"Kamu yakin dengan keputusan kamu, Nak?"Keina yang tengah membereskan beberapa bajunya ke dalam koper terlihat mengangkat wajah mendengar pertanyaan dari Tiana."Bukankah kita sudah membahasnya berulang kali, Ma? Bagaimanapun Mama membujuk Keina, Keina tidak akan membatalkan rencana Keina."Tiana segera mendekat ke arah Keina, ia menatap koper yang sudah tersusun rapi di sana dengan hati yang teramat berat. Pikirannya kembali terlempar kepada beberapa Minggu yang lalu, saat itu Keina tiba-tiba mendekat ke arahnya dengan raut wajah yang teramat serius."Ma, ada yang ingin Keina bicarakan dengan Mama,"Tiana yang saat itu tidak memiliki pikiran apapun bahwa Keina akan meninggalkannya hanya membalas dengan senyuman tipis, "Ada apa Sayang?""Keina akan pergi dari kota ini, mungkin Keina akan memilih tinggal di provinsi lain. Keina ingin membangun hidup baru di sana. Sesekali Keina akan pulang, tapi hanya untuk menjenguk Mama dan Papa."Sontak hal itu membuat Tiana terkejut, ia mendekat k
Audrey tertegun berdiri di depan rumah Keina. Ia menatap rumah di hadapannya sejenak, untuk kemudian memantapkan hatinya mengetuk pintu di sana.Satu dua kali ketukan, belum ada satu pun yang datang menyambutnya, hingga ketukan ketiga barulah terdengar suara Tiana yang menanggapi dari dalam sana. Tiana menghela nafasnya panjang, meski ia masih belum yakin Keina dan keluarganya akan menerima kedatangannya dengan baik, tapi setidaknya ia harus mencoba. Tatapan Keina dan Alden ketika mereka berpisah saat bercerai kemarin masih menimbulkan kejanggalan di hatinya. Ia yakin meski terlihat keras, Keina masih memiliki perasaan pada Alden."Selamat da–tang?"Sapaan Tiana menggantung di udara saat melihat siapa yang berada di hadapannya. Raut wajahnya seketika berubah tegang, tidak menyangka jika Audrey akan datang ke kediaman mereka hari ini."Audrey?""Apa kabar Tiana?""Kenapa kau datang kemari? Pernikahan Alden dan Keina sudah berakhir, ku rasa kami tidak memiliki alasan lagi untuk berurusa
Beberapa bulan telah berlalu, Alden masih saja seperti ini. Seperti yang sudah orang duga, kepergian Keina membuat kewarasan hatinya menjadi semakin terkikis. Pagi ia menjelma sebagai pribadi yang dingin tak tersentuh, sedangkan malam Alden menjadi orang yang sering membuat onar karena kebiasaan mabuknya yang berlebihan.Seperti hari ini, Reymand Syarakar harus dibuat pening dengan laporan yang ia terima. Alden memukuli seorang pria lagi setelah mabuk di bar. Setelah Daniel, anak yang selalu menurut dan tidak pernah membuat masalah malah membuatnya lebih pening dengan tindakannya."Bagaimana keadaan orang yang Alden pukuli?""Keadaannya cukup parah, Pak, mereka menuntut ganti rugi yang besar.""Berikan apa yang mereka mau.""Tapi, bukan hanya itu, berita Pak Alden juga sudah menyebar kemana-mana.""Hubungi Ketua Komisi Penyiaran, minta kepadanya untuk membungkam semua media yang meliput berita Alden.""Baik Pak,"Reymand memijat kepalanya dengan kuat, ia segera bangkit dari kursinya.
"Papa benar-benar akan mengirim Alden ke tempat yang jauh?" tanya Audrey saat keberangkatan Alden benar-benar terjadi hari ini."Ya benar, ini akan menjadi pelajaran berharga baginya agar tidak selalu berbuat onar,"Audrey hanya bisa menatap iba terhadap putranya, merasa tidak mampu merubah pemikiran suaminya. Ia menghampiri Alden yang sedang merapikan kopernya di dalam bagasi, Audrey mengusap punggung Alden dengan lembut lalu berkata, "Maafkan Mama Sayang, Mama tidak bisa merubah pemikiran Papa."Alden hanya tersenyum tipis, "Tidak apa-apa, lagi pula ini adalah kesalahanku."Alden segera menutup bagasi, Ia menatap ke arah orang tuanya lalu berkata, "Semua sudah siap, aku akan berangkat.""Ya, Erik akan mengantarmu sampai bandara." ucap Reymand yang sepertinya mengeraskan hatinya kali ini.Melihat Audrey yang mulai menitikkan air mata, Alden segera menarik tubuh ibunya ke dalam pelukannya."Aku akan baik-baik saja, Ma. Tidak usah khawatir," ucap Alden menenangkan sambil mengusap air
Saat dokter keluar dari ruangan anak bernama Nara, Alden segera menghampirinya. Raut wajahnya terlihat sangat cemas, "Bagaimana keadaannya Dok?""Dia tidak apa-apa, sepertinya mengalami shock karena tendakan di tubuh seperti yang Anda katakan. Saya sudah memeriksa seluruh tubuhnya, beruntung tidak ada luka serius yang mengancam organ dalamnya.""Ah, syukurlah."Dokter itu terlihat menatap Alden dalam, "Anda terlihat lebih muda jika dikatakan ayah anak itu."Mendengar hal itu, Alden segera mengibaskan tangan dengan cepat, "Ah bukan, dia bukan anak saya. Saya baru bertemu dengannya di jalan."Dokter itu terlihat heran mendengar penuturan Alden, "Ah benarkah? Saya kira Anda ayahnya karena Anda terlihat sangat cemas saat menggendongnya kemari."Alden hanya tersenyum tipis mendengar penuturan dokter itu."Kalau begitu saya permisi, masih banyak pasien lain menunggu.""Terimakasih Dok,"Alden kembali masuk ke dalam ruangan tempat Nara dirawat. Nara terlihat tertidur dengan pulas, mungkin an
Keina terlihat terhenyak mendapati Alden yang berada di hadapannya. Sejenak ia kehilangan caranya berpikir, bagaimana bisa Alden berada di sini? Sudah beberapa lama ia berada di sini, di tempat yang Keina yakini tidak pernah disambangi oleh Alden atau keluarga Syarakar, tapi bagaimana mungkin tiba-tiba Alden sudah berada di hadapannya? Ini tidak mungkin kebetulan, tidak mungkin ada kebetulan yang tidak terduga seperti ini."Kemari om!"Alden terlihat sama bingungnya dengannya, pria itu menatap tajam ke arah Keina yang terlihat menghindari tatapannya."Ini ibu asuh saya namanya Bu Keina,""Ah, saya tahu–"Sebelum Alden berbicara banyak hal, Keina segera memotongnya dengan cepat, "Bisa kita bicara sebentar, Pak Alden?" potong Keina dengan terburu.Alden terlihat terdiam sejenak untuk kemudian ia mengangguk kecil. Sementara Nara terlihat bingung mendapati sikap Keina, bagaimana bisa Keina mengetahui nama paman itu? Ia yang sedari kemarin terus berada di dekat Alden, merasa tidak ingat me
Pemikiran Keina ternyata salah besar. Ia pikir Alden tidak akan datang kemari lagi menemuinya, namun setelah ia hampir merasa lega Keina dihadapkan dengan sosok Alden yang berdiri di depannya dengan senyuman melebar sempurna."Kau! Kenapa kau kemari lagi?" Tanya Keina dengan tatapan menusuk, "Bukankah sudah ku bilang Alden Syarakar, jangan mencoba menemuiku!"Meski sambutan Keina tidak terlihat baik, Alden malah mengulas senyuman dengan lebar, "Aku bukan ingin menemuimu, aku ingin menjenguk Nara, jangan terlalu percaya diri, Keina Nayara."Keina hanya bisa terperangah melihat Alden yang mengacuhkannya lalu beralih kepada Nara, "Hari ini kamu akan pulang, bukan?""Iya om, hari ini kata dokter Nara bisa pulang.""Kalau begitu biar om antarkan kamu ke panti."Mata Keina seketika terbelalak mendengar ucapan Alden yang seenaknya, "Tidak perlu! Aku dan Nara bisa pulang sendiri ke panti tanpa bantuan siapapun.""Kenapa kamu bersikukuh menolak bantuanku Keina? Bukankah sebagai sesama manusia,
"Kau pikir aku akan terkecoh dengan permintaanmu itu?" ujar Keina setelah beberapa menit ia hanya terdiam, ia menatap Alden dengan tatapan menantang, "Aku dan keluargaku masih cukup memiliki uang untuk memenuhi semua kebutuhan panti ini, jadi kau tidak perlu bersusah payah, kau pasti sengaja melakukan ini agar aku bergantung padamu, begitu bukan?""Astaga tidak, kenapa pikiranmu picik sekali?""Aku sudah tahu semuanya Alden, jadi sudahlah jangan mengelak lagi.""Sungguh Keina, aku hanya ingin menolongmu, kenapa kau berpikir seperti itu?""Maaf, tapi aku tidak membutuhkan bantuan siapapun, jadi sekarang pergi."Alden hanya bisa terhenyak saat Keina mendorong tubuhnya cukup kasar. Ia tidak menyangka Keina akan bersikap setegas ini padanya.Padahal ia pikir Keina akan menyetujui keinginannya, namun ternyata ia salah besar. Keina tetap enggan menerima apapun bentuk bantuannya.Keina segera beranjak meninggalkan Alden, sebelum menutup pintu ia berkata dengan nada tegas, "Aku harap kau men