"Olivia Anderson! Kau sudah membuat hubunganku dengan Rubby hancur. Dan sekarang, kau ingin menghancurkan perusahaanku? Keberanian dari mana kau berani mengusik Elvano?" geram Elvano murka.Elvano menatap ke arah Mark dengan tajam. "Antar aku ke kediam Almero. Berani-beraninya, dia tidak mendidik anak mereka dengan baik!" perintah Elvano.Mark melihat kemarahan Elvano, Mark hanya dapat menundukkan kepalanya dengan perasaan tegang. "Baik, Tuan," jawabannya.Mark melangkah keluar ruangan direktur disusul oleh Elvano yang masih tampak amarah yang begitu jelas di wajah pria itu. Hingga keduanya, tiba di tempat parkiran mobil. Elvano menghentikan langkahnya di depan mobil mewahnya, menatap Mark dengan intensitas yang membuatnya gemetar. "Kau tahu, Mark, kepercayaanku padamu sedang tergantung tipis. Jangan sampai keputusanmu mengecewakan."Mark mengangguk dengan cepat, membuka pintu mobil untuk Elvano. "Saya akan melakukan yang terbaik, Tuan. Percayalah."Mereka memasuki mobil, Elvano dudu
“Nak, selesai makan, kita ke apartemen Mama, ya,” ucap Rubby saat menemani Amora makan. “Iya, Ma. Tapi Mola sudah tenyang!” seru Amora dengan wajah yang sedikit keberatan menghabiskan makanannya. “Ya sudah, kalau begitu, ayo cuci tangan.” Rubby berdiri dari duduknya. Amora mengerutkan alisnya. Karena dari kemarin, Amora tidak melihat ibunya itu makan. “Mama, tidat matan? Nanti Mama atit,” ucap Amora dengan perasaan khawatir. Rubby tersenyum lembut melihat kekhawatiran Amora. "Tenang, Mama baik-baik saja. Tadi Mama sudah makan kok, saat Mama menunggu Mora. Sekarang, ayo cuci tangan dan kita langsung ke apartemen."Amora mengangguk, masih sedikit ragu, namun dia bangkit dari kursinya dan mengikuti ibunya ke wastafel. "Tapi, Mama, tenapa Mama selalu matan sendili?" tanya Amora sambil membilas tangan.Rubby memandang Amora dengan tatapan hangat. “Mama hanya ingin makan sendiri. Karena beberapa hal, Mama ingin menyendiri. Tapi Mama baik-baik saja, kok,” jawab Rubby berkilah. Amora ter
Elvano kini melaju ke arah kediamannya. Pikirannya kini berkecamuk dengan berbagai pertanyaan mengenai Olivia. Bisa-bisanya Olivia mempunyai nyali untuk mencuri data perusahaan? Sedang bagian CEO di perusahaan Anderson, sudah Elvano berikan kepada Almero. “Sepertinya, ada dalang di balik insiden ini. Tidak mungkin Olivia melakukan hal tersebut atas kemauannya sendiri. Yang menginginkan aku jatuh selama ini hanya…” pikiran Elvano tertuju kepada kedua pamannya. “Jangan-jangan?” Elvano segera meraih ponselnya, dia ingin meminta seseorang untuk menyelinap di perusahaan Pamannya. Namun, saat Elvano menggeser tombol kunci, sebuah notifikasi berita mengalihkan Elvano. “Rubby Anderson melabrak adik tirinya di sebuah restoran?” gumam Elvano saat membaca berita tersebut. Elvano segera mengangkat wajahnya menatap ke arah Mark. “Mark, putar balik. Kita segera ke restoran xxx.” perintah Elvano. “Baik, Tuan,” jawab Mark.***“Wah … Mama, apatah ini tempat tinggal Mama?” seru Amora saat memasuki
Olivia terkejut dan memegang pipinya yang memerah akibat tamparan itu. Ia merasa marah dan terpukul oleh perlakuan kasar dari ayahnya. Tanpa berkata apa-apa, Olivia hanya memberikan tatapan tajam kepada Ayahnya. "Kau tidak berhak memperlakukan aku seperti ini, Ayah. Aku bukan anak kecil yang bisa kau pukul seenaknya," kata Olivia dengan suara tinggi disertai mata berkaca-kaca. Rahang Almero mengeras, tangannya terkepal mendengar Olivia membentaknya. Dia tidak menyangka jika Olivia akan berani membalasnya dengan keras seperti itu."Apakah kau berani melawan Ayahmu sendiri, Olivia?" tanya Almero dengan suara penuh ancaman. Olivia mengangkat dagunya dengan penuh keberanian. "Aku tidak takut padamu lagi, Ayah. Aku sudah muak dengan perlakuan kasarmu. Terlalu banyak luka dan rasa sakit yang kau berikan padaku."Almero merasa sorot mata Olivia begitu tajam, seolah-olah menghunus pedang yang tajam. Sejenak, ia terdiam dalam kebingungan. Namun, nafasnya masih berat penuh amarah."Aku ayahm
“Halo, Ibu. Apakah Rubby ada di sana?” tanya Elvano. Saat tiba di kediaman, Elvano tidak menemukan istrinya. Elvano pikir, setelah berbicara dengan Rubby malam itu, Rubby akan memaafkannya. Tapi saat dirinya tiba di kediaman, dia tidak menemukan Rubby dan Amora. Belum lagi, Rubby terkena masalah dengan Olivia di restoran. “Rubby tidak pulang ke mari. Apakah kalian berdua masih belum juga baikkan? Bagaimana bisa kalian bertengkar sampai selama ini?” jawab Emily dari seberang telepon. Elvano memijat batang hidungnya frustasi. “Maafkan Aku Ibu mertua. Jika aku merepotkan Ibu mertua. Aku akan mencoba menelpon sahabatnya saja. Mungkin, Rubby membutuhkan teman untuk berkeluh kesah.”“Baik. Ibu berharap, semoga masalah kalian segera teratasi.”Elvano memutuskan sambungan teleponnya, dia segera mencari nomor kontak Vina untuk menanyakan keberadaan Rubby. Namun, lagi-lagi Elvano hanya mendapatkan kekecewaan. Setelahnya, Elvano mencoba menghubungi nomor Rubby. Lagi-lagi, Elvano hanya menem
“Shit, mobil siapa yang membawa Olivia?” gerutu Elvano sambil terus menyetir menuju ke tempat Sergio yang sudah menunggu dirinya. Dalam perjalanan, pikiran Elvano menjadi gusar memikirkan keberadaan Olivia yang suka berpindah-pindah tempat. Saat Elvano menerima panggilan telepon jika Olivia sudah dibawa oleh dua preman, Elvano memutuskan menghubungi Andre dan Sergio untuk menceritakan masalah yang sedang dihadapinya. Hingga mobil yang dikendarai oleh Elvano pun tiba di kediaman Sergio. Elvano dan Andre sengaja memutuskan bertemu di kediaman Sergio karena Sergio tidak bisa meninggalkan si Kecil, Vincent. “Hubungan kamu dan Rubby apakah sudah baikkan?” tanya Sergio membuka pembicaraan sambil menggendong Vincent. Andre yang duduk sambil memutar-mutar gelas minuman pun menatap selidik ke arah Elvano. “Aku rasa, ada yang menyuruh Olivia. Tidak mungkin Olivia berani mengambil data perusahaanmu,” ucap Andre. Elvano yang duduk menyandar tampak berpikir sebelum menjawab. “Dugaanku kali in
"Rubby, kalau begitu aku pamit, ya! Aku harap, kamu memikirkan hubunganmu dengan Elvano. Jangan karena kerikil seperti Olivia membuatmu tersandung." Vina menggenggam tangan sahabatnya, Rubby sebelum dirinya berlalu dari Apartemen Rubby. Rubby dengan mata yang sembab meraih tangan Vina, dia memeluk sahabatnya itu. "Terima kasih, Vin. Berkat dirimu, aku bisa sedikit lebih legah dan bebanku terasa terangkat," ucap Rubby. Vina mengelus punggung Rubby. Tentu dia merasakan apa yang Rubby rasakan. Bagaimana tidak, dirinya dulu juga berjuang mempertahankan cintanya kepada Sergio. Hal itu yang membuat Vina merasa prihatin kepada Rubby. "Sstt ... Kau jangan lemah, Rubby. Jika Elvano menginginkan anak dari rahim wanita lain, mungkin Elvano sudah melakukannya sejak dulu. Namun lihat, Elvano masih bertahan dan menyayangimu," ucap Vina mencoba meyakinkan Rubby. Rubby melepaskan pelukannya, dia mengusap air mata yang masih mengalir tanpa jeda. "Ya, aku akan kembali ke kediaman dan mencoba berd
"Astaga, sudah jam berapa ini?" Rubby terlonjak dari tidur ketika dirinya terbangun. Dengan buru-buru, Rubby meraih jam weker di atas meja kecil di samping tempat tidur. "Jam dua pagi?" gumam Rubby, dia menyandarkan punggungnya pada kepala tempat tidur sambil mengusap kepalanya frustasi. "Sudah larut begini tapi Elvano bahkan tidak menemuiku atau mencari keberadaanku," lirih Rubby bergumam. Rubby membuang pandangannya ke arah Amora yang masih terlelap, sontak alis Rubby mengerut. "Kenapa Amora sampai jam segini belum bangun?" Rubby meletakkan tangannya di dahi Amora. Deg! Rubby terkejut ketika suhu tubuh Amora naik. Dahi anaknya begitu terasa sangat panas. "Ya Tuhan, Nak, kamu demam, sayang!" panik Ruby, Ruby segera menggendong tubuh Amora. "Papa...," panggil Amora dengan suara lemah saat Rubby membawa tubuh Amora keluar dari kamar. "Nanti ketemu papa ya, sayang. Mama bawa kamu ke rumah sakit," jawab Rubby sambil melangkah panik. Di luar kamar, ruangan tampak begitu gelap, la
Di ballroom hotel, Rubby, Elvano, Vina dan Sergio. Dua pasangan suami istri itu sedang menunggu dengan antusias. Mereka membawa anak-anak mereka, Amora dan Vincent, di gendongan mereka. Mereka ingin melihat Lisa dan Andre yang akan menikah tidak sabar melihat penampilan ratu dan raja untuk hari ini.Elvano, memeluk tubuh istrinya dari belakang. "Monster kecil, kita pernah melewati banyak halangan. Mulai dari sebuah ikatan kontrak hingga berjanji untuk bersama selamanya. Maaf, jika selama ini aku belum bisa membahagiakanmu," bisak Elvano ketika dia melihat dekorasi pernikahan Andre dan Lisa yang tampak begitu mewah. Rubby menggendong Amora yang sedang tertidur pun menjawab, "Kita sudah berkomitmen, Paman. Pernikahan yang kita lakukan di dekat pantai juga cukup manis dan berkesan untukku. Dan sekarang, aku bahagia memilikimu, Paman. Semoga kebahagiaan kita terus terjaga hingga akhir hayat kita." Elvano mengecup lembut pipi Monster Kecilnya. "Terima kasih, Monster Kecil. Karena sudah m
Pagi itu, matahari bersinar terang di langit biru. Di ballroom hotel, dekorasi pernikahan sudah siap. Bunga-bunga putih dan merah muda menghiasi meja dan kursi tamu. Di panggung, ada pelaminan yang megah dengan tirai-tirai putih dan lampu-lampu berkilau. Di sana, Andre dan Lisa akan mengucapkan janji suci mereka sebagai suami istri.Di ruang rias, Lisa duduk di kursi roda dengan gaun pengantin putih yang indah. Rambutnya yang pendek dihiasi dengan mahkota bunga. Wajahnya yang pucat tampak berseri-seri dengan senyum bahagia. Hari ini, ia akan menikah dengan Andre, dokter yang telah menemaninya selama ia menderita kanker otak. Andre adalah cinta pertama dan terakhirnya. Ia tidak peduli jika hidupnya tidak akan lama lagi. Yang penting, ia bisa merasakan cinta sejati dari Andre.Lisa menatap wajahnya di pantulan cermin dengan senyuman yang selalu terbit dibibirnya. "Hari ini adalah hari yang paling aku tunggu-tunggu. Aku akan menikah dengan Andre, pria yang paling aku cintai di dunia ini.
Rubby dan Vina berjalan masuk ke gedung pernikahan yang megah dan mewah. Mereka adalah sahabat dari Lisa, mempelai wanita yang akan menikah besok dengan Andre. Mereka datang untuk membantu mengurus persiapan acara, seperti dekorasi, catering, dan undangan."Wow, lihat itu!" Vina menunjuk ke langit-langit yang dipenuhi dengan balon berwarna-warni. "Ini pasti ide Lisa. Dia suka sekali balon.""Ya, dia memang anak kecil yang besar." Rubby tertawa. "Tapi aku suka dekorasinya. Simpel tapi manis. Seperti Lisa dan Andre.""Mereka memang pasangan yang serasi. Aku senang mereka akhirnya menemukan jodoh masing-masing." Vina menghela napas. "Aku harap mereka bahagia selamanya.""Amin." Rubby mengangguk. "Eh, tapi kita juga harus bahagia, lho. Kita punya suami yang sayang dan anak-anak yang lucu.""Iya, iya. Kita juga beruntung." Vina mengakui. "Tapi kadang aku kangen masa-masa kita masih single dan bebas.""Ha, ha. Kau masih ingat malam terakhir kita sebelum menikah?" Rubby mengingatkan. "Kita b
"Aku pasti bisa!" Seru Andre mencoba menyemangati dirinya sendiri. Andre menarik napas dalam-dalam sebelum menekan bel rumah Lisa. Dia merasa gugup dan deg-degan, karena hari ini Andre akan menemui orang tua Lisa untuk meminta restu pernikahan mereka. Setelah lamaran yang Andre lakukan beberapa hari yang lalu, Andre memutuskan untuk menemui orang tua Lisa menyampaikan perihal pernikahan yang akan dilangsungkan. Setelah mendapatkan izin, akhirnya Lisa hanya menjalani rawat jalan. Beberapa saat kemudian, pintu rumah terbuka, dan Andre disambut oleh seorang wanita paruh baya yang ramah. Dia adalah ibu Lisa. "Andre, selamat datang. Kami sudah menunggumu," kata ibu Lisa. Wanita paruh baya itu memeluk Andre erat. "Ayo, Nak. Masuk! Ayah Lisa sudah menunggu." wanita tersebut mengajak Andre masuk ke dalam rumah setelah melepaskan pelukannya. "Terima kasih, Bu. Maaf jika saya mengganggu," kata Andre sopan."Tidak mengganggu sama sekali. Ayo, masuk. Suamiku dan Lisa sudah menunggu di ruang
"Paman, apakah Andre dan Lisa akan bahagia? Atau ... Ada di antara satu yang akan menghilang di antara mereka?" tanya Rubby. Saat ini, Rubby dan Elvano sudah kembali ke kediaman setelah merayakan acara lamaran Andre dan Lisa. Rubby, mengelus-ngelus jakung suaminya itu dengan manja. Elvano yang sedang memainkan helaian rambut istrinya itu pun menjawab, "kita do'akan mereka yang terbaik. Semoga, saat Lisa menikah dengan Andre, penyakit Lisa diangkat oleh Tuhan." Rubby mengangguk, dia membenamkan wajahnya di dada Elvano. "Paman, apakah cintamu tetap utuh untukku?" tanya Rubby. Elvano medekap tubuh monster kecilnya semakin erat ke dalam pelukan. "Satu saja aku belum bisa membahagiakannya, bagaimana bisa cintaku dapat terbagi?"Rubby merasakan getaran baik dari tubuh Elvano dan mengabaikan gejolak dalam hatinya. Dia mengangkat wajahnya dan menatap Elvano dengan mata sayu. "Terima kasih, paman. Aku merasa sangat beruntung memiliki paman sepertimu."Elvano tersenyum, menepuk ringan pipi
"Yey! Selamat untuk kalian berdua!"Setelah Andre selesai melamar Lisa, para sahabatnya yang merupakan bagian dari rencana keluar dari persembunyian mereka. Mereka merasa senang dan gembira seperti Andre karena rencana tersebut sukses dilakukan. Sergio, Elvano, Vina, dan Rubby bergabung dengan Andre dan Lisa. "Wah, bro, selamat, ya! Semoga acara ke depannya lancar seperti jalan tol bebas hambatan!" ucap Elvano sambil mengulurkan tangannya ke arah Andre. Andre tersenyum bahagia, dia tidak menyangka jika momen tersebut terlaksana juga. Andre pun menyambut uluran tangan Elvano. "Thanks, ya! Tanpa kalian acara lamaran ini mungkin tidak akan berjalan dengan lancar," ucap Andre. Sergio menepuk-nepuk pundak Andre dengan gembira. "Jadi, kita sudah tidak akan berebutan wanita lagi ya, Ndre. Semoga bahagia!" ucap Sergio dengan semangat. Andre mengalihkan pandangannya ke arah Sergio. "Thanks bro. Aku merasa bersyukur memiliki kalian," jawab Andre. Sergio dan Elvano pun memeluk tubuh Andre.
Vina, Rubby, Sergio, dan Elvano berjalan menuju taman yang akan mereka dekorasi untuk acara lamaran Andre dan Lisa. Mereka membawa berbagai peralatan seperti balon, lilin, bunga, dan spanduk bertuliskan "Will You Marry Me?"."Ayo, cepat-cepat! Kita harus selesai sebelum Andre dan Lisa datang. Ini adalah hari yang sangat penting bagi mereka," ucap Vina sambil menggenggam erat sejumlah balon warna-warni. Rubby menimpali dengan senyum ceria, "Tentu saja, Vina. Kita akan membuat taman ini menjadi tempat yang tak terlupakan bagi keduanya."Sergio membuka kotak berisi lilin-lilin indah. "Kita perlu menyusunnya dengan rapi. Lilin-lilin ini akan memberikan sentuhan romantis saat malam tiba," kata Sergio seraya meletakkan lilin-lilin di meja yang telah mereka siapkan.Elvano menggantungkan spanduk dengan hati-hati. "Semua harus terlihat sempurna. Andre dan Lisa pasti akan terkejut dan bahagia melihat usaha kita," ujarnya penuh semangat.Saat mereka sibuk merapikan dekorasi, Vina menyelipkan p
"Andre!" Lisa berteriak saat melihat kekasihnya itu menampar pipi Gina. Andre sudah cukup sabar menghadapi sikap Gina selama ini. Seumur hidup, baru kali ini Andre mendaratkan tangannya kepada wanita. Dada Andre tampak naik turun, sedangkan Gina, tertunduk memegangi pipinya yang terasa perih. Gina tidak menyangka jika dirinya akan mendapatkan tamparan dari Andre. "Gina, selagi aku masih punya kesabaran, tolong tinggalkan ruangan ini," ujar Andre. Gina mengangkat wajahnya, menatap Andre dengan mata berkaca-kaca. "Paman, kau lebih memilih wanita kanker itu daripada aku, hah?! Selama kita berhubungan, kau tidak sekasar ini! Kenapa kau menamparku?!" ujar Gina di sela tangisnya. Lisa, wanita yang terkena kanker otak itu pun mencoba untuk bangun, dia mengusap punggung Andre, pria yang kini sedang dilanda amarah. "Ndre, kuasai dirimu," bisik Lisa lemah. Andre memijat pelipisnya sebelum menjawab, "Gina, hubungan kita sudah berakhir." Andre pun berlutut di hadapan Gina. Hal tersebut me
Dua bulan kemudian..."Apakah Kamu sekarang merasa lebih baik?" tanya Andre ketika pria itu menemani Lisa di taman belakang rumah sakit. Setelah mengambil keputusan yang berat, akhirnya Lisa diterbangkan ke Jakarta. Setelah menjalani perawatan intensif dan mencari dokter kanker yang bagus, kondisi Lisa pelan-pelan membaik. Walaupun kini kepala wanita itu telah botak akibat kemo. Namun, kecantikannya masih bisa terpancar dari wajahnya yang pucat. Lisa tersenyum lebar, "Terima kasih, Andre. Aku memang merasa lebih baik sekarang."Andre mengambil tempat di samping Lisa dan mengamati wajahnya. Meskipun terlihat lelah, Lisa tetap terlihat cantik dengan alis mata yang rapi dan senyum manis di bibirnya."Apa kabar yang lain?" tanya Lisa sambil menatap Andre.Andre mengedarkan pandangannya ke sekitar taman, "Semua orang baik-baik saja." "Syukurlah jika mereka semua baik-baik saja." "Kamu jangan terlalu lama-lama di luar, ya. Nanti kalau kamu kena angin dan sakit lagi bagaimana?" ucap Andr