Kun Fayakun!"Innamaa amruhuuu izaaa araada shai'an ai-yaquula lahuu kun fa-yakuun," gumam Gendhis.'Tes' air matanya menetes. Matanya melihat terjemahan surat di Al-Quran yang di pegang nya. "Sesungguhnya urusan-Nya apabila, Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah sesuatu itu. Sesungguhnya urusan-Nya menciptakan segala sesuatu sangatlah mudah bagi-Nya. Apabila Dia menghendaki untuk menciptakan sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka dengan serta-merta jadilah sesuatu yang dikehendaki-Nya itu. Allah menerangkan betapa mudah bagi-Nya menciptakan sesuatu. Apabila Ia menghendaki untuk menciptakan suatu makhluk, cukuplah Allah berfirman, "Jadilah," maka dengan serta-merta terwujudlah makhluk itu. Mengingat kekuasaan-Nya yang demikian besar, maka adanya hari kebangkitan itu, di mana manusia dihidupkan-Nya kembali sesudah terjadinya kehancuran di hari Kiamat, bukanlah suatu hal yang mustahil, dan tidak patut diingkari."Fa sub-ḫânalladzî b
APAKAH YANG HINA PANTAS DI CINTA?"Meminang, Umi?" tanya Gendhis. Umi Nisa tersenyum dan menganggukkan kepalanya."Iya, Nak. Kebetulan ada seorang lelaki baik teman Abah juga, dia seorang anak muda ya tidak muda juga usianya sekitar dua puluh sembilan tahun ada. Mungkin untuk ukuran Indonesia sudah termasuk usia tua ya?" tanya Umi Nisa. Gendhis mengangguk."Usia nya lebih muda, Umi Nisa," gumam Gendhis."Tidak lah, dia hanya jauh lebih mudah satu tahun saja di bawahmu. Umi pernah bertemu dengannya, sekali. Saat kajian di rumah Hubabah Maryam. Dia bertemu dengan Habib Usman, tapi Umi cocok dengannya. Dia adalah anak yang baik, bahkan dia mengutarakan sendiri ingin mendapatkan jodoh wanita Indonesia juga yang mungkin bermukim di Tarim. Karena dia sudah berjanji kepada Umi nya, lebaran ini dia akan membawa calon istrinya pulang ke Indonesia. Hal itu karena dia sejujurnya telah menolak wanita yang dijodohkan oleh keluarganya di Indonesia," jelas Umi Nisa."Kenapa, Umi Nisa?" tanya Gendhis
DUA TRADISI YANG BERBEDA!"Umi dan Abah sangat gembira mendengarnya, karena dia termasuk salah satu murid yang cukup berhasil dan bisa mengamalkan ilmu-ilmu yang dia dapat di Tarim, agar menegakkan kebenaran di sana. Nak, jika kau memang Ingin bertemu dengannya, maka berikanlah Abah dan Umi jawaban sebelum lebaran. Sebelum keberangkatan dia, itu artinya kau masih memiliki waktu tiga hari," jelas Umi Nisa."Nah, sebentar lagi masuk waktu Ramadhan, manfaatkan waktu ini. Karena ini waktu yang pas sekali untuk kau beristiqoroh dan menyerahkan diri, serta menanyakan kepada Tuhanmu, Allah mu, kepada Allah azza wa jalla, tentang bagaimana keputusanmu untuk menikah. Bukalah hatimu, Nak. Buka, kau masih muda, kau masih bisa melahirkan generasi-generasi pembawa Islam selanjutnya di tanah airmu sendiri, agar Islam ditegakkan dengan benar. Islam bisa putih, mengatakan yang baik dengan kebaikan, tidak munafik dan tidak abu-abu. Kau sudah mempunyai modal harta yang kau jihad kan di jalan Allah, tin
PULANG MEMBAWA CALON MANTU? "Masya Allah, banyak sekali. Sungguh hebat wanita jawa bisa menyediakan semua makanan itu dalam sehari," puji Umi Nisa. "Ya, itu lah yang selalu Gendhis kagumi dari para wanita Jawa, Mi. Mereka sangat hebat dalam hal prinsip hidup dan melestarikan semua peninggalan dan ajaran leluhur kami. Tapi untuk masakan pertama sahur nanti Gendhis ingin belajar masak makanan Tarim, Mi. Biar pintar masak," ucap Gendhis. "Betul! Lelaki itu kenyangkan pandangannya, perutnya, bawah perutnya. Cukup itu kau jaga, selebihnya pasrahkan Allah saja," sahut Umi Nisa. "Mari kita memasak untuk sahur pertama kita nanti malam. Kau ingin memasak apa?" tanya Umi Nisa. Selama di sini Gendis tak menyia-nyiakan kesempatan belajar apapun yang dia bisa selama ada di Tarim ini. Ya dia memang ingin suatu saat nanti jika memiliki pasangan melayani dengan sepenuh hati seperti apa yang dia lihat dari Umi Nisa pada Suaminya, Abi Usman. Gendhis i
SIAPAKAH LELAKI ITU? "Pulanglah, Mama Rindu," perintah Ibunya. "Bagaimana jika saat pulang Gendhis membawa calon menantu, Ma?" tanya Gendhis. "Apa maksudmu Pulang membawa calon mantu?" tanya Mama nya, Ririn. "Tadi umi Nisa mengatakan kepada Gendhia, jika ada seorang lelaki yang berminat mencari seorang jodoh dan Abah Usman serta Umi Nisa sepakat untuk menjodohkan Gendhis dengan lelaki itu," jawab Gendhis. "Lalu kamu mau?" tanya Ririn. "Tidak Ma, aku belum menjawab mau atau tidak mau. Banyak pertimbangan untuk Gendhis, selain ini adalah pilihan dan tawaran dari seorang Umi Nisa, Gendhis juga mengatakan kepada mereka bahwa harus bertanya kepada Mama dulu. Bagaimana pun Gendhis ingin meminta pertimbanganmu, Ma. Apakah Mama mengizinkan atau tidak? Jika memang Mama tidak mengizinkan maka aku pun tidak akan pernah menikah dengan lelaki itu, Mah," jelas Gendhis. "Jadi Mama tidak usah khawatir juga. Gendhis melakukan ini
BISMILLAH TA'ARUF! "Ah iya sama kan seperti di Tarim sini. Semua juga ingin begitu, hanya saja kalau kami dalam satu rumah akan ditingkat berundak dan dibuat untuk anak cucunya tanpa kami harus berada dalam satu dapur sama. Meski jika dipikir lagi masih dalam satu rumah juga," ucap Umi Nisa sambil tertawa renyah. Gendhis menganggukkan kepalanya. Ya memang begitulah di Tarim, mereka memang hidup dalam satu rumah bersama keluarga besar namun setiap lantai memiliki dapur pribadi masing-masing sehingga tidak saling mencampuri urusan satu sama lain. Sedangkan di Indonesia terkadang mereka memang tinggal dalam rumah yang berbeda namun masih acap kali campur tangan rumah tangga satu dengan rumah tangga lainnya, antar ipar, sehingga seringkali menimbulkan konflik. "Alhamdulillah, Nak. Sepertinya Allah memang menyayangimu. Dia memang berniat untuk berdakwah di Indonesia namun rasa cintanya di kota Tarim ini begitu besar, sehingga dia kembali lagi ke sini un
DARI SAMBUSA SAMPAI BOLU RAWANI"Apa maksudnya, Bah?" tanya Gendhis."Kau bisa menanyakan sendiri nanti kepadanya nanti, Nak. Tapi sebaik-baiknya kau bertanya Jangan pernah menanyakan tentang masa lalunya, Nak. Masa lalu itu biarlah menjadi rahasianya sendiri. Karena itu adalah aib nya. Yang penting kan hubungan kalian akan mendatang. Bagaimana kalian menghadapi semua ini bersama," ujar Abah Usman. Gendis pun menganggukkan kepalanya paham. "Nah jika kau sudah bersedia dan kau mau, maka Abah akan mempertemukan kalian di puasa hari ketiga. Bagaimana menurutmu?" tanya Abah Usman."Umi ikut saja bagaimana baiknya untuk Gendis. Apakah kau keberatan jika kita bertemu di hari ketiga puasa, Nak? Itu artinya kau masih ada waktu tiga hari untukmu istikharah, Nak," perintah Umi Nisa."Iya Mi, Gendhis semenjak setelah mendapatkan restu dari ibu di Indonesia apalagi Umi dan Abah yang mencarikannya maka Gendhis tidak keberatan. Gendhis pasrah dan minta tolong dengan sangat arahan Abah dan Umi," uc
ASTAGFIRULLOH! LELAKI ITU?"Gendis nak turunlah!" perintah Umi Nisa saat adzan magrib hendak berkumandang.Gendis pun turun dari kamarnya yang memang sengaja berada di lantai dua. Pasti lelaki itu sudah datang dan sekarang sedang berbincang dengan Abah Usman di depan. Jantung Gendhis berdetak tak karuan."Apakah begini jika semua di lakukan karena Gusti Allah? Begitu indah, mendebarkan," batin Gendhis."Gendhis, nanti kau hidangkan makanan dalam nampan itu ya. Umi sudah sengaja membuatkan dua nampan makanan. Lelaki itu sangat pemberani sekali, bahkan dia datang sendiri tak di temani siapapun," puji Umi Nisa. Lagi ucapan Umi Nisa itu membuat Gendhis tersipu malu. Dia sangat penasaran seperti apa lelaki yang akan menjadi calon suaminya itu."Iya, Mi," jawab Gendhis."Nah satu nampan teh hangat dan air itu untuk Abah Usman dan lelaki itu, satu untuk kita berdua makan. Meskipun kita nanti akan makan berpisah, jika memang kau tidak nyaman," kata Umi Nisa. Gendhis menganggukkan kepalanya.