Ayo kirimkan gem untuk cerita ini. Tinggalkan ulasan bintang 5 ya biar semangat nulisnya. Terima kasih, telah membaca☺
“Kau masih bisa berbicara?” tanya Nyonya Rossie bernada satir pada Abigail yang sok berkuasa. “Ibu, ini adalah forum resmi, sopanlah kepadaku.” “Aku bukan Ibumu!” “Ya, terserahlah…” Adu mulut dua pimpinan itu membuat suasana ruang rapat menjadi tegang. Para anggota dewan yang hadir merasa tidak nyaman dengan konflik yang sedang berlangsung di antara dua wanita itu. Beberapa dari mereka mencoba menjaga ketenangan dengan tetap fokus pada agenda rapat. Namun, kehadiran Abigail–sang pimpinan baru yang belum mendapatkan pengakuan– cukup mengganggu kondusifitas rapat hari ini. Salah seorang anggota dewan akhirnya mencoba menenangkan situasi. "Mungkin kita sebaiknya fokus pada agenda rapat hari ini. Dimohon para Nyonya dapat tenang," ucapnya tanpa ingin menyinggung salah satu di antara mereka. "Kita harus mencari solusi atas tuntutan para demonstran yang merusak kota selama beberapa hari ini,” lanjutnya. Nyonya Rossie mengangguk setuju, sementara Abigail mengalihkan pandangannya. Ia t
"Siapa itu?" Abigail menyipitkan mata, tidak bisa melihat dengan jelas gerombolan perusuh yang tampak memadati ruang rapat yang suci ini. "Nyonya Abigail! Anda dan Nyonya Andersen telah mencederai hak kami!" teriaknya masih penuh amarah. "Kalian akan kami tuntut!""Sialan! Setan tua Voltus! Mau apa dia?!" geram Abigail ketika melihat Tuan Voltus, pemimpin kelompok oposisi yang tiba-tiba muncul dan menciptakan kerusuhan di tempat ini.Kelompok oposisi seharusnya menjadi sahabat politiknya, namun entah kenapa, sekarang mereka tampak menjadi musuh yang pahit. Abigail merasa bingung, ia tidak memahami mengapa situasi bisa berubah seburuk ini."Bibi, apa yang terjadi?" tanya Abigail dengan panik kepada Nyonya Andersen."Entahlah, Abbey. Tahan emosimu!" Nyonya Andersen beranjak dari kursinya kemudian mendekat ke arah Tuan Voltus dan rombongannya. Jantungnya berdetak kencang, tidak menyangka akan adanya perdebatan seperti ini. "Tuan-tuan, apa yang terjadi? Apakah Anda terlambat datang rapat
(Distrik Provence, Rossie; 40 tahun yang lalu) "Ibu di mana?" tanya Abigail kecil, yang saat itu berusia 5 tahun. Pengasuhnya baru saja membuatkan makanan, namun Abigail menolak memakannya karena menunggu kehadiran sang ibu. "Ibu Anda sedang berada di paviliun, Nona. Silakan dimakan sarapannya," ucap sang pengasuh sedikit memaksa. Sepertinya, ia tidak mengizinkan Abigail menemui sang ibu. "Aku ingin makan bersama Ibu!""Tidak boleh! Maksud saya... Tidak bisa, Nona. Ayah Anda akan segera menjemput, silakan makan dulu baru menemui beliau."Abigail merengek dan menolak bujukan pengasuhnya. Ia bersikeras ingin menemui sang ibu, baru menghabiskan makanannya. Abigail sudah beberapa waktu ini tidak bertemu dengan ibunya. Ia ingin sekali merangkul ibunya lagi, mendengar suaranya, dan merasakan kehangatan cinta sang ibunda yang telah lama tidak dirasakannya. Namun, ibunya kini terbaring lemah di kamar yang jauh di Paviliun sana. Nyonya besar bahkan hampir tak berdaya, dan hanya sedang menu
Malam yang kacau di Balai Regional membuat Nyonya Besar dan Arren dievakuasi secara mendadak. Pimpinan tim pengawal, Clark, dengan sigap mengarahkan kedua majikannya itu ke mobil pengawal. Setelah itu, mereka segera meninggalkan lokasi bentrok untuk dipindahkan ke tempat yang aman.Mesin mobil terus berderu dengan kecepatan sedang yang saling beriringan. Tiga mobil berderet rapi di sisi jalan, dengan mantan pimpinan Rossis di awal barisan. Mereka membentuk iring-iringan mobil yang melaju secara rapi, dengan tekad untuk terus menyelaraskan barisan."Syukurlah kalian mengevakuasi tepat waktu. Arren hampir terluka lagi," ucap Nyonya besar sambil menghela napas. "Kami telah mengidentifikasi situasi sebelumnya, Nyonya. Shaun juga memperingatkan tentang potensi bentrok. Kami selalu waspada," sahut Clark dengan tegas. Di samping kirinya, sang sopir yang sedang menyetir dengan tenang, tidak tampak bersuara. "Nenek, apa yang terjadi dengan Shaun dan Tuan West? Mengapa mereka tidak ikut kita
Hujan deras yang semakin mengguyur jalanan kota membuat suasana semakin menyeramkan. Hari sudah semakin malam, tidak ada satu kendaraan pun yang melintasi jalan, selain iring-iringan mobil sang Nyonya besar. Butiran-butiran air hujan berdengung, menciptakan suara memekakkan telinga ketika menyentuh bagian atap mobil yang berlapis baja. Kaca depan tertutup oleh tetes-tetes air yang berputar-putar, seiring dengan sapuan wiper yang bergerak ke kiri dan ke kanan. Jarak pandang sopir menjadi sangat terbatas, sehingga membuat perjalanan semakin berisiko."Pak, tidakkah kita menepi dulu?" tanya Arren yang mulai mengkhawatirkan kondisi jalanan yang kian membahayakan. "Tidak, Nona. Kita tidak bisa mengambil resiko. Saya akan menyetir dengan hati-hati," ucap sang sopir dengan tegas. "Benar, Arren. Jika kita berhenti, akan bahaya," sahut Clark yang juga menyetujui ide sang sopir. Meski pelan, mereka harus tetap bergerak, supaya tidak memberikan kesempatan bagi penjahat untuk mengejar mereka
"Nyonya! Nona!" Sebuah seruan keras memanggil-manggil penumpang yang ada pada mobil pertama. Kondisi mobil itu rusak parah, dengan kaca-kaca dan body mobil yang berceceran di sepanjang jalan. Beruntung, para pengawal di mobil ketiga tidak terluka parah, mereka segera melompat keluar dari mobil yang rusak, tanpa peduli pada luka-luka mereka sendiri. Debu dan asap perlahan mereda, memberikan gambaran yang lebih jelas atas puing-puing kendaraan yang hancur. Para pengawal dari mobil ketiga segera melakukan aksi penyelamatan pada sang majikan. Misi utama mereka adalah memastikan keselamatan Nyonya besar dan Nona Arren, bahkan jika itu berarti mengorbankan diri mereka sendiri. Para pengawal yang berani itu bergegas mendekati mobil utama yang mengangkut majikan mereka. Dalam keadaan yang intens dan kritis, mereka dengan cepat membuka pintu mobil yang penuh pecahan kaca dan kerusakan yang cukup parah. Nyonya besar dan Nona Arren tampak terluka dan terguncang, beruntung, nyawa mereka selama
Penolakan dari sang pengawal yang terluka, tidak bisa diterima oleh Arren. “Apa maksudmu? Kau bisa meninggal jika kehilangan darah sebanyak ini!” Arren bersikeras dan mulai melakukan pertolongan pertama. “Aku bisa meminimalisir resiko sebelum tim medis datang. Bertahanlah,” ucapnya dengan yakin. "Te--terima kasih, Nona," Pengawal itu tidak tampak memberontak dan pasrah dirawat oleh sang majikan. Sementara itu, cuaca yang semakin buruk membuat situasi di sekitar lokasi menjadi semakin rumit. Meski begitu, semangat mereka tidak kendur. Mereka tetap menanti bantuan dengan sabar dan penuh kewaspadaan. Meski terlibat dalam kecelakaan maut yang dapat merenggut nyawa kapan saja, Arren dan timnya tetap selamat. Mereka tidak mengalami luka berat, dan hanya mengalami luka gores dan lebam yang tidak berbahaya. Tentu saja ini karena takdir dan juga kecanggihan kendaraan khusus milik keluarga Rossie yang senantiasa siaga terhadap ancaman yang ada. Kendaraan itu adalah mobil sedan dengan lapis
Dalam sorot cahaya petir yang membelah langit dengan gemuruh yang dahsyat, sosok Adam Hart tampak semakin misterius dan gelap. Kilat itu seolah mengungkap semua rahasia masa lalu Adam yang kelam dan penuh kesuraman. Namun, seperti dalam banyak kisah, selalu ada alasan yang mendorong seorang pria yang dulunya terhormat menjadi seseorang yang menjijikkan seperti sekarang.Masa lalu Adam Hart adalah bagian dari sejarah kelam dan tragis dari keluarga Rossie. Nyonya besar bahkan tak sudi menganggapnya sebagai bagian dari keluarga besarnya. Adam Hart adalah pria yang dikucilkan oleh mereka. "Aku ada urusan dengan putriku. Aku tidak ada urusan denganmu, Nenek tua!" teriaknya dengan ejekan. Adam telah melupakan Nyonya Rossie yang dulunya adalah mertuanya. "Dasar brengsek!" umpat Nyonya besar, yang kali ini berdiri di depan sang cucu. Ia tidak akan membiarkan cucu berharganya itu terluka barang sedikit pun. Selaras dengan Nyonya besar, tim pengawal juga tampak bersiaga. Mereka mengokang sen