Beberapa bulan telah berlalu, Alden masih saja seperti ini. Seperti yang sudah orang duga, kepergian Keina membuat kewarasan hatinya menjadi semakin terkikis. Pagi ia menjelma sebagai pribadi yang dingin tak tersentuh, sedangkan malam Alden menjadi orang yang sering membuat onar karena kebiasaan mabuknya yang berlebihan.Seperti hari ini, Reymand Syarakar harus dibuat pening dengan laporan yang ia terima. Alden memukuli seorang pria lagi setelah mabuk di bar. Setelah Daniel, anak yang selalu menurut dan tidak pernah membuat masalah malah membuatnya lebih pening dengan tindakannya."Bagaimana keadaan orang yang Alden pukuli?""Keadaannya cukup parah, Pak, mereka menuntut ganti rugi yang besar.""Berikan apa yang mereka mau.""Tapi, bukan hanya itu, berita Pak Alden juga sudah menyebar kemana-mana.""Hubungi Ketua Komisi Penyiaran, minta kepadanya untuk membungkam semua media yang meliput berita Alden.""Baik Pak,"Reymand memijat kepalanya dengan kuat, ia segera bangkit dari kursinya.
"Papa benar-benar akan mengirim Alden ke tempat yang jauh?" tanya Audrey saat keberangkatan Alden benar-benar terjadi hari ini."Ya benar, ini akan menjadi pelajaran berharga baginya agar tidak selalu berbuat onar,"Audrey hanya bisa menatap iba terhadap putranya, merasa tidak mampu merubah pemikiran suaminya. Ia menghampiri Alden yang sedang merapikan kopernya di dalam bagasi, Audrey mengusap punggung Alden dengan lembut lalu berkata, "Maafkan Mama Sayang, Mama tidak bisa merubah pemikiran Papa."Alden hanya tersenyum tipis, "Tidak apa-apa, lagi pula ini adalah kesalahanku."Alden segera menutup bagasi, Ia menatap ke arah orang tuanya lalu berkata, "Semua sudah siap, aku akan berangkat.""Ya, Erik akan mengantarmu sampai bandara." ucap Reymand yang sepertinya mengeraskan hatinya kali ini.Melihat Audrey yang mulai menitikkan air mata, Alden segera menarik tubuh ibunya ke dalam pelukannya."Aku akan baik-baik saja, Ma. Tidak usah khawatir," ucap Alden menenangkan sambil mengusap air
Saat dokter keluar dari ruangan anak bernama Nara, Alden segera menghampirinya. Raut wajahnya terlihat sangat cemas, "Bagaimana keadaannya Dok?""Dia tidak apa-apa, sepertinya mengalami shock karena tendakan di tubuh seperti yang Anda katakan. Saya sudah memeriksa seluruh tubuhnya, beruntung tidak ada luka serius yang mengancam organ dalamnya.""Ah, syukurlah."Dokter itu terlihat menatap Alden dalam, "Anda terlihat lebih muda jika dikatakan ayah anak itu."Mendengar hal itu, Alden segera mengibaskan tangan dengan cepat, "Ah bukan, dia bukan anak saya. Saya baru bertemu dengannya di jalan."Dokter itu terlihat heran mendengar penuturan Alden, "Ah benarkah? Saya kira Anda ayahnya karena Anda terlihat sangat cemas saat menggendongnya kemari."Alden hanya tersenyum tipis mendengar penuturan dokter itu."Kalau begitu saya permisi, masih banyak pasien lain menunggu.""Terimakasih Dok,"Alden kembali masuk ke dalam ruangan tempat Nara dirawat. Nara terlihat tertidur dengan pulas, mungkin an
Keina terlihat terhenyak mendapati Alden yang berada di hadapannya. Sejenak ia kehilangan caranya berpikir, bagaimana bisa Alden berada di sini? Sudah beberapa lama ia berada di sini, di tempat yang Keina yakini tidak pernah disambangi oleh Alden atau keluarga Syarakar, tapi bagaimana mungkin tiba-tiba Alden sudah berada di hadapannya? Ini tidak mungkin kebetulan, tidak mungkin ada kebetulan yang tidak terduga seperti ini."Kemari om!"Alden terlihat sama bingungnya dengannya, pria itu menatap tajam ke arah Keina yang terlihat menghindari tatapannya."Ini ibu asuh saya namanya Bu Keina,""Ah, saya tahu–"Sebelum Alden berbicara banyak hal, Keina segera memotongnya dengan cepat, "Bisa kita bicara sebentar, Pak Alden?" potong Keina dengan terburu.Alden terlihat terdiam sejenak untuk kemudian ia mengangguk kecil. Sementara Nara terlihat bingung mendapati sikap Keina, bagaimana bisa Keina mengetahui nama paman itu? Ia yang sedari kemarin terus berada di dekat Alden, merasa tidak ingat me
Pemikiran Keina ternyata salah besar. Ia pikir Alden tidak akan datang kemari lagi menemuinya, namun setelah ia hampir merasa lega Keina dihadapkan dengan sosok Alden yang berdiri di depannya dengan senyuman melebar sempurna."Kau! Kenapa kau kemari lagi?" Tanya Keina dengan tatapan menusuk, "Bukankah sudah ku bilang Alden Syarakar, jangan mencoba menemuiku!"Meski sambutan Keina tidak terlihat baik, Alden malah mengulas senyuman dengan lebar, "Aku bukan ingin menemuimu, aku ingin menjenguk Nara, jangan terlalu percaya diri, Keina Nayara."Keina hanya bisa terperangah melihat Alden yang mengacuhkannya lalu beralih kepada Nara, "Hari ini kamu akan pulang, bukan?""Iya om, hari ini kata dokter Nara bisa pulang.""Kalau begitu biar om antarkan kamu ke panti."Mata Keina seketika terbelalak mendengar ucapan Alden yang seenaknya, "Tidak perlu! Aku dan Nara bisa pulang sendiri ke panti tanpa bantuan siapapun.""Kenapa kamu bersikukuh menolak bantuanku Keina? Bukankah sebagai sesama manusia,
"Kau pikir aku akan terkecoh dengan permintaanmu itu?" ujar Keina setelah beberapa menit ia hanya terdiam, ia menatap Alden dengan tatapan menantang, "Aku dan keluargaku masih cukup memiliki uang untuk memenuhi semua kebutuhan panti ini, jadi kau tidak perlu bersusah payah, kau pasti sengaja melakukan ini agar aku bergantung padamu, begitu bukan?""Astaga tidak, kenapa pikiranmu picik sekali?""Aku sudah tahu semuanya Alden, jadi sudahlah jangan mengelak lagi.""Sungguh Keina, aku hanya ingin menolongmu, kenapa kau berpikir seperti itu?""Maaf, tapi aku tidak membutuhkan bantuan siapapun, jadi sekarang pergi."Alden hanya bisa terhenyak saat Keina mendorong tubuhnya cukup kasar. Ia tidak menyangka Keina akan bersikap setegas ini padanya.Padahal ia pikir Keina akan menyetujui keinginannya, namun ternyata ia salah besar. Keina tetap enggan menerima apapun bentuk bantuannya.Keina segera beranjak meninggalkan Alden, sebelum menutup pintu ia berkata dengan nada tegas, "Aku harap kau men
"Bagaimana bisa? Kenapa Papa bisa dibawa ke kantor polisi?""Sepertinya... Sepertinya ada yang memfitnah restoran kita, Sayang.""Aku akan segera kesana."Raut wajah Keina berubah sangat panik, ia tidak menyangka saat ini akan terjadi hal yang tidak ia duga. Di saat permasalahan dengan Alden Alden belum selesai, ia malah ditimpa dengan masalah baru lainnya. Langkahnya menjadi limbung, kabar yang ia dengar dari ibunya membuat Keina sangat terkejut.Saat kena hampir terjatuh, sebuah tangan menahan sikunya. Keina mengangkat wajah lalu dihadapkan dengan Alden yang menatapnya dengan tatapan khawatir."Ada apa? Apa ada yang terjadi?""Ayahku... sepertinya ayahku terlibat masalah," balas Keina dengan terbata, "Aku harus segera pulang,"Keina terlihat beranjak, namun Alden segera menahan tangannya, "Kita pulang bersama-sama."Mata Keina terlihat melebar tidak percaya dengan penuturan Alden, namun perasaannya yang kini sedang kalut membuat Keina memilih untuk mengabaikannya. Saat ini yang terp
Setelah menempuh perjalanan beberapa jam, mereka akhirnya sampai di kantor polisi setempat. Keina segera bergegas masuk ke dalam sana, bersyukurnya Alden dan Keina datang di saat yang tepat. Handika terlihat keluar dari kantor polisi diantar oleh Tiana, Reymand dan juga Audrey."Papa!"Keina segera berlari memeluk erat ayahnya, Handika tersenyum lalu balas memeluk puterinya."Papa baik-baik saja?" Tanya Keina dengan raut wajah khawatir."Ya, Papa baik-baik saja, Sayang.""Lalu bagaimana dengan kasusnya?""Semuanya sudah selesai berkat pengacara Keluarga Syarakar, polisi hanya memberikan bukti tidak langsung jadi Papa bisa bebas. Berkat Papa Reymand pula, Papa bisa keluar dengan cepat," balas Handika datar, ada raut wajah tidak nyaman saat ia menyebutkan hal ini. Keina terlihat tersenyum mafhum, ia yakin ayahnya juga merasa tidak enak karena memiliki hutang Budi pada ayah Alden.Keina mengalihkan tatapannya ke arah Reymand, "Terimakasih Pa,""Tidak apa-apa Sayang, sekalipun kamu dan Al
"Kau benar-benar akan pergi sekarang? Tanpa melihat pernikahanku terlebih dulu?" rengek Keina kepada Adrian. Hari ini adalah hari dimana Adrian memutuskan untuk melanjutkan perjalanan seperti yang ia sudah ia rencanakan sedari awal. Karena keadaan Alden sudah stabil, ia merasa cukup tenang meninggalkan Keina sendirian sekarang."Bukankah sudah ku bilang, aku tidak akan mau menanggung resiko menangis di hari itu."Keina membrenggutkan wajahnya, ia segera merentangkan tangannya di depan Adrian, "Kalau begitu aku akan memelukmu saja."Adrian tersenyum kecil mendengar ucapan itu, ia segera memeluk Keina dengan erat."Apa aku patung di sini?" timpal Alden yang sedari tadi hanya mengawasi tingkah Adrian dan juga Keina. Matanya menatap tajam ke arah mereka yang malah asyik berpelukan. Sebal melihatnya, Alden segera menarik tubuh mungil Keina untuk menjauh dari jangkauan Adrian, "Sudah hentikan, jika kau terus memeluknya seperti itu, ia akan mengurungkan niatnya kembali untuk pergi.""Astaga
Saat mengetahui bahwa Alden yang datang menjenguk dirinya hari ini, raut wajah Clara seketika berubah cerah, ia segera merangsek maju dengan antusias saat sampai di ruang tunggu para tamu."Alden, akhirnya kau menemuiku, bagaimana keadaanmu? Aku sungguh minta maaf karena membuat dirimu celaka tempo hari. Itu karena Keina–""Kau sedang membicarakan aku, Clara?"Kata-kata Clara seketika tergantung begitu saja saat melihat Keina yang ternyata mengikuti langkah Alden dari belakang."Kenapa diam? Lanjutkan saja perkataanmu." ujar Keina dengan tatapan tajam."Dia yang sudah membuat kita seperti ini, Alden. Kau harus mengeluarkan aku dari sini, aku sama sekali tidak bersalah, dia mencoba memisahkan kita.""Astaga wanita ini benar-benar gila." dengus Keina tidak percaya. Setelah semua yang ia lakukan, Clara sama sekali tidak merasa bersalah."Alden katakan sesuatu!" Jerit Clara dengan kesal karena melihat Alden yang hanya terdiam."Kau ingin aku mengatakan sesuatu?"Clara mengangguk kecil, "K
"Tentu saja bodoh! Aku mengingat semuanya, semuanya termasuk rencana pernikahan kita sebelumnya."Keina membekap mulutnya, merasa sangat terharu dengan seluruh keajaiban ini, ia sungguh tidak menyangka akhirnya hari ini datang juga, hari dimana Alden akan kembali mengingat cinta mereka, "Astaga!""Tadi kau bilang apa? Kau mau menjauh dariku setelah ini? Dua kali aku hampir mati untukmu, tapi kau malah mau meninggalkan aku. Kau pikir siapa–"Alden tersentak saat tiba-tiba merasakan bibir Keina yang mengecupnya. Matanya mengerjap sempurna, merasa tidak percaya jika Keina akan melakukan ini.Setelah mengecup bibir Alden selama beberapa menit, Keina menjauhkan dirinya, "Aku senang kau selamat, aku senang kau mengingatku lagi, Alden." ujar Keina dengan berurai air mata. Penantiannya kali ini ternyata mendapat sambutan hangat, Alden akhirnya dapat mengingat dirinya.Alden tersenyum mendengar ucapan Keina, ia mengusap air mata Keina yang masih mengalir, "Aku minta maaf karena membuatmu kesuli
Puas menumpahkan semuanya di dalam bilik toilet, Keina segera bangkit. Perlahan Keina kembali ke ruangan Alden. Keina tersentak saat melihat Audrey dan juga Handika sudah ada di sana, raut wajah bersalah kembali memenuhi hatinya. Keina segera berlari ke arah Audrey hendak menjatuhkan diri untuk berlutut di hadapan kedua figur yang sudah ia anggap sebagai orang tuanya sendiri."Maafkan Keina Ma, sungguh maafkan Keina.""Bangun Keina, apa yang kamu lakukan?"Keina hanya bisa tergugu, ia bangkit dengan air mata yang masih mengalir tiada henti."Keina selalu membuat Alden seperti ini, maafkan Keina.""Sudahlah Sayang, Dokter sudah menangani Alden, kita berdoa saja yang terbaik untuknya. Kamu juga terluka saat ini."Keina mengangkat wajahnya merasa tidak percaya jika Audrey tidak menyalahkan dirinya, Audrey bahkan terlihat lebih tegar dibandingkan dengan saat Alden mengalami kecelakaan saat itu."Mama tidak marah padaku?""Untuk Mama marah? Mama marah pun tidak akan membuat Alden sembuh le
"Hentikan!!"Keina yang hampir frustasi dengan keadaannya segera mengangkat wajah saat mendengar teriakan itu. Harapan segera terlihat di sudut matanya, akhirnya Tuhan menjawab do'anya, Alden ada di sana mendobrak pintu gudang dengan tatapan nyalang yang ia berikan.Clara terlihat terkejut, ia tidak menduga akan kehadiran Alden yang berada di sini. Padahal ia sudah melakukan rencana serapi mungkin, tapi kenapa Alden ada di sini?Alden terhenyak melihat keadaan Keina, amarahnya segera naik ke ubun-ubun melihat beberapa pria tengah melecehkan Keina di sana. Baju Keina terlihat sudah compang-camping, dengan amarah yang teramat besar Alden segera menerjang maju ke arah mereka. Pukulan demi pukulan Alden layangkan, merasa tidak terima melihat orang lain menyentuh Keina sesuka hati. Mendengar tangisan Keina yang begitu menyayat membuat bara api di dalam hatinya semakin menyala-nyala. Berani sekali! Berani sekali mereka menyentuh Keina!"Kurang ajar kalian! Kurang ajar! Berani sekali kalian m
Tepat saat Alden merasa sangat frustasi dengan keadaan yang menimpa Keina, ponselnya berdering dengan nyaring. Alden segera mengangkat panggilan itu ternyata itu dari Erik."Bagaimana Erik? Kau menemukan jejak Keina di lokasi terakhir yang aku kirimkan?""Ya Pak, saya juga menemukan mobil yang membawa Nona Keina. Saya akan segera mengirim lokasi terakhir mobil itu ditemukan dengan bantuan orang-orang profesional kita."Mendengar hal itu Alden kembali memantapkan pemikirannya, Alden segera menyalakan mesin mobilnya lalu melihat ke arah pesan Erik. Keningnya berkerut dalam melihat lokasi pesan itu, lokasinya mengarah kepada tempat dimana pabrik makanan yang sudah terbengkalai. Pasti Keina ada di sana. Mata Alden segera berubah dengan yakin, ia harus bisa menemukan Keina secepatnya.****Keina mengerjapkan matanya saat kesadarannya mulai kembali. Ia terhenyak saat matanya menangkap pemandangan di hadapannya. Ruangan tempat ia berada sepertinya merupakan bangunan tua. Rasa pengap dan deb
Keina mengulas senyumnya dengan lebar saat mendapati telepon dari Alden. Ia segera mengangkat panggilan itu lalu menempelkan ponselnya ke arah telinga.Keina berdeham sejenak, mencoba mengendalikan dirinya agar tidak terlalu terlihat antusias."Ya Alden?" Tanyanya dengan nada setenang mungkin."Kau ada di mana?""Aku ada di rumah, kenapa?" jawab Keina enteng."Mau bertemu?"Senyuman lebar kembali terukir di wajahnya saat mendengar pertanyaan yang diberikan oleh Alden, "Ya, boleh. Kapan?""Sekarang. Bisa?"Keina menundukkan wajahnya lalu melirik ke arah tubuhnya yang masih berantakan, "Ah bisa. Tapi, bisa kau beri aku waktu untuk bersiap dulu, tiga puluh menit?""Baiklah, tiga puluh menit, kita bertemu di rumah.""Rumah maksudmu–?""Rumah kita, Keina Nayara. Kita bertemu di sana. Aku rasa di sana tempat paling aman untuk kita bertemu.""Ah, baik."Setelah berkata seperti itu panggilan mereka seketika berhenti. Keina mengulas senyuman kembali lalu melesat ke arah kamar mandi, karena Ald
Meski merasa bingung dengan tindakan Alden, Keina hanya bisa membalas pelukan pria itu. Ia mengusap punggung Alden dengan perlahan, rasanya sudah lama sekali mereka tidak berpelukan seperti ini.Saat Alden melepaskan pelukan mereka, Keina segera bertanya, "Jadi, apa maksudnya?""Sebenarnya aku mengingatmu."Raut wajah Keina seketika berubah cerah mendengar ucapan Alden, ia mencondongkan tubuhnya ke arah pria itu, "Kau mengingatku? Jadi apa yang kau ingat?""Aku ingat dirimu dari masakan yang kau buat. Ku kira itu Clara yang membuatnya.""Astaga, jadi selama ini kau salah paham?""Begitulah,"Keina menggelengkan kepalanya tidak habis pikir, ternyata ia terlalu menganggap remeh Clara Benedict. Bisa-bisanya Clara berbohong pada mereka selama ini."Bahkan dia menyombongkan diri padaku bahwa dia bisa mengambil hatimu, ternyata firasatku benar, dia menipumu." gumam Keina sambil memijat kepalanya.Alden yang mendengar hal itu segera mengambil tangan Keina, merasa sangat bersalah karena ia te
Tepat sebelum Keina membuka mulutnya, ponsel Alden berbunyi dengan nyaring. Keina segera menggeser tubuh pria itu lalu berkata, "Ponselmu, ponselmu berbunyi!" ujarnya dengan gugup.Alden segera mundur, ia mengambil ponsel yang berada di saku jasnya. Sejenak Alden terlihat termenung melihat siapa yang memanggilnya saat ini. Clara."Kau tidak mengangkatnya?" tanya Keina yang melihat Alden hanya terdiam dengan ponsel di tangan.Alden mengangkat wajah lalu mematikan ponselnya dengan cepat, "Sudahlah, tidak penting."Keina yang melihat hal itu mengerutkan dahinya, bukankah itu adalah telepon dari Clara? Kenapa Alden tidak mau mengangkatnya?"Kita lanjutkan saja perjalanan kita, bagaimana kalau kita ke rumah itu?""Maksudmu rumah kita terdahulu?""Ya, mungkin kau benar akan ada sesuatu yang tertinggal di sana. Mungkin aku harus berada di sana sedikit lebih lama."Meski merasa aneh dengan tingkah Alden, Keina mengangguk kecil. Saat ini adalah waktu bersama Alden, ia harus bisa memanfaatkan w