Ayo kirimkan gem untuk cerita ini. Tinggalkan ulasan bintang 5 ya biar semangat nulisnya. Terima kasih, telah membaca☺
Sementara itu, di pusat kota, Leon dan beberapa anak buahnya baru saja tiba setelah perjalanan panjang dengan mobil. Mereka telah melewati perbukitan untuk mencapai pusat kota Rossis, setelah menghabiskan satu malam di penginapan dekat pelabuhan.Matahari baru terbit, dan cahayanya perlahan menembus kabut pagi yang menggantung rendah di atas kota. Mereka segera melanjutkan perjalanan, memacu kendaraan melalui jalan-jalan yang masih lengang.Suasana pagi yang tenang menciptakan rasa heran dalam benak Leon. Seharusnya, pusat kota tampak ramai meski masih awal hari. Namun, pusat kota itu tampak berbeda. "Apakah kota Rossie memang sepi seperti ini?" tanya Leon pada salah satu anak buahnya yang terbiasa pulang-pergi ke wilayah ini."Seharusnya tidak, Tuan. Saya juga heran," sahutnya.Suasana yang biasanya ramai dan penuh dengan aktivitas kini terasa lebih sunyi. Namun, rasa heran mereka terpecahkan ketika mobil melintasi jalanan yang masih berdebu dan penuh kekacauan pasca-kerusuhan.Ruas-
Kelompok pria itu memancarkan aura yang tidak ramah. Sejumlah tato yang terlihat di lengan mereka menunjukkan bahwa mereka mungkin adalah anggota dari kelompok tertentu di kota itu. Beberapa di antara mereka sedang merokok dengan santai, sementara yang lain menatap Leon dan anak buahnya dengan tatapan yang menantang. "Apakah ada yang bisa kami bantu?" tanya Leon dengan nada yang dingin. Meskipun ia merasa perlu menjaga ketenangan, namun Leon tidak bisa mengabaikan situasi ini. Salah satu dari pria itu, yang tampaknya menjadi juru bicara kelompok itu, melangkah maju dengan teriakan, "Tunjukkan identitas kalian!” ulangnya. Salah seorang anak buah Leon maju dengan gesit dan menarik kerah orang yang tidak sopan itu. "Jaga bicaramu di hadapan Tuan Leon!" ancamnya dengan nada yang keras. Suasana yang tadinya tegang kini semakin mencekam, dengan adanya tarik-menarik kerah dan makian yang keluar dari kedua belah pihak. “Bajingan!” Orang yang ditarik itu merasa terkejut dan geram. Ia men
"Apa yang kau lakukan?!" teriak gadis itu, yang hanya mendapatkan dorongan keras, tanpa jawaban, sehingga ia tiba-tiba terjatuh ke tanah. "Akh!""Gadis bodoh! Berbelanja sendirian. Kau tidak tahu, orang-orang sedang kelaparan? Haha!" seloroh pria yang mendorong gadis itu dengan jumawa."Kembalikan makananku!""Tidak mau! Makanan ini untuk kami saja!" teriak pria itu lantang, diiringi gelak tawa dua orang lainnya yang berada di belakang."Pergilah, Nak. Sebelum paman itu menyakitimu," ucap pria yang berbadan lebih besar dari pria penyerang tadi."Tidak! Itu satu-satunya makananku! Aku tidak punya uang lagi untuk membeli makanan lain!”"Pergi, kataku!" Seketika, suasana di gang kecil itu berubah menjadi kacau. Teriakan dan tangisan gadis itu pecah, sehingga mengundang Leon dan para anak buahnya untuk mendekat. “Hentikan!”, teriak Leon lantang, sambil mendekat ke arah gadis remaja yang tengah mengalami penjarahan itu. Sekelompok pria kasar telah mengepungnya dan merampas makanannya de
Pisau tajam yang diayunkan oleh pria tadi, menggores lengan Leon dengan cukup parah. Darah segar segera merembes dari kemejanya yang telah sobek oleh amukan benda tajam itu.Leon mengerang kesakitan dan meraih lengannya yang terluka. "Bajingan!" geramnya sambil mencoba menghentikan aliran darah dengan tangan yang gemetar. "Tuan, Anda berdarah!" teriak gadis muda tersebut dengan penuh kepanikan, ketika melihat luka di lengan Leon yang cukup serius. Leon mencoba untuk menenangkan gadis tersebut. "Aku tidak apa-apa. Ini hanya luka gores." Ia memaksakan senyum untuk menenangkan gadis tersebut, tetapi tampaknya luka tersebut lebih serius dari yang ia kira. “Kurang ajar!” Anak buah Leon yang lain merasa marah melihat serangan pengecut dari pria tersebut. Tanpa aba-aba, mereka langsung memukuli pria itu dengan brutal, membalas dendam atas luka yang diterima oleh bos mereka. "Arghh!!!" erangan yang mengenaskan hanya bisa terdengar sesaat, sebelum pria itu tersungkur tanpa kesadaran.Leon s
Saat pusat kota kembali pulih dari kerusuhan sebelumnya, suasana di sana terlihat mulai membaik. Para pedagang merapikan kios-kios mereka yang berantakan dan mulai berjualan, para warga yang sebelumnya besembunyi dan ketakutan, kini kembali beraktivitas seperti biasa. Sisa-sisa kerusuhan tidak menghadirkan lagi ketakutan dalam benak mereka, masyarakat Rossie, secara keseluruhan, kembali menjalani rutinitas mereka, tidak terkecuali Adam Hart, yang masih terus memburu keberadaan Abigail–sang adik ipar. “Di mana jalang itu bersembunyi?” gumamnya, sambil meminum kopi pagi ini. Adam memandang ke luar balkon kamarnya dengan sorot mata penuh dengan amarah. Ia tampak lelah, karena sudah beberapa hari ini melacak jejak Abigail, namun tak kunjung ditemukannya. Sepertinya, wanita itu sedang bersembunyi, entah di mana. “Hans! Cari di butik-butik yang biasa dia datangi. Abigail tidak memliki kenalan lagi. Andersen bangsat itu sudah tewas!” perintah Adam pada salah satu tentara bayarannya. “Bai
Inspektur Kirk kini duduk di kursi tengah ruang rapat. Sorot matanya yang tajam mengarah pada tumpukan berkas penting yang telah disiapkan di atas meja. Semua orang di ruangan itu merasa tegang, menyadari bahwa hari ini akan menjadi hari yang menentukan bagi mereka. Para pejabat yang hadir tampak gelisah dan mulai berkeringat dingin, mengetahui bahwa inspeksi ini adalah saat di mana rahasia-rahasia mereka mungkin terungkap. "Kami akan segera memulai inspeksi," ucap Inspektur Kirk dengan suara tegas.Kini, saat-saat yang mendebarkan telah tiba. Inspektur Kirk berdiri, diiringi beberapa staff-nya yang setia. Semua mata di ruangan itu tertuju pada mereka. Inspektur Johannes Kirk, adalah seorang pejabat yang sangat ketat dalam menjalankan tugasnya. Ia dikenal sebagai pribadi yang adil dan tidak akan terpengaruh oleh tekanan atau pun suap. Tidak ada yang bisa mempengaruhi hasil inspeksi yang dilakukan olehnya. "Saya akan memastikan bahwa semua prosedur dilakukan secara ketat dan tidak
Sementara itu, di Mansion Rossie, suasana perayaan ulang tahun sang Nona muda masih kental terasa, meski sudah lewat beberapa hari. Hiasan-hiasan dekoratif masih kokoh berdiri, kegembiraan para pelayan juga tetap terasa, dan kue-kue yang sebelumnya ditujukan untuk para tamu undangan, kini telah habis disantap oleh pelayan. Juru masak akan menyiapkan hidangan baru sesuai tema pesta yang akan ditentukan oleh sang penyelenggara. “Maafkan Nenek, Arren, acara kita jadi tertunda,” kata Nyonya besar, merasa bersalah. “Tidak apa-apa, Nek. Kesehatan Nenek yang utama,” ucap Arren lembut. Acara perayaan ulang tahun Arren seharusnya berlangsung sepanjang hari setelah pesta kejutan di Pavilun Barat sukses dilaksanakan. Namun, mendadak Nyonya besar pingsan, akhirnya pelaksanaan banquet ulang tahun yang seharusnya berlangsung pada malam harinya, terpaksa ditunda. “Sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri?” tanya sang Nyonya. “Ini adalah hari ketiga, Nek. Tenanglah, semua baik-baik saja,” sahu
Kebohongan sang Nyonya besar bermula dari laporan yang disampaikan oleh Clark tentang perkembangan tugasnya. Selama ini, Clark telah menjadi mata-mata setia keluarga Rossie, dan tugas utamanya adalah melaporkan setiap tindakan yang diambil Arren serta menjaganya tanpa sepengetahuan gadis itu. Meskipun pada masa lalu, Nyonya besar pernah mengusir Arren dan keluarganya dari wilayah Rossie, tetapi kerinduannya pada sang cucu tak bisa dikompromikan. Perlahan-lahan, rasa benci terhadap perilaku sang menantu, terkikis dan hanya meninggalkan kerinduan yang mendalam pada keluarga itu. Karena ulah sang ayah, Arren, yang tidak memiliki kesalahan, harus turut menanggung beban. Insiden pengusiran Adam Hart di masa lalu begitu membekas di benak semua orang, terutama Nyonya besar Rossie. Nyonya besar pernah menawarkan pillihan untuk mengasuh Arren, ketika Amber–sang putri–lebih memilih pergi bersama suaminya. Namun, Amber menolak, dan berniat untuk membesarkan Arren secara mandiri. Nahas, Amber