Ayo kirimkan gem untuk cerita ini. Tinggalkan ulasan bintang 5 ya biar semangat nulisnya. Terima kasih, telah membaca☺
Tiba-tiba, petir menyambar lagi, menerangi wajah-wajah tegang yang tengah terlibat dalam konfrontasi berbahaya ini. "Dengar baik-baik, Clark!" ucap Adam sambil menekan senjatanya, ia mengarahkan moncong logam itu ke dahi Clark dengan beringas. "Jangan menguji kesabaranku!"Namun, pandangan dingin Clark dan senyum misteriusnya, membuat Adam semakin naik pitam. Clark tampak bermain-main dengan Adam, sembari mengungkit kenangan masa lalu ketika Adam adalah seorang pria yang paling dihormati di wilayah Rossie ini. "Apakah Anda lupa masa-masa kejayaan Anda, singa Rossie?" Clark berkata dengan nada merendahkan. Pertanyaannya terasa seperti pukulan yang menusuk hati Adam.Suasana menjadi semakin tegang, dengan setiap detik terasa seperti sebuah waktu yang merambat. Para penembak runduk masih bersiaga, sambil menunggu perintah Adam untuk mengeksekusi para tawanan. Namun, hal itu masih belum diputuskan. "Anak kecil sepertimu tahu apa?" Adam, dengan mata yang menyala api, tidak terlihat ingin
'Hai, Adam. Kau masih mengenali suaraku, kan?' tanya seseorang dari rekaman yang dimainkan oleh Clark. Suara tersebut berhasil membuat bulu kuduk Adam meremang. Kedua matanya membeliak saat ia mendengar suara rekan lamanya, Kevin Costner."Ke--Kevin?" gumamnya terkejut. Adam tidak pernah membayangkan bahwa Clark memiliki akses ke suara Kevin. "I--ini tipuan, kan?" tanyanya dengan nada ragu, namun Clark hanya tersenyum sinis tanpa memberikan jawaban. Rekaman itu terus berputar, mengungkap fakta-fakta yang mencengangkan. Adam tidak pernah mengira akan mendengarkan pengakuan yang mengejutkan seperti ini. 'Jika kau tahu sebab-musabab nasib sialmu sejak awal, itu semua adalah rencana jahat Abigail yang ingin menguasai seluruh harta keluarga Rossie. Wanita itu cerdik dan licik. Keluargaku juga menjadi korban, tapi setidaknya aku tidak terlalu bodoh untuk memuja musuhku sendiri.'Adam terdiam, tak mampu berkata-kata. Ia mendengarkan setiap kata penjelasan dari Kevin dengan napas memburu, s
Keadaan di lokasi kecelakaan sudah cukup sunyi, hujan juga sudah berhenti, semuanya benar-benar berada dalam kendali. Petugas medis yang baru tiba segera bergerak cepat. Mereka membentangkan tenda darurat untuk menangani para korban yang terluka. Lampu sorot dinyalakan, memberikan cahaya terang di tengah kegelapan malam.Sementara itu, petugas polisi yang juga baru datang mulai melakukan penyelidikan lebih lanjut tentang kecelakaan tersebut. Mereka mengatur lalu lintas di sekitar area kejadian untuk memastikan keselamatan semua orang yang ada di sana.Suasana di area kecelakaan terasa sangat kacau. Lampu-lampu darurat berkedip-kedip, menciptakan perasaan gelap dan misterius di tengah malam. Suara-suara sibuk petugas medis yang memberikan pertolongan pertama kepada korban tercampur dengan suara-suara saksi yang memberikan laporan kepada petugas polisi.Namun, tidak ada satu pun dari mereka yang mengungkapkan identitas Adam Hart, atas perintah dari Clark. Adam disembunyikan, agar tidak
Matahari telah terbit di ufuk timur, kicau burung turut memberikan kesejukan yang menyegarkan. Arren terbangun dalam keadaan bugar. Rasanya, sudah lama sekali, ia tidak merasa sesegar ini, ketika bangun pagi."Astaga, sudah pagi," gumamnya sambil menggeliat perlahan. Hal terakhir yang ia ingat hanyalah memasuki mobil, kemudian tertidur pulas. Entah siapa yang menggendongnya hingga ke atas ranjang malam itu, Arren benar-benar tidak mengingat apapun."Selamat pagi, Nona. Mari, saya bantu mandi dan bersiap," ucap pelayan pribadinya sambil memandu Arren menuju ke kamar mandi."Baik," sahut Arren, kemudian beranjak dari ranjangnya. Cuaca pagi itu sangat cerah, Arren bisa merasakan kedamaian di dalam hatinya. Untuk beberapa saat, pandangannya menyapu ke arah jendela. Ia memandangi suasana di luar kamarnya yang tenang. Arren benar-benar merasa nyaman."Air mandinya sudah siap, Nona. Mari..."Arren bergegas menuju ke bak mandi dan memulai rutinitas paginya. "Anda cantik sekali, Nona," puji s
Sementara itu, di pusat kota, Leon dan beberapa anak buahnya baru saja tiba setelah perjalanan panjang dengan mobil. Mereka telah melewati perbukitan untuk mencapai pusat kota Rossis, setelah menghabiskan satu malam di penginapan dekat pelabuhan.Matahari baru terbit, dan cahayanya perlahan menembus kabut pagi yang menggantung rendah di atas kota. Mereka segera melanjutkan perjalanan, memacu kendaraan melalui jalan-jalan yang masih lengang.Suasana pagi yang tenang menciptakan rasa heran dalam benak Leon. Seharusnya, pusat kota tampak ramai meski masih awal hari. Namun, pusat kota itu tampak berbeda. "Apakah kota Rossie memang sepi seperti ini?" tanya Leon pada salah satu anak buahnya yang terbiasa pulang-pergi ke wilayah ini."Seharusnya tidak, Tuan. Saya juga heran," sahutnya.Suasana yang biasanya ramai dan penuh dengan aktivitas kini terasa lebih sunyi. Namun, rasa heran mereka terpecahkan ketika mobil melintasi jalanan yang masih berdebu dan penuh kekacauan pasca-kerusuhan.Ruas-
Kelompok pria itu memancarkan aura yang tidak ramah. Sejumlah tato yang terlihat di lengan mereka menunjukkan bahwa mereka mungkin adalah anggota dari kelompok tertentu di kota itu. Beberapa di antara mereka sedang merokok dengan santai, sementara yang lain menatap Leon dan anak buahnya dengan tatapan yang menantang. "Apakah ada yang bisa kami bantu?" tanya Leon dengan nada yang dingin. Meskipun ia merasa perlu menjaga ketenangan, namun Leon tidak bisa mengabaikan situasi ini. Salah satu dari pria itu, yang tampaknya menjadi juru bicara kelompok itu, melangkah maju dengan teriakan, "Tunjukkan identitas kalian!” ulangnya. Salah seorang anak buah Leon maju dengan gesit dan menarik kerah orang yang tidak sopan itu. "Jaga bicaramu di hadapan Tuan Leon!" ancamnya dengan nada yang keras. Suasana yang tadinya tegang kini semakin mencekam, dengan adanya tarik-menarik kerah dan makian yang keluar dari kedua belah pihak. “Bajingan!” Orang yang ditarik itu merasa terkejut dan geram. Ia men
"Apa yang kau lakukan?!" teriak gadis itu, yang hanya mendapatkan dorongan keras, tanpa jawaban, sehingga ia tiba-tiba terjatuh ke tanah. "Akh!""Gadis bodoh! Berbelanja sendirian. Kau tidak tahu, orang-orang sedang kelaparan? Haha!" seloroh pria yang mendorong gadis itu dengan jumawa."Kembalikan makananku!""Tidak mau! Makanan ini untuk kami saja!" teriak pria itu lantang, diiringi gelak tawa dua orang lainnya yang berada di belakang."Pergilah, Nak. Sebelum paman itu menyakitimu," ucap pria yang berbadan lebih besar dari pria penyerang tadi."Tidak! Itu satu-satunya makananku! Aku tidak punya uang lagi untuk membeli makanan lain!”"Pergi, kataku!" Seketika, suasana di gang kecil itu berubah menjadi kacau. Teriakan dan tangisan gadis itu pecah, sehingga mengundang Leon dan para anak buahnya untuk mendekat. “Hentikan!”, teriak Leon lantang, sambil mendekat ke arah gadis remaja yang tengah mengalami penjarahan itu. Sekelompok pria kasar telah mengepungnya dan merampas makanannya de
Pisau tajam yang diayunkan oleh pria tadi, menggores lengan Leon dengan cukup parah. Darah segar segera merembes dari kemejanya yang telah sobek oleh amukan benda tajam itu.Leon mengerang kesakitan dan meraih lengannya yang terluka. "Bajingan!" geramnya sambil mencoba menghentikan aliran darah dengan tangan yang gemetar. "Tuan, Anda berdarah!" teriak gadis muda tersebut dengan penuh kepanikan, ketika melihat luka di lengan Leon yang cukup serius. Leon mencoba untuk menenangkan gadis tersebut. "Aku tidak apa-apa. Ini hanya luka gores." Ia memaksakan senyum untuk menenangkan gadis tersebut, tetapi tampaknya luka tersebut lebih serius dari yang ia kira. “Kurang ajar!” Anak buah Leon yang lain merasa marah melihat serangan pengecut dari pria tersebut. Tanpa aba-aba, mereka langsung memukuli pria itu dengan brutal, membalas dendam atas luka yang diterima oleh bos mereka. "Arghh!!!" erangan yang mengenaskan hanya bisa terdengar sesaat, sebelum pria itu tersungkur tanpa kesadaran.Leon s