"Lepaskan aku, Alden!" Keina mencoba berontak, namun bukannya mendengar perkataannya, Alden malah semakin mengetatkan pelukannya."Saya akan sangat merindukan aroma kamu, Keina. Semoga kamu bahagia,"Mendengar ucapan Alden yang begitu tulus, Keina akhirnya menyerah. Seluruh pertahanan yang ia bangun demi terlihat tegar di mata Alden runtuh seketika. Air mata Keina mulai menetes melalui pipinya. Siapa yang menyangka takdir mereka akan berakhir menjadi seperti ini?"Semoga kau juga bahagia," ujar Keina dengan tulus.Meski pernikahan mereka berakhir dengan tidak baik, Keina masih mengharapkan hal yang baik datang kepada Alden. Tidak ada dendam yang ia rasakan. Hanya perih yang ia rasakan karena harus menerima perpisahan ini. Perpisahan yang harus ia lakukan demi kesehatan batinnya sendiri.Keina mulai merasa kehilangan saat Alden mengurai pelukan mereka. Alden mengulas senyumnya dengan getir. Tidak lama kemudian, Adrian terlihat hendak menghampiri mereka berdua dengan wajah panik.Alden
Shiren mengerjapkan matanya saat terjaga dari pingsannya. Ia terhenyak saat mendapati dirinya diikat di suatu kursi. Hanya ditemani cahaya temaram dari suatu lampu, Shiren mengerjap. Dimana ia sebenarnya? Kenapa tempatnya sangat gelap seperti ini?"Sudah bangun?""Alden!" Teriak Shiren histeris, ia menggerak-gerakkan tubuhnya, mencoba melonggarkan ikatan yang melilit tubuhnya, "Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!""Kenapa? Aku hanya sedang melakukan apa yang kau lakukan padaku dulu Shiren. Kau tahu apa yang sudah kau lakukan? Kau membunuh calon anakku." desis Alden sinis.Mata Shiren seketika melebar mendengar ucapan Alden, ia mulai bergidik ngeri, sepertinya Alden benar-benar marah karena tindakannya waktu itu."Aku melakukan itu karena aku mencintaimu, Alden! Kenapa kau tidak mengerti?""Cinta?" Alden terkekeh kecil, merasa bahwa jawaban dari Shiren adalah hal terkontrol yang ia dengar, "Kau hanya ingin hartaku, bukan? Kau hanya ingin menjeratku untuk memenuhi semua sikap serakahmu
"Di sini Robert."Tawa Robert seketika membahana di dalam ruangan pengap itu. Pria dengan lagak semacam gangster itu mendekat ke arah Shiren lalu tersenyum dengan puas."Kita bertemu lagi, wahai jalang. Kemanapun kau melarikan diri, aku pasti akan menemukanmu, bahkan ke ujung dunia sekalipun."Shiren terlihat menggigit bibirnya dengan kuat. Nyalinya menciut seketika melihat keberadaan Robert di hadapannya, "Aku tidak kabur, aku pasti akan melunasinya. Percaya padaku.""Shiren, Shiren. Bagaimana bisa aku mempercayaimu? Memangnya dengan apa kau bisa melunasi hutangmu yang sudah menumpuk itu?""Aku pasti akan membayarnya, jangan khawatir, berikan aku waktu sedikit lagi.""Pak Alden Syarakar saja sudah membuangmu, bagaimana cara kau membayarnya? Benar bukan, Pak Alden?" Robert terlihat mengalihkan tatapannya ke arah Alden Syarakar yang duduk saling menyilangkan kaki di hadapannya, "Tapi, dia pernah menjadi kekasih Anda, apa Anda benar-benar rela jika saya melakukan apapun padanya setelah
Nafas Alden terengah-engah menyuarakan segala emosinya. Hatinya terasa sangat sakit saat ini."Bukankah semua sudah berlalu, kenapa kau harus seemosional ini?" ujar Daniel dengan raut wajah sebal. Baginya reaksi Alden terlihat sangat berlebihan."Aku tidak akan pernah memaafkanmu, sekalipun kau adalah kakak kandungku." ia mengalihkan tatapannya ke arah Reymand, "Maafkan aku Pa, tapi aku tidak bisa memaafkannya.""Papa benar-benar kecewa karena kamu harus melakukan hal serendah ini, Daniel. Untuk sementara Papa akan menurunkan jabatan kamu kembali menjadi manager perusahaan. Bukan hanya itu, Papa juga akan mencabut beberapa fasilitas kantor termasuk mobil yang kamu kendarai tadi pagi. Sampai kamu berintrospeksi dan melakukan hal terbaik untuk menebus kesalahan kamu, Papa tidak akan pernah mencabutnya."Mata Daniel seketika melebar mendengar ucapan Reymand. Penurunan jabatan? Jika jabatannya diturunkan hingga menjadi posisi manager, bukankah itu berarti posisi Alden sekarang sangat jauh
"Kamu yakin dengan keputusan kamu, Nak?"Keina yang tengah membereskan beberapa bajunya ke dalam koper terlihat mengangkat wajah mendengar pertanyaan dari Tiana."Bukankah kita sudah membahasnya berulang kali, Ma? Bagaimanapun Mama membujuk Keina, Keina tidak akan membatalkan rencana Keina."Tiana segera mendekat ke arah Keina, ia menatap koper yang sudah tersusun rapi di sana dengan hati yang teramat berat. Pikirannya kembali terlempar kepada beberapa Minggu yang lalu, saat itu Keina tiba-tiba mendekat ke arahnya dengan raut wajah yang teramat serius."Ma, ada yang ingin Keina bicarakan dengan Mama,"Tiana yang saat itu tidak memiliki pikiran apapun bahwa Keina akan meninggalkannya hanya membalas dengan senyuman tipis, "Ada apa Sayang?""Keina akan pergi dari kota ini, mungkin Keina akan memilih tinggal di provinsi lain. Keina ingin membangun hidup baru di sana. Sesekali Keina akan pulang, tapi hanya untuk menjenguk Mama dan Papa."Sontak hal itu membuat Tiana terkejut, ia mendekat k
Audrey tertegun berdiri di depan rumah Keina. Ia menatap rumah di hadapannya sejenak, untuk kemudian memantapkan hatinya mengetuk pintu di sana.Satu dua kali ketukan, belum ada satu pun yang datang menyambutnya, hingga ketukan ketiga barulah terdengar suara Tiana yang menanggapi dari dalam sana. Tiana menghela nafasnya panjang, meski ia masih belum yakin Keina dan keluarganya akan menerima kedatangannya dengan baik, tapi setidaknya ia harus mencoba. Tatapan Keina dan Alden ketika mereka berpisah saat bercerai kemarin masih menimbulkan kejanggalan di hatinya. Ia yakin meski terlihat keras, Keina masih memiliki perasaan pada Alden."Selamat da–tang?"Sapaan Tiana menggantung di udara saat melihat siapa yang berada di hadapannya. Raut wajahnya seketika berubah tegang, tidak menyangka jika Audrey akan datang ke kediaman mereka hari ini."Audrey?""Apa kabar Tiana?""Kenapa kau datang kemari? Pernikahan Alden dan Keina sudah berakhir, ku rasa kami tidak memiliki alasan lagi untuk berurusa
Beberapa bulan telah berlalu, Alden masih saja seperti ini. Seperti yang sudah orang duga, kepergian Keina membuat kewarasan hatinya menjadi semakin terkikis. Pagi ia menjelma sebagai pribadi yang dingin tak tersentuh, sedangkan malam Alden menjadi orang yang sering membuat onar karena kebiasaan mabuknya yang berlebihan.Seperti hari ini, Reymand Syarakar harus dibuat pening dengan laporan yang ia terima. Alden memukuli seorang pria lagi setelah mabuk di bar. Setelah Daniel, anak yang selalu menurut dan tidak pernah membuat masalah malah membuatnya lebih pening dengan tindakannya."Bagaimana keadaan orang yang Alden pukuli?""Keadaannya cukup parah, Pak, mereka menuntut ganti rugi yang besar.""Berikan apa yang mereka mau.""Tapi, bukan hanya itu, berita Pak Alden juga sudah menyebar kemana-mana.""Hubungi Ketua Komisi Penyiaran, minta kepadanya untuk membungkam semua media yang meliput berita Alden.""Baik Pak,"Reymand memijat kepalanya dengan kuat, ia segera bangkit dari kursinya.
"Papa benar-benar akan mengirim Alden ke tempat yang jauh?" tanya Audrey saat keberangkatan Alden benar-benar terjadi hari ini."Ya benar, ini akan menjadi pelajaran berharga baginya agar tidak selalu berbuat onar,"Audrey hanya bisa menatap iba terhadap putranya, merasa tidak mampu merubah pemikiran suaminya. Ia menghampiri Alden yang sedang merapikan kopernya di dalam bagasi, Audrey mengusap punggung Alden dengan lembut lalu berkata, "Maafkan Mama Sayang, Mama tidak bisa merubah pemikiran Papa."Alden hanya tersenyum tipis, "Tidak apa-apa, lagi pula ini adalah kesalahanku."Alden segera menutup bagasi, Ia menatap ke arah orang tuanya lalu berkata, "Semua sudah siap, aku akan berangkat.""Ya, Erik akan mengantarmu sampai bandara." ucap Reymand yang sepertinya mengeraskan hatinya kali ini.Melihat Audrey yang mulai menitikkan air mata, Alden segera menarik tubuh ibunya ke dalam pelukannya."Aku akan baik-baik saja, Ma. Tidak usah khawatir," ucap Alden menenangkan sambil mengusap air
"Kau benar-benar akan pergi sekarang? Tanpa melihat pernikahanku terlebih dulu?" rengek Keina kepada Adrian. Hari ini adalah hari dimana Adrian memutuskan untuk melanjutkan perjalanan seperti yang ia sudah ia rencanakan sedari awal. Karena keadaan Alden sudah stabil, ia merasa cukup tenang meninggalkan Keina sendirian sekarang."Bukankah sudah ku bilang, aku tidak akan mau menanggung resiko menangis di hari itu."Keina membrenggutkan wajahnya, ia segera merentangkan tangannya di depan Adrian, "Kalau begitu aku akan memelukmu saja."Adrian tersenyum kecil mendengar ucapan itu, ia segera memeluk Keina dengan erat."Apa aku patung di sini?" timpal Alden yang sedari tadi hanya mengawasi tingkah Adrian dan juga Keina. Matanya menatap tajam ke arah mereka yang malah asyik berpelukan. Sebal melihatnya, Alden segera menarik tubuh mungil Keina untuk menjauh dari jangkauan Adrian, "Sudah hentikan, jika kau terus memeluknya seperti itu, ia akan mengurungkan niatnya kembali untuk pergi.""Astaga
Saat mengetahui bahwa Alden yang datang menjenguk dirinya hari ini, raut wajah Clara seketika berubah cerah, ia segera merangsek maju dengan antusias saat sampai di ruang tunggu para tamu."Alden, akhirnya kau menemuiku, bagaimana keadaanmu? Aku sungguh minta maaf karena membuat dirimu celaka tempo hari. Itu karena Keina–""Kau sedang membicarakan aku, Clara?"Kata-kata Clara seketika tergantung begitu saja saat melihat Keina yang ternyata mengikuti langkah Alden dari belakang."Kenapa diam? Lanjutkan saja perkataanmu." ujar Keina dengan tatapan tajam."Dia yang sudah membuat kita seperti ini, Alden. Kau harus mengeluarkan aku dari sini, aku sama sekali tidak bersalah, dia mencoba memisahkan kita.""Astaga wanita ini benar-benar gila." dengus Keina tidak percaya. Setelah semua yang ia lakukan, Clara sama sekali tidak merasa bersalah."Alden katakan sesuatu!" Jerit Clara dengan kesal karena melihat Alden yang hanya terdiam."Kau ingin aku mengatakan sesuatu?"Clara mengangguk kecil, "K
"Tentu saja bodoh! Aku mengingat semuanya, semuanya termasuk rencana pernikahan kita sebelumnya."Keina membekap mulutnya, merasa sangat terharu dengan seluruh keajaiban ini, ia sungguh tidak menyangka akhirnya hari ini datang juga, hari dimana Alden akan kembali mengingat cinta mereka, "Astaga!""Tadi kau bilang apa? Kau mau menjauh dariku setelah ini? Dua kali aku hampir mati untukmu, tapi kau malah mau meninggalkan aku. Kau pikir siapa–"Alden tersentak saat tiba-tiba merasakan bibir Keina yang mengecupnya. Matanya mengerjap sempurna, merasa tidak percaya jika Keina akan melakukan ini.Setelah mengecup bibir Alden selama beberapa menit, Keina menjauhkan dirinya, "Aku senang kau selamat, aku senang kau mengingatku lagi, Alden." ujar Keina dengan berurai air mata. Penantiannya kali ini ternyata mendapat sambutan hangat, Alden akhirnya dapat mengingat dirinya.Alden tersenyum mendengar ucapan Keina, ia mengusap air mata Keina yang masih mengalir, "Aku minta maaf karena membuatmu kesuli
Puas menumpahkan semuanya di dalam bilik toilet, Keina segera bangkit. Perlahan Keina kembali ke ruangan Alden. Keina tersentak saat melihat Audrey dan juga Handika sudah ada di sana, raut wajah bersalah kembali memenuhi hatinya. Keina segera berlari ke arah Audrey hendak menjatuhkan diri untuk berlutut di hadapan kedua figur yang sudah ia anggap sebagai orang tuanya sendiri."Maafkan Keina Ma, sungguh maafkan Keina.""Bangun Keina, apa yang kamu lakukan?"Keina hanya bisa tergugu, ia bangkit dengan air mata yang masih mengalir tiada henti."Keina selalu membuat Alden seperti ini, maafkan Keina.""Sudahlah Sayang, Dokter sudah menangani Alden, kita berdoa saja yang terbaik untuknya. Kamu juga terluka saat ini."Keina mengangkat wajahnya merasa tidak percaya jika Audrey tidak menyalahkan dirinya, Audrey bahkan terlihat lebih tegar dibandingkan dengan saat Alden mengalami kecelakaan saat itu."Mama tidak marah padaku?""Untuk Mama marah? Mama marah pun tidak akan membuat Alden sembuh le
"Hentikan!!"Keina yang hampir frustasi dengan keadaannya segera mengangkat wajah saat mendengar teriakan itu. Harapan segera terlihat di sudut matanya, akhirnya Tuhan menjawab do'anya, Alden ada di sana mendobrak pintu gudang dengan tatapan nyalang yang ia berikan.Clara terlihat terkejut, ia tidak menduga akan kehadiran Alden yang berada di sini. Padahal ia sudah melakukan rencana serapi mungkin, tapi kenapa Alden ada di sini?Alden terhenyak melihat keadaan Keina, amarahnya segera naik ke ubun-ubun melihat beberapa pria tengah melecehkan Keina di sana. Baju Keina terlihat sudah compang-camping, dengan amarah yang teramat besar Alden segera menerjang maju ke arah mereka. Pukulan demi pukulan Alden layangkan, merasa tidak terima melihat orang lain menyentuh Keina sesuka hati. Mendengar tangisan Keina yang begitu menyayat membuat bara api di dalam hatinya semakin menyala-nyala. Berani sekali! Berani sekali mereka menyentuh Keina!"Kurang ajar kalian! Kurang ajar! Berani sekali kalian m
Tepat saat Alden merasa sangat frustasi dengan keadaan yang menimpa Keina, ponselnya berdering dengan nyaring. Alden segera mengangkat panggilan itu ternyata itu dari Erik."Bagaimana Erik? Kau menemukan jejak Keina di lokasi terakhir yang aku kirimkan?""Ya Pak, saya juga menemukan mobil yang membawa Nona Keina. Saya akan segera mengirim lokasi terakhir mobil itu ditemukan dengan bantuan orang-orang profesional kita."Mendengar hal itu Alden kembali memantapkan pemikirannya, Alden segera menyalakan mesin mobilnya lalu melihat ke arah pesan Erik. Keningnya berkerut dalam melihat lokasi pesan itu, lokasinya mengarah kepada tempat dimana pabrik makanan yang sudah terbengkalai. Pasti Keina ada di sana. Mata Alden segera berubah dengan yakin, ia harus bisa menemukan Keina secepatnya.****Keina mengerjapkan matanya saat kesadarannya mulai kembali. Ia terhenyak saat matanya menangkap pemandangan di hadapannya. Ruangan tempat ia berada sepertinya merupakan bangunan tua. Rasa pengap dan deb
Keina mengulas senyumnya dengan lebar saat mendapati telepon dari Alden. Ia segera mengangkat panggilan itu lalu menempelkan ponselnya ke arah telinga.Keina berdeham sejenak, mencoba mengendalikan dirinya agar tidak terlalu terlihat antusias."Ya Alden?" Tanyanya dengan nada setenang mungkin."Kau ada di mana?""Aku ada di rumah, kenapa?" jawab Keina enteng."Mau bertemu?"Senyuman lebar kembali terukir di wajahnya saat mendengar pertanyaan yang diberikan oleh Alden, "Ya, boleh. Kapan?""Sekarang. Bisa?"Keina menundukkan wajahnya lalu melirik ke arah tubuhnya yang masih berantakan, "Ah bisa. Tapi, bisa kau beri aku waktu untuk bersiap dulu, tiga puluh menit?""Baiklah, tiga puluh menit, kita bertemu di rumah.""Rumah maksudmu–?""Rumah kita, Keina Nayara. Kita bertemu di sana. Aku rasa di sana tempat paling aman untuk kita bertemu.""Ah, baik."Setelah berkata seperti itu panggilan mereka seketika berhenti. Keina mengulas senyuman kembali lalu melesat ke arah kamar mandi, karena Ald
Meski merasa bingung dengan tindakan Alden, Keina hanya bisa membalas pelukan pria itu. Ia mengusap punggung Alden dengan perlahan, rasanya sudah lama sekali mereka tidak berpelukan seperti ini.Saat Alden melepaskan pelukan mereka, Keina segera bertanya, "Jadi, apa maksudnya?""Sebenarnya aku mengingatmu."Raut wajah Keina seketika berubah cerah mendengar ucapan Alden, ia mencondongkan tubuhnya ke arah pria itu, "Kau mengingatku? Jadi apa yang kau ingat?""Aku ingat dirimu dari masakan yang kau buat. Ku kira itu Clara yang membuatnya.""Astaga, jadi selama ini kau salah paham?""Begitulah,"Keina menggelengkan kepalanya tidak habis pikir, ternyata ia terlalu menganggap remeh Clara Benedict. Bisa-bisanya Clara berbohong pada mereka selama ini."Bahkan dia menyombongkan diri padaku bahwa dia bisa mengambil hatimu, ternyata firasatku benar, dia menipumu." gumam Keina sambil memijat kepalanya.Alden yang mendengar hal itu segera mengambil tangan Keina, merasa sangat bersalah karena ia te
Tepat sebelum Keina membuka mulutnya, ponsel Alden berbunyi dengan nyaring. Keina segera menggeser tubuh pria itu lalu berkata, "Ponselmu, ponselmu berbunyi!" ujarnya dengan gugup.Alden segera mundur, ia mengambil ponsel yang berada di saku jasnya. Sejenak Alden terlihat termenung melihat siapa yang memanggilnya saat ini. Clara."Kau tidak mengangkatnya?" tanya Keina yang melihat Alden hanya terdiam dengan ponsel di tangan.Alden mengangkat wajah lalu mematikan ponselnya dengan cepat, "Sudahlah, tidak penting."Keina yang melihat hal itu mengerutkan dahinya, bukankah itu adalah telepon dari Clara? Kenapa Alden tidak mau mengangkatnya?"Kita lanjutkan saja perjalanan kita, bagaimana kalau kita ke rumah itu?""Maksudmu rumah kita terdahulu?""Ya, mungkin kau benar akan ada sesuatu yang tertinggal di sana. Mungkin aku harus berada di sana sedikit lebih lama."Meski merasa aneh dengan tingkah Alden, Keina mengangguk kecil. Saat ini adalah waktu bersama Alden, ia harus bisa memanfaatkan w