"Bagaimana bisa? Kenapa Papa bisa dibawa ke kantor polisi?""Sepertinya... Sepertinya ada yang memfitnah restoran kita, Sayang.""Aku akan segera kesana."Raut wajah Keina berubah sangat panik, ia tidak menyangka saat ini akan terjadi hal yang tidak ia duga. Di saat permasalahan dengan Alden Alden belum selesai, ia malah ditimpa dengan masalah baru lainnya. Langkahnya menjadi limbung, kabar yang ia dengar dari ibunya membuat Keina sangat terkejut.Saat kena hampir terjatuh, sebuah tangan menahan sikunya. Keina mengangkat wajah lalu dihadapkan dengan Alden yang menatapnya dengan tatapan khawatir."Ada apa? Apa ada yang terjadi?""Ayahku... sepertinya ayahku terlibat masalah," balas Keina dengan terbata, "Aku harus segera pulang,"Keina terlihat beranjak, namun Alden segera menahan tangannya, "Kita pulang bersama-sama."Mata Keina terlihat melebar tidak percaya dengan penuturan Alden, namun perasaannya yang kini sedang kalut membuat Keina memilih untuk mengabaikannya. Saat ini yang terp
Setelah menempuh perjalanan beberapa jam, mereka akhirnya sampai di kantor polisi setempat. Keina segera bergegas masuk ke dalam sana, bersyukurnya Alden dan Keina datang di saat yang tepat. Handika terlihat keluar dari kantor polisi diantar oleh Tiana, Reymand dan juga Audrey."Papa!"Keina segera berlari memeluk erat ayahnya, Handika tersenyum lalu balas memeluk puterinya."Papa baik-baik saja?" Tanya Keina dengan raut wajah khawatir."Ya, Papa baik-baik saja, Sayang.""Lalu bagaimana dengan kasusnya?""Semuanya sudah selesai berkat pengacara Keluarga Syarakar, polisi hanya memberikan bukti tidak langsung jadi Papa bisa bebas. Berkat Papa Reymand pula, Papa bisa keluar dengan cepat," balas Handika datar, ada raut wajah tidak nyaman saat ia menyebutkan hal ini. Keina terlihat tersenyum mafhum, ia yakin ayahnya juga merasa tidak enak karena memiliki hutang Budi pada ayah Alden.Keina mengalihkan tatapannya ke arah Reymand, "Terimakasih Pa,""Tidak apa-apa Sayang, sekalipun kamu dan Al
Kepulangan Keina hari ini membuat Keina merasa tidak nyaman dan memutuskan untuk pergi keesokan harinya. Handika yang terus mendesaknya untuk tidak berhubungan dengan Alden membuat Keina merasa sesak, entah apa alasannya. Handika terlihat sangat protektif dan terus mengatakan kepadanya untuk menjauh dari Alden. Tapi, bagaimana mungkin Keina menjauh dari pria itu, setelah bantuan yang ia berikan semalam?"Kenapa kamu cepat sekali kembali ke sana, Sayang? Biasanya kamu akan di sini selama beberapa hari?" Tiana yang merasa heran dengan kepergian Keina hari ini mulai menyuarakan keheranannya."Ah, aku pulang kemari tidak memiliki persiapan apapun, aku meninggalkan semua anak asuhku tanpa pemberitahuan, jadi aku sedikit khawatir." kilahnya kepada ibunya, menyembunyikan fakta bahwa ia tidak nyaman dengan sang ayah."Benar begitu?""Ya, Ma. Nanti Keina akan datang lagi secepatnya.""Baiklah Sayang,"Sebelum pergi, Handika terlihat menghampiri dirinya, menatap ke arah Keina dengan tatapan mem
Seperti biasa sebelum makan siang, Alden sudah terlihat berada di panti asuhannya. Keina menghela nafasnya panjang melihat kegigihan pria itu. Alden selalu saja berusaha untuk mendekatinya kapanpun dan dimanapun."Tidak bisakah kau tidak datang kemari satu hari saja?" cibir Keina mulai merasa risih dengan kehadiran pria itu setiap hari.Alden hanya tersenyum menanggapinya, ia menatap ke arah Keina dengan tatapan menggoda, "Kenapa? Apa kau merasa gelisah karena terus berdekatan denganku?""Aku merasa mual karena terus melihat wajahmu, Alden Syarakar. Tugas-tugasku di sini jadi terbengkalai karena kau selalu mengacau.""Sepertinya kau terlalu memikirkanku hingga seluruh tugas-tugas itu terbengkalai,"Keina menghela nafasnya panjang, mulai merasa jengah dengan gurauan Alden yang tidak berinovasi, Alden selalu saja berusaha mengganggunya, kapanpun dan dimanapun."Jika kau datang kemari hanya ingin menggodaku, sebaiknya kau pergi." Ancam Keina dengan tangan yang mengancam ke arahnya."Wow,
"Aku tidak pernah membencimu, aku selalu berusaha, tapi tidak pernah bisa." ucapan itu keluar begitu saja dari mulut Keina mendengar pertanyaan Alden. Ia tertegun sejenak lalu mengalihkan pandangannya, suasana diantara mereka menjadi aneh seketika. Keina menghela nafasnya panjang, kenapa tiba-tiba ia merasa canggung? Sial, apa ia telah salah bicara? Kenapa ia malah berkata bahwa ia tidak pernah bisa membenci Alden?Tepat saat ia merasa gugup, pertunjukkan anak-anak di sana selesai, Keina segera bertepuk tangan dengan kencang lalu memilih meninggalkan Alden. Lebih baik ia menghindar dari pertanyaan Alden setelah ini."Bagus sekali, ibu sangat terharu."Keina berlari lalu memeluk erat Nara, ia tersenyum dengan lebar menyembunyikan rasa gugupnya."Kalian berlatih selama ini? Kenapa Ibu tidak pernah tahu?""Kami diam-diam dilatih oleh Om Alden demi memberi kejutan untuk Ibu."Alden terlihat menghampiri mereka lalu tersenyum, sementara Keina mengulas senyuman tipis. Enggan berpandangan ter
Ia sudah tidak tahan lagi, Alden merasa tidak sanggup melihat keintiman mereka lagi. Dengan kesal Alden bangkit berdiri lalu menghampiri keduanya. Ia harus mengacaukan waktu mereka berdua."Wah siapa yang datang kemari? Rupanya Dokter Adrian?""Ah, Pak Alden Syarakar... Rupanya Anda juga ada di sini, saya tidak menyangka kita bertiga bisa bertemu di sini, di tempat yang berbeda sekarang.""Aku juga tidak menyangka kau akan ada di sini sekarang. Apa kau sengaja datang kemari karena ulang tahun Keina? Sungguh romantis." sindir Alden dengan nada sinis."Ya, begitulah. Tapi sebenarnya ada kabar yang ingin saya beritahukan padanya juga. Bagaimana dengan Anda?"Seolah tidak ingin membuat Adrian salah paham, Keina segera menyela pembicaraan mereka, "Alden memiliki pekerjaan di sini, kami tidak sengaja bertemu di luar.""Ya, kami hanya kebetulan bertemu, tidak perlu cemas, aku bahkan tidak tahu dimana tadinya keberadaan wanita ini," timpal Alden kembali masih mempertahankan nada sinisnya, men
Wajah Alden terlihat terkejut mendengar penuturan Clara di hadapannya. Ia tidak menduga jika wanita muda di hadapannya memiliki kepribadian frontal dan berani. Alden yang hanya ingin menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat memilih menyetujui saran ini. Mereka hanya makan siang, ia rasa tidak ada ruginya."Baiklah, jika itu mau Anda, saya tidak keberatan."Mereka akhirnya bergerak ke arah restoran, tanpa ditemani para staf hanya mereka berdua.Alden berusaha mengikuti meeting itu dengan baik, meski ia merasa jika Clara lebih tertarik padanya dibanding dengan projek mereka, Alden mencoba mengesampingkan hal itu. Ia hanya akan bekerja hari ini agar menghilangkan bayang-bayang Keina dan Adrian semalam.Namun rupanya keputusannya untuk makan siang bersama dengan Clara hari ini adalah salah besar. Ia tidak menyangka ditengah-tengah pembicaraan mereka, Alden terhenyak saat mendapati Adrian menghampirinya diikuti oleh Keina dari belakang."Alden? Kau makan di sini juga?"Alden yang mendengar
"Maafkan aku, aku tidak–"Untuk sesaat Adrian terlihat menampilkan raut wajah kecewa menyadari Keina yang menghindari sentuhannya. Ia terdiam sejenak, untuk kemudian mengulas senyuman tipis, "Kau pasti lelah, sebaiknya kau beristirahat."Keina yang merasa bahwa situasinya berubah tidak nyaman memilih mengangguk, "Kalau begitu aku pamit,"Tanpa menunggu Adrian membukakan pintu untuknya, Keina membuka pintu mobil lalu bergerak ke luar. Keina terlihat melambaikan tangannya, "Hati-hati di jalan," ucapnya dengan canggung.Adrian tidak menjawab, tanpa mengatakan sepatah katapun lagi kepadanya, mobil segera bergerak meninggalkan area panti.Keina menghela nafasnya panjang melihat sikap Adrian yang berubah dingin. Sepertinya ia sudah melakukan kesalahan besar kali ini. Keina menghela nafasnya panjang sambil menatap ke arah langit. Sebenarnya apa yang sudah ia lakukan ini? Kenapa ia selalu membuat keputusan yang salah dan melakukan tindakan yang akan ia sesali ini? Hanya karena ingin melupakan