Siang itu, Leo menerima panggilan mendadak yang mengharuskannya kembali ke kota untuk rapat penting. Informasi yang disampaikan begitu mendesak sehingga membuat Leo harus meyakinkan Claire bahwa dia tak akan lama pergi. Meski demikian, keraguan menghantuinya. Meninggalkan Claire sendirian di mansion bukanlah keputusan yang mudah. Sebelum keberangkatannya sore itu, Leo memberikan pesan tegas kepada Robert."Claire akan baik-baik saja, Leo. Aku berjanji," kata Robert, meyakinkan anaknya."Pastikan kau menepati janji itu, Ayah," balas Leo. "Aku tidak ingin ada sesuatu yang buruk terjadi padanya."“Perasaanmu membuatku khawatir, Nak. Apa ini artinya kau tidak mempercayai ayahmu sendiri?”“Bukan begitu, Ayah. Tolong pikirkan kembali, aku berharap bisa mengubur masa lalu itu.”Robert tersenyum dingin. “Seandainya kau, putraku, tahu penderitaan di dalam penjara. Kau tidak akan berbicara semudah itu.” Dia membalikkan tubuh dan berjalan meninggalkan Leo. “Pergilah.”Leo dengan kebimbangan men
Claire duduk di sebuah Sun Lounger menikmati kesendirian di malam yang sepi. Saat seorang pria bertubuh tegap menghampiri dan membuatnya seketika merasa lebih tenang. Dia mengira pria yang mendekat itu adalah Leo, hanya saja cara berjalan yang kaku dan misterius membuatnya ragu. Semakin dekat, Claire baru menyadari bahwa pria itu adalah Ivand, sang kakak ipar yang selalu terlihat dingin dan penuh teka-teki.Kegugupan menjalar di seluruh tubuhnya, saat Ivand tiba-tiba duduk di kursi sebelahnya. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi tatapan Ivand yang dingin membuatnya merasa tidak nyaman. Membuatnya sigap menegakkan duduknya, padahal sedari tadi dia sedikit merebah di atas kursi yang berbentuk panjang itu."Apa yang kau lakukan di sini, Claire?" tanya Ivand dengan suara datar.Claire merasakan tenggorokannya mengering, tetapi dia berusaha menjaga suaranya tetap stabil. "Oh, hanya ingin menikmati malam," jawabnya sambil meremas tepi gaunnya di samping kursi. Jari-jarinya yang gem
Di suatu tempat yang jauh dari rumahnya, Leo duduk di dalam ruangan kecil yang hanya diterangi oleh lampu redup. Suasana tegang menyelimuti ruangan tersebut, seiring dengan tekanan dari misi berbahaya yang diemban. Meskipun pikirannya terfokus pada tugasnya, Leo tidak bisa mengusir bayang-bayang Claire dari benaknya. Sang istri, yang kini terpisah jauh darinya, menjadi satu-satunya pikiran yang menghiburnya di tengah kegelapan dan ketegangan.Beberapa kali Leo mencoba menghubungi Claire menggunakan nomor yang tidak terlacak, takut mengungkapkan keberadaannya dengan terang-terangan. Akhirnya, dia memutuskan untuk mengirim pesan agar Claire tahu itu adalah panggilan darinya.Leo : [ Claire. Bagaimana kondisimu? Tolong jawab panggilanku. ]Saat akhirnya ponselnya berbunyi dan nama Claire muncul di layar, Leo merasakan campuran antara lega dan cemas dalam hatinya."Leo …." Suara Claire yang terdengar pelan dan lirih, seakan tersirat penuh rasa rindu."Claire, apa yang terjadi? Apa Ivand
Di kawasan konflik yang membahayakan, Leo berusaha tetap fokus. Malam itu pikirannya terasa dipenuhi masalah. Namun, dia tidak bisa membiarkan semua terbengkalai karena masalah pribadi. Para agen mengandalkan strateginya yang cerdas untuk menyelamatkan salah seorang anak buah Leo. Sejumlah uang tebusan telah dia siapkan untuk menebus seorang agen yang tertangkap oleh musuh. Meski pikirannya terpecah, hatinya hancur memikirkan Claire, yang mungkin tidak aman di mansion keluarga mereka. Leo merasa Ivand adalah sosok yang dingin serta ambisius, dan jika didukung oleh Robert, maka semuanya akan lebih rumit. Itu bisa saja mengancam keselamatan Claire.Leo menghela napas panjang, mencari solusi di tengah kebingungannya. Dia tahu hanya ada satu orang yang bisa dia percayai dalam situasi genting ini: Alexandra, sang kakak pertama yang kini memilih tinggal di Paris.Kini Leo dengan berat hati menghubungi Alexandra membawa sebuah harapan besar. Setelah beberapa nada sambung, Alexandra akhirnya
Di sebuah ruang briefing yang tersembunyi, Leo berdiri di depan papan digital yang memproyeksikan peta kawasan konflik. Di sekelilingnya, lima anggota tim utama intelijen terbaiknya duduk dan siap untuk memberikan instruksi pada para agen lapangan."Baiklah, semua," kata Leo, membuka rapat dengan nada tegas. "Kita punya misi kritis di depan kita. Agen kita, John, telah ditawan oleh kelompok pemberontak di sektor ini," ujarnya sambil menunjuk pada titik merah di peta."Informasi terbaru yang kita dapatkan menunjukkan bahwa mereka menggunakannya sebagai alat tawar-menawar," tambah Leo. "Pemimpin pemberontak, dikenal sebagai Kael, meminta tebusan besar. Tapi kita tidak akan menyerah pada tuntutan mereka."Ethan, seorang ahli strategi, mengangkat tangan. "Bagaimana kita memastikan keselamatan John tanpa menuruti tuntutan mereka?""Kita akan menggunakan elemen kejutan dan strategi psikologis. Rencana kita adalah menyerang markas mereka secara diam-diam, menciptakan kekacauan dan ketakutan
Di saat yang sama, Claire di mansion keluarga Goldstein merasakan kesepian dan ketidakpastian yang semakin dalam. Meskipun dia tahu apa yang Leo hadapi, dia berharap sang suami akan segera kembali dan membawanya keluar dari mimpi buruk.Claire merasa semakin tertekan. Di samping itu, Ivand terus membuatnya merasa tidak nyaman dengan pandangan sinis dan sikapnya yang misterius. Gadis itu tidak tahu apa-apa tentang dendam keluarga Goldstein, hanya merasakan ketegangan yang menyelimuti rumah besar itu.Sedangkan Robert, kini telah melarang Leo mengakses mansion untuk sementara waktu, hingga membuat Claire merasa semakin terisolasi. Tanpa ada yang bisa diandalkan di mansion dalam waktu dekat. Gadis itu mulai berpikir untuk kabur dan mencari bantuan di luar yaitu Flint.Malam itu, di balkon kamar, Claire memandang ke arah langit dengan perasaan cemas. Dia memikirkan Leo, berharap akan kembali dengan selamat. Sang gadis menghela napas panjang, mencoba mengusir rasa cemas yang menggerogoti pi
Ketika Alexandra tiba di mansion, suasana tegang langsung terasa. Mobil mewah yang dikendarainya berhenti tepat di depan pintu utama, menarik perhatian semua orang di sekitar. Pintu mobil terbuka, dan Alexandra keluar dengan anggun, mengenakan pakaian desainer yang menunjukkan kesuksesannya di dunia fashion. Rambut pirangnya tergerai sempurna, dan tatapan matanya yang tajam menunjukkan bahwa dia bukan lagi gadis yang pernah meninggalkan rumah ini.Saat memasuki ruang utama, Alexandra menurunkan kacamata hitamnya dan melihat suasana mansion yang masih sama seperti dia tinggalkan dulu. “Bau yang masih sama,” ucapnya sambil menghirup dalam-dalam, lalu mengempaskan napas lega. “Kau,” panggil seorang pria paruh baya.Alexa membalikkan tubuhnya dan dilihatnya kini wajah Robert, sang ayah, menatapnya dengan heran. “Ya, aku. Terkejut?”Robert Goldstein, dengan pandangan tajamnya, menyambut kedatangan putrinya yang sudah lama pergi. "Alexandra, apa yang membawamu kembali?" tanyanya dengan su
“I-iya. Siapa kau?” ucap Claire sembari meremas dan memeluk selimut tebalnya. Tatapan Alexandra semakin aneh, bingung, kenapa gadis ini melihatnya seperti hantu. Namun, menyadari ini semua hasil tekanan dari Robert dan Ivand, seketika dia pun mengubah ekpresinya. Langsung mengembangkan senyum dan menatap Claire dengan iba. “Perkenalkan. Alexandra, anak tertua Goldstein.” Dengan gaya bicara tegas, tapi ramah. Alexandra mengulurkan jabat tangan. Claire masih mendelik karena tengah waspada, perlahan menurunkan pandangan pada uluran tangan Alexandra. “Se-senang bertemu denganmu.” Telapak tangan Claire terasa dingin, bukan karena udara malam di dalam ruangan. Akan tetapi, sebuah ketakutan mendalam begitu terasa, hingga tubuhnya merespon berlebihan. “Ada apa, Claire? Kenapa kau makan malam di kamarmu. Sebaiknya kau bergabung dengan kami di ruang makan, ayolah,” ajaknya sambil tersenyum ramah. Wanita bertubuh tinggi itu tahu, dia tidak boleh membuat Claire semakin takut.
Ketegangan terus bergulir hari demi hari, Claire tetap merasakan aura yang sama setiap kali berada di tengah-tengah keluarga Goldstein. Dia mulai tidak yakin keberadaan Alexandra akan membawanya pada kedamaian di dalam mansion itu. Entah sampai kapan dirinya bertahan sebagai menantu dan adik ipar yang tidak pernah diharapkan.Alexandra mengantar Claire ke dalam kamar, berusaha menenangkan sang adik ipar yang kembali terlihat ketakutan. Gemetar tubuh gadis itu bisa dirasakan olehnya, saat merangkul dan mengajak kembali ke dalam kamar. Ditambah sikap sinis Robert mengetahui Claire tidak menghabiskan makan malamnya, hal yang melanggar aturan keluarga Goldstein sejak dulu. Kamar Claire tampak nyaman dengan perabotan mewah, tetapi atmosfernya terasa suram, mencerminkan suasana hati penghuninya. Claire masih tampak gelisah, tetapi Alexandra berusaha menenangkan dengan senyuman hangat dan sikap lembut."Claire, maafkan sikap ayah dan adikku. Kami memiliki aturan yang kuat di dalam keluarga
“I-iya. Siapa kau?” ucap Claire sembari meremas dan memeluk selimut tebalnya. Tatapan Alexandra semakin aneh, bingung, kenapa gadis ini melihatnya seperti hantu. Namun, menyadari ini semua hasil tekanan dari Robert dan Ivand, seketika dia pun mengubah ekpresinya. Langsung mengembangkan senyum dan menatap Claire dengan iba. “Perkenalkan. Alexandra, anak tertua Goldstein.” Dengan gaya bicara tegas, tapi ramah. Alexandra mengulurkan jabat tangan. Claire masih mendelik karena tengah waspada, perlahan menurunkan pandangan pada uluran tangan Alexandra. “Se-senang bertemu denganmu.” Telapak tangan Claire terasa dingin, bukan karena udara malam di dalam ruangan. Akan tetapi, sebuah ketakutan mendalam begitu terasa, hingga tubuhnya merespon berlebihan. “Ada apa, Claire? Kenapa kau makan malam di kamarmu. Sebaiknya kau bergabung dengan kami di ruang makan, ayolah,” ajaknya sambil tersenyum ramah. Wanita bertubuh tinggi itu tahu, dia tidak boleh membuat Claire semakin takut.
Ketika Alexandra tiba di mansion, suasana tegang langsung terasa. Mobil mewah yang dikendarainya berhenti tepat di depan pintu utama, menarik perhatian semua orang di sekitar. Pintu mobil terbuka, dan Alexandra keluar dengan anggun, mengenakan pakaian desainer yang menunjukkan kesuksesannya di dunia fashion. Rambut pirangnya tergerai sempurna, dan tatapan matanya yang tajam menunjukkan bahwa dia bukan lagi gadis yang pernah meninggalkan rumah ini.Saat memasuki ruang utama, Alexandra menurunkan kacamata hitamnya dan melihat suasana mansion yang masih sama seperti dia tinggalkan dulu. “Bau yang masih sama,” ucapnya sambil menghirup dalam-dalam, lalu mengempaskan napas lega. “Kau,” panggil seorang pria paruh baya.Alexa membalikkan tubuhnya dan dilihatnya kini wajah Robert, sang ayah, menatapnya dengan heran. “Ya, aku. Terkejut?”Robert Goldstein, dengan pandangan tajamnya, menyambut kedatangan putrinya yang sudah lama pergi. "Alexandra, apa yang membawamu kembali?" tanyanya dengan su
Di saat yang sama, Claire di mansion keluarga Goldstein merasakan kesepian dan ketidakpastian yang semakin dalam. Meskipun dia tahu apa yang Leo hadapi, dia berharap sang suami akan segera kembali dan membawanya keluar dari mimpi buruk.Claire merasa semakin tertekan. Di samping itu, Ivand terus membuatnya merasa tidak nyaman dengan pandangan sinis dan sikapnya yang misterius. Gadis itu tidak tahu apa-apa tentang dendam keluarga Goldstein, hanya merasakan ketegangan yang menyelimuti rumah besar itu.Sedangkan Robert, kini telah melarang Leo mengakses mansion untuk sementara waktu, hingga membuat Claire merasa semakin terisolasi. Tanpa ada yang bisa diandalkan di mansion dalam waktu dekat. Gadis itu mulai berpikir untuk kabur dan mencari bantuan di luar yaitu Flint.Malam itu, di balkon kamar, Claire memandang ke arah langit dengan perasaan cemas. Dia memikirkan Leo, berharap akan kembali dengan selamat. Sang gadis menghela napas panjang, mencoba mengusir rasa cemas yang menggerogoti pi
Di sebuah ruang briefing yang tersembunyi, Leo berdiri di depan papan digital yang memproyeksikan peta kawasan konflik. Di sekelilingnya, lima anggota tim utama intelijen terbaiknya duduk dan siap untuk memberikan instruksi pada para agen lapangan."Baiklah, semua," kata Leo, membuka rapat dengan nada tegas. "Kita punya misi kritis di depan kita. Agen kita, John, telah ditawan oleh kelompok pemberontak di sektor ini," ujarnya sambil menunjuk pada titik merah di peta."Informasi terbaru yang kita dapatkan menunjukkan bahwa mereka menggunakannya sebagai alat tawar-menawar," tambah Leo. "Pemimpin pemberontak, dikenal sebagai Kael, meminta tebusan besar. Tapi kita tidak akan menyerah pada tuntutan mereka."Ethan, seorang ahli strategi, mengangkat tangan. "Bagaimana kita memastikan keselamatan John tanpa menuruti tuntutan mereka?""Kita akan menggunakan elemen kejutan dan strategi psikologis. Rencana kita adalah menyerang markas mereka secara diam-diam, menciptakan kekacauan dan ketakutan
Di kawasan konflik yang membahayakan, Leo berusaha tetap fokus. Malam itu pikirannya terasa dipenuhi masalah. Namun, dia tidak bisa membiarkan semua terbengkalai karena masalah pribadi. Para agen mengandalkan strateginya yang cerdas untuk menyelamatkan salah seorang anak buah Leo. Sejumlah uang tebusan telah dia siapkan untuk menebus seorang agen yang tertangkap oleh musuh. Meski pikirannya terpecah, hatinya hancur memikirkan Claire, yang mungkin tidak aman di mansion keluarga mereka. Leo merasa Ivand adalah sosok yang dingin serta ambisius, dan jika didukung oleh Robert, maka semuanya akan lebih rumit. Itu bisa saja mengancam keselamatan Claire.Leo menghela napas panjang, mencari solusi di tengah kebingungannya. Dia tahu hanya ada satu orang yang bisa dia percayai dalam situasi genting ini: Alexandra, sang kakak pertama yang kini memilih tinggal di Paris.Kini Leo dengan berat hati menghubungi Alexandra membawa sebuah harapan besar. Setelah beberapa nada sambung, Alexandra akhirnya
Di suatu tempat yang jauh dari rumahnya, Leo duduk di dalam ruangan kecil yang hanya diterangi oleh lampu redup. Suasana tegang menyelimuti ruangan tersebut, seiring dengan tekanan dari misi berbahaya yang diemban. Meskipun pikirannya terfokus pada tugasnya, Leo tidak bisa mengusir bayang-bayang Claire dari benaknya. Sang istri, yang kini terpisah jauh darinya, menjadi satu-satunya pikiran yang menghiburnya di tengah kegelapan dan ketegangan.Beberapa kali Leo mencoba menghubungi Claire menggunakan nomor yang tidak terlacak, takut mengungkapkan keberadaannya dengan terang-terangan. Akhirnya, dia memutuskan untuk mengirim pesan agar Claire tahu itu adalah panggilan darinya.Leo : [ Claire. Bagaimana kondisimu? Tolong jawab panggilanku. ]Saat akhirnya ponselnya berbunyi dan nama Claire muncul di layar, Leo merasakan campuran antara lega dan cemas dalam hatinya."Leo …." Suara Claire yang terdengar pelan dan lirih, seakan tersirat penuh rasa rindu."Claire, apa yang terjadi? Apa Ivand
Claire duduk di sebuah Sun Lounger menikmati kesendirian di malam yang sepi. Saat seorang pria bertubuh tegap menghampiri dan membuatnya seketika merasa lebih tenang. Dia mengira pria yang mendekat itu adalah Leo, hanya saja cara berjalan yang kaku dan misterius membuatnya ragu. Semakin dekat, Claire baru menyadari bahwa pria itu adalah Ivand, sang kakak ipar yang selalu terlihat dingin dan penuh teka-teki.Kegugupan menjalar di seluruh tubuhnya, saat Ivand tiba-tiba duduk di kursi sebelahnya. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi tatapan Ivand yang dingin membuatnya merasa tidak nyaman. Membuatnya sigap menegakkan duduknya, padahal sedari tadi dia sedikit merebah di atas kursi yang berbentuk panjang itu."Apa yang kau lakukan di sini, Claire?" tanya Ivand dengan suara datar.Claire merasakan tenggorokannya mengering, tetapi dia berusaha menjaga suaranya tetap stabil. "Oh, hanya ingin menikmati malam," jawabnya sambil meremas tepi gaunnya di samping kursi. Jari-jarinya yang gem
Siang itu, Leo menerima panggilan mendadak yang mengharuskannya kembali ke kota untuk rapat penting. Informasi yang disampaikan begitu mendesak sehingga membuat Leo harus meyakinkan Claire bahwa dia tak akan lama pergi. Meski demikian, keraguan menghantuinya. Meninggalkan Claire sendirian di mansion bukanlah keputusan yang mudah. Sebelum keberangkatannya sore itu, Leo memberikan pesan tegas kepada Robert."Claire akan baik-baik saja, Leo. Aku berjanji," kata Robert, meyakinkan anaknya."Pastikan kau menepati janji itu, Ayah," balas Leo. "Aku tidak ingin ada sesuatu yang buruk terjadi padanya."“Perasaanmu membuatku khawatir, Nak. Apa ini artinya kau tidak mempercayai ayahmu sendiri?”“Bukan begitu, Ayah. Tolong pikirkan kembali, aku berharap bisa mengubur masa lalu itu.”Robert tersenyum dingin. “Seandainya kau, putraku, tahu penderitaan di dalam penjara. Kau tidak akan berbicara semudah itu.” Dia membalikkan tubuh dan berjalan meninggalkan Leo. “Pergilah.”Leo dengan kebimbangan men