Pemikiran Keina ternyata salah besar. Ia pikir Alden tidak akan datang kemari lagi menemuinya, namun setelah ia hampir merasa lega Keina dihadapkan dengan sosok Alden yang berdiri di depannya dengan senyuman melebar sempurna."Kau! Kenapa kau kemari lagi?" Tanya Keina dengan tatapan menusuk, "Bukankah sudah ku bilang Alden Syarakar, jangan mencoba menemuiku!"Meski sambutan Keina tidak terlihat baik, Alden malah mengulas senyuman dengan lebar, "Aku bukan ingin menemuimu, aku ingin menjenguk Nara, jangan terlalu percaya diri, Keina Nayara."Keina hanya bisa terperangah melihat Alden yang mengacuhkannya lalu beralih kepada Nara, "Hari ini kamu akan pulang, bukan?""Iya om, hari ini kata dokter Nara bisa pulang.""Kalau begitu biar om antarkan kamu ke panti."Mata Keina seketika terbelalak mendengar ucapan Alden yang seenaknya, "Tidak perlu! Aku dan Nara bisa pulang sendiri ke panti tanpa bantuan siapapun.""Kenapa kamu bersikukuh menolak bantuanku Keina? Bukankah sebagai sesama manusia,
"Kau pikir aku akan terkecoh dengan permintaanmu itu?" ujar Keina setelah beberapa menit ia hanya terdiam, ia menatap Alden dengan tatapan menantang, "Aku dan keluargaku masih cukup memiliki uang untuk memenuhi semua kebutuhan panti ini, jadi kau tidak perlu bersusah payah, kau pasti sengaja melakukan ini agar aku bergantung padamu, begitu bukan?""Astaga tidak, kenapa pikiranmu picik sekali?""Aku sudah tahu semuanya Alden, jadi sudahlah jangan mengelak lagi.""Sungguh Keina, aku hanya ingin menolongmu, kenapa kau berpikir seperti itu?""Maaf, tapi aku tidak membutuhkan bantuan siapapun, jadi sekarang pergi."Alden hanya bisa terhenyak saat Keina mendorong tubuhnya cukup kasar. Ia tidak menyangka Keina akan bersikap setegas ini padanya.Padahal ia pikir Keina akan menyetujui keinginannya, namun ternyata ia salah besar. Keina tetap enggan menerima apapun bentuk bantuannya.Keina segera beranjak meninggalkan Alden, sebelum menutup pintu ia berkata dengan nada tegas, "Aku harap kau men
"Bagaimana bisa? Kenapa Papa bisa dibawa ke kantor polisi?""Sepertinya... Sepertinya ada yang memfitnah restoran kita, Sayang.""Aku akan segera kesana."Raut wajah Keina berubah sangat panik, ia tidak menyangka saat ini akan terjadi hal yang tidak ia duga. Di saat permasalahan dengan Alden Alden belum selesai, ia malah ditimpa dengan masalah baru lainnya. Langkahnya menjadi limbung, kabar yang ia dengar dari ibunya membuat Keina sangat terkejut.Saat kena hampir terjatuh, sebuah tangan menahan sikunya. Keina mengangkat wajah lalu dihadapkan dengan Alden yang menatapnya dengan tatapan khawatir."Ada apa? Apa ada yang terjadi?""Ayahku... sepertinya ayahku terlibat masalah," balas Keina dengan terbata, "Aku harus segera pulang,"Keina terlihat beranjak, namun Alden segera menahan tangannya, "Kita pulang bersama-sama."Mata Keina terlihat melebar tidak percaya dengan penuturan Alden, namun perasaannya yang kini sedang kalut membuat Keina memilih untuk mengabaikannya. Saat ini yang terp
Setelah menempuh perjalanan beberapa jam, mereka akhirnya sampai di kantor polisi setempat. Keina segera bergegas masuk ke dalam sana, bersyukurnya Alden dan Keina datang di saat yang tepat. Handika terlihat keluar dari kantor polisi diantar oleh Tiana, Reymand dan juga Audrey."Papa!"Keina segera berlari memeluk erat ayahnya, Handika tersenyum lalu balas memeluk puterinya."Papa baik-baik saja?" Tanya Keina dengan raut wajah khawatir."Ya, Papa baik-baik saja, Sayang.""Lalu bagaimana dengan kasusnya?""Semuanya sudah selesai berkat pengacara Keluarga Syarakar, polisi hanya memberikan bukti tidak langsung jadi Papa bisa bebas. Berkat Papa Reymand pula, Papa bisa keluar dengan cepat," balas Handika datar, ada raut wajah tidak nyaman saat ia menyebutkan hal ini. Keina terlihat tersenyum mafhum, ia yakin ayahnya juga merasa tidak enak karena memiliki hutang Budi pada ayah Alden.Keina mengalihkan tatapannya ke arah Reymand, "Terimakasih Pa,""Tidak apa-apa Sayang, sekalipun kamu dan Al
Kepulangan Keina hari ini membuat Keina merasa tidak nyaman dan memutuskan untuk pergi keesokan harinya. Handika yang terus mendesaknya untuk tidak berhubungan dengan Alden membuat Keina merasa sesak, entah apa alasannya. Handika terlihat sangat protektif dan terus mengatakan kepadanya untuk menjauh dari Alden. Tapi, bagaimana mungkin Keina menjauh dari pria itu, setelah bantuan yang ia berikan semalam?"Kenapa kamu cepat sekali kembali ke sana, Sayang? Biasanya kamu akan di sini selama beberapa hari?" Tiana yang merasa heran dengan kepergian Keina hari ini mulai menyuarakan keheranannya."Ah, aku pulang kemari tidak memiliki persiapan apapun, aku meninggalkan semua anak asuhku tanpa pemberitahuan, jadi aku sedikit khawatir." kilahnya kepada ibunya, menyembunyikan fakta bahwa ia tidak nyaman dengan sang ayah."Benar begitu?""Ya, Ma. Nanti Keina akan datang lagi secepatnya.""Baiklah Sayang,"Sebelum pergi, Handika terlihat menghampiri dirinya, menatap ke arah Keina dengan tatapan mem
Seperti biasa sebelum makan siang, Alden sudah terlihat berada di panti asuhannya. Keina menghela nafasnya panjang melihat kegigihan pria itu. Alden selalu saja berusaha untuk mendekatinya kapanpun dan dimanapun."Tidak bisakah kau tidak datang kemari satu hari saja?" cibir Keina mulai merasa risih dengan kehadiran pria itu setiap hari.Alden hanya tersenyum menanggapinya, ia menatap ke arah Keina dengan tatapan menggoda, "Kenapa? Apa kau merasa gelisah karena terus berdekatan denganku?""Aku merasa mual karena terus melihat wajahmu, Alden Syarakar. Tugas-tugasku di sini jadi terbengkalai karena kau selalu mengacau.""Sepertinya kau terlalu memikirkanku hingga seluruh tugas-tugas itu terbengkalai,"Keina menghela nafasnya panjang, mulai merasa jengah dengan gurauan Alden yang tidak berinovasi, Alden selalu saja berusaha mengganggunya, kapanpun dan dimanapun."Jika kau datang kemari hanya ingin menggodaku, sebaiknya kau pergi." Ancam Keina dengan tangan yang mengancam ke arahnya."Wow,
"Aku tidak pernah membencimu, aku selalu berusaha, tapi tidak pernah bisa." ucapan itu keluar begitu saja dari mulut Keina mendengar pertanyaan Alden. Ia tertegun sejenak lalu mengalihkan pandangannya, suasana diantara mereka menjadi aneh seketika. Keina menghela nafasnya panjang, kenapa tiba-tiba ia merasa canggung? Sial, apa ia telah salah bicara? Kenapa ia malah berkata bahwa ia tidak pernah bisa membenci Alden?Tepat saat ia merasa gugup, pertunjukkan anak-anak di sana selesai, Keina segera bertepuk tangan dengan kencang lalu memilih meninggalkan Alden. Lebih baik ia menghindar dari pertanyaan Alden setelah ini."Bagus sekali, ibu sangat terharu."Keina berlari lalu memeluk erat Nara, ia tersenyum dengan lebar menyembunyikan rasa gugupnya."Kalian berlatih selama ini? Kenapa Ibu tidak pernah tahu?""Kami diam-diam dilatih oleh Om Alden demi memberi kejutan untuk Ibu."Alden terlihat menghampiri mereka lalu tersenyum, sementara Keina mengulas senyuman tipis. Enggan berpandangan ter
Ia sudah tidak tahan lagi, Alden merasa tidak sanggup melihat keintiman mereka lagi. Dengan kesal Alden bangkit berdiri lalu menghampiri keduanya. Ia harus mengacaukan waktu mereka berdua."Wah siapa yang datang kemari? Rupanya Dokter Adrian?""Ah, Pak Alden Syarakar... Rupanya Anda juga ada di sini, saya tidak menyangka kita bertiga bisa bertemu di sini, di tempat yang berbeda sekarang.""Aku juga tidak menyangka kau akan ada di sini sekarang. Apa kau sengaja datang kemari karena ulang tahun Keina? Sungguh romantis." sindir Alden dengan nada sinis."Ya, begitulah. Tapi sebenarnya ada kabar yang ingin saya beritahukan padanya juga. Bagaimana dengan Anda?"Seolah tidak ingin membuat Adrian salah paham, Keina segera menyela pembicaraan mereka, "Alden memiliki pekerjaan di sini, kami tidak sengaja bertemu di luar.""Ya, kami hanya kebetulan bertemu, tidak perlu cemas, aku bahkan tidak tahu dimana tadinya keberadaan wanita ini," timpal Alden kembali masih mempertahankan nada sinisnya, men
"Kau benar-benar akan pergi sekarang? Tanpa melihat pernikahanku terlebih dulu?" rengek Keina kepada Adrian. Hari ini adalah hari dimana Adrian memutuskan untuk melanjutkan perjalanan seperti yang ia sudah ia rencanakan sedari awal. Karena keadaan Alden sudah stabil, ia merasa cukup tenang meninggalkan Keina sendirian sekarang."Bukankah sudah ku bilang, aku tidak akan mau menanggung resiko menangis di hari itu."Keina membrenggutkan wajahnya, ia segera merentangkan tangannya di depan Adrian, "Kalau begitu aku akan memelukmu saja."Adrian tersenyum kecil mendengar ucapan itu, ia segera memeluk Keina dengan erat."Apa aku patung di sini?" timpal Alden yang sedari tadi hanya mengawasi tingkah Adrian dan juga Keina. Matanya menatap tajam ke arah mereka yang malah asyik berpelukan. Sebal melihatnya, Alden segera menarik tubuh mungil Keina untuk menjauh dari jangkauan Adrian, "Sudah hentikan, jika kau terus memeluknya seperti itu, ia akan mengurungkan niatnya kembali untuk pergi.""Astaga
Saat mengetahui bahwa Alden yang datang menjenguk dirinya hari ini, raut wajah Clara seketika berubah cerah, ia segera merangsek maju dengan antusias saat sampai di ruang tunggu para tamu."Alden, akhirnya kau menemuiku, bagaimana keadaanmu? Aku sungguh minta maaf karena membuat dirimu celaka tempo hari. Itu karena Keina–""Kau sedang membicarakan aku, Clara?"Kata-kata Clara seketika tergantung begitu saja saat melihat Keina yang ternyata mengikuti langkah Alden dari belakang."Kenapa diam? Lanjutkan saja perkataanmu." ujar Keina dengan tatapan tajam."Dia yang sudah membuat kita seperti ini, Alden. Kau harus mengeluarkan aku dari sini, aku sama sekali tidak bersalah, dia mencoba memisahkan kita.""Astaga wanita ini benar-benar gila." dengus Keina tidak percaya. Setelah semua yang ia lakukan, Clara sama sekali tidak merasa bersalah."Alden katakan sesuatu!" Jerit Clara dengan kesal karena melihat Alden yang hanya terdiam."Kau ingin aku mengatakan sesuatu?"Clara mengangguk kecil, "K
"Tentu saja bodoh! Aku mengingat semuanya, semuanya termasuk rencana pernikahan kita sebelumnya."Keina membekap mulutnya, merasa sangat terharu dengan seluruh keajaiban ini, ia sungguh tidak menyangka akhirnya hari ini datang juga, hari dimana Alden akan kembali mengingat cinta mereka, "Astaga!""Tadi kau bilang apa? Kau mau menjauh dariku setelah ini? Dua kali aku hampir mati untukmu, tapi kau malah mau meninggalkan aku. Kau pikir siapa–"Alden tersentak saat tiba-tiba merasakan bibir Keina yang mengecupnya. Matanya mengerjap sempurna, merasa tidak percaya jika Keina akan melakukan ini.Setelah mengecup bibir Alden selama beberapa menit, Keina menjauhkan dirinya, "Aku senang kau selamat, aku senang kau mengingatku lagi, Alden." ujar Keina dengan berurai air mata. Penantiannya kali ini ternyata mendapat sambutan hangat, Alden akhirnya dapat mengingat dirinya.Alden tersenyum mendengar ucapan Keina, ia mengusap air mata Keina yang masih mengalir, "Aku minta maaf karena membuatmu kesuli
Puas menumpahkan semuanya di dalam bilik toilet, Keina segera bangkit. Perlahan Keina kembali ke ruangan Alden. Keina tersentak saat melihat Audrey dan juga Handika sudah ada di sana, raut wajah bersalah kembali memenuhi hatinya. Keina segera berlari ke arah Audrey hendak menjatuhkan diri untuk berlutut di hadapan kedua figur yang sudah ia anggap sebagai orang tuanya sendiri."Maafkan Keina Ma, sungguh maafkan Keina.""Bangun Keina, apa yang kamu lakukan?"Keina hanya bisa tergugu, ia bangkit dengan air mata yang masih mengalir tiada henti."Keina selalu membuat Alden seperti ini, maafkan Keina.""Sudahlah Sayang, Dokter sudah menangani Alden, kita berdoa saja yang terbaik untuknya. Kamu juga terluka saat ini."Keina mengangkat wajahnya merasa tidak percaya jika Audrey tidak menyalahkan dirinya, Audrey bahkan terlihat lebih tegar dibandingkan dengan saat Alden mengalami kecelakaan saat itu."Mama tidak marah padaku?""Untuk Mama marah? Mama marah pun tidak akan membuat Alden sembuh le
"Hentikan!!"Keina yang hampir frustasi dengan keadaannya segera mengangkat wajah saat mendengar teriakan itu. Harapan segera terlihat di sudut matanya, akhirnya Tuhan menjawab do'anya, Alden ada di sana mendobrak pintu gudang dengan tatapan nyalang yang ia berikan.Clara terlihat terkejut, ia tidak menduga akan kehadiran Alden yang berada di sini. Padahal ia sudah melakukan rencana serapi mungkin, tapi kenapa Alden ada di sini?Alden terhenyak melihat keadaan Keina, amarahnya segera naik ke ubun-ubun melihat beberapa pria tengah melecehkan Keina di sana. Baju Keina terlihat sudah compang-camping, dengan amarah yang teramat besar Alden segera menerjang maju ke arah mereka. Pukulan demi pukulan Alden layangkan, merasa tidak terima melihat orang lain menyentuh Keina sesuka hati. Mendengar tangisan Keina yang begitu menyayat membuat bara api di dalam hatinya semakin menyala-nyala. Berani sekali! Berani sekali mereka menyentuh Keina!"Kurang ajar kalian! Kurang ajar! Berani sekali kalian m
Tepat saat Alden merasa sangat frustasi dengan keadaan yang menimpa Keina, ponselnya berdering dengan nyaring. Alden segera mengangkat panggilan itu ternyata itu dari Erik."Bagaimana Erik? Kau menemukan jejak Keina di lokasi terakhir yang aku kirimkan?""Ya Pak, saya juga menemukan mobil yang membawa Nona Keina. Saya akan segera mengirim lokasi terakhir mobil itu ditemukan dengan bantuan orang-orang profesional kita."Mendengar hal itu Alden kembali memantapkan pemikirannya, Alden segera menyalakan mesin mobilnya lalu melihat ke arah pesan Erik. Keningnya berkerut dalam melihat lokasi pesan itu, lokasinya mengarah kepada tempat dimana pabrik makanan yang sudah terbengkalai. Pasti Keina ada di sana. Mata Alden segera berubah dengan yakin, ia harus bisa menemukan Keina secepatnya.****Keina mengerjapkan matanya saat kesadarannya mulai kembali. Ia terhenyak saat matanya menangkap pemandangan di hadapannya. Ruangan tempat ia berada sepertinya merupakan bangunan tua. Rasa pengap dan deb
Keina mengulas senyumnya dengan lebar saat mendapati telepon dari Alden. Ia segera mengangkat panggilan itu lalu menempelkan ponselnya ke arah telinga.Keina berdeham sejenak, mencoba mengendalikan dirinya agar tidak terlalu terlihat antusias."Ya Alden?" Tanyanya dengan nada setenang mungkin."Kau ada di mana?""Aku ada di rumah, kenapa?" jawab Keina enteng."Mau bertemu?"Senyuman lebar kembali terukir di wajahnya saat mendengar pertanyaan yang diberikan oleh Alden, "Ya, boleh. Kapan?""Sekarang. Bisa?"Keina menundukkan wajahnya lalu melirik ke arah tubuhnya yang masih berantakan, "Ah bisa. Tapi, bisa kau beri aku waktu untuk bersiap dulu, tiga puluh menit?""Baiklah, tiga puluh menit, kita bertemu di rumah.""Rumah maksudmu–?""Rumah kita, Keina Nayara. Kita bertemu di sana. Aku rasa di sana tempat paling aman untuk kita bertemu.""Ah, baik."Setelah berkata seperti itu panggilan mereka seketika berhenti. Keina mengulas senyuman kembali lalu melesat ke arah kamar mandi, karena Ald
Meski merasa bingung dengan tindakan Alden, Keina hanya bisa membalas pelukan pria itu. Ia mengusap punggung Alden dengan perlahan, rasanya sudah lama sekali mereka tidak berpelukan seperti ini.Saat Alden melepaskan pelukan mereka, Keina segera bertanya, "Jadi, apa maksudnya?""Sebenarnya aku mengingatmu."Raut wajah Keina seketika berubah cerah mendengar ucapan Alden, ia mencondongkan tubuhnya ke arah pria itu, "Kau mengingatku? Jadi apa yang kau ingat?""Aku ingat dirimu dari masakan yang kau buat. Ku kira itu Clara yang membuatnya.""Astaga, jadi selama ini kau salah paham?""Begitulah,"Keina menggelengkan kepalanya tidak habis pikir, ternyata ia terlalu menganggap remeh Clara Benedict. Bisa-bisanya Clara berbohong pada mereka selama ini."Bahkan dia menyombongkan diri padaku bahwa dia bisa mengambil hatimu, ternyata firasatku benar, dia menipumu." gumam Keina sambil memijat kepalanya.Alden yang mendengar hal itu segera mengambil tangan Keina, merasa sangat bersalah karena ia te
Tepat sebelum Keina membuka mulutnya, ponsel Alden berbunyi dengan nyaring. Keina segera menggeser tubuh pria itu lalu berkata, "Ponselmu, ponselmu berbunyi!" ujarnya dengan gugup.Alden segera mundur, ia mengambil ponsel yang berada di saku jasnya. Sejenak Alden terlihat termenung melihat siapa yang memanggilnya saat ini. Clara."Kau tidak mengangkatnya?" tanya Keina yang melihat Alden hanya terdiam dengan ponsel di tangan.Alden mengangkat wajah lalu mematikan ponselnya dengan cepat, "Sudahlah, tidak penting."Keina yang melihat hal itu mengerutkan dahinya, bukankah itu adalah telepon dari Clara? Kenapa Alden tidak mau mengangkatnya?"Kita lanjutkan saja perjalanan kita, bagaimana kalau kita ke rumah itu?""Maksudmu rumah kita terdahulu?""Ya, mungkin kau benar akan ada sesuatu yang tertinggal di sana. Mungkin aku harus berada di sana sedikit lebih lama."Meski merasa aneh dengan tingkah Alden, Keina mengangguk kecil. Saat ini adalah waktu bersama Alden, ia harus bisa memanfaatkan w