Remaja laki-laki itu menggigil kedinginan di bawah pancuran kamar mandi. Darahnya yang mengalir dari kepalanya yang terluka bercampur dengan air, membuat lantai kamar mandi berwarna kemerahan.
Seorang gadis kecil yang melihat remaja itu dipukuli hanya bisa menangis. "Dad, jangan pukul Kakak lagi!" Remaja itu diam, tak melawan sama sekali saat tongkat kayu berukuran besar menghantam kepalanya. Satu kali, dua kali, dan untuk ketiga kalinya ia ambruk, terkapar di lantai kamar mandi yang dingin. Matanya berkabut, dan ia melihat ke arah ayahnya, lalu ke arah adik tirinya. Gadis kecil itu tercekat melihat sorot mata kakaknya yang tak biasa. Ia bisa melihatnya. Kemarahan, rasa terluka, dan kecewa, semuanya bercampur dan berkobar di sana. Tapi, di saat ia hendak membuka mulutnya untuk berucap, ayahnya sudah menyela. "Mulai sekarang jauhi bajingan ini, Serena." Ayahnya menggenggam tangan Serena erat, lalu menariknya pergi. Saat kedua orang yang paling ia benci sudah menghilang dari pandangan. Remaja itu bangkit dan memposisikan tubuhnya bersandar pada dinding. Ia sudah tak berdaya, untuk berdiri saja ia sudah tidak memiliki tenaga. Semua ini terjadi karena gadis kecil itu dan ibunya. Mereka telah merusak keluarga yang seharusnya bahagia. Karena mereka, ibunya menjadi gila dan memutuskan untuk bunuh diri. "Tunggu pembalasanku. Di saat itu, aku akan melihat penderitaan kalian," ucap si remaja penuh tekad. Pandangannya semakin berkabut, dan ia lupa apa yang terjadi setelahnya. Semuanya gelap dan kelam. *** Lima belas tahun kemudian. Di sebuah club malam. Di ruangan VIP. Lucas menarik napas panjang yang melegakan. Hari-harinya dipenuhi dengan kemenangan. Dan kini ia sedang merayakan salah satu kemenangannya. Ia baru saja mendapatkan kabar tentang kematian ayahnya karena sebuah penyakit kronis. Hidup Lucas telah berubah banyak. Dari hanya seorang remaja laki-laki yang tak memiliki kekuatan sama sekali, sekarang Lucas berubah menjadi seorang pria berkuasa. Lucas Evander Davies, CEO Living Group yang kini menduduki strata tertinggi dunia bisnis. Tidak ada yang tidak mengenalnya. Wajah tampannya selalu menghiasi halaman depan majalah bisnis di seluruh dunia. Semua telah ia capai di usianya yang menginjak tiga puluh tahun. Harta, kekuasaan, dan wanita. Tapi, itu tidak serta merta membuat Lucas bisa menikmati hidupnya. Ada satu yang kurang. Yaitu, ia harus membalaskan dendamnya pada pelakor yang sudah menghancurkan keluarganya, serta anak dari jalang itu. Lucas sangat ingin melihat kedua manusia menjijikkan itu menderita. Tepat di depan mata Lucas. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk membalaskan dendamnya. Ia sudah menunggu lama, dan sudah berkorban banyak hanya untuk melepaskan dendam yang menyiksanya selama ini. Tanpa sadar Lucas menorehkan senyum tipis saat memikirkan rencana balas dendamnya. Ia lalu menyesap sampanye yang membakar tenggorokannya, tapi begitu melegakan pikirannya. Tatapannya kemudian turun pada salah satu wanita sewaan yang hendak menarik turun resleting celananya. Tangan Lucas segera bergerak menghentikannya. Lucas menemukan sesuatu yang lebih menarik. "Buka juga pakaianmu seperti tiga temanmu yang lain," tukas Lucas pada si wanita dengan mata yang bersorot merendahkan, membuat si wanita sewaan tertantang. Si wanita melirik ketiga temannya yang sudah telanjang bulat. Ia lalu melucuti pakaiannya sendiri. Di waktu yang bersamaan, pengawal Lucas masuk tanpa permisi. "Maafkan saya, Tuan. Saya lancang masuk," ucap Slade, pengawal sekaligus sekretaris pribadinya dengan penuh penyesalan. Pria itu kemudian dengan cepat mengalihkan pandangan begitu matanya tidak sengaja melihat empat wanita telanjang di ruangan yang ditempati tuannya. "Ada apa, Slade?" Kerutan di dahi Lucas terbentuk. "Kau sudah menemukan keberadaan Serena?" tebaknya. Slade mengangguk membenarkan dengan menjaga sikap tetap tegap dan sopan. "Iya, Tuan. Dia sekarang bekerja di salah satu club di New York." Lucas mengangguk puas. "Siapkan penerbangan besok ke New York. Aku akan menemuinya. Mungkin, aku perlu sesuatu sebagai salam setelah lama tidak bertemu dengannya." Slade sekali lagi mengangguk. Lebih dalam dari sebelumnya. "Baik, Tuan." Tanpa mengindahkan empat wanita sewaan yang belum sempat ia sentuh. Lucas menyambar jasnya yang tersampir di punggung sofa. Ia kemudian bergegas keluar ruangan, meninggalkan empat wanita itu yang menatap kepergiannya dengan tak rela. Serena tunggu kedatanganku, desis Lucas dalam hati dengan tatapan menajam. -To Be Continued-"Berhenti! Aku mohon!" teriak seorang gadis saat empat pria tiba-tiba datang ke rumah sederhananya dan mengacaukan semuanya. Pria-pria itu tak mempedulikan teriakan Serena dan tetap menendang, membanting apapun yang ada di rumah Serena. Setelah puas mengobrak-abrik, salah satu dari mereka mendekati Serena dengan tatapan mengancam. "Aku peringatkan sekali lagi padamu. Kau harus segera melunasi hutangmu! Kami akan kembali besok, dan kau harus sudah menyiapkan uang sepuluh juta dolar!" "Camkan itu!" teriak si pria lagi. Menendang kursi kayu milik Serena dengan keras sebelum pergi. Serena luruh ke lantai. Ia terisak pilu saat matanya mengedar memandangi ruang tamunya sudah tak berbentuk. Semuanya berantakan. Banyak barangnya yang rusak. Uang sepuluh juta dolar. Dari mana ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Serena baru saja kehilangan ayah tirinya. Ia bahkan belum mendapatkan waktu untuk berduka, di saat orang-orang asing itu mendadak datang dan menagih hutang padanya. Ia tak mera
Tidak salah lagi. Pria itu benar-benar kakak tirinya.Mata abu-abunya sangat Serena kenal. Mata yang indah itu dihiasi bekas luka yang terbentang cukup lebar di bagian bawah sudut matanya.Dan rambut coklat gelapnya yang beruntai panjang hingga sanggup menyapu tengkuknya. Sama sekali tidak berubah. Hanya saja sekarang terkesan lebih liar dan ganas.Tatapan Lucas yang tajam tetap tertuju pada Serena, meski ia sekarang tengah menghabisi si pria tua.Lima pukulan sudah ia daratkan ke wajah si pria tua sampai lawannya itu tak sadarkan diri."Senang bisa bertemu denganmu lagi, Adik Kecil," ucap Lucas dengan sebuah seringaian yang tercipta di bibir tipisnya. Ia melepaskan cekalannya pada leher si pria tua.Bunyi berdebam cukup keras timbul saat tubuh si pria tua menubruk lantai, menggema memenuhi seluruh penjuru ruangan.Seketika kengerian kembali menjalar di sekujur tubuh Serena. Ketika melihat si pria tua dibuat tak berdaya oleh Lucas.Lucas terlihat menyeramkan. Ia bagaikan binatang bua
"Aku yakin. Kau pasti sudah tidak perawan lagi, Serena," desis Lucas mengulas senyum miring di bibir. Tatapannya terpaku pada Serena yang belum sadarkan diri, dengan tubuh yang sudah tak terbalut apapun.Lucas bergerak ke samping kasur, merogoh saku jasnya untuk mengeluarkan pengaman yang sengaja ia simpan di sana. Ia lalu, menyobek bungkusnya, dan memakainya.Meski, Lucas sering menghabiskan malamnya dengan banyak wanita. Tapi, tak satu kali pun ia melupakan pengamannya.Lucas tidak akan pernah bercinta tanpa pengaman. Karena ia tidak mau mengambil resiko menghamili seorang wanita, atau tertular penyakit kelamin yang mengerikan.Setelah selesai memakai pengaman. Lucas bergerak mendekati Serena, bergabung di atas kasur. Tatapannya menelusuri tubuh polos Serena yang seketika membangkitkan gairahnya.Kulit putih mulus Serena, payudara gadis itu yang berukuran besar dan bulat, serta bagian intimnya yang bersih dan indah membuat Lucas jadi gelap mata. Nafsunya berhasil mengambil alih akal
Lucas baru saja menemui Slade di ruang utama. Dan kini ia melangkah tegas menuju kamar Serena.Semalam ia langsung meminta pengawal pribadinya itu untuk mencari tahu hubungan Serena dengan pria tua yang ia hajar habis-habisan kemarin di kamar hotel.Setelah melihat noda darah di sprei, yang menandakan dirinyalah yang merenggut keperawanan Serena. Lucas jadi penasaran, sebenarnya apa yang sedang dilakukan Serena bersama si pria tua di hotel. Jika Serena menjual diri, bukannya seharusnya adik tirinya itu sudah tidak perawan? Tapi, Serena masih perawan.Sekarang semua rasa penasaran Lucas telah terjawab, lewat kertas pelunasan hutang yang kini di dalam genggaman tangannya.Ternyata Serena telah berhutang pada si pria tua. Sepuluh juta dolar. Dan gadis itu dijadikan jaminannya."Sebenarnya kehidupan seperti apa yang kau jalani selama ini, Serena?" gumam Lucas dengan tatapan menajam sambil mencengkeram kertas di tangan kanannya. Ia melangkah terus sampai tiba di depan kamar Serena.Lucas me
Serena buru-buru menyeka air matanya saat Kepala Pelayan kembali masuk ke kamar mandi. Saat itu Serena baru saja selesai dan hendak memakai seragam pelayan."Cepat! Kau sudah membuang-buang waktuku, Sialan!" Kalimat yang terucap dari bibir Kepala Pelayan begitu kasar, dan begitu merendahkan Serena.Kepala Pelayan tahu siapa Serena sebenarnya. Bahkan semua orang yang ada di mansion pun juga sudah mengetahuinya, kalau Serena adalah anak pelakor yang merusak keluarga Lucas, tuan mereka. Maka dari itu, mereka membenci keberadaan Serena, dan tak segan-segan memperlakukan gadis rendahan itu dengan buruk."Cepat!" Dengan tak sabaran Kepala Pelayan menarik Serena kasar menuju kamar. Ia membanting tubuh rapuh Serena ke kasur, dan menyuruhnya untuk segera berpakaian."Baik." Hanya satu kata yang keluar dari bibir Serena. Ia bergegas memakai seragam pelayan sebelum Kepala Pelayan membentaknya lagi.Kepala Pelayan mengulas senyum licik yang samar. "Ikuti aku!" perintahnya pada Serena.Serena deng
Serena tetap berdiri seperti patung di samping Lucas yang sedang menyantap sarapannya. Ia tak berani bergerak sedikit pun, apalagi bersuara. Sampai Lucas selesai.Lucas menyeka mulutnya dengan tisu. Tatapannya beralih pada Serena. "Biar pelayan lain yang membereskannya. Kau ikut aku sekarang."Setelah lama terdiam, Serena akhirnya bisa bergerak. Ia mengangguk dan segera mengikuti Lucas.Beberapa pelayan yang berpapasan dengan Lucas langsung membungkukkan tubuhnya memberikan salam hormat. Namun, ketika mereka melihat Serena, mereka segera melempar tatapan penuh kebencian.Mereka merasa iri pada Serena karena hanya Serena yang mendapatkan kamar khusus, sedang pelayan lain tidur di satu kamar yang sama. Selain itu, mereka juga tahu kalau hari pertama Serena berada di mansion ini, gadis itu telah menghabiskan malam panas bersama tuan mereka. Banyak sekali wanita yang menginginkan posisi Serena. Termasuk para pelayan. Bercinta dengan Lucas adalah pencapaian yang luar biasa. Banyak wanita
Serena memekik keras saat Lucas memasukkan ujung botol sampanyenya pada lubangnya. "Lihat! Betapa jalangnya kau, Serena! Kau bahkan menghisap juga botolku." Lucas terus memainkan tubuh Serena. Memaju mundurkan botol untuk mendapatkan kesenangannya sendiri. Melihat Serena menangis, membuat Lucas makin bersemangat. Tak ia pedulikan isakan Serena yang memenuhi kamarnya. "Berhenti ... kumohon." Serena mengiba dengan air mata yang terus mengalir deras. Suaranya perlahan melirih, merasakan sakit yang luar biasa menerpa area intimnya. Sebenarnya apa yang membuat kakak tirinya itu menjadi kejam seperti ini? Seberapa banyak luka yang telah mengubahnya? Serena meringis pedih. Ia sudah tak berdaya untuk berontak. Pada akhirnya Serena merelakan tubuhnya kembali dipermainkan oleh Lucas. Bahkan, luka di kaki Serena tak juga menggerakkan hati Lucas. Karena bagi pria bermata tajam itu penderitaan Serena berarti kebahagiaan untuknya. "Sebenarnya apa salahku? Kenapa Kak Lucas begitu tega
"Mom ...."Melihat kebekuan pria di depannya, wanita itu bangkit dari kursi kulit. Dibawanya langkah menghampiri Lucas."Kenapa kau terkejut?" tanyanya menyunggingkan sebuah senyum.Lucas mengepalkan tangannya kuat di sisi badan. Dari banyaknya hari, mengapa harus sekarang ia bertemu lagi dengan ibu angkatnya? Sialan!"Slade, aku ingin bicara berdua dengan ibuku," tandas Lucas pada Slade.Slade mengangguk paham. Ia segera undur diri, dan menutup pintu ruangan pelan. Sehingga di dalam ruangan luas ini hanya tersisa Lucas dan Helen Davies—nama wanita itu.Helen memainkan jari-jari lentiknya yang terpoles cat kuku warna merah menyala. Di usianya yang separuh abad, tubuhnya masih langsing terjaga. Wajahnya pun tak terlalu banyak diukir oleh kerutan, mungkin tertutupi make up tebal yang selalu wanita itu gunakan."Lucas, aku kecewa. Kau tak bilang padaku kalau kau kembali," gerutu Helen, memayunkan bibirnya yang berwarna senada dengan kuku jarinya. Ia mendekat pada Lucas, membelai jas pria