pun dengan terpaksa membuka ponselnya, mengakses kamera pengawas di dalam kamar yang hanya bisa dibuka melalui perangkatnya.Seketika kedua alisnya bertaut heran, Leo melihat gadis itu masih duduk di atas tempat tidur sambil menekuk lututnya. Dari apa yang dilihatnya kini, Claire tengah menunduk sambil memeluk selimut tebal. Tanpa basa-basi Leo pun bergegas membuka pintu dengan menempelkan sidik jarinya pada perangkat kunci digital yang menempel di dahan pintu. "Aku masuk!" ucap Leo sambil melangkah mendekati Claire.Claire pun tersentak dengan kedatangan Leo, dia tidak menyangka pria itu berani masuk padahal baru saja mengatakan akan menunggu di luar kamar."A-aku ... akan bersiap-siap, sebentar lagi ...," ucap Claire gugup dengan suara sedikit parau yang seperti sisa tangisan.Leo pun duduk di sisi tempat tidur dan merapatkan tubuhnya ke sebelah Claire. "Jika kau masih lama, sebaiknya kita tidur saja.""Bu-bukan! Kau sudah tampak rapi dan harus menemui tamu ayahmu, bukan?" cegah Claire.Leo pun menjatuhkan tubuhnya terlentang di sebelah Claire, sambil menaruh kedua tangannya di belakang kepala. "Untuk apa? Aku tidak ingin bertemu dengan mereka tanpa istriku. Biar saja, aku ingin menemanimu di sini.""Leo ... ayolah, aku pasti akan keluar.""Aku tidak melihatmu memakai gaun yang kubelikan atau kau memang tidak suka pilihanku?""Ti-tidak. Gaun itu sangat indah. Aku hanya butuh waktu, berikan aku waktu sejenak.""Baiklah, aku akan menunggumu di sini. Jika kau tidak beranjak satu senti pun, maka aku memilih tidur saja."Claire pun segera bangkit dari tempat tidur perlahan, membiarkan Leo yang masih merebah sambil sengaja memejamkan matanya. Sesaat kemudian Claire masuk ke dalam ruang ganti dan kemudian keluar sambil berusaha menarik resleting gaun itu di bagian punggungnya.Leo yang sedikit mengintip melihat Claire yang kesulitan, segera saja bangkit dari rebahnya dan menghampiri gadis itu. Sang gadis terkejut membalikkan badan saat Leo sudah berada di belakangnya."Ingin kubantu?""A-aku ... i-ini---," ucap Claire gugup.Leo menyentuh pinggang ramping Claire dan memutar pelan tubuh gadis itu. Dia mengambil ujung resleting gaun yang berada di tengah punggung dan sulit dijangkau gadis itu.Sambil menaikkan resleting gaun itu, Leo mendekatkan wajahnya ke sebelah telinga Claire. "Itu sebabnya, kau butuh seseorang yang lebih tinggi darimu. Tangan kecilmu tidak akan bisa menjangkau dan mengait bagian belakang gaun seperti ini," bisiknya halus."Leo …." Claire merasakan desir aneh dalam dirinya, terlebih saat dia menoleh dan kini matanya bertemu pandang dengan sang suami.Ruang makan besar itu memancarkan kemewahan dan kekuatan. Kristal-kristal lampu gantung yang memancarkan cahaya lembut menghiasi langit-langit yang tinggi. Meja makan panjang berlapis marmer dengan ukiran rumit tampak megah di tengah ruangan, dikelilingi kursi-kursi berlapis beludru. Lukisan-lukisan klasik menghiasi dinding, menambah nuansa aristokratis yang mencerminkan kekayaan dan kekuasaan keluarga Goldstein.Leo dan Claire sedang bersiap-siap untuk memasuki ruang makan besar tersebut. Claire mengenakan gaun malam hitam yang elegan, sementara Leo dalam setelan jas hitam yang sempurna, tampak berbeda dari penampilannya yang biasa dalam penyamaran sebagai pengawal Claire."Claire, kau siap?" tanya Leo dengan nada tenang dan tegas, memandang ke arah Claire yang sedikit gugup.Claire mengangguk, meskipun terlihat jelas bahwa dia merasa tidak nyaman dengan situasi ini. "Ya, aku siap. Tapi, apakah kita benar-benar harus melakukan ini?"Leo menuntun Claire ke arah pintu ruang makan, tapi
Setelah makan malam yang mewah bersama Trevor McCollin dan putranya, Damian. Suasana di rumah keluarga Goldstein terasa sedikit lebih santai. Trevor dan Robert tengah terlibat dalam pembicaraan privat di ruang kerja. Pembicaraan mereka penuh dengan strategi dan rencana untuk mengatasi masalah pertambangan yang sedang dihadapi Trevor di Afrika. Namun, di ruang utama, fokus utama Leo adalah Damian, yang sengaja akan dipancing segala informasi agar membuka diri tentang kehidupannya. Keduanya duduk di sofa kulit yang nyaman, menikmati segelas wine merah yang disajikan oleh pelayan. Percakapan mereka mengalir dari topik bisnis hingga ke urusan pribadi, menciptakan suasana yang lebih akrab."Jadi, Leo," kata Damian, menyandarkan dirinya dengan santai. "Sangat kebetulan, aku pun ingin menyampaikan kabar ini padamu. Ini waktu yang tepat.”“Oh, sesuatu yang menarik? Katakan.” Leo menyungging senyum sambil menggoyangkan gelas wine-nya pelan. “Aku akan bertunangan dalam waktu dekat. Aku berenc
"Ya," jawab Leo, menghela napas. "Aku tidak tahu apa rencana mereka, tapi kita harus waspada."Sebelum Claire bisa menanggapi, mereka mendengar suara langkah kaki mendekat. Robert, ayah Leo, memasuki ruangan. Tatapan curiganya jatuh pada Claire yang masih mengenakan gaun indahnya. "Kenapa Claire masih di sini, Leo? Dengan gaun sebagus itu, dia seharusnya di luar menikmati acara."Claire tampak gugup, bingung harus menjawab apa. Leo cepat-cepat menjawab, "Kami hanya ingin berbicara sebentar, Ayah."Robert mengamati Leo dan Claire dengan cermat, mencurigai ada sesuatu yang disembunyikan. "Benarkah? Terlalu banyak kebetulan. Apa yang sebenarnya terjadi di sini?"Leo menunduk, merasa beban berat di pundaknya. Robert sudah mengetahui berita yang tersebar di media sosial tentang skandal Leo dan Claire. Bukan hanya marah karena Leo telah menyamar sebagai pengawal, tetapi juga karena Robert sebenarnya memiliki rencana besar untuk membalas dendam pada keluarga Foster dengan menyingkirkan Clair
Claire tampak malu-malu, perlahan memejamkan matanya dan menarik napas dalam-dalam. Wajahnya mendongak, menunggu Leo memberikan ciuman. Leo mendekatkan wajahnya perlahan, menatap gemas gadis di hadapannya. Sesaat sebelum bibir mereka bertemu, Leo berhenti."Selamat malam, Claire," ucap Leo dengan suara serak khas bangun tidur, kemudian mengikatkan kembali tali kimono yang digunakan Claire.Jantung Claire berdegup kencang. Napasnya yang sempat tak beraturan kini dilepaskan dengan kasar. Dia menelan ludah sambil menoleh ke arah Leo yang berjalan tak acuh ke arah kamar mandi. Apa yang dipikirkannya tidak terjadi. Kenapa Leo menjadi begitu dingin? Apakah Leo tidak siap mendekatinya lagi? Dengan langkah tak bersemangat, Claire menjatuhkan dirinya di ranjang besar kamar itu sambil memeluk selimut tebalnya, menunggu Leo yang selesai membersihkan diri. Beberapa lama kemudian, Leo keluar dengan handuk melilit di pinggangnya, menggosok-gosok kepalanya yang basah. Dilihatnya Claire masih belu
Siang itu, Leo menerima panggilan mendadak yang mengharuskannya kembali ke kota untuk rapat penting. Informasi yang disampaikan begitu mendesak sehingga membuat Leo harus meyakinkan Claire bahwa dia tak akan lama pergi. Meski demikian, keraguan menghantuinya. Meninggalkan Claire sendirian di mansion bukanlah keputusan yang mudah. Sebelum keberangkatannya sore itu, Leo memberikan pesan tegas kepada Robert."Claire akan baik-baik saja, Leo. Aku berjanji," kata Robert, meyakinkan anaknya."Pastikan kau menepati janji itu, Ayah," balas Leo. "Aku tidak ingin ada sesuatu yang buruk terjadi padanya."“Perasaanmu membuatku khawatir, Nak. Apa ini artinya kau tidak mempercayai ayahmu sendiri?”“Bukan begitu, Ayah. Tolong pikirkan kembali, aku berharap bisa mengubur masa lalu itu.”Robert tersenyum dingin. “Seandainya kau, putraku, tahu penderitaan di dalam penjara. Kau tidak akan berbicara semudah itu.” Dia membalikkan tubuh dan berjalan meninggalkan Leo. “Pergilah.”Leo dengan kebimbangan men
Claire duduk di sebuah Sun Lounger menikmati kesendirian di malam yang sepi. Saat seorang pria bertubuh tegap menghampiri dan membuatnya seketika merasa lebih tenang. Dia mengira pria yang mendekat itu adalah Leo, hanya saja cara berjalan yang kaku dan misterius membuatnya ragu. Semakin dekat, Claire baru menyadari bahwa pria itu adalah Ivand, sang kakak ipar yang selalu terlihat dingin dan penuh teka-teki.Kegugupan menjalar di seluruh tubuhnya, saat Ivand tiba-tiba duduk di kursi sebelahnya. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi tatapan Ivand yang dingin membuatnya merasa tidak nyaman. Membuatnya sigap menegakkan duduknya, padahal sedari tadi dia sedikit merebah di atas kursi yang berbentuk panjang itu."Apa yang kau lakukan di sini, Claire?" tanya Ivand dengan suara datar.Claire merasakan tenggorokannya mengering, tetapi dia berusaha menjaga suaranya tetap stabil. "Oh, hanya ingin menikmati malam," jawabnya sambil meremas tepi gaunnya di samping kursi. Jari-jarinya yang gem
Di suatu tempat yang jauh dari rumahnya, Leo duduk di dalam ruangan kecil yang hanya diterangi oleh lampu redup. Suasana tegang menyelimuti ruangan tersebut, seiring dengan tekanan dari misi berbahaya yang diemban. Meskipun pikirannya terfokus pada tugasnya, Leo tidak bisa mengusir bayang-bayang Claire dari benaknya. Sang istri, yang kini terpisah jauh darinya, menjadi satu-satunya pikiran yang menghiburnya di tengah kegelapan dan ketegangan.Beberapa kali Leo mencoba menghubungi Claire menggunakan nomor yang tidak terlacak, takut mengungkapkan keberadaannya dengan terang-terangan. Akhirnya, dia memutuskan untuk mengirim pesan agar Claire tahu itu adalah panggilan darinya.Leo : [ Claire. Bagaimana kondisimu? Tolong jawab panggilanku. ]Saat akhirnya ponselnya berbunyi dan nama Claire muncul di layar, Leo merasakan campuran antara lega dan cemas dalam hatinya."Leo …." Suara Claire yang terdengar pelan dan lirih, seakan tersirat penuh rasa rindu."Claire, apa yang terjadi? Apa Ivand
Di kawasan konflik yang membahayakan, Leo berusaha tetap fokus. Malam itu pikirannya terasa dipenuhi masalah. Namun, dia tidak bisa membiarkan semua terbengkalai karena masalah pribadi. Para agen mengandalkan strateginya yang cerdas untuk menyelamatkan salah seorang anak buah Leo. Sejumlah uang tebusan telah dia siapkan untuk menebus seorang agen yang tertangkap oleh musuh. Meski pikirannya terpecah, hatinya hancur memikirkan Claire, yang mungkin tidak aman di mansion keluarga mereka. Leo merasa Ivand adalah sosok yang dingin serta ambisius, dan jika didukung oleh Robert, maka semuanya akan lebih rumit. Itu bisa saja mengancam keselamatan Claire.Leo menghela napas panjang, mencari solusi di tengah kebingungannya. Dia tahu hanya ada satu orang yang bisa dia percayai dalam situasi genting ini: Alexandra, sang kakak pertama yang kini memilih tinggal di Paris.Kini Leo dengan berat hati menghubungi Alexandra membawa sebuah harapan besar. Setelah beberapa nada sambung, Alexandra akhirnya
Ketegangan terus bergulir hari demi hari, Claire tetap merasakan aura yang sama setiap kali berada di tengah-tengah keluarga Goldstein. Dia mulai tidak yakin keberadaan Alexandra akan membawanya pada kedamaian di dalam mansion itu. Entah sampai kapan dirinya bertahan sebagai menantu dan adik ipar yang tidak pernah diharapkan.Alexandra mengantar Claire ke dalam kamar, berusaha menenangkan sang adik ipar yang kembali terlihat ketakutan. Gemetar tubuh gadis itu bisa dirasakan olehnya, saat merangkul dan mengajak kembali ke dalam kamar. Ditambah sikap sinis Robert mengetahui Claire tidak menghabiskan makan malamnya, hal yang melanggar aturan keluarga Goldstein sejak dulu. Kamar Claire tampak nyaman dengan perabotan mewah, tetapi atmosfernya terasa suram, mencerminkan suasana hati penghuninya. Claire masih tampak gelisah, tetapi Alexandra berusaha menenangkan dengan senyuman hangat dan sikap lembut."Claire, maafkan sikap ayah dan adikku. Kami memiliki aturan yang kuat di dalam keluarga
“I-iya. Siapa kau?” ucap Claire sembari meremas dan memeluk selimut tebalnya. Tatapan Alexandra semakin aneh, bingung, kenapa gadis ini melihatnya seperti hantu. Namun, menyadari ini semua hasil tekanan dari Robert dan Ivand, seketika dia pun mengubah ekpresinya. Langsung mengembangkan senyum dan menatap Claire dengan iba. “Perkenalkan. Alexandra, anak tertua Goldstein.” Dengan gaya bicara tegas, tapi ramah. Alexandra mengulurkan jabat tangan. Claire masih mendelik karena tengah waspada, perlahan menurunkan pandangan pada uluran tangan Alexandra. “Se-senang bertemu denganmu.” Telapak tangan Claire terasa dingin, bukan karena udara malam di dalam ruangan. Akan tetapi, sebuah ketakutan mendalam begitu terasa, hingga tubuhnya merespon berlebihan. “Ada apa, Claire? Kenapa kau makan malam di kamarmu. Sebaiknya kau bergabung dengan kami di ruang makan, ayolah,” ajaknya sambil tersenyum ramah. Wanita bertubuh tinggi itu tahu, dia tidak boleh membuat Claire semakin takut.
Ketika Alexandra tiba di mansion, suasana tegang langsung terasa. Mobil mewah yang dikendarainya berhenti tepat di depan pintu utama, menarik perhatian semua orang di sekitar. Pintu mobil terbuka, dan Alexandra keluar dengan anggun, mengenakan pakaian desainer yang menunjukkan kesuksesannya di dunia fashion. Rambut pirangnya tergerai sempurna, dan tatapan matanya yang tajam menunjukkan bahwa dia bukan lagi gadis yang pernah meninggalkan rumah ini.Saat memasuki ruang utama, Alexandra menurunkan kacamata hitamnya dan melihat suasana mansion yang masih sama seperti dia tinggalkan dulu. “Bau yang masih sama,” ucapnya sambil menghirup dalam-dalam, lalu mengempaskan napas lega. “Kau,” panggil seorang pria paruh baya.Alexa membalikkan tubuhnya dan dilihatnya kini wajah Robert, sang ayah, menatapnya dengan heran. “Ya, aku. Terkejut?”Robert Goldstein, dengan pandangan tajamnya, menyambut kedatangan putrinya yang sudah lama pergi. "Alexandra, apa yang membawamu kembali?" tanyanya dengan su
Di saat yang sama, Claire di mansion keluarga Goldstein merasakan kesepian dan ketidakpastian yang semakin dalam. Meskipun dia tahu apa yang Leo hadapi, dia berharap sang suami akan segera kembali dan membawanya keluar dari mimpi buruk.Claire merasa semakin tertekan. Di samping itu, Ivand terus membuatnya merasa tidak nyaman dengan pandangan sinis dan sikapnya yang misterius. Gadis itu tidak tahu apa-apa tentang dendam keluarga Goldstein, hanya merasakan ketegangan yang menyelimuti rumah besar itu.Sedangkan Robert, kini telah melarang Leo mengakses mansion untuk sementara waktu, hingga membuat Claire merasa semakin terisolasi. Tanpa ada yang bisa diandalkan di mansion dalam waktu dekat. Gadis itu mulai berpikir untuk kabur dan mencari bantuan di luar yaitu Flint.Malam itu, di balkon kamar, Claire memandang ke arah langit dengan perasaan cemas. Dia memikirkan Leo, berharap akan kembali dengan selamat. Sang gadis menghela napas panjang, mencoba mengusir rasa cemas yang menggerogoti pi
Di sebuah ruang briefing yang tersembunyi, Leo berdiri di depan papan digital yang memproyeksikan peta kawasan konflik. Di sekelilingnya, lima anggota tim utama intelijen terbaiknya duduk dan siap untuk memberikan instruksi pada para agen lapangan."Baiklah, semua," kata Leo, membuka rapat dengan nada tegas. "Kita punya misi kritis di depan kita. Agen kita, John, telah ditawan oleh kelompok pemberontak di sektor ini," ujarnya sambil menunjuk pada titik merah di peta."Informasi terbaru yang kita dapatkan menunjukkan bahwa mereka menggunakannya sebagai alat tawar-menawar," tambah Leo. "Pemimpin pemberontak, dikenal sebagai Kael, meminta tebusan besar. Tapi kita tidak akan menyerah pada tuntutan mereka."Ethan, seorang ahli strategi, mengangkat tangan. "Bagaimana kita memastikan keselamatan John tanpa menuruti tuntutan mereka?""Kita akan menggunakan elemen kejutan dan strategi psikologis. Rencana kita adalah menyerang markas mereka secara diam-diam, menciptakan kekacauan dan ketakutan
Di kawasan konflik yang membahayakan, Leo berusaha tetap fokus. Malam itu pikirannya terasa dipenuhi masalah. Namun, dia tidak bisa membiarkan semua terbengkalai karena masalah pribadi. Para agen mengandalkan strateginya yang cerdas untuk menyelamatkan salah seorang anak buah Leo. Sejumlah uang tebusan telah dia siapkan untuk menebus seorang agen yang tertangkap oleh musuh. Meski pikirannya terpecah, hatinya hancur memikirkan Claire, yang mungkin tidak aman di mansion keluarga mereka. Leo merasa Ivand adalah sosok yang dingin serta ambisius, dan jika didukung oleh Robert, maka semuanya akan lebih rumit. Itu bisa saja mengancam keselamatan Claire.Leo menghela napas panjang, mencari solusi di tengah kebingungannya. Dia tahu hanya ada satu orang yang bisa dia percayai dalam situasi genting ini: Alexandra, sang kakak pertama yang kini memilih tinggal di Paris.Kini Leo dengan berat hati menghubungi Alexandra membawa sebuah harapan besar. Setelah beberapa nada sambung, Alexandra akhirnya
Di suatu tempat yang jauh dari rumahnya, Leo duduk di dalam ruangan kecil yang hanya diterangi oleh lampu redup. Suasana tegang menyelimuti ruangan tersebut, seiring dengan tekanan dari misi berbahaya yang diemban. Meskipun pikirannya terfokus pada tugasnya, Leo tidak bisa mengusir bayang-bayang Claire dari benaknya. Sang istri, yang kini terpisah jauh darinya, menjadi satu-satunya pikiran yang menghiburnya di tengah kegelapan dan ketegangan.Beberapa kali Leo mencoba menghubungi Claire menggunakan nomor yang tidak terlacak, takut mengungkapkan keberadaannya dengan terang-terangan. Akhirnya, dia memutuskan untuk mengirim pesan agar Claire tahu itu adalah panggilan darinya.Leo : [ Claire. Bagaimana kondisimu? Tolong jawab panggilanku. ]Saat akhirnya ponselnya berbunyi dan nama Claire muncul di layar, Leo merasakan campuran antara lega dan cemas dalam hatinya."Leo …." Suara Claire yang terdengar pelan dan lirih, seakan tersirat penuh rasa rindu."Claire, apa yang terjadi? Apa Ivand
Claire duduk di sebuah Sun Lounger menikmati kesendirian di malam yang sepi. Saat seorang pria bertubuh tegap menghampiri dan membuatnya seketika merasa lebih tenang. Dia mengira pria yang mendekat itu adalah Leo, hanya saja cara berjalan yang kaku dan misterius membuatnya ragu. Semakin dekat, Claire baru menyadari bahwa pria itu adalah Ivand, sang kakak ipar yang selalu terlihat dingin dan penuh teka-teki.Kegugupan menjalar di seluruh tubuhnya, saat Ivand tiba-tiba duduk di kursi sebelahnya. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi tatapan Ivand yang dingin membuatnya merasa tidak nyaman. Membuatnya sigap menegakkan duduknya, padahal sedari tadi dia sedikit merebah di atas kursi yang berbentuk panjang itu."Apa yang kau lakukan di sini, Claire?" tanya Ivand dengan suara datar.Claire merasakan tenggorokannya mengering, tetapi dia berusaha menjaga suaranya tetap stabil. "Oh, hanya ingin menikmati malam," jawabnya sambil meremas tepi gaunnya di samping kursi. Jari-jarinya yang gem
Siang itu, Leo menerima panggilan mendadak yang mengharuskannya kembali ke kota untuk rapat penting. Informasi yang disampaikan begitu mendesak sehingga membuat Leo harus meyakinkan Claire bahwa dia tak akan lama pergi. Meski demikian, keraguan menghantuinya. Meninggalkan Claire sendirian di mansion bukanlah keputusan yang mudah. Sebelum keberangkatannya sore itu, Leo memberikan pesan tegas kepada Robert."Claire akan baik-baik saja, Leo. Aku berjanji," kata Robert, meyakinkan anaknya."Pastikan kau menepati janji itu, Ayah," balas Leo. "Aku tidak ingin ada sesuatu yang buruk terjadi padanya."“Perasaanmu membuatku khawatir, Nak. Apa ini artinya kau tidak mempercayai ayahmu sendiri?”“Bukan begitu, Ayah. Tolong pikirkan kembali, aku berharap bisa mengubur masa lalu itu.”Robert tersenyum dingin. “Seandainya kau, putraku, tahu penderitaan di dalam penjara. Kau tidak akan berbicara semudah itu.” Dia membalikkan tubuh dan berjalan meninggalkan Leo. “Pergilah.”Leo dengan kebimbangan men